Aqidah Jihadiyah Umat Islam



Yüklə 0,94 Mb.
səhifə12/13
tarix26.07.2018
ölçüsü0,94 Mb.
#58417
1   ...   5   6   7   8   9   10   11   12   13
Faqrah 19
Istisyhod (mati syahid) itu bukan tujuan jihad tetapi tujuannya adalah izhharuddin (memenangkan agama Islam).

Dengan kata lain, tujuan dasar jihad adalah memenangkan agama Islam dari semua agama, bukan mati syahid.

Tentang keutamaan mati syahid.

1. Allah SWT berfirman, “ Sesungguhnya Allah telah membeli jiwa-jiwa dan harta-harta orang –orang beriman dengna ganti surga”. (At taubah :111)

2. Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“ Allah telah menjamin bagi siapa saja yang keluar berperang di jalanNya, Dimana tidak ada yang mendorongnya keluar berperang selain karena keimannya padaku dan membenarkan para utusanku. (Aku menjamin) untuk memulangkannya bersama-sama degnan apa yang ia dapatkan baik berupa pahala maupun ghanimah atau aku akan memasukkannya ke surga. Andaikata tidak memberatkan umatku, aku tidak akan tertinggal oleh pasukan yang berjihad. Dan aku ingin sekali untuk dapat terbunuh fi sabilillah lalu aku hidup (dan berperang lagi) hingga aku terbunuh. Kemudian aku hidup lagi (dan berperang)hingga terbunuh”. (Muttafaq alaih).

3. Dari Anas, bahwa Nabi SAW bersabda,

“ Tidak ada seorangpun yang masuk surga yang ingin kembali lagi kedunia meskipun didunia itu ia memiliki berbagai kekayaan, selain orang yang mati syahid, ia selalu berangan-angan agar dapat kembali kedunia hingga ia (berperang)lalu terbunuh sepuluh kali, dikarenakan karemah (kemuliaan) yang ia lihat”. (Muttafaq alaih).

Makna hadits diatas, bahwa siapa saja yang masuk surga tidak iangin kembali lagi ke dunia meskipun ia memiliki semua apa yang ada di muka bumi ini, disebabkan keagungan nikmat-nikmat surga yang telah ia dapatkan. Dalam suatu hadits disebutkan, “ Tempat sebuat cemeti di surga itu lebih baik dari dunia dan seisinya”. (HR Al Bukhari)

Namun, orang-orang yang mari sha\yahid ingin sekali kembali kedunia hingga ia terbunuh sepuluh kali dan bahkan berkali-kali di jalan Allah agar manzilah (kedudukan)agung yang ia dapatkan di surga nanti berlipat ganda. Karena itu Ibnu Hajar berkata,” Ibnu Bathal berkata,” hadits ini merupakan dalil yang paling agung tentang mati syahid”. (fathul Bari 6/33).

Disini ada sejumlah perkara yang berkaitan dengan kesyahidan yang patut untuk diperhatikan.

Pertama : Pengaruh cinta mati syahid terhadap kemenangan

Kedua : Rusaknya kecerobohan (Tahawwur)

Ketiga : Rusaknya sikap kepengecutan (Jubr)

Keempat : Rusaknya ihjam ( mundur dari pertempuran karena takut terbunuh dan tidak dapat melihat hari kemenangan).
Pertama, : Pengaruh cinta mati syahid terhadap kemenangan.

Cita-cita dan ambisi untuk meraih kesyahidan (mati syahid) merupakan faktor terbesar yang dapat mendorong seorang mukmin memiliki keberanian di dalam peperangan.

Dengan begitu, kesyahidan menjadi tiket kemengan di dunia sekaligus surat perjanjian masuk surga di akhirat nanti. “ Sesungguhnya Allah telah membeli jiwa dan harta orang-orang beriman dengan ganti surga”. (At Taubah 111).

Ambisi untuk merahi kesyahidan ini dapat menjadi pengganti bagi kekurangan yang menimpa kaum muslimin, baik personal maupun perbekalan sebagaimana kebiasaan yang terjadi pada kaum muslimin.

