Analisis struktural dan nilai pendidikan dalam novel cinta suci zahrana karya habiburahman el shirazy serta implikasinyanya dalam pembelajaran sastra di sekolah



Yüklə 329,56 Kb.
səhifə4/6
tarix12.09.2018
ölçüsü329,56 Kb.
#81382
1   2   3   4   5   6

Berbakti Kepada Orang Tuanya

Zahrana adalah anak yang selalu ingin membuat bangga kedua orang tuanya. Walaupun lahir sebagai anak semata wayang, hal itu tidak lantas membuat dia menjadi anak yang manja. Dia adalah sosok seorang anak yang selalu ingin membahagiakan kedua orang tuanya dengan berusaha memberikan bakti terbaik kepada mereka. Teknik penampilan tokoh dalam karakter ini menggunakan teknik analitik karena pengarang langsung mendiskripsikan peran dan watak tokohnya. Berikut kutipannya :

……Ia bertanya-tanya dalam hati, bukankah ia bersusah payah dan berjuang keras mengukir prestasi selama ini untuk membahagiakan kedua orang tuanya? Sebagai anak semata wayang ia tidak mau dimanja-manja. Ia belajar keras dan bekerja tiada henti siang dan malam demi mengangkat derajat kedua orangtuanya. Ia ingin menunjukan bakti terbaik kepada mereka. (Halaman 2)



  1. Wanita Sholehah

Dalam novel ini, sosok Zahrana juga digambarkan sebagai seorang wanita yang sholehah. Berikut kutipannya :

“Zahrana, meskipun berpendidikan tinggi tapi ia rendah hati. Yang menjadi pertimbangan Zahrana dalam mencari suami bukan materi, status, strata, kedudukan sosial, pendidikan dan lain sebagainya. Yang jadi pertimbangan Zahrana adalah agama, iman dan akhlak. Insya Allah, ia gadis yang shalehah yang mampu menghormati suaminya. Jadi kamu jangan minder!” (Halaman 242)

Karakternya ini juga dipertegas dalam kutipan berikut ini :

Zahrana mengangguk. Dalam hati Zahrana bertekad untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah. Ia teringat perkataan Bu Nyai saat memberikan ucapan bela sungkawa, “Kita semua milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Kita semua tunduk kepada takdir-Nya. Yang paling berkuasa di atas segalanya adalah Allah Swt.” Sejak itu, Zahrana nyaris tidak pernah meninggalkan sholat malam. Ia labuhkan segala keluh kesah dan derinya kepada Yang Maha Menciptakan. Ia pasrahkan dirinya secara total kepada Allah. Dalam keheningan malam ia berdoa, “Ya Rabbi, ikhtiar sudah hamba lakukan, sekarang kepada-Mu hamba kembalikan segala urusan. Ya Rabbi, hamba berlindung kepada-Mu dari segala jenis kejahatan yang terjadi di atas muka bumi ini. Ya Rabbi, aku memohon segala kebaikan yang Engkau ketahui. Dan aku berlindung kepada-Mu dari segala hal buruk yang Engkau ketahui.” (Halaman 258-259)

Teknik penampilan tokoh dalam karakter ini menggunakan teknik dramatik karena pengarang tidak langsung mendiskripsikan peran dan watak tokohnya melainkan secara implisit melalui dialog antar tokoh.


  1. Tokoh Pak Munajat

Pak Munajat adalah ayah dari Zahrana yang umurnya sudah tidak muda lagi. Dia bekerja sebagai pesuruh di sebuah kantor kelurahan di Semarang atas dan juga dipercaya untuk mengurusi sebuah mushola di kompleks tempat tinggal mereka. Pak Munajat adalah sosok ayah yang baik, penyanyang, tegas, dan juga taat beribadah. Berikut kutipannya:

Rumah itu lengang. Jam dinding di ruang tengah menunjukkan pukul Sembilan. Pak Munajat dan istrinya sudah selesai shalat Duha dan sarapan. Mereka memandang pintu kamar Zahrana. Masih tertutup rapat. Bu Nuriyah ingin membangunkan Zahrana, tetapi dicegah oleh Pak Munajat.

