Buku pedoman kuliah


B. Pengertian Umum (terminologi) Agama



Yüklə 0,68 Mb.
səhifə4/11
tarix03.01.2019
ölçüsü0,68 Mb.
#89055
1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11

B. Pengertian Umum (terminologi) Agama


Manusia, walaupun disebut-sebut sebagai makhluk sempurna namun pada dasarnya tidak sempurna. Manusia seringkali berkeluh kesah karena gagal menggapai sesuatu, dan berbuat kesalahan walau persiapan telah begitu matang. Dan juga kenapa manusia bisa sakit, tua dan mati tanpa dapat mencegah dan mengendalikannya, sehingga hal –hal itu membuat manusia mengalami ketidakbahagiaan. Hal-hal diluar kendali manusia itu yang menimbulkan ketidakbahagiaan menyadarkan manusia bahwa ternyata dirinya adalah tidak sempurna. Lalu, muncullah pemikiran atas sesuatu (Tuhan) dzat yang segalanya sempurna yang telah mengendalikan ketidaksempurnaan manusia. Oleh karena itu kebutuhan manusia atas jawaban mengenai hal-hal yang diluar kuasa dirinya (supranatural) itu telah menghadirkan sebuah kepercayaan dan agama.

Agama, pada hakekatnya adalah merupakan petunjuk untuk memenuhi kebutuhan fitrah manusia terhadap Tuhan (dzat) yang supranatural dan segalanya sempurna itu dalam mencapai kebenaran, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan yang sempurna. Hal ini sangat sesuai dengan apa yang dikatakan oleh PD Ouspenky pengarang Rusia yang menulis buku terkenal Tertium Organum, dia menyatakan, bahwa kenyataan yang kita hadapi sekarang ini memang banyak yang irrasional dan bahkan supra rasional dan sungguh-sungguh illogical (di luar logika), sehingga untuk mengenalnya pun harus dilaksanakan menurut cara-cara yang di luar ratio atau diluar logika akal, yaitu logika yang lebih tinggi tarafnya (the higher logic) yang berbeda dengan logika biasa. Oleh karenanya harus disadari mengenai keterbatasan akal manusia, maka untuk mengerti dengan sempurna terhadap realitas alam serta hidup dan kehidupan yang dihadapi, mau tidak mau harus berusaha mencari pegangan yang lebih tinggi dari akal untuk memahami semua itu. Tentu yang dimaksud adalah agama, yang akan memberi pedoman bagi kehidupan yang dicari manusia untuk kebahagiaannya. Dan sejarah telah membuktikan adanya pengalaman agama yang dianut oleh manusia yang masih primitif (sederhana) seperti dinamisme (agama serba tenaga), animisme (agama serba jiwa), politheisme (agama serba dewa), kepercayaan monotheisme semu (kurang konsisten), sampai kepada kepercayaan dan agama monotheisme mutlak (agama ber-Tuhan Satu mutlak).

Di jaman mutakhir saat ini yang segala apapun harus dibuktikan dengan ilmu, ternyata telah berbalik 1800 dengan diketemukanya prinsip hukum Relatifitasnya Einstein dan teori Kuantumnya Plank yang membuktikan bahwa semakin kita mengukur materi yang semakin besar maupun semakin kecil maka kita akan menghadapi sesuatu yang mengelak/tidak dapat diukur. Dalam hasanah Fisika, di sana telah ditemukan dan terbukti adanya hukum ketidak pastian. Jadi, dari segi ilmu yang mutakhir ternyata manusia masih dihadapkan pada ketidakpastiannya. Kembali akhir-akhir ini agama mulai diperbincangkan lagi.

Lebih lanjut, Oxford Student Dictionary (1978) mendefinisikan agama (religion) dengan “the belief in the existence of supranatural ruling power the creator and controller of the universe”, yaitu suatu kepercayaan akan keberadaan suatu kekuatan pengatur supranatural yang menciptakan dan mengendalikan alam semesta. Agama (religion) dalam pengertian yang paling umum diartikan sebagai sistem orientasi dan obyek pengabdian. Dalam pengertian ini semua orang adalah makhluk religius, karena tak seorang pun dapat hidup tanpa suatu sistem yang mengaturnya dan tetap hidup dalam kondisi sehat. Kebudayaan yang berkembang di tengah manusia adalah produk dari tingkah laku keberagamaan manusia.

Dalam bahasa Alquran "din" diartikan sebagai agama. Kata din yang berasal dari akar bahasa Arab dyn mempunyai banyak arti pokok, yaitu: (1) keberhutangan, (2) kepatuhan, (3) kekuasaan bijaksana, dan (4) (cenderungan alami atau tendensi. Dalam keadaan seseorang mendapatkan dirinya berhutang kesimpulannya ialah bahwa orang itu menundukkan dirinya dalam arti menyerah dan patuh kepada hukum dan peraturan yang mengatur hutang. Demikian juga dalam artian yang terbatas kepada yang berpiutang.

