[[28 ~ AL-QASHASH (KISAH-KISAH) Pendahuluan: Makkiyyah, 88 ayat ~ Surat ini termasuk kelompok surat Makkiyyah dan mengandung 88 ayat. Secara umum, surat al-Qashash berisi perincian persoalan-persoalan global dari berbagai kisah, antara lain kisah Mûsâ a. s. sejak dilahirkan pada masa kekuasaan Fir'aun. Saat itu, Fir'aun membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir dari kalangan Banû Isrâ'îl, karena takut akan munculnya seorang nabi yang kelak akan menumbangkan kekuasaannya. Setelah itu, dilanjutkan dengan kisah diasuhnya Mûsâ dalam istana Fir'aun hingga ia diusir dari kawasan bumi Mesir dan melarikan diri ke negeri Madyan, di wilayah Syam untuk akhirnya kembali lagi ke Mesir bersama istrinya yang juga putri Nabi Syu'ayb. Uraian doa dan permohonan Nabi Mûsâ di tengah perjalanan menuju Mesir, sampai ia diangkat oleh Allah sebagai rasul, kemudian rekaman peristiwa yang terjadi antara Fir'aun bersama ahli-ahli sihirnya melawan Mûsâ hingga peristiwa ditenggelamkannya pasukan Fir'aun di laut Merah, juga disebutkan. Selain itu, dalam surat ini kita juga mendapatkan kisah yang terjadi antara Banû Isrâ'îl dan saudara Mûsâ, Hârûn; ihwal orang-orang yang ingkar semisal Qârûn dan orang-orang kafir sebelumnya. Berdasarkan uraian yang terperinci dan lengkap dari berbagai kisah itulah surat ini dinamakan al-Qashash (bentuk jamak dari "qishshah" yang berarti 'kisah' atau 'cerita').]] Thâ, Sîn, Mîm. Huruf-huruf ini diletakkan dalam konteks penjelasan bahwa al-Qur'ân yang merupakan mukjizat itu tersusun dari huruf-huruf yang sama dengan yang ada pada bahasa kalian, di samping sebagai untuk menggugah perhatian orang yang mendengarnya.
Wahai Muhammad, apa yang Kami wahyukan kepadamu ini adalah ayat-ayat al-Qur'ân. Sebuah kitab suci yang terang dan jelas, yang menampakkan kebenaran dari kepalsuan, membedakan antara yang halal dan yang haram dan memberi janji pahala dan ancaman akan siksa.
Kami tuturkan sebagian kisah Mûsâ bersama Fir'aun secara benar, agar orang-orang yang beriman dapat mengambil pelajaran dari kisah itu.
Fir'aun merasa berbesar diri. Kezaliman Fir'aun telah mencapai puncaknya. Ia menyombongkan diri di negeri Mesir, memecah belah penduduk negeri itu menjadi beberapa kelompok, mendekatkan sebagian dan menyingkirkan yang lain. Ia menindas sekelompok mereka, yaitu Banû Isrâ'îl, membunuh anak-anak lelaki dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka.
Lalu Allah berkenan memberikan karunia bagi orang-orang yang tertindas di atas bumi, menjadikan mereka orang-orang yang memperoleh petunjuk dan mendapatkan kebaikan, dan mewariskan pemilikan bumi kepada mereka.
Mereka Kami tempatkan di bumi yang layak sebagai tempat tinggal. Lalu Kami perlihatkan kepada Fir'aun dan menterinya, Hâmân, dan segenap bala tentaranya sesuatu yang mereka khawatirkan: runtuhnya kekuasaan mereka di tangan seorang pemuda yang lahir dari kalangan Banû Isrâ'îl.
Pada saat ibunda Mûsâ merasa takut akan kehilangan putranya karena dibunuh Fir'aun, seperti yang biasa terjadi pada setiap bayi yang baru lahir dari kalangan Banû Isrâ'îl, Allah menurunkan ilham pada sang ibu agar menyusui bayinya dengan tenang, tanpa rasa khawatir akan kekejaman Fir'aun. Juga, agar ihwal kehahiran bayinya tetap dirahasiakan. Ia lalu meletakkan bayinya dalam sebuah kotak dan menghanyutkannya ke tengah sungai Nil tanpa rasa cemas dan duka, karena Allah telah berjanji akan menjaga dan menyerahkan Mûsâ kembali ke pangkuannya. Kelak Allah akan mengutusnya sebagai rasul kepada Banû Isrâ'îl.