Ambisi mati syahid juga dapat memberika terror kepada musuh, khususnya bila anda mengathui bahwa musuh anda benar-benar memiliki ambisi yang sebaliknya. Orang-orang kafir itu manusia yang paling berambisi untuk hidup. Allah berfirman,

“ Katakanlah ! Jika kampung akhirat yang ada di sisi Allah itu murni milik kalian saja, bukan manusia lainnya, maka berangan-anganlah untuk mati, jika kalian adalah orang-orang yang benar ! Dan mereka sama sekali tidak akan mengangan-angankannya untuk selamanya disebabkan kelakuan tangan-tangan mereka (yang mengakibatkan siksa Allah), sedangkan Allah Maha Mengetahui terhadap hamba-hambanya yang zhalim. Kalian benar-benar akan mendapatkan mereka itu manusia yang paling berambisi untuk hidup. Dan diantara orang-orang musyrik itu, salah satu diantara mereka ingin sekali agar umurnya dipanjangkan hingga seribu tahun, padahal dia tidak pernah bisa terhindar dari adzab, walau diberi panjang umur.” (Al Baqarah 94-96).

Perhatikanlah dua kalimat yang digaris bawahi diatas ! lalu bandingkanlah dengan sabda Nabi SAW, di dalam hadits Anas masa depan, [Kecuali orang yang mati syahid, ia berangan-angan agar dapat kembali ke dunia hingga terbunuh lagi sebanyak sepuluh kali, karena karamah (kemuliaan) yang dilihatnya.”].

Jadi ambisi seorang mukmin untuk meraih kesyahidan berbanding lurus (sebanding) dengan rasa takut orang kafir dalam menghadapi kematian dan ambisinya untuk hidup di dunia.

Karena itu, sepantasnyalah agar ditanamkan pemahaman tentang kesyahidan berikut keutamaannya di benak pikiran kaum muslimin dan menguatkan pemahaman ini dengan bentuk Idad imani serta mempelajari Sirah sahabat dan Salaf Shalih tentang peperangan-peperangan mereka.

Kembali saya ingatkan disini tentang pentingnya membuang jauh-jauh gaya hidup mewah dan membiasakan diri dengan kehidupan yang keras, meskipun ia mampu meraih kesenangan duniawi. Kehidupan yang keras ini berpengaruh terhadap kesabaran seseorang disaat ia berperang.

Sepantasnya untuk diperhatikan juga, bahwa cinta terhadap mati syahid adlah bagian dari siasat untuk menggertak (meneror) musuh yang merupakan prinsip terpenting diantara prinsip-prinsip jihad yang ada pada kaum muslimin. Nabi SAW bersabda,

“ Aku ditolong dengan rasa takut yang menghinggapi musuh selama perjalanan satu bulan. “ (HR Al Bukhari).

Tentunya tanpa menganggap hal tersebut sebagai sebuah kekhususan (bagi Nabi SAW).

* Prinsip siasat gertak (terror) dengan kegiatan tertentu dapa dibagi menjadi dua :

1. Poros kuantitas (horizontal), yaitu yang tersebut dalam firman Allah SWT,

“ Dan persiapkanlah untuk menghadapi musuh mereka itu segenap kekuatan yang kalian sanggupi dan kuda yang ditambat. Dengannya kalian dapat menakut-nakuti musuh Allah dan musuh-musuh kalian serta orang lai nselain mereka yang kaian tidak mengetahui mereka, tapi Allah mengetahui mereka. Dan apa saja yang kalian infakkan dijalan Allah niscaya akan dipenuhi pahalanya bagi kalian dan kalian tidak akan dizhalimi. (Al Anfal 60).

Prinsip terror pada ayat ini jelas, yaitu pada kalimat (“Dengannya kalian dapat menakut-nakuti”). Ia adalah wasilah (media) kekuatan, sedangkan item-item kekuatan ini terdiri dari harta (dana) personal dan persenjataan.

2. Poros Kwalitas (vertical)

Terdiri dari dua bagian yaitu bagian Maady (materi) ia dapat diwujudkan dengan meningkatkan kemampuan tempur seorang muslim Nabi SAW bersabda,

“ Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang mukmin yang lemah. “ (HR Muslim dari Abu Hurairah).

Bagian yang lain adalah bagian Makanwi (immateri) yaitu dengan menanamkan permahaman cinta mati syahid dan kesabaran pada diri kaum muslimin. Firman Allah SWT,

“ Bersabarlah kalian, dan kuatkanlah kesabaran kalian, serta tetaplah bersiap siaga di perbatasan negeri kalian”. (Ali Imran 200)”.

“ Jika kalian merasakan sakit (karena perang) maka sesungguhnya mereka juga merasakannya sebagaimana yang kalian rasakan sedangkan kalian memiliki harapan pahala dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. (An Nisa 104).

Nabi SAW bersabda,

“ Ketahuilah, bahwa kemenangan itu ada bersama kesabaran.”

Kembali saya ingatkan tentang I’dad imani, bahwa ketakwaan kepada Allah dengan melaksanakan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan dapat memberikan pengaruh secara langsung di medan tempur.

Allah SWT menjamin orang-orang yang bertakwa, bahwa musuh mereka akan mengalami kegoncangan dahysat. Firman Allah SWT, “ Akan kami lemparkan rasa takut itu kedalam hati orang-orang kafir.” (Al Anfal 12).

“ Dan sekiranya orang-orang kafir itu memerangi kalian, pasti mereka akan melarikan diri kebelakang lalu mereka tidak akan mendapat teman maupun penolong. Itulah Sunatullah yang telah berlalu pada umat-umat sebelumnya. Dan sekali-kali engkau tidak akan mendapati Sunatullah itu berubah”. (Al fath 22-23).

Karena itu takwa dan amal shalih merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari siasat terror ini !

Pemahaman seperti ini telah jelas dan melekat di benak pikiran generasi awal dari umat ini, sebagaimana terlihat jelas di dalam surat yang dikirim Umar bin Khatab kepada Saad bin Abi Waqash di dalam perjalanannya memerangi Persia. Semoga Allah meridhoi keduanya.

Surat tersebut pernah saya sebutkan sebelumnya (Bab IV, tentang tanggung jawab umum seorang amir terhadap pengikutnya).

Kedua : Rusaknya kecerobohan

Kesyahidan bukanlah tujuan yang dimaksud ! ( Kecuali pada tempat-tempat kondisi-kondisi yang nanti akan saya sebutkan). Tetapi yang menjadi tujuan (jihad) adalah untuk memenangkan agama Islam (Izhharuddin).

Tidak mengapa seseorang berangan-angan, bercita-cita untuk mati syahid dan berupaya meraihnya dengan melakukan tindakan yang membahayakan diri sebdiri apda saat peperangan, selama hal itu bukan tujuan pertamanya. Tetapi hendaklah tujuan pertamanya untuk memenangkan agama Islam.

Dengan kata lain, seorang muslim tidak sepantasnya untuk menceburkan dirinya ke dalam bahaya perang, hanya semata-mata ingin mati syahid tanpa memandang sejauh mana ia dapat mencelakai (menghancurkan) musuh yang menjadi targetnya. Dalilnya adalah Sabda Nabi SAW,

“Barangsiapa berperang agar kalimat Allah tinggi, maka ia berada di jalan Allah”. (Muttafaq alaih).

Nabi SAW menjadikan tujuan jihad adalah meninggikan kaliamat Allah bukan mati syahid, yang kadang terjadi dan kadang tidak dapat terjadi.

Mati syahid tidak dapat terjadi melainkan bagi orang yang telah dipilih oleh Allah Ta’ala untuk menempati manzilah (kedudukan ini), FirmanNya,

“ Dan untuk mengambil orang-orang yang mati syahid diantara kalian”. (Ali Imran :140).

“ Maka berperanglah kamu dijalan Allah, kamu tidak dibebani kecuali dengan kewajiban kamu sendiri dan kobarkanlah semangat jihad terdapat oarng-orang yang beriman, semoga Allah menahan kekuatan orang-orang kafir itu.” (An Nisa 84).

Allah SWT menyuruh hambanya agar berperang untuk menahan kekuatan orang-orang kafir.

Di ayat lain Allah SWT menyuruh hambanya agar menahan fitnah orang-orang kafir dengan cara memerangi mereka. “Sehingga tidak terjadi fitnah”. (Al Anfal 39).

Allah SWT juga menyuruh agar hambanya yang beriman dapat mencelakai orang-orang kafir dan menghacurkan mereka. “ Perangilah mereka, niscaya Allah mengadzab mereka melalui tangan-tangan kalian”. (At Taubah 14).

Allah SWT telah menjadikan tujuan jihad itu berupa memenangkan agama yang haq.

“ Dialah yang telah mengurus utusanNya dengn petunjuka dan agama yang hawa agar Rasul itu memenangkannya diatas semua agama, meskipun orang-orang musyrik membenci”. (At Taubah :33).

Allah SWT menjadikan peperangan itu sebagai wasilah (perantara) untuk memenangkan agama.

“ Dan perangilah mereka hingga tidak terjadi fitnah di muka bumi dan agama yang hawa tiu hanya milik Allah semata”. ( Al Anfal 39).

Jadi tujuan dasar jihad adalah memenangkan agama yang haq bukan semata-mata mati syahid.

Maksud keterangan ini adalah menghentikan/mengekang nafsu liar kesembronoan/kecerobohan dan antara kepengecutan.

Kecerobohan yang saya maksud adalah melibatkan diri ke dalam kancah pertempuran dengan tujuan semata-mta untuk mendapatkan kesyahidan tanpa melihat sejauh mana kehancuran yang ada pada pihak musuh Anda. !

Tindakan seperti ini, meskipun dibolehkan dibeberapa tempat atau kondisi, seperti saat terkepung musuh, takut ditawan hingga ia berperang sampai terbunuh (seperti Sariyah Aashim bin Tsabit). (Al Mughni wasy Syarh Al Kabir 10/553).

Namun….walaupun boleh, tapi ia bukan tujuan dasar jihad sekiranya mati syahid itu tujuan dasarnya tentu melarikan diri dari pertempuran dengan tujuan bergabung dengan pasukan lain atau mengatur strategi perang tidak dibolehkan !!

Allah SWT berfirman,

“ Barangsiapa melarikan diri ke belakang bukan untuk mengatur strategi perang atau bergabung dengan pasukan lain, berarti ia telah mendapatkan murka Allah dan tempat kembalinya adalah neraka jahanam, dan ia adalah sejelek-jeleknya tempat kembali”. (Al Anfal 16).

Dari sini dapat diketahui bahwa tujuan dasar jihad adalah untuk memenangkan agama sekaligus mencelakai/menghancurkan musuh.

Tujuan jihad yang mu’tabar lainnya adalah menjaga/memelihara kekuatan umat Islam dan tidak menjerumuskan kaum muslimin agar hancur binasa tanpa menggunakan strategi (disiplin ilmu) militer.

Karena itulah seorang muslim dibolehkan untuk melarikan diri dari orang kafir yang berjumlah tiga atau lebih. Seperti kata Ibnu Abbas.

“ Barangsiapa melarikan diri dari dua orang musuh berarti ia benar-benar telah melarikan diri”. (dikeluarkan Al baihaqi, dishahihkan Al Albani, Iswaul Qholil 5/28).

Di dalam surat Umar kepada Saad, (semoga Allah meridhoi keduanya) tertulis, “ Janganlah Engkau mengutus pengintai atau pasukan sariyah di suatu tempat yang engkau sendiri khawatir bila terjadi kekalahan atau kesia-siaan tu kehancuran pada mereka!”.

Ini semua memahamkan bahwa menjaga kekuatan Islam yang dilakukan oleh Khalid bin Walid (taktik lusihab) di saat terjadi pertempuran hingga Nabi SAW menamakan peristiwa Insihab Khalid itu dengan kata Fath (kemenangan).

Telah diriwayatkan Al Bukhari dari Anas, beliau berkata, Bahwa Nabi SAW memberitahkan kematian Zaid, Ja’far dan Ibnu Rawadah kepada kaum muslimin sebelum Khabar kematian mereka dari medan tempur tiba, seraya berkata, “ Panji kaum muslimin dipegang oleh Zaid, lalu ia terbunuh. Kemudian panji itu dipegang oleh Ja’far, lalu ia terbunuh. Kemudian panji itu dipegnang oleh Abdullah Ibnu Rawahah, lalu iapun terbunuh …(sambil kedua mata beliau bercucuran) hingg panji itu dipegang oleh satu pedang dari pedang-pedang Allah sampai Allah memenangkan kaum Muslimin atas musuh-musuhnya.