“Jangan Bu. Tidak usah dibangunkan! Nanti dia malah marah. Siapa tahu memang rencana dia memang akan bangun siang. Mungkin subuh setelah shalat ia tidur lagi dan ingin bangun siang-siangan saja. Kalau kita bangunkan malah kita yang merusak jadwal yang telah ia tata.” Jelas pak Munajat panjang lebar.” (Halaman 143)
Dari kutipan di atas, menunjukkan sosok pak Munajat sebagai seorang ayah baik dan penyayang. Ketika anaknya Zahrana tidak kunjung bangun, padahal hari sudah cukup siang, hal itu tidak lantas membuat dia marah. Melainkan dia dengan lembut berusaha menjelaskan kepada istrinya yang hendak membangunkan Zahrana untuk tidak membangunkannya. Karena beliau menganggap bahwa Zahrana sengaja berencana untuk bangun siang. Kutipan di atas juga menunjukan bahwa Pak Munajat adalah sosok ayah yang taat beribadah. Bukan hanya ibadah yang wajib ia tunaikan, melainkan ibadah sunat pun beliau kerjakan, yaitu melaksanakan shalat Duha bersama istrinya. Karakter pak Munajat yang taat beribadah ditampilkan oleh pengarang dengan menggunakan teknik dramatik. Karakter tersebut juga dipertegas dalam kutipan berikut :

“Pak, Mbak Rana ada di TV, sebentar lagi tayang”

Wajah Pak Munajat tetap dingin, azan terus berkumandang.

“Oi ya tho. Yo biar saja.” Ayah Zahrana itu sama sekali tidak tertarik. Ia kembali melangkahkan kakinya menuju mushalla.

“Lho, mau kemana, Pak? Ndak mau lihat Mbak Rana?” Teriak Mbak Mar.

“Ke mushalla, shalat!Sudah azan!”

Mbak Mar heran melihat sikap Pak Munajat yang sama sekali tidak tertarik untuk melihat anak semata wayangnya menerima penghargaan di luar negeri yang disiarkan televisi.

……………………………………………………

……………………………………………………

Tetapi diam-diam dari hati yang paling dalam ia kagum juga pada orang tua itu, kalau azan berkumandang tak ada yang boleh menghalanginya untuk datang ke mushalla. Sikap Pak Munajat itu sudah terkenal di daerah itu. Bahkan jika ada tamu penting ke rumahnya sekalipun, ia akan tetap pergi ke mushalla, bahkan mengajak tamunya sekalian jika azan berkumandang. (Halaman 74-75)

Sedangkan untuk sosoknya yang tegas bisa dilihat dalam kutipan berkut :

“Kali ini ibu harus mendukung Bapak sepenuhnya. Ibu jangan lemah, tidak tegaan seperti sebelum-sebelumnya. Ibu harus tegas sama Zahrana. Ini bukan semata-mata bukan untuk kepentingan kita Bu. Tapi demi Zahrana. Anak itu harus diberi teguran keras kali ini!” Kata Pak Munajat kepada Bu Nuriyah.

Kutipan dialog di atas memperlihatkan Pak Munajat yang tampil sebagai seorang suami dan sosok seorang ayah yang tegas dalam menasehati istri dan anaknya. Beliau meminta kepada istrinya untuk tegas dan mengikuti sikapnya dalam rangka menegur Zahrana anaknya. Hal itu dilakukan bukan karena beliau ayah yang egois ataupun pemarah, melainkan dilakukan untuk kebaikan keluarganya terutama anak semata wayangnya yang sangat disayanginya, Zahrana. Selanjutnya karakternya ini ditampilkan oleh pengarang dengan menggunakan teknik dramatik karena pengarang tidak menjelaskannya secara langsung melainkan secara implisit melalui dialog antara pak Munajat dan istrinya.


  1. Tokoh Bu Nuriyah

Ibu Nuriyah adalah ibu dari Zahrana yang pekerjaan kesehariannya sebagai ibu rumah tangga dan sempat berjualan kue di Pasar Dargo. Beliau adalah sosok ibu yang baik, sangat sayang dan perhatian terhadap anaknya, berhati lembut, serta berbakti terhadap suaminya. Berikut kutipannya :

Ia tidak membantah ayah dan ibunya saat itu. Ia hanya pura-pura sakit. Dan anehnya dia bisa demam sampai berhari-hari akhirnya ibunya iba. Ibunya mengajak bicara dari hati ke hati dan ia mengutarakan bahwa keinginan terbesarnya adalah masuk SMA terbaik di kota Semarang bukan ke pesantren. Ibunya lalu bicara ke ayahnya, “Daripada nanti di pesantern malah sakit-sakitan terus, ya biarlah dia melanjutkan ke SMA.” Akhirnya ia diijinkan masuk masuk SMA. Ia tahu ayahnya sangat kecewa. (Halaman 5)

……Ia masih ingat kata-kata ibunya, “Menikah dulu terus kuliah S2 kan tidak apa-apa tho. Itu anaknya juga mau ikut ke Bandung, malah dia bisa sekalian kuliah di UIN Bandung.” Saat itu pun ia menolak untuk menikah dulu. Ia beralasan kalau menikah nanti malah tidak konsentrasi, selesainya bisa molor padahal beasisiwanya cuma dua tahun. Ayah dan ibunya tidak berkata apa-apa lagi. (Halaman 186)
Pada dua kutipan di atas, menunjukkan sosok Bu Nuriyah yang begitu sayang dan perhatian terhadap anaknya. Ketika melihat anaknya jatuh sakit, beliau beranggapan bahwa sakitnya Zahrana anaknya bukanlah karena sesuatu yang biasa, melainkan ada hal lain dari anaknya yang membuat dia jatuh sakit. Dan ternyata benar. Setelah Bu Nuriyah berbicara dari hati ke hati dengan anaknya, ternyata anaknya tidak ingin masuk pesantren melainkan ingin melanjutkan sekolahnya ke SMA terbaik di kota Semarang. Kemudian dengan lembut dia berbicara kepada suaminya untuk mengijinkan anaknya melanjutkan sekolahnya ke SMA. Dan pada kutipan yang kedua, Bu Nuriyah begitu perhatian akan jodoh anaknya. Dia mencarikan jodoh dan menasehati anaknya supaya menikah terlebih dahulu sebelum melanjutkan S2. Karena khawatir anaknya akan menjadi perawan tua. Sedangkan sosok kelembutan hatinya tampak ketika mendengar kabar suaminya dihina oleh atasannya. Dia terus meneteskan air matanya demi mendengar kabar suaminya diperlakukan seperti itu. Berikut kutipannya :

Suatu ketika ia pulang dari Jogja ke rumahnya. Ia menemukan ibunya sedang menangis. Ia menanyakan apa yang terjadi? Dimana ayahnya? Sang ibu lalu berkata sambil tersedu-sedu, “Maka nduk, kamu sekolahlah setinggi-tingginya. Jangan sampai nasibmu kayak ibu dan bapakmu. Kalau sekolahnya rendah tidak dihormati sama orang.”

“Ada apa sebenarnya ibu?”

Ibunya terus menangis. Hatinya jadi luluh. Tanpa ia sadari air matanya meleleh. Setelah agak lama, ibunya bercerita, “Kasihan bapakmu nduk. Sudah tua. Tak lama lagi juga pension. Bapak mu tadi dimarahi habis-habisan oleh atasnnya. Dikata-katai dengan kata-kata yang tidak selayaknya. Dihina sehina-hinanya. Tetapi bapakmu tidak bisa berbuat apa-apa. Satu bulan ini sudah tiga kali bapakmu di hina. Tadi itu yang ketiga.” (Halaman 7)


Dari dua kutipan di atas, karakter bu Nuriyah ini ditampilkan oleh pengarang dengan menggunakan teknik dramatik karena pengarang tidak menjelaskannya secara langsung melainkan secara implisit melalui percakapan antara bu Nuriyah, pak Munajat, dan Zahrana.

  1. Tokoh Lina

Lina adalah sahabat karib Zahrana sejak SMA dan mempunyai bisnis jualan buku di lingkungan UNDIP. Dalam novel, digambarkan bahwa Lina adalah sosok seorang sahabat yang sangat baik, sholehah, dan juga selalu ada untuk membantu Zahrana. Teknik penampilan tokoh dalam melukiskan karakter Lina menggunakan teknik analitik karena pengarang langsung mendiskripsikan peran dan watak tokohnya. Berikut kutipannya:

Wajah sejuk sahabatnya terbayang dipelupuk matanya. Ia sangat beruntung punya sahabat sebaik Lina. Meneduhkan dikala gelisah, dekat dikala susah, mengobati dikala sakit, dan mesra dikala bahagia. Itulah sahabat sejati. Itulah Lina. Ia bersahabat dengan Lina sejak SMA. Sama-sama dari kalangan menengah ke bawah. Karena mereka akrab, meskipun aktivitas di saat sekolah agak berbeda. Lina aktif di OSIS bagian kerohanian Islam atau biasa dikenal dengan sebutan Rohis. Sementara dirinya lebih aktif di LKIR, Lembaga Karya Ilmiah Remaja. Penampilan di SMA pun berbeda. Ia tidak berjilbab dan memakai rok di bawah lutut dengan kaos kaki putih sampai lutut. Sementara Lina berjilbab dan roknya sampai mata kaki.



  1. Tokoh Bu Merlin

Bu Merlin adalah Pembantu Dekan II di Fakultas Teknik Universitas Mangunkarsa. Beliau keturunan Jawa-Batak dan usianya mendekati 50 tahun. Dia adalah orang yang dipercayakan oleh Pak Karman (Dekan Fakultas Teknik Universitas Mangunkarsa) untuk melamar Zahrana untuknya. Bu Merlin adalah sosok wanita yang baik, jujur, dan bertanggung jawab. Pelukisan karakter tokoh Bu Merlin menggunakan teknik dramatik karena pengarang tidak menjelaskan secara langsung watak tokoh ini melainkan secara implisit melalui dialog antara Zahrana dan Bu Nuriyah. Berikut kutipannya :

“Tadi kau cerita Bu Merlin yang menyampaikan lamaran itu atas nama Pak Karman?”

“Ya betul”

“Kalau Bu Merlin bagaimana? Kredibilitasnya?

“Dia baik. Dosen yang bertanggung jawab. Jujur. Apa adanya.” (Halaman 135)



  1. Tokoh Pak Sukarman

Pak Sukarman adalah Dekan Fakultas Teknik Universitas Mangunkarsa yang akrab dipanggil Pak Karman. Beliau telah menduda selama satu tahun dan hendak melamar Zahrana untuk menjadi istrinya. Pak Karman adalah juga pengusaha sukses yang memiliki lima pom bensin tetapi memiliki moral yang rendah. Berikut kutipannya :

Sudah menjadi rahasia umum kalau Pak Sukarman suka main perempuan. Para dosen semuanya tahu. Juga Bu Merlin. Polisi yang bertugas mengamankan kampus pernah bercerita bahwa ia pernah menangkap basah Pak Sukarman di sebuah hotel di daerah Ungaran. Pak Sukarman tidak diproses hukum karena ia memberi uang tutup mulut kepada komandannya dan seluruh personil yang menggrebek.

Nina malah pernah bercerita kepadanya sambil emosi, bahwa Pak Karman itu suka jowal-jowil pada mahasiswi tapi pura-pura goyanan. Kalau ada mahasiswi cantik dijawil saja nilainya pasti bagus.

Meskipun ia sudah kaya tapi sering memanfaatkan posisinya sebagai dosen. Jika ada mahasiswa yang mengeluh nilainya jelek. Dapat nilai D misalnya, dan mahasiswa itu protes maka ia akan memanggilnya ke ruangannya. Ia akan memberi tugas ulang kepada mahasiswa itu sambil member amlop kosong. Ia minta amplop itu ditulis Nomor Induk Mahasiswanya dan disertakan saat mengumpulkan tugas yang telah dikerjakan. Jika amplop itu ada isinya dan isinya banyak maka ia tidak akan melihat lagi hasil kerjaan mahasiswa itu. Ia akan langsung melihat absen mencocokkan NIMnya dengan yang di absen dan langsung memberi nilai A. Jika amplop itu tidak ada apa-apanya. Sebaik apapun mahasiswa itu mengerjakan bahkan jika benar semua sekalipun maka nilainya paling tinggi C. (Halaman 140-141)


Kutipan di atas menunjukkan sosok Pak Karman yang memiliki moral yang sangat rendah. Bukan hanya suka main perempuan, melainkan juga suka memeras mahasiswanya sendiri. Selanjutnya teknik penampilan tokoh dalam karakter ini menggunakan teknik analitik karena pengarang langsung mendiskripsikan peran dan watak tokohnya.

  1. Tokoh Hasan

Hasan adalah laki-laki berusia sekitar 28 atau 29 tahun yang merupakan mahasiswa yang dibimbing skripsinya oleh Zahrana. Dia adalah seorang aktivis kampus dan menjadi lulusan terbaik serta mendapat beasiswa USM setelah lulus S1. Ia merupakan sosok laki-laki yang bertanggung jawab dan shaleh. Teknik penampilan tokoh dalam karakter ini menggunakan teknik dramatik karena pengarang tidak langsung mendiskripsikan peran dan watak tokohnya melainkan secara implisit melalui dialog antara Zahrana dan ibunya Hasan . Berikut kutipannya :

“Pendapat saya ini sangat subyektif dari saya Bu. Menurut saya Hasan sudah sangat layak menikah. Selama saya tahu dia di kampus, dia bisa diandalkan tanggung jawab dan kepemimpinannya…” (Halaman 264)

Air mata Zahrana meleleh, ia merasa bahagia diberi karunia oleh Allah suami yang shaleh, yang romantis tetapi sangat menjaga akhlak, adab, etika, dan tatakrama. Ia teringat dengan apa yang pernah disampaikan oleh Bu Nyai Dah, “Orang beriman yang paling sempurna adalah yang paling baik akhlaknya. Begitu Nabi mengingatkan.” (Halaman 275)


  1. Tokoh Mas Andi

Mas Andi adalah sepupu jauh Lina yang nanti akan menjadi suaminya Lina sendiri. Dia bekerja di kantor Telkom Semarang. Dia digambarkan sebagai sosok yang baik dan shaleh. Berikut kutipannya :

….Orang itu adalah Mas Andi, kakak sepupu Lina yang bekerja dikantor Telkom Semarang. Lina menjamin Andi orangnya baik dan shaleh. Tanpa diberitahu oleh Lina ia tahu siapa Mas Andi. Sebab sebelum bekerja di Telkom Mas Andi sering mengisi acara Rohis di SMAnya…

“Shalat jama’ahnya tidak pernah ketinggalan.” Kata Lina (Halaman 22)

Teknik penampilan tokoh dalam karakter ini menggunakan teknik dramatik karena pengarang tidak langsung mendiskripsikan peran dan watak tokohnya melainkan melalui dialog antara Zahrana dan Lina.



  1. Tokoh Gugun

Tokoh Gugun adalah aktivis kampus senior yang nyaris drop out yang memliki nama lengkap Gunawan Widianto. Walaupun dibidang akademik tidak terlalu berhasil, gugun adalah sosok yang pekerja keras dan mandiri. Berikut kutipannya :

“Kau harus tahu Dik Rana. Saya terlahir sebagai pejuang yang memang harus berjuang. Untuk bisa bayar SPP kuliah pun saya harus berjuang. Saya sangat menikmati itu. Sejak di SMA saya sudah terbiasa usaha kecil-kecilan agarpunya uang untuk jajan. Saya tidak pernah dikasih uang jajan oleh orang tua saya. Tanya Santi kalau tidak percaya. Di keluarga kami ada tradisi anak laki-laki tidak diberi uang jajan. Anak laki-laki harus bisa cari uang jajan sendiri, kalau perlu member uang jajan pada adiknya yang perempuan. Saya kuliah juga ini nekad. Maka saya hampir drop out karena sibuk berjuang meningkatkan taraf hidup. Saya tidak perlu malu kalau selama ini saya bisnis kecil-kecilan jualan pakaian. Khususnya pakaian dalam. Awalnya saya menjajakan dagangan saya dengan sepeda motor. Rasanya kurang praktis dan kalau kulakukan pas hujan agak repot. Maka dengan rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur saya beli mobil truntung ini. Semua saya beli dengan uang hasil keringat saya. Dan kini saya sedang melirik bisnis cor logam dengan seorang teman di Ceper Klaten. Saya berperan sebagai marketer. Siapa tahu suatu saat nanti bisa jadi produser alias yang memproduksi.” (Halaman 30-31)

Kutipan di atas menunjukkan karakter Gugun. Ternyata memang dia sudah belajar mandiri dari sejak dia SMA. Karena hal itu sudah menjadi tradisi bagi anak laki-laki di keluarganya. Dan prestasi akademiknya tidak memuaskan bukan semata karena dia bodoh ataupun bermain-main dengan kuliahnya, melainkan hal itu disebabkan karena dia juga harus bekerja keras mencari uang membiayai hidupnya sendiri dan untuk membayar biaya kuliahnya sendiri. Teknik pelukisan tokoh ini menggunakan teknik dramatik karena pengarang tidak secara langsung menjelaskannya, melainkan melalui dialog antara Gugun, adiknya, dan Zahrana.


  1. Tokoh Nina

Nina adalah salah satu mahasiswanya Zahrana di Fakultas Teknik Unversitas Mangunkurso. Gadis yang selalu ceria dan tampil apa adanya. Pengarang menngunakan teknik analitik dalam melukiskan karakter tokoh ini. Berikut kutipannya :

Zahrana tersenyum. Sejuk rasanya membaca sms dari para mahasisiwa yang begitu tulus mencintai dirinya. Dengan bahasa bloko apa adanya, bahasa Nina malah sangat bertempat di hatinya. Tak ada pujian yang menggombal dan menjilat. Agak gaul tapi tak kehilangan keanggunannya. Biasa saja tapi tidak mengurangi rasa hormat. Terbayang wajah Nina yang selalu cerahdan tersenyum kepadanya termasuk wajah teman-temannya yang tadi siang ikut mengantarkannya ke Bandara Internasional Adi Sumarno, Surakarta. (Halaman 56).



  1. Tokoh Rahmad

Rahmad adalah seorang laki-laki yang akan dijodohkan oleh Bu Nyai Dah dengan Zahrana. Dia adalah sosok laki-laki yang baik, bisa diandalkan dan bertanggung jawab. Berikut kutipannya :

“Begini, Anakku. Pak Kiai punya seorang santri yang sudah tiga tahun meninggalkan pesantren. Dia dulu santri yang sangat diandalkan Pak Kiai. Namanya Rahmad. Pendidikannya tidak tinggi. Ia hanya tamat Madrasah Aliyah. Tidak kuliah. Karena setelah itu dia mengabdi di pesantren ini. Baik akhlak dan ibadahnya. Tanggung jawabnya bisa diandalkan. Ia dari keluarga yang bisa diandalkan. Anak kedua dari tujuh bersaudara. Pekerjaannya sekarang jualan kerupuk keliling. Dia duda tanpa anak. Istrinya meninggal tahun lalu karena demam berdarah.itulah informasi yang bisa aku berikan. Musyawarakanlah dengan kedua orangtuamu dan kerjakanlah sholat istikharah. Jika kamu ingin dan tertarik, beritahukan Ummi. Nanti kita carikan jalan terbaik.” (Halaman 232)

Teknik penampilan tokoh dalam karakter ini menggunakan teknik dramatik karena pengarang tidak langsung mendiskripsikan peran dan watak tokohnya melainkan melalui dialog antara tokoh lain.

12) Tokoh K.H. Amir Shodiq

K.H. Amir Shodiq adalah suami dari Nyai Dah pemimpm pondok pesantren Al Fatah. Teknik penampilan tokoh dalam karakter ini menggunakan teknik analitik karena pengarang langsung mendiskripsikan peran tokohnya. Berikut kutipannya :

Kedatangannya diterima Bu Nyai dengan wajah menyejukkan. Bu Nyai Sa’adah Al Hafidhah adalah istri K.H. Amir Shodiq Arselan, pengasuh utama Pesantren Al Fatah. (Halaman 229)

13) Tokoh Nyai Dah

Nyai Dah istri dari K.H. Amir Shodiq yang memiliki umurnya sudah sekitar 50 tahun. Beliau adalah sosok wanita yang demokratis dan bijaksana. Teknik penampilan tokoh dalam karakter ini menggunakan teknik dramatik karena pengarang tidak langsung mendiskripsikan peran dan watak tokohnya melainkan melalui dialog antara tokoh yang lain. Berikut kutipannya :

“Besok satu hari penuh jangan kemana-mana. Pak kiai akan meminta si Rahmad itu untuk berjualan ke perumahan tempat di mana kau tinggal. Kau belilah kerupuk darinya, dan kau boleh bertanya apa saja padanya. Biasa saja. Dia tahu apa-apa masalah ini. Dengan begitu kau bisa tahu dengan jelas calon suamimu itu. Jika kau masih juga mantap, maka bisa diteruskan. Jika tidak ya tidak apa-apa.”

“Baik bu Nyai.” Jawabnya

Dari situ ia tahu betapa demokratisnya Bu Nyai. Betapa bijaksananya Bu Nyai. Betapa Bu Nyai memang tidak mau memaksa. Ia kemudian jadi takut. Jangan-jangan ia nanti yang mau, tapi si penjual kerupuk itu justru yang tidak mau dengan alas an minder dan lain sebagainya. Ia mendesah nafas panjang. Biarlah waktu yang menjawabnya, desahnya. (Halaman 235)

14) Tokoh Dokter Zulaikha

Dokter Zulaikha sosok wanita yang lembut, ramah dan penuh perhatian. Dia adalah ibunda dari Hasan (pada akhir cerita dari novel ini, Hasan menjadi suaminya Zahrana). Pengarang menggunakan teknik dramatik dalam melukiskan karakter tokoh ini karena memang pengarang tidak menjelaskannya secara langsung melainkan dengan secara implisit melalui dialog antara Bu Zulaikha dan Zahrana. Berikut kutipannya :

Pintu diketuk. Seorang dokter berjilbab masuk. Dengan ramah dokter setengah baya itu memeriksa kondisi Zahrana. Semua keluhan Zahrana ia dengarkan dengan penuh perhatian. Sesekali dokter itu menghiburnya dengan perkataan yang lembut dan menyejukkan. Senyumnya mengalirkan kesembuhan.

“Jadi, ibu ini ibu Zahrana yang pengajar di Fakultas Teknik Universitas Mangunkarsa itu ya?”

Zahrana mengangguk.

“Berarti ibu kenal dengan anak saya ya?”

“Siapa nama anak Bu Dokter?”

“Namanya Hasan. Hasan Baktinusa”.

“O kenal. Bahkan sangat kenal. Selamat ya Bu atas diwisudanya Hasan sebagi wisudawan terbaik. Salam buat Hasan semoga urusan beasiswanya lancar.” (Halaman 252)

Secara garis besar berdasarkan uraian di atas dan didukung oleh kutipan-kutipan (dialog) dapat diambil kesimpulan bahwa jika dilihat dari segi peran dalam suatu cerita, tokoh pada novel ini terbagi menjadi tokoh utama yang diperankan oleh Zahrana dan tokoh tambahan yang diperankan oleh Pak Munajat, Bu Nuriyah, Lina, Gugun, Bu Merlin, Pak Sukarman, Hasan, Mas Andi, Gugun, Nina, Dokter Zulaikha, K.H. Amir Shodiq, dan Bu Nyai Dah.

Jika dilihat dari peran pengembangan plot, tokoh pada novel ini terdiri atas tokoh antagonis dan protagonis. Tokoh antagonis dalam novel ini adalah Pak Sukarman. Sedangkan yang menjadi tokoh protagonis adalah Pak Munajat, Bu Nuriyah, Lina, Hasan, Nina, Mas Andi, Gugun, Dokter Zulaikha, K.H. Amir Shodiq, dan Bu Nyai Dah.


      1. Alur / plot

Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Alur yang digunakan dalam novel Cinta Suci Zahrana karya Habiburahman El Shirazy ini adalah alur campuran. Novel ini diawali oleh pengarangnya dengan menggunakan alur mundur, yaitu pada bab pertama dan kedua. Alur mundur dimulai pada bab pertama ketika Zahrana sebagi tokoh utama memikirkan sikap kedua orang tuanya yang melepas dirinya untuk menerima penghargaan di Beijing. Sikap kedua orang tuanya itu membuat dia bingung dan sedih. Padahal menurutnya dia sudah berusaha memberikan yang terbaik demi membahagiakan kedua orang tuanya. Alur maju dimulai dari tokoh Zahrana yang sampai di Beijing untuk menerima penghargaan dari salah satu universitas ternama di Cina. Walaupun dibuka dengan alur mundur, penggunaan alur maju lebih dominan pada novel ini. Berikut kutipannya:

Tetapi apalah artinya semua penghargaan dan ucapan selamat itu jika tidak bisa juga membahagiakan kedua orang tuanya. Ia masih ingat betul wajah ayahnya yang dinginsaat dia pamit ayahnya hanya bilang , ”Yah, kalaulah sudah selesai segeralah pulang.” ibunya sedikit lebih ramah, tetapi terasa dingin juga, ”Hati-hati ya.” ia sebenarnya berharap ayah dan ibunya melepasnya dengan penuh rasa bangga, bahkan ikut mengantarnya sampai Bandara Internasional Adi Sumarno Solo.

..........................................................................................

..........................................................................................

..........................................................................................

Ibunya mendukung keputusan ayahnya, ibunya beralasan pesantren biayanya sangat murah. Sesungguhnya ia ingin mengikuti keinginan ayah dan ibunya, tetapi entah kenapa ia yang menjadi lulusan terbaik di SMP terbaik di kota Semarang merasa lebih nyaman jika melanjutkan ke SMA terbaik di kota Semarang.

................................................................................................

................................................................................................

Tiga tahun di SMA ia selesaikan dengan baik. Ia lulus dengan nilai ujian akhir tertinggi di sekolahnya. Keinginannya adalah masuk Fakultas Kedokteran UI, UGM, UNDIP atau UNS. Ia utarakan kepada kedua orang tuanya. Ibunya sangat antusias mendengarnya. (Halaman 4-5)
Saking baiknya, sahabatnya itu setelah menikah, diam-diam telah memikirkan seseorang untuk dijodohkan dengan dirinya. Ia jadi ingat bagaimana Lina begitu bersemangat hendak menikahkan dirinya dengan seseorang yang ia juga mengenalnya. Orang itu adalah mas Andi, kakak sepupu Lina yang bekerja di kantor Telkom di Semarang. Lina menjamin Andi orangnya baik dan shaleh. Tanpa diberitahu ia tahu Mas Andi. Sebab sebelum kerja di Telkom Mas Andi sering mengisi acara Rohis di SMA-nya. Mas Andi juga sering diundang mengisi acara out bond OSIS.

..........................................................................

..........................................................................

”Shalat jama’ahnya tidak pernah ketinggalan.” Kata Lina

Ia tersenyum pada temannya itu dan mengatakan belum ingin menikah. (Halaman 22-23)

Berdasarkan kutipan di atas menunjukkan adanya alur mundur yang dipaparkan pengarang, tentang cerita kehidupan tokoh utama. Pada bab I (kutipan I), menceritakan cerita kehidupan tokoh utama bersama dengan kedua orangtuanya yang terjadi pada masa dia masih muda. Cerita itu disajikan oleh pengarang dengan cara tokoh utama dibuat gelisah karena ekspresi orang tuanya ketika melepaskan dirinya untuk pergi Beijing. Sehingga sang tokoh harus mencari penyebab yang membuat orang tuanya seperti itu dan dia harus mengingat kembali kejadian-kejadian ketika tamat SMP, masuk SMA, serta cerita masa perkuliahannya. Bab selanjutnya, pengarang kembali menceritakan perjalanan hidup tokoh utama. Ceritanya masih seperti pada bab I (kutipan I) tentang ingatan masa lampau sang tokoh utama, namun pada kutipan II ceritanya dilalui dengan sahabatnya yang bernama Lina.

Sedangkan penggunaan alur maju oleh pengarang bisa dilihat dalam kutipan berikut :

Selesai acara, orang-orang menghubunginya. Mengajakanya bicara. Profesor Jiang Daohan menawari beasiswa doktor di universitasnya. Dua orang arsitek dari Korea Selatan tertarik untuk mengajaknya mengerjakan proyek yang sedang garap di Malaysia. Edi Nugraha benar-benar datang ,anak muda itu terus memuji dirinya. Pak Dubes Indonesia di Beijing dan tiga stafnya menyampaikan rasa bangga luar biasa dan mengundangnya makan malam di kedutaan. Seorang perempuan muda berjaket biru mendekatinya,

”Mbak saya dari TV Nasional Indonesia saya ingin wawancarabisa?”

”Bisa saja”

”saya tahu jadwal mbak akan mengunjungi beberapa tempat di Beijing. Selain wawancara di sini saya juga ingin wawancara di tempat lain seperti Tembok Raksasa dan Lapangan Tiananmen. Saya juga ingin meliputkegiatan Mbak selama di sini. Untuk stok tayangan, bagaimana? Boleh?”

”Boleh saja”

”Terimakasih Mbak sebelumnya. Sebentar ya saya ambil teman saya yang pegang kamera.”

Vincent mendekat dan mengucapkan selamat juga kekagumannya.

”Pidato anda sangat bagus. Para wartawan senior di sini banyak yang memuji. Pak Rektor senang sekali dan merasa tidak salah pilih. Oh iya, setelah ini Pak Rektor mengundang minum teh di You Yi Restaurant.”

”Baik.” (Halaman 69-70) .

Berdasarkan kutipan di atas, bisa dilihat cerita yang terus maju tanpa ada proses mengingat kejadian masa lampau. Kutipan di atas dimulai dengan kalimat selesai acara yang berarti menunjukan bahwa sudah acara sebelum kegiatan pada kutipan di atas. Kegiatan itu adalah pemberian penghargaan kepada Zaharana dan dia juga menyampaikan pidato yang membuat semua peserta terkagum padanya. Penggunaan alur maju juga nampak agenda-agenda yang akan dilaksanakan Zaharana pada kutipan di atas, di antaranya : makan malam bersama Duta Besar Indonesia di kedutaan, wawancara bersama wartawan TV Nasional di beberapa tempat di Cina, dan minum teh bersama Rektor Universitas Tsinghua di You Yi Restaurant.


      1. Yüklə 329,56 Kb.

        Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin