PEMBAHASAN KEENAM :
Jihad Ath-thalabi (jihad ofensif) yaitu engkau mencari musuh dan memerangi musuh di negerinya. Sedangkan jihad Ad-daf'i (jihad defensif) adalah memerangi musuh yang telah memulai /mendahului berperang terhadap orang – orang mukmin (Al Ikhtiyarat Al Fighiyyah, Ibnu Taimiyyah, Tahqiq Al Fagi, Cet.Darul Ma'rifah hal.309)
Dalil- dalil tentang jihad Ofensif
فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوْا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Maka bunuhlah kaum musrikin itu dimana kamu jumpai mereka, tangkap mereka, kepung mereka dan intai mereka di setiap tempat pengintaian. Maka jika mereka bertambah, menegakkan sholat dan menunaikan zakat maka berilah mereka kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. At Taubah : 5)
قَاتِلُوا الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنْ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
"Perangilah orang – orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula pada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang tidak diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar yaitu orang – orang yang diberi Al Kitab kepada mereka sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk."(QS. At Taubah : 29)
Jadi Allah SWT telah memerintahkan orang – orang mukmin agar keluar untuk memerangi mereka, mengintai dan mengepung mereka. Ayat – ayat ini merupakan ayat – ayat muhkamat yang turun di akhir waktu dan tidak ada ayat lain yang menghapusnya.
Berdasarkan ayat – ayat ini pulalah Rasul dan para sahabat serta orang – orang setelah mereka mengukir sejarah hingga Allah memenangkan mereka baik di belahan timur maupun belahan barat bumi.
Nabi SAW bersabda,
أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إ لا اللـه وأن محمدا رسول الله ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة، فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دمائهم وأموالهم إلا بحق الإسلام وحسابهم على الله تعالى
"Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad itu utusan Allah, menegakkan shalat dan menunaikan zakat. Maka jika mereka telah melakukannya darah dan harta mereka mendapatkan perlindungan dariku kecuali dengan haq Islam. Sedangkan hisab mereka adalah wewenang Allah SWT ." (Muttafaq Alaih dari Ibnu Umar)
Dan hadits Buraidah yang diriwayatkan Muslim:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان إذا أمر أميرا على جيشه أو سرية أوصاه في خاصته بتقوى الله ومن معه من المسلمين خيرا، ثم قال اغزوا باسم الله قاتلوا من كفر بالله، اغزوا ولا تَغُلُّوا ولا تغدِروا ولا تمثلوا ولا تقتلوا وليدا، وإذا لقيت عدوك من المشركين فادعهم إلى ثلاث خصال
“Bahwa Rasulullah SAW itu bila memerintahkan seorang amir atas pasukannya atau sebuah operasi militer beliau memberikan wasiat kepada amir tadi dengan wasiat takdir kepada Allah dan memberi wasiat kebaikan kepada orang – orang muslim yang bersamanya. Lalu beliau berkata, "Berperanglah kalian dengan nama Allah, perangilah orang – orang yang ingkar kepada Allah, berperanglah kalian, jangan mencuri ghonimah, jangan mengkhianati perjanjian, dan jangan mencincang mayat serta jangan membunuh anak – anak. Dan bila engkau bertemu musuhmu dari kalangan orang musyrik serulah mereka kepada tiga pilihan” (hadits).
Nash – nash ini sangat jelas gamblang yaitu tentang keluar untuk memerangi musuh dan mentarget mereka yang berada di negeri mereka. Inilah yang dimaksud jihad Ath-Thalab (jihad ofensif).
Adapun dalil – dalil jihad Ad – daf'i (jihad defensif)
-
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفًا فَلا تُوَلُّوهُمْ الأَدْبَارَ
“Wahai orang – orang yang beriman bila kalian bertemu dengan orang kafir yang menyerang mereka janganlah kalian mundur (lari ke belakang )”. (QS. Al Anfal 15)
-
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ
-
"Dan berperanglah kalian di jalan Allah (untuk memerangi) orang – orang yang memerangi kalian."(QS. Al Baqarah :190)
-
فَمَنْ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ
-
"Barangsiapa menyerang kalian maka seranglah mereka seimbang dengan serangan mereka terhadap kalian." (QS. Al Baqarah 194)
Di sinilah ayat – ayat yang berbicara tentang berperang untuk menolak serangan musuh yang telah memulai perang.
Ibnu Taimiyah berkata, "Adapun perang defensif merupakan pembelaan terbesar terhadap kehormatan dan agama. Maka ia hukumnya wajib menurut ijma'. Bila musuh datang menyerang, merusak agama dan dunia, pada saat itu tidak ada lagi kewajiban yang lebih wajib setelah beriman, selain dari melawan musuh itu. Tidak ada lagi syarat yang mesti dipahami untuk melawan mereka, bahkan musuh – musuh itu wajib dilawan menurut kekuatan, yang memungkinkan." (Al Ikhtiyarat Al Fiqhiyyah, Ibnu Taimiyah)
Saya katakan, "Dari keterangan di muka Anda bisa mengetahui bahwa orang yang mengingkari keberadaan jihad Ofensif dalam Islam seperti orang yang berkata, "Sesungguhnya Islam itu tidak berperang kecuali untuk membela diri (defensif) dan menolak serangan musuh." Orang yang berkata demikian ini telah mendustakan ayat – ayat dan hadits – hadits tadi serta nash – nash yang semisal dengannya.
Allah berfirman:
وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلا الْكَافِرُونَ
"Dan tidak mengingkari ayat – ayat Kami selain orang – orang kafir." (QS. Al Ankabut : 47)
Barangsiapa yang menyimpang dalam mentakwilkan apa yang terjadi pada generasi Salafush Shalih tentang jihad ofensif yang mereka lakukan, dengan mengatakan bahwa jihad Salafush Shalih itu semata – mata untuk menolak/mengusir musuh yang menyerang berarti ia telah sesat dengan kesesatan yang jauh, meskipun sebenarnya ia tidak bodoh terhadap nash – nash itu ataupun menguasai ilmunya. Hal ini dikarenakan ia berpaling dari nash – nash itu dan menyimpang dalam mentakwilkannya.
SYUBHAT !!!
Sebagian orang yang mengingkari keberadaan jihad ofensif dalam Islam dengan berdalil firman Allah SWT :
وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا
"Dan jika mereka condong kepada perdamaian maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah SWT ." (Qs. Al Anfal 61)
Dan bahwasannya selama orang kafir itu cinta damai maka tidak ada jihad.
Mereka juga berdalil dengan sabda Nabi SAW:
لاتتمنوا لقاء العدو
"Janganlah kalian berangan – angan bertemu musuh." (Muttafaq Alaih)
Beginilah keadaan orang – orang yang beriman kepada sebagian Al Kitab dan kafir tehadap sebagian yang lain. Yaitu orang – orang yang berdalil dengan salah satu dengan dalil – dalil (masalah ini) dan meninggalkan dalil – dalil lain, sebagaimana saya sebutkan di dalam dasar keempat di dalam tema Dasar – dasar berpegang teguh kepada Kitab dan Sunah. Dan jawaban terdapat Syubhat ini dari berbagai segi:
Segi pertama:
Bahwa Rasulullah SAW dan para sahabat beliau yang merupakan sebaik – baik umat tidak pernah membawa/memahami nash – nash ini sebagaimana pemahaman mereka, yaitu bahwa nash – nash tersebut bermakna meninggalkan jihad ofensif! Bahkan Rasulullah SAW benar – benar telah memerangi orang – orang Arab, lalu keluar memerangi Romawi di Tabuk.
Nabi SAW telah berperang selama 19 kali, 8 diantaranya beliau pimpin sendiri. Adapun pengiriman pasukan dan operasi – operasi militer yang beliau kirim dan beliau tidak ikut serta didalamnya mencapai 36 kali, di dalam riwayat Ibnu Ishaq. Selain beliau justru menambah dari itu. (Fathul Bari 7/179-281)
Lalu sahabat – sahabat setelah Beliau SAW, memerangi Persia, Romawi, Turki, Qobth, Barbar dan selain mereka sebagaimana yang telah diketahui.
Dan terhadap siapa saja yang berdalil dengan nash – nash ini untuk membatalkan jihad ofensif, kami katakan kapadanya.
Apakah yang Anda fahami ini sesuatu yang juga difahami Nabi dan para sahabatnya atau tidak?
Jika ia mengatakan,"tidak!". Maka saya katakan kepadanya, "Berarti Anda telah memahami apa yang tidak mereka fahami dan Anda telah memutuskan/memvonis diri Anda sesat! Dan apa yang Anda fahami bukan bagian dari agama kita. Karena dien ini telah sempurna pada zaman Nabi SAW (QS. Al Maidah Ayat 3).
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
"Pada hari ini telah Kusempurnakan bagi kalian agama kalian."
Pemahaman Anda seperti ini adalah pemahaman yang bertolak dan gugur. Sabda Nabi SAW,
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رَدٌّ
"Barang siapa beramal suatu amalan yang tidak ada aturannya dalam urusan kami, maka amal itu bertolak."
Dalam pemahaman yang rusak ini berarti Anda telah keluar dari petunjuk Nabi SAW dan para sahabat – sahabat Beliau.
Allah SWT berfirman:
وَمَنْ يُشَاقِقْ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
"Barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas baginya petunjuk dan mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman, Kami biarkan ia leluasa berbuat terhadap kesesatan yang dilakukannya itu dan Kami masukkan ia ke dalam neraka jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (QS. An Nisa : 115)
Adapun bila ia berkata bahwa mereka memahami sesuai apa yang Nabi SAW fahami, maka kami katakan kepadanya, "Sirah (perjalanan hidup mereka) berbeda dengan pemahaman Anda ini!"
Maka bila pemahamannya dianggap benar dan Nabi SAW dan para sahabatlah yang menyelisihinya, tentu ini hanya dikatakan oleh ZINDIQ (yaitu orang yang menampakkan keislamannya dan menyembunyikan kekafirannya). Dan bila pemahamannya bathil dan sesat maka itu bukan pemahaman mereka dan bukan amal mereka (Nabi dan para sahabat)
Segi kedua:
Adapun firman Allah Ta'ala,
وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا
"Dan bila mereka condong kepada perdamaian maka condonglah kamu kepadanya." (QS. Al Anfal : 61)
Akan datang ucapan-ucapan salaf tentang ini pada pembahasan kesepuluh.
Segi ketiga:
Adapun sabda Nabi SAW,
لاتتمنوا لقاء العدو
"Janganlah kalian berangan-angan untuk bertemu musuh."
Maka Al Bukhari telah meriwayatkan dari Abdullah bin Abi Aufa:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم في بعض أيامه التي لقي فيها، انتظر حتى مالت الشمس، ثم قام في الناس خطيبا فقال: أيها الناس لاتتمنوا لقاء العدو، وسلوا الله العافية، فإذا لقيتموهم فاصبروا، واعلموا أن الجنة تحت ظلال السيوف، ثم قال: اللهم منزل الكتاب ومجري السحاب، وهازم الأحزاب، اهزمهم وانصرنا عليهم
“Sesungguhnya Rasulullah SAW di sebagian hari-hari yang didalamnya beliau bertemu musuh (berkata), "Tunggulah hingga matahari tergelincir!", Kemudian beliau berdiri di tengah-tengah manusia seraya berkhotbah, maka beliau berkata, "Wahai manusia janganlah kalian berangan-angan untuk bertemu musuh, dan mohonlah perlindungan Allah! Maka bila kalian bertemu musuh, bersabarlah! Ketahuilah bahwa surga itu di bawah naungan pedang, kemudian beliau berkata, "Ya Allah Dzat yang telah menurunkan Al Kitab, yang menggerakkan awan, yang mengalahkan golongan-golongan yang bersekutu, kalahkanlah mereka dan menangkanlah kami atas mereka." (Hadits no 2965, 2966)
Saya katakan, dari hadits ini, jelas sekali bahwa Nabi SAW pernah berkata di salah satu peperangan beliau, sebagaimana hadits yang berbunyi: " (di sebagian hari-hari beliau yang didalamnya beliau bertemu)” artinya (bertemu) musuh, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim.
Begitu juga sabda Nabi SAW, (Bila kalian bertemu mereka (musuh) maka bersabarlah!) dan sabda beliau (kalahkanlah mereka dan menangkanlah kami atas mereka).
Lalu bagaimana orang itu berdalil dengan hadits ini untuk meninggalkan jihad? Sedangkan hadits ini disabdakan Nabi SAW justru di saat terjadi peperangan?
Kemudian hadits ini mengandung anjuran untuk berperang dan melancarkan serangan hebat ke arah musuh, sabda beliau (Dan ketahuilah bahwa surga itu di bawah naungan pedang).
Dapat dimaklumi bahwa seseorang yang berperang tidak mungkin berada di bawah naungan/bayang-bayang pedang kecuali di saat ia sedang menyerang musuhnya, di mana masing-masing dari keduanya mengangkat pedangnya masing-masing! (Fathul Bari 6/33).
Maka keadaan Nabi SAW yang mengucapkan hadits ini di saat peperangan, dalam rangka memberi pengarahan dan anjuran untuk berperang (sebagaimana bunyi hadits itu), menunjukkan bahwa larangan berangan-angan untuk bertemu musuh tidak berlaku secara mutlak, tetapi berlaku khusus yaitu peringatan agar berhati-hati terhadap sikap ujub (kagum terhadap diri sendiri) dan kepercayaan terhadap kekuatan sendiri yang dengannya ia yakin bisa menang.
Di dalam sebuah penjelasan, Ibnu Hajar menunjukkan maksud hadits ini dengan berkata, "Beliau melarang untuk berangan-angan bertemu musuh hanya karena sikap itu menunjukkan akan adanya ujub, bersandar kepada diri sendiri dan percaya kepada kekuatan sendiri (bergantung kepadanya) serta sedikit perhatian terhadap musuh.". Semua itu menjelaskan pentingnya kehati-hatian dan mengambil sikap hazm (kokoh dan teliti). Dikatakan, "Hadits ini mengandung larangan (berangan-angan untuk bertemu musuh) bila masih diragukan maslahat atau madharat yang akan ditimbulkan. Kalau keraguan itu tidak ada tentu berperang/berangan-angan bertemu musuh adalah merupakan keutamaan dan ketaatan." (Fathul Bari 6/156).
An Nawawi juga berkata semisal dengannya. (Shahih Muslim, Syarh An Nawawi 12/45 - 46)
Menurut saya, di antara dalil yang menunjukkan bahwa larangan untuk berangan-angan/berharap bertemu musuh itu tidak berlaku mutlak adalah harapan Anas bin Nadhr untuk bertemu musuh yang beliau nyatakan di hadapan Rasulullah SAW dan beliau SAW pun tidak mengingkari hal itu.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik beliau berkata, "Pamanku Anas bin Nadhr tidak turut serta dalam perang Badar, maka ia berkata, "Wahai Rasulullah, saya telah absen di dalam pertempuran pertama kali di mana Engkau memerangi kaum musyrikin di dalamnya. Jika Allah menyertakan diriku dalam suatu pertempuran melawan orang-orang musyrik, niscaya Allah SWT benar-benar akan melihat apa yang akan kuperbuat."
Tatkala perang Uhud meletus kaum muslimin sempat tercerai berai, maka beliau berkata, "Ya Allah aku memohon maaf kepadaMu atas perbuatan mereka (para sahabat) dan aku berlepas diri dari perbuatan mereka (kaum musyrikin)." Lalu beliau maju dan ditemui Sa'ad bin Muadz. Kepada Sa'ad beliau berkata, "Wahai Sa'ad bin Muadz! Surga dan Tuhan Nadhr, benar-benar kudapatkan baunya di bawah bukit Uhud!" Sa'ad berkata, "Aku tidak mampu melakukan sebagaimana ia lakukan wahai Rasulullah."
Anas berkata, "Kami mendapati delapan puluhan sabetan pedang atau tusukan tombak atau lemparan anak panah pada tubuhnya. Kami telah mendapati beliau terbunuh dan tubuhnya dicincang-cincang oleh kaum musyrikin, hingga tak seorangpun kenal terhadapnya selain saudara perempuannya yang mengenalnya melalui jemarinya."
Anas berkata, "Kami berpendapat atau mengira bahwa ayat ini turun berkaitan dengan peristiwa ini dan peristiwa-peristiwa yang semisal dengannya, yaitu firman Allah,
مِنْ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ
"Di antara orang-orang yang beriman itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah." (QS. Al Ahzab : 23)
Saya katakan, "Inilah seorang sahabat yang mulia, beliau berharap agar dapat bertemu musuh, lalu Allah mengabulkannya."
Dengan ini Anda melihat bahwa larangan berharap untuk bertemu musuh itu dilihat dari sisi adanya ujub dan bangga diri, karena dua perkara ini tercela.
Dengan ini pula Anda melihat betapa batalnya syubhat ini yang dijadikan alasan oleh orang-orang yang menyimpang untuk mengingkari jihad ofensif yang dijadikan Allah sebagai sarana untuk memenangkan agama. Allah SWT berfirman,
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ
"Dan perangilah mereka hingga tidak ada fitnah di muka bumi dan agar agama itu, hanya milik Allah saja." (QS. Al Anfal : 39)
لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
"Agar Rasul itu memenangkan agama Islam di atas semua agama meskipun orang-orang musyrik itu benci." (QS. At Taubah : 33)
حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
"Hingga mereka menyerahkan jizyah dari tangan (mereka) dan mereka dalam keadaan tunduk." (Qs. At Taubah : 29)
Ibnu Qoyyim berkata, "Maksud dari jihad adalah semata-semata agar kalimat Allah tegak di muka bumi dan agama hanya milik Allah SWT saja."
Beliau juga berkata, "Sesungguhnya keberadaan agama yang semata-mata hanya milik Allah, dapat menjadi hinaan bagi kekufuran dan pelakunya serta menjadikannya tunduk, dan membayar jizyah (yang diwajibkan bagi pembesar-pembesar mereka) serta membebaskan budak-budak mereka. Ini semua bagian dari agama Allah.
Dan tidak ada yang bertentangan dengan ini selain sikap membiarkan orang-orang kafir untuk tetap terhormat dan menegakkan agama mereka, sebagaimana mereka senang bila mereka tetap memiliki kekuatan dan kalimat (kekufuran)." (Ahkamu Ahlidzdzimmah, Ibnu Qoyyim 1/18).
Saya katakan, apa yang telah saya sebutkan tadi sama sekali tidak bertentangan dengan firman Allah SWT ,
لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنْ الغَيِّ
"Tidak ada paksaan dalam agam, telah jelas jalan petunjuk dari jalan kesesatan." (QS. Al Baqarah : 256)
Perang itu hukumnya wajib, hingga kalimat Allah tegak atau berjaya di muka bumi. Hal itu tidak mudah terwujud kecuali dengan kemenangan umat Islam atas musuhnya dan diberlakukannya hukum Islam di atas negeri yang telah ditaklukkan itu.
Adapun tentang penduduk negeri itu, diantara mereka ada yang masuk Islam dan menikmati keislamannya itu. Diantara mereka juga ada yang tetap kafir, maka tidak boleh memaksa mereka untuk memeluk Islam. Bahkan mereka boleh tetap memeluk agamanya (kafir) tetapi harus tunduk terhadap hukum Islam.
Maka pemaksaan (ikrah) yang diartikan di dalam Surat Al Baqarah itu adalah pemaksaan untuk beriman (memeluk Islam), sedangkan kebencian (karahah) dalam surat At Taubah 33 itu adalah kebencian mereka terhadap ketinggian atau kekuasaan hukum Islam yang diberlakukan pada mereka sekalipun mereka tetap dibolehkan beragama dengan agama mereka.
Syariat Islam telah menetapkan diterimanya jizyah dari Ahli Kitab dan orang-orang yang dihukumi sama dengan mereka (QS. At Taubah : 29). Mereka sama sekali tidak dipaksa masuk Islam. Adapun tentang hukum menerima jizyah dari para penyembah berhala masih ada khilaf (perbedan). (lihat kembali tafsirnya Al Baqarah 256 di tafsir Ibnu Katsir)
Menurut saya, adalah sepatutnya agar setiap muslim mengetahui bahwa beriman tentang wajibnya jihad ofensif bagi kaum muslimin adalah bertabrakan dengan prinsip-prinsip hukum internasional saat ini yang melarang adanya perluasan wilayah dengan invasi/serangan dari suatu negara ke negara lainnya dan melarang satu negara untuk menguasai negara lain dengan kekuatan. Undang-undang Internasional inilah yang dijadikan siasat untuk membuat tipu daya (oleh negara-negara kuat yang membuatnya).
Tetapi Allah Ta'ala berfirman,
فَلا تَخْشَوْا النَّاسَ وَاخْشَوْنِي
"Maka janganlah kalian takut kepada manusia dan takutlah kepadaKu." (QS. Al Maidah : 44)
Allah juga berfirman,
وَلَيَنصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنصُرُهُ
"Dan Allah pasti menolong orang yang mau menolong agamaNya." (QS. Al Hajj : 40).
Hukum-hukum ini semuanya sangat bergantung kepada adanya kuasa (qudrah) dan kemampuan (istitha'ah). Kemampuan ini wajib diperoleh manakala kaum muslimin tidak berdaya untuk merealisasikan kewajiban-kewajiban ini.
Allah Ta'ala berfirman:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لا تَعْلَمُونَهُمْ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لا تُظْلَمُونَ
"Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka segenap kekuatan yang kalian mampui dan dari kuda-kuda yang ditambat. Dengannya kalian dapat menggentarkan musuh-musuh Allah dan musuh kalian serta orang-orang selain mereka yang kalian tidak mengetahuinya, sedangkan Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan di jalan Allah, niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)." (QS. Al Anfal : 60)
PEMBAHASAN KETUJUH:
Jihad itu hukumnya fardhu kifayah, dan menjadi fardhu 'ain di beberapa keadaan
Ibnu Qudamah berkata, "Makna fardhu kifayah adalah suatu kewajiban yang jika orang yang cukup untuk melakukannya belum melaksanakan kewajiban itu, maka semua orang berdosa. Dan bila orang yang cukup untuk melakukannya sudah mau melaksanakan kewajiban itu maka kewajiban itu gugur bagi semua orang. Perintah itu pada awalnya berlaku bagi semua orang, sebagaimana fardhu 'ain. Kemudian keduanya memiliki perbedaan dimana fardhu kifayah bisa gugur bila sebagian orang telah melaksanakannya sedangkan fardhu 'ain tidak bisa gugur dari seseorang bila sebagian orang telah melakukannya."
Kemudian tentang dalil bahwa jihad itu fardhu kifayah beliau berkata, Dan kami memiliki firman Allah SWT ,
لا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُوْلِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى
"Tidak sama antara orang-orang mukmin yang duduk-duduk tidak berjihad padahal ia tidak berudzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta-harta dan jiwa mereka. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwa mereka atas orang-orang yang duduk-duduk dengan satu derajat, kepada masing-masing keduanya Allah menjanjikan pahala yang baik/surga." (QS. An Nisa : 95)
Ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang yang duduk-duduk (tidak berjihad) itu tidak berdosa di saat ada orang-orang selain mereka yang berjihad.
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا
"Dan tidak pantas bagi orang-orang yang beriman untuk pergi semua berperang. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama." (QS. At Taubah : 122)
Karena Rasulullah SAW mengirim pasukan-pasukan Sariyah sedangkan beliau dan semua sahabat-sahabat beliau bermukim di Madinah (tidak turut serta dalam berjihad). (Al Mughni wa Asy Syarh Al Kabir 10/364-365).
Kemudian Ibnu Qudamah berkata, "Jihad menjadi fardhu 'ain di beberapa kondisi:
-
Bila dua pasukan bertemu dan dua shaf (shaf mukmin dan shaf kafir) sudah berhadapan, maka siapapun (kaum muslimin) yang hadir di situ dilarang meninggalkan pertempuran dan wajib berada di tempat itu.Allah berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
"Wahai orang-orang yang beriman bila kalian berhadapan dengan sekelompok musuh maka teguhkanlah hati kalian dan perbanyaklah dzikir kepada Allah agar kalian beruntung. Dan taatilah Allah dan RasulNya dan jangan berbantah-bantah sehingga kalian akan gagal (gentar) dan hilang kekuatan kalian dan bersabarlah, sesungguhnya Allah itu bersama orang-orang yang sabar." (QS. Al Anfal 45 – 46)
Allah berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفًا فَلا تُوَلُّوهُمْ الْأَدْبَارَ وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلا مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنْ اللَّهِ
"Wahai orang-orang yang beriman apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir yang sedang menyerang kalian, maka janganlah kalian lari membelakangi mereka (mundur).Barang siapa mundur saat itu bukan karena untuk mengatur strategi perang atau bergabung dengan pasukan lain maka pasti ia akan mendapatkan murka Allah." (QS. Al Anfal : 15 –16 ).
-
Apabila musuh memasuki suatu negeri maka penduduk negeri itu wajib berperang melawan mereka dan mengusir mereka.
-
Apabila imam telah mengeluarkan perintah berperang bagi suatu kaum, maka kaum itu wajib berperang bersamaan.
Allah SWT berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمْ انفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الأَرْضِ
"Wahai orang-orang yang beriman, mengapakah bila dikatakan kepada kalian berperanglah kalian di jalan Allah, kalian merasa berat dan ingin tinggal di tempat kalian." (QS. At Taubah : 38)
Nabi SAW bersabda:
إذا استُنْفِرتم فانفروا
"Apabila kalian diperintahkan untuk berangkat perang maka berperanglah kalian." (Al Mughni Wasy Syarh Al Kabir)
Menurut saya, dalil untuk kondisi kedua adalah sama dengan dalil kondisi pertama, yaitu Al Anfal 45, 46 dan Al Anfal 15, 16. Karena masuknya tentara kafir di bumi kaum muslimin adalah semisal dengan bertemunya dua pasukan dan dua shaf yang saling berhadapan.
Pada pembahasan sebelumnya telah disebutkan tentang syarat wajib jihad ada sembilan, untuk fardhu kifayah (Islam, baligh, berakal, merdeka, laki-laki, sehat (tidak cacat), mempunyai nafaqah (dana), izin dua orang tua dan izin dari orang yang dihutangi). (Al Mughni Wasy Syarh Al Kabir).
Sedangkan untuk fardhu 'ain adalah lima syarat saja (Islam, baligh, berakal, sehat (tidak cacat), laki-laki).
Demikian juga pada bab kedua telah saya sebutkan udzur-udzur syar'i yang membolehkan seseorang untuk meninggalkan jihad serta udzur-udzur yang tidak syar'i.
Dostları ilə paylaş: |