Bayi itu kemudian dipungut oleh keluarga Fir'aun agar, dengan demikian, akan terwujud takdir Allah yang hendak menjadikan Mûsâ sebagai rasul yang melawan Fir'aun dan keluarganya, dan yang akan menjadi sumber kedukaan mereka dengan menganggap batil kepercayaan mereka serta mendobrak tirani mereka. Sesungguhnya Fir'aun, Hâmân dan para pengikut mereka adalah orang-orang yang berdosa, yang sangat zalim dan perusak.
Ketika memperhatikan bayi itu, istri Fir'aun berkata kepada suaminya, "Bayi ini agaknya akan menjadi sumber kebahagiaan kita. Kita biarkan saja ia hidup dan jangan kita bunuh, dengan harapan kelak ia akan dapat kita manfaatkan untuk mengatur urusan kita. Atau, kita angkat saja ia sebagai anak." Mereka sama sekali tidak menyadari apa yang sudah ditakdirkan Allah terhadap Mûsâ.
Hati ibunda Mûsâ menjadi gundah karena khawatir kalau-kalau putranya terjebak dalam genggaman Fir'aun. Ia hampir saja membuka rahasia bahwa bayi itu adalah anaknya. Kalau saja Allah tidak menguatkan hati wanita itu dengan kesabaran, tentu ia telah mengatakan bahwa bayi itu anaknya, karena sayangnya seorang ibu kepada sanaknya. Hal itu Kami lakukan agar ia termasuk golongan orang beriman yang diberi kedamaian.
Kepada saudara perempuan Mûsâ, sang ibu berkata, "Ikutilah jejak Mûsâ, agar kamu mengetahui beritanya." Ia kemudian melihat dari kejauhan, dengan penuh kehati-hatian agar tidak diketahui, sementara Fir'aun dan keluarganya tidak tahu bahwa ia adalah saudara perempuan Mûsâ.
Allah tidak mengizinkan bayi itu untuk menyusu pada wanita lain, sebelum pada akhirnya mereka ditunjukkan kepada seorang ibundanya sendiri. Keluarga Fir'aun merasa cemas dengan hal itu. Saudara perempuan Mûsâ pun berkata kepada mereka, "Maukah kalian aku tunjukkan kepada sebuah keluarga yang akan memelihara, menyusui, mendidik dan menjaganya dengan baik?"
Keluarga Fir'aun menerima usulan itu. Maka, dengan demikian, Allah benar-benar mengembalikan Mûsâ ke pangkuan ibunya, agar hatinya menjadi senang dan bersukacita atas kembalinya sang anak. Juga, agar sang ibu tidak lagi bersedih dengan berpisahnya sang anak, di samping agar ia semakin tahu bahwa janji Allah untuk mengembalikan Mûsâ ke pangkuannya benar-benar terjadi. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak tahu bahwa Mûsâ telah kembali kepada ibunya, karena hal itu merupakan suatu rahasia bagi mereka.
Ketika Mûsâ telah menginjak usia dewasa dan matang, Allah memberikan kepadanya ilmu dan hikmah. Dengan kebaikan seperti yang Kami berikan kepada Mûsâ dan ibunya itu, Kami juga akan memberikan kebaikan pada orang-orang yang berbuat baik sebagai balasan atas kebaikan mereka.
Mûsâ memasuki Mesir pada saat para penduduknya dalam keadaan lengah. Di sana, ia menemukan dua orang lelaki sedang berkelahi. Yang satu berasal dari kalangan Banû Isrâ'îl dan yang lain adalah pengikut Fir'aun. Orang Banû Isrâ'îl itu meminta bantuan Mûsâ melawan musuhnya. Mûsâ pun membantunya dengan memukul pengikut Fir'aun dengan kepalan tangannya. Ia pun akhirnya mati, padahal Mûsâ tidak bermaksud membunuhnya. Mûsâ merasa bersalah dan mengatakan, "Keberanianku melakukan hal ini sungguh merupakan perbuatan setan. Sungguh, setan adalah musuh yang amat jelas permusuhan dan kesesatannya."