Sebuah agama biasanya melingkupi tiga persoalan pokok, yaitu :

1. Keyakinan (credial), yaitu keyakinan akan adanya sesuatu kekuatan supranatural yang diyakini mengatur dan mencipta alam. Yakni, agama sebagai suatu sistem keyakinan akan memberikan pegangan yang lebih kokoh tentang suatu masa depan yang pasti bagi manusia. Di samping itu sistem keyakinan yang benar dan dihayati dengan mendalam akan menjadikan manusia sebagai seorang yang memiliki taqwa, yang mana taqwa itu akan menjadi motivator serta pengendali dalam setiap gerak langkahnya sehingga tidak terjerumus kepada perbuatan-perbuatan hina dan merusak.

2. Peribadatan (ritual), yaitu tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan kekuatan supranatural tersebut sebagai konsekuensi atau pengakuan dan ketundukannya. Dalam hal ini, sebagai suatu sistem ibadah agama akan memberikan petunjuk kepada manusia tentang tata cara berkomunikasi dengan Tuhan menurut jalan yang dikehendakiNya sendiri. Karena menyimpang dari tatacara yang telah digariskan merupakan perbuatan yang tidak disukai oleh Allah SWT. Ibadah sebagai sistem komunikasi vertikal antara hamba dengan Khaliqnya sangat besar efek positifnya, oleh karena itu melalui ibadah si hamba dapat langsung berdialog dan bermunajat dengan Tuhannya, di mana dia akan mencurahkan segala problema yang dihadapinya dalam hidup ini. Terutama dalam Islam, sistem ibadah khususnya shalat telah diatur sedemikian rupa yaitu minimal (sebagai kewajiban) adalah lima kali sehari semalam, sehingga secara teratur dalam setiap hari, si hamba yang dhaif ini dapat berkomunikasi dengan Allah, mengabdi kepadaNya, mendekatkan diri dan mengadukan segala persoalan yang dihadap seraya memohon pertolongan dan petunjuk untuk keselamatan di dunia dan akhirat. Sistem seperti inilah yang tidak diragukan lagi akan manfaatnya yang dapat menetralisir keadaan jiwa manusia yang selalu sibuk dalam urusan duniawiyahnya, sehingga tercipta suasana optimisme dalam hidup.



  1. Sistem nilai yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain atau alam semesta yang dikaitkan dengan keyakinannya tersebut. Sistem nilai yang mengatur interaksi antara manusia dengan manusia biasa disebut sistem kemasyarakatan, yaitu beberapa pedoman dasar dan beberapa ketentuan pokok yang harus dipegang oleh manusia dalam mengatur kehidupan sosial bersama sehingga tercipta rambu-rambu serta hukum yang harus disepakati, yang meliputi hak dan kewajiban. Sedangkan yang berkenaan hubungan manusia dengan alam semesta manusia harus menyadari akan pentingnya alam dalam menopang sepenuhnya hidup manusia, untuk itu manusia wajib memelihara keutuhan alam demi menjaga keharmonisan dan keselamatan seluruh kehidupan makhluk hidup di dalamnya.




      1. Islam sebagai “The Real” Agama Samawi

Arti kata Islam bisa bermacam-macam bila diterjemahkan dari beberapa arti kata asalnya.

Pertama, Islam dari kata asal aslama yang merupakan turunan (derivasi) dari kata assalmu, assalamu, assalamatu berarti bersih dan selamat dari kecacatan lahir batin. Dari asal kata ini dapat diartikan bahwa dalam Islam terkandung makna suci, bersih tanpa cacat atau sempuma.

Kedua, kata Islam juga dapat diambil dari kata assilmu dan assalmu yang berarti perdamaian dan keamanan. Dari asal kata ini Islam mengandung makna perdamaian dan keselamatan, karena itu kalimat assalamu 'alaikum merupakan tanda kecintaan seorang muslim kepada orang lain yang selalu menebarkan doa dan kedamaian kepada sesama.

Ketiga, dari asal kata assalamu, assalmu dan assilmu Islam berarti menyerahkan diri, tunduk dan taat.

Semua asal kata di atas berasal dari tiga huruf, yaitu: sin, lam dan mim (dibaca salima) yang artinya sejahtera, tidak tercela dan selamat.

Dari beberapa pengertian kata di atas dapat disimpulkan bahwa Islam mengandung arti berserah diri, tunduk, patuh dan taat sepenuhnya kepada kehendak Allah. Kepatuhan dan ketundukkan kepada Allah itu melahirkan keselamatan dan kesejahteraan diri serta kedamaian kepada sesama manusia dan lingkungannya.

Lebih lanjut, bila dilihat secara terminologis Ahmad Abdullah Almasdoosi (1962) mengungkapkan, bahwa Islam adalah kaidah hidup yang diturunkan kepada manusia sejak manusia digelarkan ke muka bumi, dan terbina dalam bentuknya yang terakhir dan sempurna dalam Alquran yang suci yang diwahyukan Tuhan kepada Nabi-Nya yang terakhir, yakni Nabi Muhammad ibn Abdullah, satu kaidah hidup yang memuat tuntunan yang jelas dan lengkap mengenai aspek hidup manusia, baik spiritual maupun material.