Ibnu Hajar berkta, “ Para Ahli Naql (perawi hadits) berselisih pendpt tentang maksud “ sampai Allah memberikan kemenangan atas mereka”. Sampai pada kata beliau, Al Imad Ibnu Katsir berkata, “ Dapat dikompromikan disini, bahwa tatkala khalid bergabung dengan kaum muslimin dan bermalam bersama mereka. Kemudian di pagi harinya beliau mengubah posisi pasukan ( sebagaimana keterangan sebelumnya). Musuhpun ragu dan menganggap bala bantuan dari pihak muslimin telah datang, khalidpun membawa kaum muslimin untuk menghadapi musuh saat itu. Merekapun akhirnya mundur dan ia tidak melakukan pengejaran terhadap mereka. Khalid memandang bahwa kembalinya pasukan Islam dengan selamat itu sebagai ghanimah yang besar”. (fathul bari 7/513-514).

Saya katakana bahwa menjaga & memelihara kekuatan umat islam adalah tujuan yang mu’tabar (dipertimbangkan). Dan wajib untuk tidak menjerumuskan dan menceburkan kaum muslimin ke dalam kehancuran tanpa menggunakan strategi militer, yaitu mewujudkan kehancuran pada pihak musuh, dalam operasi tersebut.

Sungguhpun begitu tetap ada beberapa perkara yang dikecualikan diantaranya bolehnya menceburkan diri sendirian ditengah-tengah musuh untuk mendapatkan kesyahidan dan ini tidak termasuk melemparkan diri kepada kebinasaan. Sebagaimana terdapat di dalam dua hadits, yaitu hadits Abu Ayyub dan Al Barra’ bin Malik yang disebutkan untuk menafsirkan Firman Allah,

“ Dan janganlah kalian melemparkan diri kalian kepada kebinasaan”.

Dan ini jika dibolehkan bagi seseorang, pastilah kehancuran itu terwujud yaitu hancurnya keteguhan/ketegaran musuh dan berlarinya musuh darinya. Maka yang diprioritaskan adalah hancurnya ketegaran & keteguhan musuh itu. ( Al Mughni wasy sy6arh Al Kabir 10/553 – 554).

Dari sisi pengamalan (amaliyah) saya bisa mengatakan bahwa seorang muslim bisa maju untuk melibatkan diri di dalam kegiatan perang apapun ! Tanpa melihat apa yang nanti menimpa dirinya dan menutup mata terhadap hasil amaliyah ini, asalkan memenuhi empat syarat.



Pertama, masyruiyyah.

Yaitu, mengetahui hukum jihad ini apakah ia disyariatkan dengan hukum wajib atau tidak ?

Dan perkara yang disyariatkan itu menjadi asas untuk mengetahui keadaan musuh dan hukum Allah tentangnya ? Kami akan meny;ebutnya pada lampiran ketiga nanti isnya Allah, bahwa perkara ini merupakan ilmu yang wajib bagi setiap pribadi muslim.

Kedua, Ar Raayah (panji jihad)

Sebatas mengetahui bahwa musuh anda adalah kafir dan berhak untuk diperangi adalah tidak cukup ! Tetapi wajib bagi anda untuk mengetahui siapa kelompok yang anda ajak untuk memerangi musuh anda berikut identitasnya. Apakah kelompok itu berada dibawah panji Islam atau tidak ?

Bila kami mengatakan panji Islam, yang dimaksud adalah Islam yang murni yang tidak bercampur dengan kekufuran, seperti Faham sosialisme, demokrasi dan madzhab-madzhab kafir lainnya.

Bila orang-orang yang memiliki panji itu mengatakan bahwasanya apa yang mereka lakukan itu demi tegaknya undang-undang Islam sosialis, atau Islam demokrasi, maka ini semua adalah kafir ! Karena Islam adalah undang-undang yang lengkap dan sempurna [ Pada hari ini telah kusempurnakan agama kalian buat kalian”. (Al Maidah : 3).