Dengan rendah diri dan penuh penyesalan, Mûsâ bermohon kepada Allah, "Ya Tuhanku, aku telah berbuat kejahatan pada diriku sendiri, maka ampunilah kekeliruanku itu." Allah mengabulkan doanya dan mengampuninya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahabesar pengampunan-Nya dan Mahaluas rahmat- Nya."
Dengan tetap berendah diri, Mûsâ berkata, "Ya Tuhan, demi ilmu dan hikmah yang telah Engkau karuniakan kepadaku, tunjukkanlah aku ke jalan yang baik dan benar. Jika Engkau berikan aku petunjuk dan perkenan-Mu, niscaya aku tidak akan menjadi pembela orang-orang kafir."
Akibat perbuatannya itu, selama di negeri Mesir Mûsâ dihantui rasa takut sehingga ia harus selalu waspada akan keburukan yang sewaktu-waktu menimpanya, lantaran membunuh orang Mesir. Saat itu, Mûsâ berjumpa lagi dengan orang Banû Isrâ'îl yang dahulu pernah meminta pertolongan padanya. Kali ini, orang itu kembali meminta bantuan Mûsâ untuk menolongnya melawan orang Mesir yang lain. Tapi ia kemudian dihardik Mûsâ sambil berkata, "Kamu benar-benar keterlaluan dan tersesat. Lagi-lagi kamu mengulangi perbuatanmu yang lalu dan kamu memaksaku kembali untuk menolongmu."
Ketika Mûsâ bermaksud menindak orang Mesir, yang merupakan musuh mereka berdua, karena didorong oleh rasa permusuhan itu, orang Mesir itu berkata--dengan mengira bahwa Mûsâ akan membunuhnya, "Apakah kamu akan membunuhku seperti kamu membunuh orang Mesir lain tempo hari? Sungguh kamu hanya ingin menjadi orang yang melampaui batas di muka bumi. Dan kamu tidak ingin menjadi penyeru kebaikan dan kebajikan."
Ketika tersebar berita bahwa Mûsâ membunuh seorang lelaki Mesir, datanglah dari ujung kota seorang yang beriman dari keluarga Fir'aun. Laki-laki itu memberitahukan kepada Mûsâ, "Kaum Fir'aun tengah berunding untuk membunuhmu. Tinggalkan kota ini agar kamu selamat dari rencana pembunuhan! Sungguh aku hanya bermaksud menasihati kamu."
Mûsâ meninggalkan kota itu dengan penuh ketakutan, khawatir kalau-kalau musuh menghadang dan menyakiti dirinya. Mûsâ berlalu sambil memohon kepada Allah agar menyelamatkan dirinya dari kezaliman orang-orang kafir.
Ketika Mûsâ mengarahkan kakinya menuju Madyan, kampung halaman Nabi Syu'ayb--sebuah negeri yang aman dan damai--Mûsâ memohon kepada Allah agar menunjukkan kepadanya jalan kebaikan dan keselamatan.
Ketika sampai pada sumber mata air penduduk Madyan, Mûsâ mendapati banyak sekali rombongan dari bermacam-macam golongan manusia tengah memberi minum ternak mereka. Agak rendah dari tempat mereka itu, Mûsâ melihat dua orang wanita menggiring kambing gembalaannya bergerak menjauhi sumber air. Kepada kedua wanita itu, Mûsâ bertanya, "Mengapa kalian berdua malah menjauhi sumber air ini?" Mereka menjawab, "Kami tidak bisa berdesak-desakan. Kami akan menunggu para pengembala itu selesai memberi minum piaraan mereka. Ayah kami sudah tua renta tidak mampu lagi menggembalakan dan memberi minum ternak kami."
Mûsâ dengan sukarela membantu kedua wanita untuk mengambil air. Kemudian Mûsâ bersandar pada sebatang pohon untuk melepas lelah. Dengan penuh kerendahan hati, Mûsâ berdoa, "Ya Tuhan, aku sangat membutuhkan rezeki dan kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku."
Salah seorang dari dua wanita yang dikirim oleh ayahnya–setelah si ayah mendengar apa yang telah dilakukan Mûsâ pada kedua wanita itu--datang menemui Mûsâ dengan malu-malu. Kepadanya, wanita itu berkata, "Ayahku memanggilmu untuk memberi upah kerjamu mengambilkan kami air." Sampai di rumah sang ayah, Mûsâ lantas mengisahkan perjalanannya dari negeri Mesir. Orang tua itu berkata, "Jangan takut! Kamu telah selamat dari orang-orang zalim, karena Fir'aun tidak memiliki kekuasaan apa-apa atas kami."
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, "Wahai Ayah, pekerjakan pemuda itu untuk menggembala atau mengurus domba piaraan kita dengan gaji! Sungguh, ia adalah orang yang paling baik yang engkau pekerjakan, karena tenaganya kuat dan dirinya dapat dipercaya."
Syu'ayb berkata kepada Mûsâ, "Aku bermaksud mengawinkanmu dengan salah seorang putriku ini. Sebagai maskawinnya, kamu harus bekerja pada kami selama delapan tahun. Tapi, jika kamu mau menggenapkannya mejadi sepuluh tahun dengan sukarela, maka itu baik saja. Tapi aku tidak mengharuskan dirimu memilih masa yang lebih panjang. Insya Allah kamu akan mendapatkan diriku sebagai orang yang saleh, yang baik dalam bermuamalat dan menepati janji."
Mûsâ berkata, "Apa yang telah kau katakan itu adalah janji antara kita berdua. Jika aku telah melewatkan salah satu dari batas waktu yang telah engkau tentukan itu, berarti aku telah menepati janjimu dan aku tidak menginginkan masa kerja itu diperpanjang. Allah Maha Menyaksikan apa yang kita ucapkan."
Setelah menyelesaikan pekerjaan sesuai masa yang telah dijanjikan, dan secara sah menjadi suami putri Syu'ayb, Mûsâ membawa istrinya kembali ke negeri Mesir. Di tengah perjalanan, dari arah bukit Sinai Mûsâ melihat api. Ia berkata kepada orang-orang yang mengikutinya, "Tetaplah kalian di sini. Aku melihat cahaya di tengah kegelapan. Aku akan mendatangi api itu agar aku mendapat keterangan mengenai jalan yang akan kita tempuh, atau membawa sebongkah apinya untuk menghangatkan badan kalian."
Sampai di depan api yang dilihatnya, tiba-tiba dari arah samping kanan pohon yang tumbuh di bumi yang diberkahi, di samping bukit Sinai, Mûsâ mendengar seruan dari langit, "Wahai Mûsâ, sesungguhnya Aku adalah Allah. Tidak ada yang patut disembah selain Aku. Akulah Pencipta, Pengawas dan Penjaga alam semesta."
Mûsâ diperintah, "Lemparlah tongkatmu!" Ia pun melemparkannya. Allah kemudian mengubahnya menjadi seekor ular. Saat menyaksikan tongkat itu bergerak-gerak seolah-olah hidup, ia takut, terkejut, dan lari meninggalkan tempat itu dan tidak kembali lagi. Dikatakan kepadanya, "Wahai Mûsâ, sambutlah seruan ini! Kembali ke tempatmu semula dan jangan takut. Sungguh kamu termasuk golongan orang yang diselamatkan dari keburukan.
Masukkan tanganmu ke dalam kantong bajumu! Tangan itu akan bercahaya putih tanpa cacat. Lalu dekapkanlah kedua tanganmu ke dadamu, agar hilang rasa takut. Jangan panik ketika kamu menyaksikan tongkat itu berubah menjadi ular atau saat tanganmu berubah putih berkilau. Kedua hal itu adalah mukjizat yang datang dari Allah. Hadapilah Fir'aun dan pengikutnya dengan kedua mukjizat itu, ketika mereka menyambut kerasulanmu dengan pendustaan dan keluar dari jalan Allah."
Mûsâ berkata--masih dalam keadaan takut sambil memohon pertolongan–"Ya Tuhan, aku telah membunuh salah seorang dari kalangan mereka. Aku takut mereka akan membunuhku sebagai tindak balasan.
Dan saudaraku, Hârûn, lebih fasih bicaranya daripada aku. Utuslah ia bersamaku sebagai penolongku untuk menyampaikan pesan-pesan sucimu, karena aku takut mereka akan mendustakanku."
Allah berfirman, sebagai pernyataan dikabulkannya permohonan Mûsâ, "Kami akan menguatkan dirimu dengan Hârûn. Kami akan menganugerahkan kepada kalian berdua kekuatan dan dukungan dengan berbagai mukjizat, sehingga mereka tidak mampu melawan kalian. Sesungguhnya kalian berdua dan orang-orang yang mengikuti kalian dan yang mau mencari petunjuk adalah orang-orang yang akan menang atas orang-orang kafir itu."
Ketika Mûsâ menghadapi mereka dengan dakwah yang diperkuat dengan mukjizat yang jelas, mereka mengingkari apa yang mereka saksikan seraya berkata, "Ini tidak lain hanyalah sihir yang kamu akui dari Allah. Kami belum pernah mendengar apa yang kamu akui ini dari nenek moyang kami dahulu."
Mûsâ berkata, sebagai jawaban bagi Fir'aun dan kaumnya, "Tuhanku mengetahui bahwa aku telah datang dengan membawa bukti-bukti yang menunjukkan kepada kebenaran dan petunjuk yang datang dari sisi-Nya ini. Maka, Dia adalah saksi bagiku apabila kalian mendustakannya. Dan Dia juga mengetahui bahwa kesudahan yang baik adalah diperuntukkan bagi kami dan pengikut kebenaran. Sesungguhnya orang-orang kafir tidak akan mendapatkan kebaikan."
Ketika tidak kuasa lagi untuk mendebat Mûsâ, Fir'aun--dengan tetap bersikap sewenang-wenang--berkata, "Wahai masyarakat sekalian, aku tidak mengetahui adanya Tuhan bagi kalian selain diriku." Kemudian ia memerintahkan menterinya, Hâman, untuk menyewa seseorang agar membuat bangunan dan istana yang tinggi agar Fir'aun dapat menaikinya untuk melihat Tuhan yang diserukan Mûsâ. Maka, dengan begitu, Fir'aun dapat lebih yakin bahwa Mûsâ termasuk dalam golongan para pendusta dalam anggapannya.
Fir'aun dan balatentaranya tetap angkuh dengan kebatilan di bumi Mesir. Mereka mengira bahwa mereka tidak akan dibangkitkan di akhirat nanti untuk mendapatkan penghitungan dan pembalasan.
Maka Kami lalu mencabut kekuasaan Fir'aun. Ia dan balatentaranya Kami seret lalu Kami tenggelamkan ke dalam laut, untuk menghilangkan faktor penyebab kezaliman dalam diri mereka. Maka renungilah, wahai Muhammad, dan ingatkanlah kaummu tentang kesudahan orang-orang yang zalim di dunia. Sesungguhnya kamu akan dimenangkan atas mereka.
Allah berfirman, "Mereka Kami jadikan sebagai orang-orang yang mempropagandakan kekufuran yang menyeret ke neraka. Dan mereka tidak akan mendapatkan seseorang yang dapat menolong dan mengeluarkan mereka dari siksa ini pada hari kiamat.
Di dunia, mereka Kami usir dari rahmat Kami, dan di hari kiamat mereka termasuk orang-orang yang binasa." (Apa yang telah diceritakan dalam dua ayat ini tentang keadaan mereka adalah bukti kemurkaan Allah).
Allah telah menurunkan Tawrât kepada Mûsâ setelah menghancurkan umat-umat terdahulu yang mendustakan, agar menjadi cahaya bagi hati yang sebelumnya berada dalam kegelapan dan tidak mengetahui kebenaran. Dan juga agar menjadi pengarah, karena mereka telah terjerumus dalam kesesatan, serta menjadi jalan untuk mendapatkan rahmat bagi orang yang menjalankannya. Semua itu agar mereka dapat mengambil pelajaran dari apa yang ada di dalamnya, sehingga bergegas menjalankan perintah dan menjauhi larangan.
Wahai Muhammad, kamu tidak bersama Mûsâ pada bagian barat gunung, saat Allah memberitahukan ihwal misi kenabian yang hendak diembankan kepadanya. Kamu juga tidak hidup sezaman dan menyaksikannya dalam menyampaikan pesan-pesan suci. Maka, bagaimana kaummu mendustakan risalahmu sedangkan kamu membacakan kabar orang-orang terdahulu pada mereka?
Tetapi Kami telah menciptakan umat yang banyak dalam berbagai generasi yang telah melewati rentang waktu yang amat panjang, sehingga mereka lupa dengan perjanjian yang telah mereka ambil. Demikian pula, kamu pun, wahai Muhammad, tidak bermukim di Madyan sehingga dapat memberitahu penduduk Mekkah tentang kabar mereka. Akan tetapi Kami telah mengutusmu dan memberitahumu tentang kisah- kisah mereka melalui wahyu.
Wahai Rasul, kamu tidak berada di samping bukit Thûr ketika Allah memanggil Mûsâ dan memilihnya untuk menyampaikan pesan-pesan suci-Nya. Tetapi Allah telah meberitahumu tentang hal ini dengan jalan wahyu sebagai rahmat bagimu dan umatmu, agar kamu menyampaikannya kepada kaum yang belum datang kepada mereka seorang rasul pun sebelum kamu, agar supaya mereka ingat.
Kalau bukan karena ucapan orang-orang kafir--ketika mereka ditimpa hukuman karena kekufuran mereka--yang melontarkan alasan, "Ya Tuhan kami, Engkau belum mengutus seorang rasul kepada kami, sehingga kami percaya kepadanya dan tunduk dengan mukjizatnya serta menjadi golongan orang-orang Mukmin," niscaya tidak akan pernah ada misi kerasulan.
Maka ketika Rasulullah, Muhammad, datang dengan membawa al-Qur'ân yang berasal sisi Allah, orang-orang kafir berkata, "Andai saja dia diberi seperti yang diberikan kepada Mûsâ dalam bentuk mukjizat inderawi dan kitab suci yang diturunkan sekaligus seperti Tawrât, kami pasti akan beriman." Padahal sebelumnya mereka telah menentang Mûsâ dan menolak ayat-ayat Tawrât sebagaimana halnya mereka hari ini juga menentang Muhammad dan kitab suci yang dibawanya. Mereka berkata, "Kami tidak percaya kepada kedua-duanya." Jelas, bahwa kedurhakaanlah yang menyebabkan mereka ingkar terhadap mukjizat.
Katakanlah kepada mereka, wahai Rasul, "Apabila kalian tidak beriman kepada Tawrât dan al-Qur'ân, maka datangkanlah sebuah kitab yang lain dari sisi Allah yang berisi petunjuk dan lebih baik dari keduanya, atau yang semisal dengannya, niscaya aku akan mengikutinya bersama kalian, jika kalian memang benar dalam prasangka kalian bahwa apa yang kami datangkan itu adalah sihir."
Lalu jika mereka tidak dapat memenuhi permintaanmu untuk mendatangkan kitab berisi petunjuk yang lebih baik, maka ketahuilah bahwa mereka telah dikenai ketentuan hukum, dan mereka tidak lagi memiliki alasan. Dan, dengan begitu, mereka telah mengikuti hawa nafsu. Tidak ada seorang pun yang lebih sesat daripada orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya di dalam urusan agama tanpa petunjuk dari Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan kemudahan bagi orang yang menzalimi dirinya dengan mengikuti kebatilan tanpa mempedulikan kebenaran.
Allah telah menurunkan al-Qur'ân kepada mereka secara berkesinambungan. Sebagian turun menyusul yang lain, sesuai kebutuhan. Al-Qur'ân juga diturunkan secara berturut-turut dalam bentuk janji, ancaman, kisah-kisah dan pelajaran-pelajaran, agar mereka merenungi dan mempercayai apa yang ada di dalamnya.
Orang-orang yang telah Kami berikan Tawrât dan Injîl sebelum datangnya al-Qur'ân, kemudian beriman kepadanya dan membenarkan apa yang ada di dalamnya tentang Muhammad dan kitab sucinya, maka sesungguhnya mereka telah beriman kepada Muhammad dan kitab sucinya itu.
Apabila al-Qur'ân dibacakan kepada mereka, dengan bergegas menyatakan keimanan, mereka berkata, "Kami telah beriman kepadanya, karena ini adalah kebenaran dari Tuhan kami. Dan kami telah mengetahui Muhammad dan kitab sucinya sebelum kitab itu diturunkan. Maka keislaman kami lebih dahulu daripada dibacakannya kitab itu."
Orang-orang yang beriman kepada al-Qur'ân dan apa yang diturunkan sebelumnya akan diberi pahala berlipat ganda karena kesabaran mereka atas penderitaan yang mereka terima di jalan keimanan, mengutamakan amal saleh, membalas kejahatan dengan memberi maaf dan perbuatan baik, dan menafkahkan harta yang diberikan Allah kepada mereka di jalan kebaikan.
Dan apabila mereka mendengar kebatilan dari orang-orang bodoh, mereka menghindarinya untuk membersihkan diri, dan berkata, "Kami punya perbuatan-perbuatan kami yang benar dan tidak akan kami tinggalkan. Dan kalian pun punya perbuatan-perbuatan kalian yang batil yang dosanya akan kalian tanggung sendiri. Kami akan membiarkan dan tidak mencampuri urusan kalian, karena kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang bodoh."
Wahai Rasul, sesungguhnya kamu sangat berhasrat untuk memberi petunjuk kepada kaummu, tetapi kamu tidak memiliki kemampuan untuk memasukkan semua orang yang kamu cintai ke dalam agama Islam. Allahlah yang memberi petunjuk keimanan kepada orang yang dapat menerima dan memilih petunjuk di antara mereka. Dialah yang mengetahui, dengan ilmu yang tiada bandingannya, tentang orang-orang yang akan masuk ke dalam barisan orang-orang yang diberi petunjuk.
Untuk menjelaskan alasan mengapa mereka tetap memegang teguh kepercayaan yang mereka anut selama ini, orang-orang musyrik Mekah berkata kepada Rasul, "Apabila kami mengikutimu untuk memeluk agamamu, maka orang-orang Arab akan mengusir kami dari negeri kami, dan akan merebut kekuasaan kami." Mereka bohong dengan alasan mereka itu. Allah telah mengukuhkan kedudukan mereka di negeri mereka dan menjadikan negeri itu sebagai tanah haram yang aman bagi mereka dari serangan dan pembunuhan. Padahal, pada saat itu mereka masih dalam keadaan kafir. Buah-buahan dan kebaikan yang bermacam-macam datang ke negeri itu untuk menjadi rezeki yang dilimpahkan Allah kepada mereka dari segala arah. Maka bagaimana mungkin Allah mencabut rasa aman dari mereka dan menjadikan mereka terculik dan terbunuh, apabila mereka menggabungkan kemuliaan Baitullah dengan keimanan kepada Muhammad? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui kebenaran. Kalaupun mereka tahu, mereka tidak akan takut dari penculikan dan pembunuhan itu.
Mereka tidak mengambil pelajaran dari akhir perjalanan umat-umat terdahulu. Allah telah membinasakan negeri-negeri kaum yang tertipu dengan nikmat Allah kemudian tidak mensyukuri nikmat- Nya dan berbuat kufur kepada-Nya. Inilah negeri-negeri mereka, telah kosong dan tidak layak ditempati lagi setelah mereka kecuali hanya untuk waktu yang singkat saja bagi orang-orang yang kebetulan melewatinya. Setelah mereka, tidak ada yang memilikinya kecuali Allah, Sang Pemilik keagungan dan penghormatan.
Bukan merupakan kebijakan Allah, Tuhanmu yang telah menciptakan dan memilihmu, untuk membinasakan negeri-negeri besar kecuali setelah mengutus seorang rasul dengan mukjizat yang menakjubkan kepada penduduknya. Rasul itu kemudian membacakan kepada mereka kitab suci yang diturunkan dan menjelaskan kepada mereka syariat-syariat-Nya. Lalu kaum itu tidak beriman. Kami tidak akan menghancurkan kota-kota besar kecuali apabila penduduknya terus-menerus melakukan kezaliman dan aniaya.
Segala sesuatu yang diberikan kepada kalian, berupa kesenangan-kesenangan dan perhiasan-perhiasan dunia adalah kesenangan yang terbatas dan sementara. Maka janganlah sekali-kali hal itu memalingkan kalian dari keimanan dan amal saleh. Sesungguhnya pahala dan kenikmatan abadi yang ada di sisi Allah di akhirat adalah lebih bermanfaat dan lebih abadi dari semua itu. Lalu, mengapa kalian tidak mempergunakan akal sebagai ganti dari hawa nafsu kalian?
Orang yang beriman dan beramal saleh yang berhak mendapatkan janji baik Allah berupa pahala dan surga--dan dia pasti akan mendapatkannya--tidaklah sama dengan orang kafir yang mengerjakan keburukan serta tertipu oleh kesenangan dunia dan perhiasannya. Orang kafir itu pun termasuk di antara mereka yang akan dihadirkan untuk dihitung dan binasa dalam siksaan.
Dostları ilə paylaş: |