BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Nikmat Allah sangat besar dan banyak untuk setiap makhluk-Nya. Setiap hari silih berganti manusia bisa merasakan satu nikmat yang kemudian beralih kepada nikmat yang lain, dimana terkadang tidak bisa dibayangkan sebelum akan mendapat nikmat dan sesudah mendapatkannya. Dikatakan sangat besar dan banyak karena tidak bisa untuk dibatasi atau dihitung dengan alat secanggih apapun di masa kini. Semua ini tentu mengundang untuk menyimpulkan betapa besar karunia dan kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya.
Dalam realita kehidupan ditemukan keadaan yang memprihatinkan, yakni mayoritas manusia dalam keingkaran dan kekufuran kepada Sang Pemberi Nikmat. Puncaknya adalah menyamakan pemberi nikmat dengan makhluk yang keadaan makhluk itu sendiri sangat butuh kepada-Nya. Tentu hal ini termasuk dari kezaliman di atas kezaliman, sebagaimana dijelaskan oleh Allah SWT., dalam firman-Nya:
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Q.S. Luqman [31]:13)1
Salah satu nikmat Allah ialah hati dan seluruh anggota tubuh manusia yang merupakan nikmat utama bagi hamba-hamba-Nya. Bagi manusia yang menggunakannya untuk mentaati Allah dan menyemarakkannya dengan perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kasih sayang-Nya, maka mereka mensyukuri nikmat Allah SWT. Memelihara seluruh anggota tubuh dan meletakkan pengkhidmatannya pada tempat yang baik, yang karena itu seluruh anggota tubuh diciptakan dan dijadikan oleh Allah SWT. Maka, mereka akan memperoleh pahala dengan bersyukur kepada Allah dan berbuat kebajikan kepada-Nya, karena Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala bagi yang berbuat baik. Sedangkan manusia yang membiarkan hati dan anggota tubuhnya melanggar larangan-larangan Allah, mengabaikan dan menyia-nyiakan perintah-Nya, maka mereka telah mengkufuri nikmat Allah pada anggota-anggota tubuhnya. Oleh karena itu, mereka akan menerima siksaan dari Allah SWT., dan kelak di hari kiamat nanti, seluruh anggota tubuh itu akan menjadi saksi di hadapan Allah atas segala maksiat yang sudah dilakukannya di dunia.2
Realita sekarang ini, khususnya pada saat pikiran dipenuhi beragam permasalahan, banyak orang yang tidak mengingat nikmat apa yang sudah didapatkan. Biasanya sikap yang kerap kali melupakan akan nikmat berasal dari kondisi perbedaan yang dominan atau kontras antara satu dengan yang lainnya, misalnya melihat orang lain sukses sedangkan kita sebaliknya, atau malah berada dalam kondisi keterpurukan, orang lain pintar menguasai materi pelajaran di sekolah sementara kita sebaliknya. Hal tersebut yang terkadang menghilangkan nikmat yang diterima seolah-olah tidak ada.
Jika saja disadari dengan sangat bijak, mungkin bisa diakui kembali bahwasannya masih ada nikmat-nikmat yang lainnya, meskipun itu berbeda sifat dan bentuknya dengan nikmat yang diterima orang lain. Seperti halnya menurut Imam Al-Ghazali yang memberikan pengertian sederhana mengenai nikmat, yakni sesuatu yang membuat hidup menjadi enak. Semua manusia pasti mengetahuinya dan pernah merasakan sesuatu yang enak tersebut, maka disitulah arti dari sebuah nikmat.
Secara garis besar, nikmat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu: Pertama, nikmat yang berupa hasil, yakni nikmat yang tinggal dipakai, nikmat yang tinggal dinikmati, misalnya pada anggota tubuh, sumber daya alam, fasilitas alam yang mendukung kehidupan, dan lain-lain. Adanya sinar matahari, lautan, siang dan malam, merupakan nikmat Allah yang sudah ada. Ini semua disebut dengan nikmat, karena jika semua itu tidak ada, maka pasti kenikmatan hidup akan terancam. Kedua, nikmat yang berupa alat untuk mendapatkan hasil. Ini misalnya pada bakat, kelebihan, atau kecerdasan yang dimiliki manusia, dan berbagai sumber daya yang bisa digunakan, seperti jaringan informasi, orang yang dikenal, dan berbagi sumber kapital lainnya. Jadi, nikmat itu ada yang bisa disebut nikmat bawaan dari lahir dan ada yang bisa disebut nikmat pemberdayaan sebagai hasil usaha.3
Nikmat bawaan artinya nikmat yang bisa membuat hidup. Nikmat seperti ini diberikan kepada seluruh makhluk secara taken for granted. Sedangkan nikmat pemberdayaan adalah prestasi yang didapatkan dari usaha yang dilakukan. Pendeknya, nikmat ini merupakan berbagai macam nikmat yang dapat membuat hidup menjadi “lebih hidup”. Nikmat seperti ini diberikan kepada semua orang yang berusaha. Tetapi ini diterapkan hukum yang disebut “derajat hasil” berdasarkan kualitas usaha. Intinya, nikmat Allah itu secara kuantitas bisa dihitung.4 Adapun maksud dari bisa terhitungnya nikmat Allah ialah dikarenakan kenikmatan yang timbul dari sebuah usaha dalam mencapai hasil dari kelebihan-kelebihan yang sudah diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang tercapai secara maksimum. Hal ini disebabkan dari nilai usaha yang sudah dilakukan.
Ada satu logika hidup yang kerap digunakan secara terbalik dari yang semestinya. Mungkin bisa disebut pcnyimpangan atau ketidakcocokan. Logika hidup yang dimaksud adalah sebuah kesimpulan bahwa syarat untuk menjadi orang yang bersyukur adalah mendapatkan nikmat dulu. Ada nikmat ada syukur. Misalnya, jika Allah memberikan nikmat yang banyak (prestasi dan keberbasilan), maka kesyukuran juga semakin bertambah. Ini kira-kira kesimpulan yang muncul dari benak sebagian besar dari manusia. Maka dalam ajaran agama Islam, Al-Qur’an menggariskan bahwa jika seseorang itu bersyukur, maka nikmat hidupnya akan bertambah banyak.
Dengan demikian, Allah SWT., tetap memberikan kepada manusia sebagian karunia-Nya, karena disebabkan adanya “kasih sayang-Nya mendahului murka-Nya”, dan membukakan bagi mereka pintu untuk bertaubat. Oleh sebab itu, tidak ada alasan bagi seorang hamba untuk: 1) Ingkar dan kufur kepada Allah serta menyamakan Allah dengan makhluk-Nya yang sangat butuh kepada-Nya; 2) Menyombongkan diri serta angkuh dengan tidak melaksanakan perintah Allah dan melaksanakan larangan-larangan-Nya, atau tidak mau menerima kebenaran dan mengentengkan orang lain; dan 3) Tidak mensyukuri pemberian Allah.5 Allah SWT., berfirman:
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” (Q.S. An-Nahl [16]:53)6
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. An-Nahl [16]:18)7
Nikmat dalam perspektif Al-Qur’an ialah suatu pemberian atau karunia dari Allah SWT., kepada hamba-hamba-Nya, baik di dunia maupun di akhirat. Adapun pemberian di dunia, yakni adanya alam semesta beserta segala isinya, sedangkan pemberian di akhirat, yakni adanya surga yang sudah dijanjikan Allah kepada orang-orang yang bertakwa. Sebagai hamba yang beriman, maka diwajibkan untuk menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Term “nikmat” dalam kitab suci Al-Qur’an terdapat pada 77 ayat, di antaranya: a) نِعْمَةً , نِعْمَةٌ surat Al-Baqarah ayat 211,231; Ali Imran ayat 103,171,174; Al-Maidah ayat 6,11,20; Al-Anfal ayat 53; Ibrahim ayat 6,28,34; An-Nahl ayat 18,53,71,72,83,114; Asy-Syu’ara ayat 22; Al-Ankabut ayat 67; Luqman ayat 31; Al-Ahzab ayat 9; Fathir ayat 3; Ash-Shaffat ayat 57; Az-Zumar ayat 8,49; Az-Zukhruf ayat 13; Al-Hujurat ayat 8; At-Thur ayat 29; Al-Qamar ayat 35; Al-Qalam ayat 2,49; Al-Lail ayat 19; dan Ad-Dhuha ayat 11. b) النَِّعِمُِ surat Al-Maidah ayat 65; At-Taubah ayat 21; Yunus ayat 9; Al-Hajj ayat 56; Asy-Syu’ara ayat 85; Luqman ayat 8; Ash-Shaffat ayat 43; At-Thur ayat 17; Al-Waqi’ah ayat 12,89; Al-Qalam ayat 34; Al-Ma’arif ayat 38; Al-Infithar ayat 13; Al-Muthaffifin ayat 22,24; At-Takatsur 8; dan Al-Insan ayat 20. c) أَنْعَمَ surat An-Nisa’ ayat 69,72; Al-Maidah ayat 23; Maryam ayat 58; dan Al-Ahzab ayat 37. d) أَنْعَمْتَُ surat Al-Fatihah ayat 7; Al-Baqarah ayat 40,47,122; An-Naml 19; Al-Qashash 17; Al-Ahzab 37; dan Al-Ahqaf ayat 15. e) أَنْعَمْنَا surat Fushshilat ayat 51; dan Az-Zukhruf ayat 59. f) أَنْعَمَهَا surat Al-Anfal ayat 53. g) نِعْمَةَ surat Al-Maidah ayat 7. h) نِعْمَةٍ surat Ad-Dukhan ayat 27. i) نِعْمَتَكَ surat An-Naml ayat 19; Al-Ahqaf ayat 15. j) نِعْمَتَهُ surat Ali Imran ayat 103; Al-Maidah ayat 6; Yusuf ayat 6; An-Nahl ayat 8; dan Al-Fath ayat 2. k) نِعْمَتِىَ surat Al-Baqarah ayat 40,47,122,150; dan Al-Maidah ayat 3,110. l) نِعَمَهُ surat Luqman ayat 20. m) أَنْعُمِ - ِلأَنْعُمِهِ surat An-Nahl ayat 112,121.
Khusus pada surat Ar-Rahman yang membahas mengenai kepemurahan Allah kepada hamba-hamba-Nya, yakni dengan memberikan nikmat-nikmat yang tidak terhingga, baik di dunia maupun di akhirat nanti. Surat ini menyebutkan bermacam-macam nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada hamba-hamba-Nya, yaitu penciptaan alam dengan segala isinya. Kemudian diterangkan pembalasan di akhirat, yakni keadaan penghuni neraka dan keadaan penghuni surga, dan diterangkan pula keadaan di dalam surga yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang bertakwa. Adapun term “nikmat” pada kata ءَالآءِ di dalam surat ini terulang sebanyak 31 kali, yakni pada ayat 13, 16, 18, 21, 23, 25, 28, 30, 32, 34, 36, 38, 40, 42, 45, 47, 49, 51, 53, 55, 57, 59, 61, 63, 65, 67, 69, 71, 73, 75, dan 77.
Kemudian disebutkan juga penggolongan dari sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an, yakni golongan Makiyyah dan Madaniyyah. Yang dimaksud golongan Makiyyah ialah golongan ayat-ayat yang diturunkan di Makkah selama 12 tahun 5 bulan 13 hari, terhitung sejak tanggal 17 Ramadhan tahun ke-41 dari kelahiran Nabi (6 Agustus 610M) sampai tanggal 1 Rabi’ul Awal.8 Golongan surat yang termasuk ke dalam Makiyyah yaitu surat Al-Fatihah, Yunus, Yusuf, Ibrahim, An-Nahl, Maryam, Asy-Syu’ara, An-Naml, Al-Qashash, Al-Ankabut, Luqman, Fathir, Ash-Shaffat, Az-Zumar, Fushshilat, Az-Zukhruf, Ad-Dhukhan, Al-Ahqaf, At-Thur, Al-Qamar, Al-Waqi’ah, Al-Qalam, Al-Ma’arij, Al-Infithar, Al-Muthaffifin, Al-Lail, Ad-Dhuha, dan At-Takatsur. Sedangkan golongan Madaniyyah ialah golongan ayat-ayat yang diturunkan sesudah Nabi Muhammad SAW., melakukan hijrah ke Madinah selama 9 tahun 9 bulan 9 hari, terhitung sejak Nabi hijrah ke Madinah sampai tanggal 9 Dzulhijjah tahun 63 dari tahun kelahiran Nabi.9 Golongan surat yang termasuk ke dalam Madaniyyah yaitu surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisa’, Al-Maidah, Al-Anfal, At-Taubah, Al-Hajj, Al-Ahzab, Al-Fath, Al-Hujurat, dan Al-Insan. Adapun surat Ar-Rahman termasuk ke dalam golongan surat Madaniyyah.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana konsep nikmat menurut Al-Qur’an?”. Pertanyaan ini menyangkut tiga pertanyaan turunan, yakni:
-
Bagaimana ayat-ayat Al-Qur’an tentang nikmat?
-
Bagaimana hakikat nikmat dalam perspektif Al-Qur’an?
-
Bagaimana respon manusia terhadap nikmat?
C. Tujuan Penelitian
Dari penelitian kepustakaan yang sesuai dengan rumusan masalah di atas, pembahasan ini bertujuan untuk:
-
Mengetahui ayat-ayat Al-Qur’an tentang nikmat, yakni dalam ayat-ayat makiyyah, ayat-ayat madaniyyah, dan sebab turun ayat Al-Qur’an tentang nikmat.
-
Mengetahui hakikat nikmat dalam perspektif Al-Qur’an, yakni arti nikmat, macam-macam nikmat, dan luasnya nikmat Allah.
-
Mengetahui respon manusia terhadap nikmat, yakni ada yang syukur dan ada yang kufur.
D. Kegunaan Penelitian
-
Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi kelengkapan data dalam upaya mengkaji penjelasan mengenai konsep nikmat dalam perspektif Al-Qur’an dengan sumbangan keilmuan dan wacana baru dalam kajian tafsir, khususnya pada metode maudhu’i (tematik).
-
Kegunaan Praktis
Dalam tatanan praktis, penelitian ini diharapkan bisa memberi satu pedoman bagi umat Islam di era modern, untuk mengisi jiwa spiritual mereka yang kerap kali melalaikan adanya suatu kenikmatan. Hal ini untuk memotivasi kita dalam mengkaji dan mengembangkan lebih lanjut tentang wacana-wacana ke-Islam-an, yakni melalui penelitian-penelitian yang relevan dengan tema ini.
E. Penegasan Istilah
Judul penelitian ini didukung oleh tiga istilah yang perlu dibahas sebagai pegangan dalam kajian lebih lanjut. Ketiga istilah tersebut adalah “konsep”, “nikmat”, dan “Al-Qur’an”.
Kata “konsep” berasal dari bahasa Inggris, yakni concept yang bermakna leksikal “pengertian, pemikiran umum”. Kata ini juga berarti “pemikiran umum tentang sesuatu”, misalnya tentang konsep pendidikan, yaitu pemikiran umum tentang pendidikan.10 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep diartikan dengan 1) rancangan atau buram surat, dsb; 2) ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkrit; 3) gambaran mental dari obyek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.11
Untuk keperluan operasional, maka yang dimaksud dengan konsep disini adalah gambaran yang bersifat universal atau abstrak tentang hakikat nikmat dalam Al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan tujuan pembahasan yang hendak dicapai, yakni merumuskan konsep nikmat menurut Al-Qur’an seutuhnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nikmat diartikan dengan 1) enak, lezat; 2) merasa puas, senang; 3) pemberian atau karunia dari Allah SWT. Adapun kenikmatan ialah keadaan yang nikmat, keenakan, kesedapan, kesenangan.12 Nikmat secara etimologis berasal dari bahasa Arab yang berarti segala kebaikan, keenakan, dan semua rasa kebahagiaan. Bahkan, pengertian nikmat juga mencakup semua yang diinginkan dan dibutuhkan lebih dari yang lainnya. Dalam istilah agama, nikmat yang hakiki dan sebenarnya adalah segala sesuatu yang mengantarkan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan hakiki, yaitu kebahagian akhirat. Jadi, kenikmatan hakiki adalah kebahagiaan akhirat, selain kebahagiaan akhirat tidak bisa disebut sebagai nikmat hakiki.13
Istilah Al-Qur’an dalam kajian ini merujuk kepada kitab suci umat Islam, yaitu firman-firman Allah SWT., yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW., dengan perantaraan Malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi manusia.14 Adapun susunan Al-Qur’an dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, bagi yang membacanya bernilai ibadah, fungsinya antara lain menjadi hujjah atau bukti yang kuat atas kerasulan Nabi Muhammad SAW., keberadaannya hingga kini masih tetap terpelihara dengan baik, dan pemasyarakatannya dilakukan secara berantai dari satu generasi ke generasi lain dengan tulisan maupun lisan.15
Jadi, yang dimaksud dengan konsep nikmat dalam Al-Qur’an ialah suatu proses yang dinamis, yang mencakup masalah mengenai sebuah nikmat dalam kitab suci Al-Qur’an. Pembahasan ini dibatasi pada tinjauan secara cermat terhadap konsep nikmat dalam Al-Qur’an dengan studi tafsir yang berusaha mencari jawaban tentang nikmat dalam Al-Qur’an. Tinjauan akan dirinci kepada apa, mengapa, dan untuk apa nikmat itu menurut Al-Qur’an. Dengan kata lain, tinjauan bertumpu pada ontologi (masalah apa), epistemologi (bagaimana), aksiologi (tujuan) dari nikmat itu.
F. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa kajian ke-Islam-an mengenai kenikmatan yang kerap kali dilalaikan oleh manusia karena tidak adanya kesadaran dalam diri bahwa datangnya nikmat pasti dari Sang Pemberi Nikmat, yakni Allah SWT. Memang benar jika dikatakan bahwa sebagian besar manusia adalah orang yang tidak mau bersyukur atau tidak bisa berterima kasih. Ketika Allah banyak memberikan nikmat, baik yang sifatnya lahir maupun batin, hal itu tidak membuat mereka sadar dan tergerak untuk semakin menambah ibadah mereka kepada Allah SWT. Adapun diantaranya adalah:
Buku pertama, yakni Nikmat Selalu Bertambah, Hidup Semakin Berkah dengan Syukur, karya Abdullah bin Shalih Al-Fauzan, penterjemah: Ibnu Muslih dan Ade Macnun yang menjelaskan bahwa nikmat Allah yang beragam bentuk dan jumlahnya, dan juga menyadari ketidakmampuan untuk menghitungnya, dan kekurangan manusia dalam mensyukurinya. Di kalangan manusia, ada yang tidak memahami hakikat syukur dan tidak pula mengerti sendi-sendinya. Dimana tanpa wujudnya, syukur tersebut tidak sempurna. Ada pula kalangan yang sejatinya mengerti namun melalaikannya. Allah telah menganugerahkan bermacam nikmat yang tidak bisa dijangkau oleh akal lebih dalam, lebih-lebih untuk mensyukurinya. Oleh karena itu, wajib bagi manusia untuk melihat nikmat, mensyukurinya, memahami nilainya, dan tidak meremehkannya. Sebab, biasanya nikmat akan sangat terasa manakala ia sudah sirna dari diri kita.16
Buku kedua, yakni Nikmatnya Istighfar: Satu Obat Untuk Sejuta Kesulitan, karya Mahmud Asy-Syafrowi yang menjelaskan bahwa hanya dengan bertaubat dan beristighfar kepada Allah SWT., atas dosa dan khilaf manusia, maka rahmat dan ampunan-Nya akan datang menghampiri. Dengan rahmat dan maghfirah-Nya itulah, maka manusia dapat meraih segala kebaikan dan keberkahan di dunia maupun di akhirat. Seorang hamba yang membiasakan beristighfar kepada Allah dengan sebenar-benarnya, maka ia akan mendapatkan buah keutamaannya, yakni memperoleh rahmat dan kasih sayang dari Allah SWT.17
Buku ketiga, yakni Menikmati Jamuan Allah: Inti Pesan Quran dari Tema ke Tema Jilid 1, karya Syekh Muhammad al-Ghazali, penterjemah: Ahmad Syaikho dan Ervan Nurtawab yang menjelaskan bahwa setiap manusia diwajibkan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah atas segala nikmat dari-Nya. Ketika bangun di pagi hari, manusia memuji Allah yang menghidupkan setelah mematikan dalam kepulasan tidur, dan hanya kepada-Nya manusia kembali.18
Buku keempat, yakni Menikmati Jamuan Allah: Inti Pesan Quran dari Tema ke Tema Jilid 2, karya Syekh Muhammad al-Ghazali, penterjemah: Ahmad Syaikho dan Ervan Nurtawab yang menjelaskan bahwa dalam surat Fathir disebutkan berbagai nikmat dan karunia Allah kepada makhluk-Nya, seperti nikmat penciptaan dan nikmat hidup.19
Buku kelima, yakni Menikmati Jamuan Allah: Inti Pesan Quran dari Tema ke Tema Jilid 3, karya Syekh Muhammad al-Ghazali, penterjemah: Ahmad Syaikho dan Ervan Nurtawab yang menjelaskan bahwa dalam surat Ad-Dhuha terdapat kata dhalla yang bermaksud bahwa Nabi Muhammad dan nabi-nabi lainnya tersesat tidak mengetahui jalan yang mesti ditempuh, dan mereka sangat membutuhkan petunjuk menuju kebenaran universal dan menghajatkan pertolongan Allah agar dapat memimpin umat mereka. Petunjuk itulah yang dimaksud sebagai karunia Allah yang dijanjikan-Nya.20
Sebenarnya penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, hanya saja disini penulis mencoba untuk menguraikan penelitian yang berjudul Konsep Nikmat dalam Al-Qur’an (Kajian Tafsir Maudhu’i) dengan lebih sistematis, yakni dengan menguraikan adanya respon manusia terhadap nikmat yang bisa berupa syukur ataupun kufur. Dengan demikian, penulis berasumsi bahwa penelitian ini bisa terhindar dari unsur duplikasi dan dapat dipertanggungjawabkan.
G. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, data akan dicari dari sumber-sumber tertulis dan dianalisis dengan menggunakan metode tafsir maudhu’i (tematik).
-
Jenis Penelitian
Tulisan ini adalah upaya penelitian yang dilakukan dari perpustakaan tentang konsep nikmat dalam Al-Qur’an. Karya ini digolongkan dalam bentuk kajian kepustakaan (library research).
-
Sumber Penelitian
Sesuai dengan judul “konsep nikmat dalam Al-Qur’an”, maka sumber utama dari penelitian ini adalah Al-Qur’an dan terjemahannya, yakni sebagai kitab suci yang menjadi pedoman hidup bagi semua umat Islam di dunia. Adapun sumber-sumber utama lainnya ialah:
-
Tafsir Al-Misbah oleh Dr. M. Quraish Shihab.
-
Tafsir Fizhilalil Qur’an oleh Sayyid Quthb.
-
Tafsir Ibnu Katsir oleh Al-Imam Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi.
-
Tafsir Jalalain oleh Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi.
-
Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz Al-Qur’an karangan Fuad Abd Al-Baqi’ dan Fatkhu ar-Rahman karangan Ahmad bin Hasan, digunakan untuk memudahkan pelacakan ayat-ayat Al-Qur’an.
-
Kamus-kamus yang terkait dengan pembahasan.
-
Buku-buku yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan Al-Qur’an yang terkait dengan pembahasan.
-
Metode Pendekatan dan Analisis
Sumber data dari penelitian ini adalah ayat-ayat Al-Qur’an. Oleh karena itu, pendekatan yang dipilih adalah pendekatan ilmu tafsir. Ilmu tafsir mempunyai beberapa corak maupun metode yang masing-masing mempunyai ciri khas tersendiri. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode maudhu’i (tematik).
Metode maudhu’i ialah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Qur’an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai tujuan satu, yang bersama-sama membahas topik atau judul tertentu, dan menertibkannya sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya. Kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan, dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain yang kemudian mengambil hukum-hukum darinya.21
Dr. M. Quraish Shihab mengutip buku Al-Bidayah fi Tafsir Al-Maudhu’i karangan Dr. Abdul Hayy Al-Farmawi, yang mengemukakan secara rinci langkah-langkah yang hendaknya ditempuh untuk menerapkan metode maudhu’i. Langkah-langkah tersebut ialah:22
-
Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik).
-
Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.
-
Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang asbab al-nuzul-nya.
-
Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing-masing.
-
Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (outline).
-
Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits yang relevan dengan pokok bahasan.
-
Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama, atau mengkompromikan antara yang ‘am (umum) dan yang khash (khusus), mutlak dan muqayyad (terikat), atau yang pada lahirnya bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan.
-
Analisis Data
Dalam pembahasan ini penulis menggunakan content analysis, yaitu metode yang lebih mengedepankan pada pengungkapan aspek isi (esensi) dari beberapa proporsi yang ada. Metode ini merupakan metode dari peninjauan teori dan analisis.
H. Sistematika Pembahasan
Hasil dari penelitian ini akan dituangkan ke dalam laporan tertulis dengan sistematika pembahasan yang disusun dalam bab-bab sebagai berikut:
BAB Pertama, merupakan pendahuluan yang merupakan suatu pengantar kepada masalah, yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB Kedua, membahas ayat-ayat Al-Qur’an tentang nikmat, yakni meliputi: ayat-ayat makiyyah, ayat-ayat madaniyyah, dan sebab turun ayat Al-Qur’an tentang nikmat.
BAB Ketiga, membahas tentang hakikat nikmat dalam perspektif Al-Qur’an, yakni meliputi: arti nikmat, macam-macam nikmat, dan luasnya nikmat Allah.
BAB Keempat, membahas tentang respon manusia terhadap nikmat, yakni meliputi: pengertian syukur dan macam syukur, pahala mensyukuri nikmat, dan pengertian kufur dan macam kufur, dan ancaman mengkufuri nikmat.
BAB Kelima, merupakan penutup, yang meliputi: kesimpulan dan saran.
1
Dostları ilə paylaş: |