Dari definisi itu dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui rasul-rasul-Nya, berisi hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam semesta. Agama yang diturunkan Allah ke muka bumi sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw adalah agama Islam sebagaimana diungkapkan oleh Alquran :

شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحاً وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ

Allah telah mensyari’atkan kepadamu tentang urusan agama sebagaimana telah diwajibkan kepada Nabi Nuh, dan apa yang kami wahyukan kepada engkau, dan apa yang kami wajibkan kepada Ibrahim dan Musa dan kepada Nabi Isa, yaitu hendaklah kamu tegakkan agama dengan benar dan janganlah kamu bercerai berai pada-Nya.” (Q.S. asy-Syuura 42: 13)
قُولُواْ آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

Katakanlah (hai orang-orang mukmin) Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada nabi Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya dan apa yang diberikan kepada Nabi-Nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk dan patuh kepada-Nya.” (Q.S. Al-Baqarah 2: 136)

Dengan demikian semua agama yang dibawah Nabi dan Rasul sebelum Muhammad adalah Islam. Ayat-ayat lain yang membukti hal ini adalah: Nabi Nuh adalah Islam (Yunus: 71-72), Ibrahim, Ya'cub, Isma'il, Ishaq adalah Islam (Al Baqarah: 130-133, Ali Imron: 67, Al Haj: 78) Musa adalah Islam (Yunus: 84) Yusuf adalah Islam (Yusuf: 101) Sulaiman adalah Islam (An Nami: 29-38, 44) Isa dan sahabatnya adalah Islam (Ali 'Imron: 52).

Semua rasul mengajarkan keesaan Allah (tauhid) sebagai dasar keyakinan bagi umatnya. Sedangkan aturan-aturan pengamalannya disesuaikan dengan tingkat perkembangan budaya manusia pada zamannya. Karena itu di antara para rasul itu terdapat perbedaan dalam syariat.

Setelah rasul-rasul yang membawanya wafat, agama Islam yang dianut oleh para pengikutnya itu mengalami perkembangan dan perubahan baik nama maupun isi ajarannya. Akhirnya Islam menjadi nama bagi satu-satunya agama, yaitu agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.

Agama Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw adalah Islam yang terakhir diturunkan Allah kepada manusia. Karena itu tidak akan ada lagi rasul yang diutus ke muka bumi. Kesempurnaan ajaran Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sesuai dengan tingkat budaya manusia yang telah mencapai puncaknya, sehingga Islam akan sesuai dengan budaya manusia sampai sejarah manusia berakhir pada Hari Kiamat nanti.


إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ

"Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah agama Islam”. (Q.S. Ali lmran, 3:19)
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Barang siapa yang mencari agama selain Islam, tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya. Dan dia di akherat termasuk orang yang sangat rugi.” (Q.S. Ali Imran 3: 85)


الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً

Pada hari ini telah Kusempurnakan bagimu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhoi Islam sebagai agama bagimu.” (Q.S. Al-Maidah 5: 3)

Agama Islam berisi ajaran yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai hamba Allah, individu, anggota masyarakat, maupun sebagai makhluk dunia.

Secara garis besar, ruang lingkup agama Islam menyangkut tiga hal pokok, yaitu :

1. Aspek keyakinan yang disebut aqidah, yaitu aspek credial atau keimanan terha-dap Allah dan semua yang difirmankan-Nya untuk diyakini.

2. Aspek norma atau hukum yang disebut syariah, yaitu aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia, dan dengan alam semesta.

3. Aspek perilaku yang disebut akhlaq, yaitu sikap-sikap atau perilaku yang nam-pak dari pelaksanaan aqidah dan syariah.

Ketiga aspek tersebut tidaklah berdiri sendiri-sendiri, tetapi menyatu membentuk kepribadian yang utuh pada diri seorang muslim. Hal ini diungkapkan secara tegas dalam firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

"Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata ". (Q.S. Al-Baqarah, 2:208)
Antara aqidah, syariah, dan akhlaq masing-masing saling berkaitan. Aqidah atau iman merupakan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk melaksanakan syariah. Apabila syariah telah dilaksanakan berdasarkan aqidah akan lahir akhlaq. Oleh karena itu, iman tidak hanya ada di dalam. hati, tetapi ditampilkan dalam bentuk perbuatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aqidah merupakan landasan bagi tegak berdirinya syariah dan akhlaq adalah perilaku nyata pelaksanaan syariah.
Bab III. SUMBER AJARAN ISLAM (Tatap Muka VII dan VIII)
1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


    • Memahami sumber ajaran Agama Islam yang dijadikan petunjuk kehidupan yang harus ditaati oleh setiap orang Muslim.


2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

    • Mahasiswa dapat menyebutkan sumber-sumber ajaran Agama Islam.

    • Mahasiswa dapat menjelaskan sistematika dan hubungan sumber-sumber ajaran Agama Islam.

    • Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian wahyu, ilham dan Kitab Suci.

    • Mahasiswa dapat menjelaskan proses turunnya Al-qur’an dan sejarah penulisannya.

    • Mahasiswa menjelaskan kebenaran atau keaslian Al-Qur’an serta kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam.

    • Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian Hadits (As-Sunnah) serta macam-macam Hadits.

    • Mahasiswa dapat menjelaskan proses penulisan, kebenaran dan kedudukan Hadits sebagai sumber ajaran Islam.

    • Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian Ijtihad (ra’yu), metode-metodenya serta kedudukan Ijtihad sebagai sumber ajaran Islam.



III. SUMBER AJARAN ISLAM (TM. VII-VIII)
Sudah menjadi keyakinan umat Islam bahwa Al-Qur’an dan As-Sunnah (Al-Hadits). Sebagai sumber utama ajaran Islam. Keyakinan tersebut dilandasi oleh Sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr.

Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, kamu tidak akan sesat apabila kamu berpegang pada keduannya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasulnya”.

Selain Al-Qur’an dan Sunnah Rasul (Hadits) adapula ulama yang memasukkan Ijtihad atau Ra’yu sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Pendapat tersebut didasarkan pada Q.S. An-Nisa’ (4) : 59:

Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasulnya. Dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasulnya (Al Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”


Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan kepada setiap mukmin (orang yang beriman) agar taat kepada Allah (al-Qur’an), taat kepada Rasul (Sunnah Nabi), dan taat kepada Ulil Amri (Pemerintah). Selain itu juga diperintahkan untuk kembali kepada Allah dan Rasulnya (Al Qur’an dan Sunnah Rasul) apabila terjadi perbedaan pendapat di antara umat Islam.

Dalam Hadits Nabi yang lain istilah Ulil Amri menggunakan istilah Khulafa’u (khalifah), seperti Hadits yang diriwayatkan juga oleh Ibnu Abdil Barr”.


Maka berpeganglah kamu kepada Sunnahku dan Sunnah Khalifah-khalifah yang mendapat petunjuk”.
Sebagian ulama mendasarkan pada Hadits Nabi yang membolehkan Ijtihad atau Ra’yu sebagai salah satu sumber ajaran Islam pada Hadits yang diriwayatkan Iman Ahmad yang dikenal dengan Hadits Muaz.
(Nabi Muhammad) bersabda kepadanya ; ”bagaimanakah anda akan memutuskan suatu perkara yang dihadapkan kepadamu ? ” Muadz menjawab : ”Akan saya hukumi dengan kitab Allah.” Nabi Bersabda : ”Dan sekiranya hukum tersebut tidak terdapat dalam kitab Allah ? ”Muadz menjawab :” Dengan Sunnah Rasulullah,” Nabi Bersabda :” dan bila tidak terdapat dalam Sunnah Rasulullah.” Muadz menjawab :” Saya akan berijtihad mencari jalan keluar, dan saya tidak akan berputus asa.” Rasulullah menepuk dadanya (karena gembira) dan bersabda :” Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufiq kepada utusan Rasulullah, sesuai dengan apa yang diridhoi oleh Rasulullah Saw”.
Muhammad Idris Al Syafii dalam Al Risalah Fi Ushul Al Fiqih berpendapat bahwa sumber hukum Islam ada empat yakni (1). Al-Qur’an. (2). Al Sunnah. (3). Al-Ijma, dan (4) Al-Qiyas. Dia juga mendasarkan pendapatnya pada Q.S An-nisa (4) : 59 bahwa perkataan ”...dan (taatilah) orang-orang yang memegang kekuasaan di antara kamu ” menunjuk al-ijma’ dan al-qiyas sebagai sumber hukum Islam. Sedangkan kata-kata ”Jika kamu berbeda pendapat mengenai sesuatu kembalikanlah kepada Allah dan Rasul” menunjuk kepada al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam (Islam untuk disiplin ilmu hukum, Depag RI, 2000).

Jika diteliti lebih jauh sebenarnya tidak ada perbedaan prinsip antara pendapat yang menunjukan sumber ajaran Islam menjadi tiga (Al-qur’an, Sunnah, dan ijtihad / Ra’yu). Dengan pendapat Iman Syafii (Muhammad Idris Asy Syafii) yang menjelaskan sumber hukum Islam ada empat (Al-Qur’an, As-Sunnah, Al-Ijma dan Al-Qiyas). Sebab Al- Ijma dan Al-Qiyas termasuk dalam kategori Ijtihad / Ra’yu, atau sebagai metode / cara ijtihad.




  1. Al- Quran Sebagai Sumber Agama.

Al- Quran merupakan sebutan dari wahyu Suci Islam. Kata Al- Quran berasal dari kata “Qaraa – yaqrau – Quranan” yang berarti bacaan atau yang di baca. Dengan istilah Al-Quran telah menunjukan bahwa wahyu Ilahi yang diterima oleh Muhammad dalam bahasa lisan dapat ditulis dan dikumpulkan dalam suatu buku atau kitab yang dapat dibaca manusia. Istilah Al-Quran tersebut tidak hanya sebagai bacaan dalam arti sempit (Dhohiriyah) tetapi dalam arti yang luas, sehingga mengandung arti membaca dengan akal, dan hati, menganalisa dahulu meneliti apa yang terkandung di dalamnya, sehingga menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup dan kehidupan manusia.

Sebutan Al-Quran tersebut diambil dari beberapa ayat yang didapat dalam wahyu suci itu sendiri. Satu di antaranya disebut dalam surat Yusuf (12):2.



Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.”


Bagi umat Islam, Al-Qur’an mengandung arti dan makna yang luas dan dalam, sehingga tidak mudah untuk mendefinisikan secara komprehensif yang dapat mencakup seluruh makna dan keyakinan umat Islam terhadap Al-Quran.

DR. Dawud Al-Attas (1979) mendefinisikan Al-Qur’an sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Secara lahir (lisan), makna, serta gaya bahasa (uslub), nya, yang dimaktub dalam mushab yang dinukil darinya secara mutawatir. Dari definisi tersebut dapat diketahui:



  1. Al-Quran sebagai wahyu Ilahi, seluruh ayat dan kata yang terungkap adalah wahyu Ilahi dan bukan perkataan dan pikiran Nabi

  2. Al-Quran diturunkan kepada Nabi dalam bentuk lisan dengan makna dan gaya bahasanya (redaksinya) dari Allah.

  3. Al-Quran dihimpun dalam mushab artinya, tidak hanya berupa hukum-hukum yang disampaikan dalam bahasa Nabi sendiri.

  4. Al-Quran dinukil secara mutawatir, artinya Al-Qur’an disampaikan kepada manusia terus menerus dari suatu generasi ke generasi berikutnya sehingga tidak mungkin terjadi kesepakatan untuk berdusta.

Selain nama Al-Qur’an wahyu suci Islam sering diberikan sebutan atau nama lain yang sekaligus memperjelas isi dan fungsi dari Al-Quran antara lain :

  1. Al-kitab, yaitu sesuatu yang ditulis

Istilah Al-kitab dalam Al-Qur’an selain untuk menunjuk pada kitab sebelum Al-Quran juga digunakan untuk menyebut atau menunjuk pada Al-Qur’an, seperti pada Q.S. Al-Dukhaan (44) : 2

Al-kitab pada ayat ini untuk menunjuk pada Al-Qur’an yang artinya sesuatu yang ditulis.



  1. Al-Huda, yang berarti petunjuk, seperti pada surat At Taubah (9) : 33.

  2. Al-Furqan, artinya pembeda dan pemisah, seperti dalam Al-Qur’an surat Al-Furqan (25) : 1

  3. Al-Maidah, artinya nasehat (Yunus (10) : 57.

  4. Al-Kalamullah, berarti firman ucapan Allah seluruh Al-Quran adalah suci karena Tuhan dari Dzat Yang Maha Suci (QS : 9) : 6.

  5. Al-Zikra, berarti peringatan .(Al-Hijr. 15:9)

  6. Al-syifa, obat atau penawar jiwa, (Q.S. Al Isra, 17:82).

  7. Al-Nur, berarti cahaya (Al Nisa, 4 : 174)

  8. Al-Hikmah, berarti karunia (Q.S. Al Hikmah, 27: 77).

Berdasarkan beberapa ayat tersebut menunjukan bahwa Al- Qur’an berfungsi sebagai kitab suci yang ditulis, sebagai petunjuk, pembela/pemisah, nasehat, obat penawar jiwa, sebagai cahaya dan karunia Ilahi kepada manusia.


  1. Al-Quran Sebagai Wahyu Ilahi

Wahyu dalam arti bahasa mempunyai pengertian isyarat yang cepat, menurut terminologi agama, wahyu berarti petunjuk yang disampaikan kepada Rasul. Meskipun demikian di dalam Al-Qur’an terdapat penggunaan kata wahyu dalam pengertian lain antara lain mempunyai pengertian ilham seperti Q.S. Al- Zalzalah (99) : 5.

karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang demikian itu) kepadanya”.


Q.S. Al-Nahl (16) : 68.

Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah buatlah sarang-sarang di bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat tempat yang dibuat manusia”.


Q.S. Al-Anfal (8) : 12.

Ingatlah ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat. Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirianmu) orang-orang yang telah beriman kelak akan aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pandanglah tiap-tiap ujung jari mereka.


Q.S. Al-Qashash (28) :7

Dan kami wahyukan (ilhamkan) kepada Ibu Musa susukanlah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka buanglah dia ke dalam sungai (nil) dan janganlah kamu khawatir dan janganlah pula bersedih hati karena sesungguhnya kami akan mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya salah seorang dari para Rasul”.


Dalam beberapa ayat tersebut kata “kami wahyukan” mempunyai arti Ilham karena wahyu tersebut ditujukan pada lebah, kepada para malaikat dan kepada Ibu Musa. Dan bukan kepada Rasul/Nabi yang diutus.

Ilham sendiri menurut sifatnya bisa diterima oleh siapa saja yang dikehendaki oleh Allah, sedangkan wahyu khusus kepada para Nabi atau Rasul



  1. Macam-macam kitab

Kitab dalam arti bahasa berarti sesuatu yang ditulis, kitab juga berarti perintah atau ketentuan-ketentuan, sehingga Kitabullah berarti perintah-perintah atau ketentuan-ketentuan Allah yang ditulis, ketentuan-ketentuan yang ditulis tersebut adakalanya hanya beberapa lembar saja, sehingga disebut mashab atau jama’nya suhuf. Seperti suhuf atau mushabnya Nabi Ibrahim, dan Nabi Musa, Nabi Nuh dan Sebagainya.

Apabila mushab-mushab tersebut dikumpulkan dalam jumlah yang lebih besar dan dibukukan maka disebut kitab.

Adapun kitab-kitab Allah yang tersebut dalam Al-Quran adalah :


    1. Kitab Taurat, yang diturunkan kepada Nabi Musa. Seperti tersebut dalam Q.S. Ali Imran (3) :3

Dia menurunkan Al kitab (Al- Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya, membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya, dan menurunkan Taurat dan Ijil”.



    1. Kitab Zabur, diturunkan kepada Nabi Dawud A.S.tersebut dalam Q.S.An-Nisa’ (4) : 163.dan Q.S. Al-Isra’ (17) :55 dengan bunyi yang sama.


Dan kami turunkan kabar kepada Nabi Dawud”.


    1. Kitab Injil, diturunkan kepada Nabi Isa seperti tersebut dalam Q.S. Ali Imran (3) : 3 di atas.

    2. Kitab Al-Qur’an, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Tersebut dalam Q.S. Thoha (20) : 113

Dan demikianlah kami menurunkan Al-Quran dalam bahasa Arab dan kaum telah mencanangkan dengan berulangkali, didalamnya sebagian dari ancaman agar mereka bertagwa atau agar Al-Qur’an itu menimbulkan pengajaran bagi mereka”.




  1. Penulisan dan penjagaan Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang isi dan redaksinya datang dari Allah, setiap kata dan ayat-ayatnya seluruhnya berasal dari Allah. Keaslian dan intensitasnya terjamin sehingga tidak ada keraguan sedikit pun bagi umat Islam terhadap kitab sucinya. Sungguh suatu hal yang menakjubkan dan tidak bisa dibandingkan dengan kitab suci yang mana pun.

Mengapa Al-Qur’an yang terdiri dari 30 juz. Dengan 125 surat dan ribuan ayat-ayatnya sampai hari ini dan bahkan sampai kapan pun otentik ? Beberapa jawaban dapat dikemukakan.



  1. Al-Qur’an dijaga dan dijamin oleh Allah Dzat Yang Maha Pencipta Sendiri sebagai mana ditegaskan dalam Q.S. Al-Hijr (15) :9

Sesungguhnya kami (Allah) yang menurunkan Al-Hijr (Al-Qur’an) dan kami (Allah) yang akan menjaganya”.




  1. Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun sejak Muahammad diangkat menjadi Nabi dan Rasul sampai Beliau wafat.

  2. Al-Qur’an merupakan pelipurlara dan penyejuk hati umat Islam, karena Al-Qur’an turun bersama dengan perjuangan Rasulullah bersama para sahabat dalam menegakkan Islam yang penuh hambatan dan halangan, jerih payah serta penindasan, intimidasi dari orang-orang yang ingkar dan kafir.

  3. Hal ini mendorong umat Islam untuk menghafalkan dan menyebarkan kepada keluarga, kerabat dan handaitaulan yang ditemuinya. Semangat kaum muslimin untuk menghafal semakin besar ketika Allah akan menyatakan bahwa membaca Al-Qur’an sebagai ibadah, dan bahkan Al Qur’an menjadi salah satu bacaan dalam ibadah Sholat (ibadah formal), penghafalan Al-Quran terus berlanjut hingga hari ini.

  4. Dilihat dari sejarah penulisan Al-Qur’an, bahwa sejak Rasullullah menerima wahyu, di samping dihafal juga diperintahkan untuk menulis, dan Rasulullah memiliki penulis Al-Qur’an tidak kurang dari 10 orang sahabat, di antaranya Zaid Bin Tsabit. Tulisan-tulisan tersebut disimpan di rumah Rasulullah dan sebagian sahabat menulis untuk dirinya sendiri.

Pada Zaman Khalifah Abu Bakar, atas anjuran umar bin khattab dibentuk satu tim yang bertugas menuliskan ayat al-Qur’an menjadi satu kitab. Kemudian pada Zaman khalifah Usman dibentuk satu tim untuk menulis dan menggandakan Al-Qur’an dengan diadakan penyempurnaan tanda-tanda bacanya. Salah seorang anggota tim tersebut adalah Zaid bin Tsabit yang juga menjadi anggota tim penulis Zaman Abu Bakar. Al-Qur’an yang ditulis pada Zaman khalifah Usman inilah yang sampai sekarang menjadi rujukan penulisan Al-Qur’an, sehingga Al-Qur’an sekarang ini dikenal sebagai mushaf Usmani.

  1. Penyampaian wahyu Ilahi (Al-Quran) dari Rasulullah kepada para sahabat, terus kepada generasi tabiin oleh tabiit-tabiin dan seterusnya berlangsung terus menerus secara mutawatir (oleh orang banyak) dan tidak mungkin berdusta). Hal ini terbukti di seluruh dunia Al-Qur’an tetap sama, perbedaan bukan pada ayat-ayatnya tetapi hanya pada kodifikasi (cara penulisan) belaka.

  2. Kemajuan ilmu dan Teknologi terutama dalam dunia percetakan seperti ditemukannya komputer ikut menjamin pemeliharaan dan penjagaan Al-Qur’an, sehingga setiap kesalahan dan usaha pemalsuan Al-Qur’an segera diketahui. Begitulah Al-Qur’an akan terjamin keasliannya sampai akhir Zaman.




  1. Isi Kandungan Al-Qur’an.

Secara garis besar Al-Qur’an sebagai sumber nilai dan ketentuan hukum Ilahi mengandung pokok-pokok ajaran sebagai berikut :

    1. Pokok Aqidah Islam yang berintikan pada keimanan kepada Allah, Malaikat, kitab, Rasul, hari akhir dan taqdir Ilahi.

    2. Pokok-pokok syariah Islam, yang mengenai hubungan manusia dengan Tuhan (ibadah) dan hubungan dengan sesama manusia dan alam semesta (muamallah).

    3. Pokok-pokok nilai dan norma tingkah laku / nilai dasar etika Islam / yang melahirkan ilmu akhlaq.

    4. Informasi tentang gejala-gejala alam dan hukum-hukum Alam (Sunatullah) yang mendukung pertumbuhan ilmu pengetahuan.

    5. Kisah-kisah para Nabi dan Rasul serta umat terdahulu sebagai ibarat (pelajaran)

    6. Janji dan ancaman Tuhan bagi umat manusia yang baik maupun yang jahat.

Semua yang terkandung di dalam Al-Qur’an secara perinsip cukup lengkap sebagai pedoman hidup dan kehidupan manusia sampai akhir Zaman. Al-Qur’an merupakan kitab suci yang sempurna dan diridhoi Allah untuk dianut sebagai tanda bukti kesempurnaan nikmat Allah. Seperti tersebut dalam Q.S. Al-Maidah (5) : 3
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً
Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmatku, dan telah ku ridhoi islam itu menjadi agamamu.”
Dengan disempurnakannya Al-Qur’an, bagi umat islam tidak perlu lagi pada kitab suci yang lain, karena semua kitab Allah sebelum al-Qur’an telah terangkum di dalamnya, bahkan Al-Qur’an berfungsi sebagai penyempurna, pembenaran dan sebagai batu ujian (koreksi) terhadap kitab-kitab sebelumnya, seperti tersebut dalam : Q.S. AN-Nisa (4) : 46

Sebagian orang-orang yahudi, mereka merobah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata “ Kami mendengar tetapi kami tidak mau menurutinya”. Dan mereka mengatakan pula “Dengarlah”, semoga kamu tidak mendengar apa-apa. Dan mereka mengatakan “Riina, dengan memutar –mutar lidahnya dan mencela Agama, sekiranya mereka mengatakan “kami mendengar dan menurut, dan mendengarlah dan perhatikanlah kami”, tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat. Akan tetapi Allah mengutuk mereka karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali imannya sangat tipis .”


Pada Q.S. Al –Maidah (5) : 13 dinyatakan

(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, kami kutuki mereka, dan kami jadikan hati mereka membatu, mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya. Dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya. Dan kamu (Muhammad) senantiasa melihat kehinaan mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat) , maka maafkanlah mereka, dan bicarakanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”


Dalam Q.S. Al-Maidah (5) : 15 dinyatakan

Hai ahli kitab (Yahudi dan Nasrani), sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al-Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) diberikannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan.”




  1. Sejarah Turunnya Al-Qur’an dan Pelembagaannya

Al-Qur’an diturunkan dengan perantara malaikat Jibril, tidak sekaligus, tetapi berangsur-angsur selama lebih kurang 23 tahun. Dimulai pada bulan Ramadhan tahun ke 4 dari kelahiran Nabi dan berakhir pada tanggal 9 Dhulhijah tahun 10 Hijriyah.

Adapun ayat yang mula-mula turun adalah surat Al-Alaq ayat satu sampai lima, dan ayat yang terakhir diturunkan adalah surat Al-Maidah ayat 3.

Nabi Muhammad adalah ummi (tidak bisa membaca dan menulis), sebagaimana bangsa Arab pada masa itu kebanyakan adalah buta huruf. Oleh karena itu Al-Qur’an diajarkan oleh Nabi dengan cara yang praktis melalui hafalan, dan kepada beberapa orang yang dapat menulis diperintahkannya untuk menulisnya di atas batu-batu tipis, pelepah kurma, kulit-kulit binatang dan sebagainya.

Di antara para sahabat penulis wahyu yang amat dikenal adalah Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Muawwiyah, Zaid Ibn Tsabit, Ubay Ibn Kaab, Khalid Ibn Walid, dan Tsabit bin Qais. Jadi pada masa Nabi masih hidup di samping Al-Qur’an jadi hafalan para sahabat, juga ditulis dan disimpan oleh para penulisnya dan sebagian ada yang diperintahkan untuk menulis buat Nabi dan disimpan oleh Nabi sendiri.

Nabi selalu melakukan bacaan-bacaan Al-Qur’an berulang kali terutama pada bulan Ramadhan yang disaksikan oleh malaikat Jibril dan diikuti oleh para sahabat. Dengan cara itulah maka Al-Qur’an terpelihara dengan baik sampai beliau wafat tahun ke 11 Hijriyah (tahun 632 M).

Setelah Nabi wafat khalifah Islam dipegang oleh sahabat Abu Bakar. Pada masa itu orang-orang yang mendakwakan diri sebagai Nabi yang menolak membayar zakat, bahkan ada yang murtad. Untuk menumpas kaum murtad itulah sahabat Abu Bakar mengirim pasukan untuk memerangi mereka. Dalam pertempuran yang terjadi banyak pasukan yang gugur, termasuk sebagian para penghafal Al Qur’an. Keadaan ini menyebabkan kekhawatiran umat Islam karena berkurangnya para penghafal Al-Qur’an.

Dalam keadaan demikian maka sahabat Umar mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar agar mengumpulkan tulisan Al-Qur’an dan menyalin dalam sebuah kitab. Mula-mula khalifah keberatan, namun akhirnya menerima usulan Umar dan memerintahkan Zaid Ibnu Tsabit dan dibantu oleh beberapa orang sahabat. Setelah menyelesaikan tugas tersebut maka hasil pekerjaan panitia tersebut diserahkan kepada khalifah untuk disimpan di rumah Abu Bakar.

Setelah Abu Bakar wafat, khalifah Islam dilanjutkan oleh sahabat Umar Ibnu Khathab tahun 13 H (634 M) sampai tahun 23 H (644 M). Pada masa itu Al Qur’an disimpan oleh khalifah Umar dan tetap terpelihara dengan baik.

Masa pemerintahan khalifah Ustman Ibnu Affan (644-656 M). Pemerintahan Islam semakin luas, dan banyak orang yang masuk Islam berasal dari bangsa non Arab, pada masa itu para sahabat Nabi banyak yang terpencar ke daerah-daerah dan sering terjadi perbedaan cara membaca Al Qur’an dan bahkan sering terjadi perselisihan. Hal ini mendorong sahabat Huzaifah al Yaman untuk mengusulkan kepada khalifah Ustman untuk menyalin / membukukan Al Qur’an kemudian diumumkan kesepakatan para sahabat Nabi. Selanjutnya disiarkan di daerah-daerah kekuasaan Islam.

Usulan tersebut akhirnya diterima khalifah Ustman dengan membentuk sebuah panitia pembukuan Al Qur’an yang terdiri dari empat orang sahabat Nabi, yaitu Zaid Ibnu Tsabit, Abdullah Ibnu Zubair, Saad Ibnu Al Ash, dan Abdurrahman Ibnu Al Harits Ibnu Hasyim dan dibantu beberapa orang guru Al Qur’an.

Pembukuan ini juga berpedoman pada naskah yang ditulis pada masa khalifah Abu bakar yang disimpan oleh Hafsah binti umar.

Panitia tersebut menggadakan Al Qur’an menjadi tujuh naskah untuk dikirim ke wilayah-wilayah (Syam, Makkah, Yaman, Bahrain, Basrah, dan Kufah), yang satu diserahkan kepada khalifah Ustman di Madinah.

Setelah itu khalifah Ustman memerintahkan semua naskah yang tidak lengkap dan berserakan dikumpulkan dan dibakar, sedangkan naskah yang dipinjam dari Hafsan binti Umar dikembalikan kepadanya. Tetapi akhirnya dibakar juga pada masa pemerintahan khalifah Marwan Ibn Hakam dari Bani Umayah (683-685 M).

Al Qur’an yang dibukukan pada zaman khalifah Ustman itulah yang menjadi pedoman penulisan Al Qur’an hingga saat ini, yang kemudian dikenal dengan mushaf Ustmani. Dalam perjalanan sejarahnya naskah tersebut tidak mengalami perubahan isi, tetapi dalam teknis penulisan diadakan penyempurnaan seperti tanda baca fat-hah, dhommah, kasroh, syaddah dan sebagainya sesuai dengan perkembangan kebudayaan umat Islam guna menjaga agar tidak terjadi kesalahan cara membacanya.

Pada abad ke IV Hijriyah teknis penulisan disempurnakan dengan diadakan pembagian Al-Qur’an menjadi 30 juz, dan tiap-tiap hazib dibagi dua yang disebut dengan rubu’ dan seterusnya.

Seluruh mushaf Ustman tersebut terdiri dari 116 surat, dan jumlah ayatnya 6645 buah tanpa menghitung basmallah pada tiap awal surat kecuali pada surat al fatikah. Kalau semua basmallah pada semua surat dihitung maka jumlah ayat-ayat Al Qur’an menjadi 6758 ayat.





Yüklə 0,68 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin