Bab 11
Sebuah Penantian
Tahun ke-1 kepergian Dimas
Hari kini delah berganti tahun. Kini Nadia telah memiliki redaksi penerbitan buku, tujuannya mendirikan redaksi penerbitan buku. Adalah untuk membuka peluang para penulis muda yang ingin berkarya dan mewujudkan mimpinya seperti dirinya. 1 tahun Dimas pergi tanpa ada kabar darinya, LINE yang tiap kali Nadia kirim tidak pernah Dimas balan.
Kali ini Nadia mengirimkan video via LINE, ke Dimas untuk memperlihatkan kantor redaksi penerbitan bukunya. “Dimas apa kabar kamu disana? Liat aku sekarang punya redaksi penerbitan buku loh, Dimas aku kangen kamu, cepet pulang ya!”
Tahun ke-2 kepergian Dimas
Nadia yang berada di ruang kerjanya, seketika hatinya terasa sesak setiap kali melihat foto mereka bertiga (Dimas, Gilang, Nadia) yang berada diatas meja kerjanya. Jari telunjuk Nadia menyentuh wajah Dimas yang berada diatas meja, sedetik kemudia air mata telah keluar membasahi kedua tebing pipinya. “Dim, kamu apa kabar disana? Kenapa kamu ngga pernah kasih kabar ke aku atau Gilang? Kamu jahat Dim, kamu egois, berapa lamu lagi aku harus nunggu? “ suara yang diselangi isak tangisnya, membuat dada Nadia terasa semakin sesak.
Seketika pintu ruang kerja Nadia ada yang mengetok, segera Nadia mengusap air matanya dan berdiri tegak untuk menyembunyikan rasa rapuh di hatinya.
“iya, masuk.”
Pintunya terbuka dari balik pintu itu, muncul sosok perempuan yang lain adalah sketaris Nadia. “ada, apa Mita?.”
“ini ada kiriman, buat ibu.” Mita menyodorkan, sebongkah kiriman itu yang masih terbungkus dengan rapihnya.
Nadia menerima kiriman itu, yang berada di tangan Mita. “makasih, ya.”
“iya, Bu kalau gitu saya permisi, kembali ke ruang kerja saya.”
Nadia hanya menjawab dengan anggukan. Setelah kepergiannya Mita dari ruang kerjanya, dengan penasaran Nadia membuka kirimannya.
“dari siapa? Ko ngga ada nama pengirimnya?.”
Setelah kiriman itu terbuka, ternyata isinya adalah sebuah surat dengan sebuah foto Dimas yang berada di Amerika, memakai syal, yang merupakan pemberian Nadia ssaat Dimas akan pergi. Air matanya berlinang kembali. Di dalam kotak itu juga terdapat sebuah kaos, seketika Nadia mengerutkan dahinya, apa maksud Dimas mengirmkan kaos miliknya. Nadia pun membaca isi surat yang terselip disana.
“Hai Nad, apa kabar kamu disana. Kamu boleh bilang jahat ke aku karena udahmengelantarkan perasaan kamu selama itu. Asal kamu tahu diamnya aku disini, itu semua untuk meredak rasa rindu dan ingin segeramenjemput rasa yang ada dihati kamu, dengannya aku kirim kau aku yang udah aku semprot parfum kesukaan aku, mudah-mudahan bisa sedikit ngianginr asa rindu kamu ya. kamu bisa ciuumin kaos aku tiap kali kangen aku. kaois ini bersih ko! Satu hal yang pasti buat kamu, tunggu aku pulang Nad.”
setelah membaca surat itu, Nadia mencium kaos itu, menghirup wangi parfum yang melekat di kaos itu. Setelah mencium aroma yang ada di kaos itu, Nadia merada setalh memeluk Dimas dari jauh.
Tahun ke-3 kepergian Dimas
Nadia mengaduk-aduk kopi yang ada di hadapannya, dua mata laki-laki yang ada dihadapannya tidak lepas dari pandangannya ke arah Nadia. Matnya dengan intens menelusuri setiap jengkal dirinya.
“lama kita tidak bertemu.” Ujar Nadia mengawali pembicaraan.
Mata Naufal terlihat lebih tajam memandang Nadia “udah 3 tahun aku nunggu kamu, kamu perempuan yang selama ini aku tunggu. Dari dulu sampai sekarang perasaan ini ga berubah!.”
“Nad, liat mata aku!.” Nadia pun menaikan kepalanya “coba kamu lihat, apa ada keraguan dari aku? aku yang selama ini memperhatikan kamu, untuk apa kamu masih menaroh harapan ke orang yang ga pernah peduli sama perasaan kamu!.”
“Dimas, akan segera pulang, aku yakin penantian aku selama ini pasti akan berakhir.”
“oke, apa kurangnya aku dibanding dengan Dimas?.”
“ga ada, Ka Naufal adalah sosok kakak yang baik, dan dewasa untuk aku.”
“apa kamu ga bisa menerima aku, lebih dari seorang kakak?.”
“maaf, Nadia ga bisa.”
“oke” Naufal pun pergi meninggalka Nadia sendirian.
Tahun ke-4 kepergian Dimas
Ratusan purnama telah aku lalui, kepergian dirimu telah menyiksa aku. Disini aku merinduhkan dirimu, sampai kapan penantian ini akan berakhir? Aku sudah lelah dengan ini semua, permainan apa yang sedang kamu mainkan? Apa tak ada sedikit perasaan manis dirimu untuk aku.
Sepulangnya dari kantor, saat Nadia akan memasuki rumahnya, didepan pintu rumahnya ada setangkai bunga mawar merah dan sekotak coklat. Dengan penasarannya Nadia pun mengambil bungan itu. Seketika ada seseorang dari belakang, yang menutup mata dan membekam mulutnya. Badannya terseret membawanya masuk dalam mobil. Yang entah arah mobil ini akan membawanya kemana. Badannya hanya bisa meronta-ronta untuk dilepaskan. Ketika mobil berhenti. Badannya dibawa untuk keluar. Ketika mata terbuka, dan bekaman mulut dibuka, terlihat dihadapannya sebuah tempat dengan kelap-kelip lampu di dinding yang menampilkan tulisan “I Love You Nadia” terdapat juga gambar dirinya. Nadia hanya bisa mematung dan mulutnya ternganga saat melihat seseorang yang telah lama dia rindukan, terdiri tepat disampingnya.
“Nad, maaf ya Dimas udah buat kamu tunggu 4 tahun, dan biarin kamu tanpa kabar tapi, itu semua karena Dimas pengin buktiin kalau cinta tulus Dimas cuman untuk Nadia.”
Nadia membalikan badannya ke arah sumber suara itu “Dimas” Nadia menutup mulutnya denan telpak tangannya air matanya seketika meleleh pada saat itu juga, meliahat wajah Dimas dihadapannya.
“hai, Nad apa kabar?.” Dimas semakin mendekati tempat Nadia berdiri.
“aku, aku ga mimpi kan ini?.”
“Dimas, udah pulang Nad.”
Dimas bersimpu dihadapan Nadia, dan mengeluarkan sebuah cicin “Nad, maafin Dimas, Dimas udah jahat, Dimas udah buat Nadia nunggu, tapi itu semua karena Dimas mau yakinin kalau Nadia adalah perempuan yang selama ini Dimas cari. Nadia kamu maukan nikah sama Dimas?.” Nadia yang mendengar penuturan itu membuah air matanya meleleh, dengan cepat Nadia menyusapnya.
Nadia pun menjawab dengan anggukan, yang mengiyakan. Dimas pun memasangkan cicin itu di jari manis tangan Nadia yang memancarkan kilau, murninya emas itu.
Dan Gilang, Mawar, ayah Dimas, ibu Dimas, ibu, dan ayah Nadia pun detang dengan menyanyikan lagu ulang tahun, dan membawakan kue, lengkap dengan lilinya angka 24.
Ini adalah hari bahagian yang telah lama aku tunggu, bersama Dimas. Aku melangkahkan kaki menuju sebuah gerbang yang baru, yaitu gerbang pernikahan. Dimana kita akan membangun bersama dalam rumah tangga yang sakinah,wawadah, warohman. Untuk mencapai surga yang kita rinduhkan.
Dan berselang 1 minggu setelah menikah, Nadia dan Dimas memutuskan untuk bulan madu ke Turki. Alasan kita memilih turki sebagai tempat bulan madu. Karena, Nadia belum pernah ke luar negeri. Dan impian Nadia, jika ada kesempatan untuk keluar negeri, tempat yang ingin Nadia kunjungi untuk pertama kalinya, adalah Turki Karena turki memiliki ciri khasnya tersendiri. Dan Turki adalah negara peradapan sejarah islam yang menarik untuk dikunjungi. Dari Turki Nadi ingin mendapatkan ide-ide, sumbur untuk menulis novel Nadia yang baru. Banyak tempat yang ingin Nadia kunjungi disana.
Seperti, aya sofya babgunan indah bekas gereja dan juga mesjid yang sekarang menjadi musium. Masjid sultan ahmet, mesjid indah bersejarah, diding interiornya dihias dengan 20.000 ribu keping keramik biru. Yang dibangun pada tahun 1616 pada masa pemerintahan sultan ahmed 1. Dan Tongkapi Place adalah kompleks istana bekas tempat tinggal sultan Ottoman Tutki, yang kini menjadi museum
Gemgamlah dia meskipun dia tak pernah memperhatikan kamu, dan tidak mengtahui apa isi dari hatimu. Dan jika jarak telah memisahkan, jangan pernah anggap bahwa semuanya berakhir. Dia bukan untuk aku, namun bersabarlah. Jika dia memang jodoh aku, Allah pasti akan mempertemukan kita. Pada moment yang indah. Arti menunggu yang begitu panjang, goresan hati yang menyayat. Itu sema tidak ada artinya karena akan janji di dalam hati kita yang telah terukir. Meski beribu wajah yang menghampiri, karena yang di ingat hanyalah wajah dia, dan hati ini telah terkunci hanya untuknya.
(suara hati sesungguhnya Nada)
Dostları ilə paylaş: |