Agama Islam sama sekali tidak membutuhkan hukum-hukum buatan manusia ini dan semua orang yang mencampur adukkan Islam dengan undang-undang/hukum-hukum buatan manusia lalu ia berbicaya dengan bahasa keadaan (perbuatan) dan terkadang berteriak dengan pernyataannya, “ sesungguhnya Agama Islam itu masih ada kurangnya dan kamilah yang menyempurnakannya dengan undang-undang buatan manusia ini. Ini semua adalah kafir ! sebagaimana keterangan sebelumnya. (Bab, berpegang teguh kepada kitab dan sunah).

Sisi kekufurannya adalh bahwa ia telah mendustakan Firman Allah [“ Pada hari ini telah kusempurnakan agama kalian bagi kalian”. Al Maidah : 3].

Dalam keadaan apapun, berperang bersama kelompok yang berada di dalam panji-anji yang telah terkontaminasi ini tidak dibolehkan. Karena dengan tetap berperang bersama mereka itu berarti anda telah menolong panji kekufuran yang sama sekali tidak ada nilai fisabilillahnya sedikitpun !

Nabi bersabda,

“ Barangsiapa berperang agar kalima Allah itu tinggi maka ia berperang di jalan Allah”. (Muttafaq alaih).

Ketiga ; Menggunakan fungsi kemiliteran (Jadwal Askariyah).

Tidak boleh maju/memberanikan diri untuk berperang kecuali setelah mempelajari kegunaan strategi militer dari perang itu. Karena tujuan dasar jihad adalah untuk memenangkan agama.

Kadang-kadang operasi militer itu sifatnya cabang saja dan faedahnya pun sedikit, kecuali bila operasi miter itu tertuang di dalam rencana kemiliteran yang berlaku menyeluruh umum). Seperti sariyah-sariyah (operasi militer) yang dikirim oleh komandan pasukan. Target operasi itu sendiri terkadang siasat saja, seperti menakut-nakuti musuh, dan ini semua mu’tabar.

Rujukan dalam menentukan target dan strategi perang adalah komandan pasukan, bukan hak tentara pada umumnya, sebagai maka ketetapan yang telah disebutkan dalam maslah syura dan persatuan/kesatuan jamaah (bab IV dari Risalah ini).

Pada bab kelima nanti akan dijelaskan bahwa perkara-perkara yang sifatnya ijtihad diserahkan kepada ketentuan dari amir. Nabi SAW bersabda,

“ Imam itu tidak lain hanyalah perisai (bagi rakyatnya), rakyatnya turut berperang di belakangnya dan berlindung dengannya.” (HR Muslim).

Ibnu Qudamah berkata, “ Urusan jihad itu diserahkan kepada Imam dan ijtihadnya, sedangkan rakyat haruslah mentaatinya sesuai pendapat-pendapatnya terhadap urusan jihad dan ijtihad itu (Al Mughni Wasy Syarh Al Kabir 10/373).

Keempat : Mengambil tindakan-tindakan yang selamat dan aman.

Hal ini dapat dilakukan dengan menguatkan penjagaan terhadap berbagai target dan tentara, kadang-kadang dengan menggunakan taktik-taktik tipu daya, atau bisa juga dengan mengambil tindakan-tindakan yang berkaitan dengan keselamtan pribadi, misalnya dengan memakai baju besi, topi baja, galian-galian parit dan semisalnya sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi SAW, padahal beliau adalah orang yang terlindungi dari gangguan orang-orang kafir.

Allah SWT berfirman, “ Dan Allah melindungi kamu dari (gangguan) manusia”. (Al Maidah 67).

Beliau melakukan ini semua hanya semata-mata untuk dijadikan undang-undang bagi kita.

Bila terbunuh/terluka itu terjadi dengan takdir allah, maka takdir ini harus ditolak dengan sebab-sebab yang disyariatkan yang mana ia juga merupakan takdir Allah SWT.

Tidak ada kata menyerah atau tunduk untuk dibunuh/dilukai. Sebab, bila tidak berprinsip demikian tentu seseorang akan menyerahkan diri kepada musuh yang kafir.

Jadi musuh ini adlah bagian dari takdir Allah, maka kewajiban kita adalah menolaknya/membela diri.

Dan di dalam kaidah ini, yaitu kaidah melawan takdir dengan takdir (yang lain), Ibnu Qoyim pernah berkata, “ Syaikh Iraq yang teladan Abdul Qadir Jaelani berkata, “ Manusia itu bila telah sampai kepada Qodho dan Qadar, mereka pasti menahan diri, kecuali aku ! Dalam catatan taqdir,lobang udara itu telah mengembung penuh dengan udara lalu aku mengangkat takdir-takdir yang benar itu dengan cara yang benar dan untuk kebenaran. Dan seseorang itu ada yang membantah/menolak takdir bukan menyerah dengan takdir.

Kemaslahatan-kemaslahatan seorang hamba di dalam kehidupannya tidak akan sempurna kecuali dengan menolak takdir-takdir itu, sebagiannya dengan sebagian yang lain ! lalu bagaimana dengan urusan akherat mereka ?

Allah SWT telah memerintahkan agar perbuatan buruk (yang juga merupakan takdirNya) itu ditolak dengn perbuatan yang baik (yang ia juga merupakan takdirNya).

Rasa lapar adalah Taqdir Allah, dan Dia menyuruh agar ditolak dengan makan yang ia juga takdirNya. !!

Nabi SAW telah menerangkan makna ini dengan seterang-terangnya, tatkala para sahabat bertanya,

“ Apa pendapat engkau tentang obat-obat yang kami berobat dengannya, ruqyah (jampi-jampi) yang kami gunakan untuk meruqyah (mengobati dengan membaca jampi-jampi), serta takwa yang kami dapat menjaga diri dengannya ? Apakah semua itu dapat menolak takdir Allah walaupun sedikit ? “ Nabi SAW menjawab, “ Semua itu (obat, ruqyah, takwa) adalah takdir Allah “!

Di dalam hadits lain disebutkan,

“ Sesungguhnya doa dan bala’ akan saling berperang di antara langit dan bumi.”

Dan apabila musuh kafir telah menginjakkan kakinya di bumi Islam, itu terjadi dengan takdir Allah juga !!

Lalu…. Apakah kaum muslimin boleh menyerah terhadap takdir itu ? dan tidak mau menolak musuh itu dengan takdir (kekuatan) yang semisal dengannya ? yaitu jihad yang mana dengannya mereka akan menolak takdir Allah dengan takdirNya yang lain ? (Madarijus Salikin 1/199-200).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah benar-benar telah menyebutkan pernyataan semacam ini sebagai komentar beliau terhadap ucapan Syaikh Abdul Qadir Jailani juga. ( Majmu’ fataqa 2/458).

Menurut saya menolak takdir dengan takdir yang lain adalah kaidah yang baku menurut syari. Itu merupakan ketetapan kaum muslimin sejak zaman sahabat Nabi SAW.

Hal ini ditunjukkan oleh penolakan Umar Bin Khattab terhadap Abu Hubaidah,. Yaitu tatkala Umar tiba di Syam lalu mendapati wabah (sampar)telah berjangkit di sana. Maka Umarpun bermusyarwarah dengan beberapa orang.

Kemudian beliau bertekad untuk kembali (menjauhi Syam). Akhirnya Abdurrahman bin Auf memberi tahu tentang hal itu, yaitu bahwa Nabi SAW pun menyuruh demikia untuk kasus yang semisal. (menjauhi wabah).

Hadits itu diriwayatkan Al Bukhari dari Ibnu Abbas. Umar Menyeru manusia, “ Aku akan melaksanakan sholat diatas punggung kendaraan mak lakukanlah sholat diatasnya”. Lalu Abu Ubaidah AL Jarrah berkata, “ Apakah anda lari dari Takdir Allah ? Umar berkata, “ Alangkah baiknya bila yang mengucapkannya selain engkau hai Abu Ubaidah ! Ya…kita lari dari takdir Allah menuju takdir Allah (yang lainnya)”. (Hadits no 5729).

Saya katakana, “ Maka keempat syarat ini (Masyruriyah, ar raayah (panji Jihad), AL jadqa Al Askariyah (Manfaat ilmu kemiliteran) dan tindakan-tindakan yang selamat dan aman), bila anda telah mengambilnya, menjaga dan memeliharanya disaat berperang maka majulah dan tawakkallah kepada Allah dan jangan peduli terhadap musibah-musibah yang menimpamu atau keuntungan yang akan kamu dapatkan dari peperangan ini. Semuanya diserahkan kepada Allah.


Yüklə 0,94 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   ...   5   6   7   8   9   10   11   12   13




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin