Buku pedoman kuliah


Selain shalat fardhu yang wajib dijalankan oleh setiap muslimin muslimah ada pula shalat wajib yang cukup dijalankan oleh sebagian muslim/muslimah (hukumnya fardhu kifayah), yaitu shalat jenazah



Yüklə 0,68 Mb.
səhifə9/11
tarix03.01.2019
ölçüsü0,68 Mb.
#89055
1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11

Selain shalat fardhu yang wajib dijalankan oleh setiap muslimin muslimah ada pula shalat wajib yang cukup dijalankan oleh sebagian muslim/muslimah (hukumnya fardhu kifayah), yaitu shalat jenazah.


Jika ada salah satu atau beberapa orang Islam yang meninggal, maka kewajiban yang harus dilakukan adalah memandikan (mengkafani, menyalatkan dan menguburkan).

Apabila kewajiban mengurus jenazah tersebut sudah dilaksanakan oleh sebagian umat Islam atau dilaksanakan secara bersama-sama maka telah gugur kewajiban semua umat Islam, tetapi apabila tidak dilaksanakan baik salah satu maupun semua maka semua umat Islam ikut memikul dosa karena tidak dilaksanakannya kewajiban tersebut. Dalam kaitannya dengan shalat jenazah, semakin banyak yang ikut menyalatkan semakin baik, dan bagi para ta’ziyin ta’ziyah yang dapat menyalatkan dan mengantarkannya sampai pemakaman akan memperoleh pahala yang besar yang dalam hadits Nabi dikatakan sebesar dua bukit (Qirathani).

Dalam rangka peningkatan iman serta memperbanyak amal umat Islam dianjurkan untuk melaksanakan shalat sunat, yaitu shalat yang apabila dilaksanakan akan mendapatkan pahala. Sedang apabila ditinggalkan tidak akan mendapatkan siksa.

Shalat sunat tersebut bermacam-macam jenis dan cara mengerjakannya. Diantaranya shalat rawatib, shalaitul lail atau shalaty malam (tahajud, tarawih dan witir). Shalat istiharah, shalat istisqa’ (minta hujan), shalat id ain (idul fitri dan idul adha). Shalat gerhana bulan (khusuf) dan shalat gerhana matahari (kusuf) dan sebagainya.

Dalam pengajaran shalat tata cara pelaksanaan shalat fardhu maupun shalat sunat telah diatur sedemikian rupa sesuai dengan contoh Rasulullah, demikian pula terdapat bacaan-bacaan shalat yang kita dapati di dalam pengajaran shalat. Perbedaan tata cara dan bacaan shalat tersebut diperbolehkan selama mengikuti apa yang dicontohkan oleh Rasulullah. Karena Rasulullah memerintahkan :
Shalatlah kamu sebagaimana aku shalat”


  1. Zakat

Menurut Lughat (bahasa) kata zakat berasal dari kata zakiya. Yazka yang berarti pensucian. Kata zakat juga berarti nama (kesuburan(, thaharah (suci), barokah (keberkatan), dan tazkiyah (pensucian).

Menurut syara’, zakat adalah pemberian yang wajib diberikan dari harta tertentu, menurut sifat-sifat dan ukuran tertentu kepada golongan tertentu pula. Dalam Q.S At-Taubah (9) : 103 dinyatakan :



Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”


Dari segi harta yang harus dizakatkan, zakat adalah harta benda milik tetap seseorang, harta modal dan keuntungan perniagaan, binatang ternak, hasil pertanian, hasil pertambangan, dan hasil penerimaan barang terpendam, serta zakat fitrah. Selain zakat fitrah disebut zakat mal.

Istilah zakat juga disebut Al-Haq (Al-Haqqah) seperti tersebut dalam Q.S Al-An’am (6): 141





Dan tunaikanlah hak-haknya di hari memetik hasilnya, dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”


Zakat juga disebut Al-Nafaqah artinya membelanjakan. Sebagaimana tersebut dalam Q.S. At-Taubah (9): 34



Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapatkan) siksa yang pedih.”


Zakat merupakan lembaga khas Islam yang sudah diwajibkan Allah sejak zaman Nabi Ibrahim dan Nabi-nabi sesudahnya seperti tersebut dalam Q.S. Al-Anbiya’ (21) : 73 dan Q.S. Al-Maidah (5) : 12. Hanya saja pada zaman sebelum Nabi Muhammad berbeda-beda tekanannya tentang aturannya, dan setelah zaman Islam menjadi sempurna pulalah lembaga zakat.

Kedudukan zakat sebagai rukun Islam yang ketiga sebagai salah satu bentuk pembinaan hubungan antar sesama dan mendorong umat Islam untuk berusaha agar dapat membayar zakat.

Adapun golongan-golongan yang berhak menerima zakat ada 8 asnaf (golongan) seperti tersebut dalam Q.S. At-Taubah (9) : 60

Sesungguhnya zakat (shadaqah) itu hanyalah untuk orang-orang fakir. Orang-orang miskin, pengurus zakat (amil). Para muallaf, orang-orang berhutang. Untuk Sabilillah (jalan Allah), dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan (Ibu Sabil). Untuk sebagai ketepatan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”


Adapun macam-macam zakat secara garis besar dibagi dua macam, yaitu zakat mal (zakat harta) dan zakat nafz (jiwa), yang juga disebut zakat fitrah. Zakat mal telah difardhukan Allah sejak permulaan Islam sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, sedangkan zakat fitrah diwajibkan sejak tahun kedua Hijriyah bertepatan dengan tahun 623 Masehi, tepatnya dua hari sebelum Idul Fitri.

Secara garis besar nisab zakat mal meliputi :



  • Zakat emas dengan nisabnya 80 gr dan zakatnya 2½ %.

  • Zakat perak dengan nisabnya 560 gr perak dengan zakatnya 2½ %

  • Zakat buah-buahan atau hasil tanaman nisabnya 1000 kg dengan zakatnya + 5% sampai 10%.

  • Zakat ternak (binatang ternak), dengan nisabnya :

Unta tiap 5 ekor zakatnya 1 ekor kambing kerbau; dan sapi tiap 30 ekor kerbau/ sapi zakatnya 1 ekor kerbau/ sapi umur 2 tahun. Kambing tiap 40 ekor zakatnya 1 ekor.

  • Harta rikaz zakatnya 20%

Dalam perkembangan pemikiran Islam, penghasilan lain seperti gaji pegawai negeri atau swasta juga terkena kewajiban zakat, sedangkan nisab dan zakatnya terdapat perbedaan pendapat. Ada yang mengiyaskan dengan emas dan perak, ada yang diqiyaskan dengan hasil pertanian, dan ada pula diqiyaskan dengan perniagaan. Mengenai kesempurnaan zakat dipengaruhi oleh beberapa hal penting :

  • Dilandasi oleh keimanan, keislaman dan keihsanan para pembayar zakat

  • Dilandasi oleh niat yang ikhlas untuk mencari ridha Ilahi, dan bersih dari ria’

  • Ketepatan waktu, jumlah dan mutu zakat

  • Penyebaran/ pendistribusian yang profesional dan disesuaikan dengan situasi kondisi

Sebenarnya pembayaran zakat bisa dilakukan secara langsung oleh mereka yang wajib membayar zakat untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya, namun dalam perkembangannya akan lebih baik kalau dilembagakan secara organisatoris dan profesional.

Adapun tujuan pelaksanaan zakat, selain untuk membersihkan atau mensucikan harta dan jiwa juga dimaksudkan untuk :



  • Mengurangi jurang pemisah antara si kaya dengan si miskin

  • Untuk menjalin hubungan yang harmonis antar umat Islam serta antar anggota keluarga

  • Menjaga terjadinya berbagai kejahatan seperti pencurian, penipuan, perampokan, korupsi, kekacauan sosial dan sebagainya.

  • Agar harta benda tidak hanya beredar di lingkungan orang kaya saja, tapi juga mendorong berputarnya roda perekonomian masyarakat.

Dengan terlaksananya zakat tersebut dapat mendatangkan berbagai maslahat baik untuk subyek zakat maupun bagi penerima zakat dan bagi umat Islam dan manusia pada umumnya. Sebaliknya tidak terlaksanannya zakat akan menimbulkan jurang pemisah yang semakin dalam antara si kaya dengan si miskin, mendorong timbulnya iri hati, rasa benci, dan kejahatan di tengah kehidupan masyarakat sehingga sulit mewujudkan keharmonisan, ketentraman dan kasih sayang antar anggota masyarakat.

Dalam konsep Al-Qur’an istilah zakat kadang kala diidentikkan dengan shadaqah dan infak, tetapi dapat juga dibedakan.

Shadaqah yaitu pemberian harta secara sukarela terhadap seseorang atau suatu lembaga sebagaimana dinyatakan dalam hadits Nabi :.
Telah diberitahukan atas tiap-tiap diri memberi shadaqah pada tiap-tiap hari yang terbit padanya matahari. Di antara yang demikian itu ialah berlaku baik antara dua orang, menolong orang memarkir kendaraannya dan menaikkan barangnya, menghilangkan kotoran dari jalan raya. Ucapan yang baik itu shadaqah, tiap-tiap langkah buat pergi ke masjid (shalat) adalah shadaqah (H.R. Ahmad).”
Pada hadits lain dikatakan bahwa tersenyum (yang menyenangkan) orang lain juga shadaqah. Jadi istilah shadaqah mempunyai konotasi yang lebih luas daripada zakat, sebab tidak hanya berkaitan dengan harta saja. Demikian pula dengan istilah infaq, sering disamakan tetapi juga dapat dibedakan dengan zakat. Karena sama-sama membayar atau membelanjakan sebagian harta atau rizki pemberian Allah, tetapi dalam hal infaq tidak dibatasi jenis maupun jumlahnya.


  1. Shiam (Puasa)

Dilihat dari segi lughat (bahasa) kata shiam berasal dari kata “shiama-shauman-shiyaman yang berarti menahan atau mengekang, dalam masyarakat kita dikenal dengan istilah puasa atau berpantang.

Menurut istilah syara’, shiam atau puasa adalah menahan diri dari makan, minum serta segala yang dapat membatalkan puasa sejak terbitnya fajar shidig (subuh) sampai terbenam matahari (maghrib).

Puasa merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap umat Islam dan sekaligus merupakan salah satu dari rukun Islam. Kewajiban puasa tersebut berdasarkan perintah Allah dalam Q.S. Al-Baraqah (2) : 183

Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.”


Berdasar ayat tersebut maka kewjiban puasa sudah diperintakam pada umat sebelum Nabi Muhammad (umat terdahulu). Sedangkan kewajiban puasa yang diperintahkan kepada umat Islam dalam ayat tersebut adalah puasa Ramadhan.

Perintah menjalankan puasa ini sudah dimulai pada tahun kedua Hijriyah karena ayat tersebut turun pada bulan sya’ban tahun kedua Hijriyah.

Puasa dalam Islam berbeda dengan yang dilakukan oleh agama dan kepercayaan lain seperti bertapa, mati geni, mutih dan sebagainya. Tujuan dan pelaksanaan puasa dalam Islam harus mengikuti syariah, artinya tatacara, dan waktunya mengikuti ketentuan agama, tidak boleh merusak diri dan bahkan karena sesuatu hal boleh diganti hari lain atau diganti dengan fidyah seperti disebut dalam Q.S Al-Baqarah (2): 184

Yaitu dalam beberapa hari yang tertentu. Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia terbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengerti.”


Dalam Al-Qur’an dan hadits tidak dijelaskan jenis, sifat dan kadar atau ukuran sakit dan musafir itu, sehingga para ulama Islam memberikan ijtihadnya masing-masing antara lain :

  1. Dibolehkan tidak berpuasa bagi setiap orang sakit dan musafir dengan tidak membedakan jenis, sifat dan kadar atau ukuran sakitnya dan perjalannya seperti bunyi ayat tersebut inilah pendapat Ibnu Sirin dan Daud Az Zahiri.

  2. Diperbolehkan tidak berpuasa bagi orang yang sakit dan musafir yang benar-benar berat untuk berpuasa. Sedang jenis, sifat dan kadar ukurannya diserahkan pada rasa tanggung jawab masing-masing. Pendapat ini dipelopori oleh ulama ahli tafsir.

  3. Diperbolehkan tidak berpuasa bagi orang sakit apabila sakitnya itu berat dan dapat mempengaruhi keselamatan jiwa atau tubuhnya atau menambah sakitnya. Begitu juga bagi musafir apabila perjalanan itu berat atau jauh (paling sedikit 16 farsakh ( + 80 km)

Adapun orang Islam yang boleh tidak puasa tapi harus mengganti dengan membayar fidyah adalah :

  1. Orang tua yang tidak mampu berpuasa

  2. Wanita hamil atau sedang menyusui anak

  3. Orang sakit yang tidak sanggup berpuasa dan tidak ada harapan sembuh

  4. Orang yang setiap hari bekerja keras dan membanting tulang untuk mencari nafkah sehingga berat baginya berpuasa.

Mengenai macam-macam puasa dalam Islam terdapat beberapa macam antara lain :

  • Puasa fardhu/ wajib, termasuk di dalamnya puasa Ramadhan, puasa qadha, puasa nadzar, puasa kifarat dan puasa fidyah.

  • Puasa sunnat, antara lain puasa hari senin dan kamis, puasa 6 hari bulan syawal, puasa tanggal 6 Dzulhijah, puasa asyura (tanggal 10 Muharram) dan puasa tiap tanggal 13, 14 dan 15 bulan Qamariyah

  • Puasa haram, termasuk didalamnya puasa terus menerus. Puasa tanggal 1 syawal dan 10 Dzulhijah, hari Tasyrik (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijah, dan hari siqah (30 sya’ban)). Wanita sedang haid atau nifas, puasa sunat bagi istri tanpa ijin suami.

  • Puasa makruh antara lain : puasa sunat dengan susah payah (sakit/ musafir), puasa sunnat pada hari Jum’at saja atau Sabtu saja kecuali hari tersebut berpetapan dengan hari yang disunatkan berpuada.

Bermacam-macam puasa tersebut tata cara pelaksanaannya sama saja, yaitu tidak makan dan tidak minum serta tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar shidiq (subuh) sampai terbenam matahari (maghrib).

Kesempurnaan puasa tersebut tidak hanya dilakukan dengan menahan makan minum dan jima’ (bersetubuh) di siang hari tetapi juga harus menjaga diri dari perkataan kotor dan perbuatan jahat atau ma’siyat. Selain itu juga harus dipenuhi syarat-syarat dan rukun puasa.

Adapun hikmah dilaksanakannya puasa, sesuai dengan tujuan puasa yaitu agar menjadi orang yang bertaqwa, selain itu diharapkan dapat membentuk akhlak dan pribadi yang baik, untuk pengembangan nilai-nilai sosial, untuk meningkatkan disiplin rohaniah dan sebagainya. Jadi selain menjalin hubungan yang baik/ berbakti kepada Allah, juga dapat meningkatkan hubungan yang baik dengan sesama manusia.


  1. Haji

Haji merupakan rukun Islam yang terakhir dan merupakan syariat terakhir yang diwajibkan oleh Allah bagi manusia yang mampu melaksanakan. Artinya mempunyai harta/ bekal, waktu, sehat dan aman. Firman Allah dalam Q.S Ali Imran (3) : 97

Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”


Menurut bahasa, haji adalah pergi ke suatu tempat untuk mengunjunginya, sedang menurut istilah agama, haji adalah pergi ke Baitullah (ka’bah) untuk melaksanakan ibadah haji yang telah ditetapkan Allah.

Tata cara pelaksanaan haji sudah ditentukan sedemikian rupa, baik menyangkut rukun, syarat, wajib, sunnahnya maupun yang boleh dan yang dilarang untuk dilakukan selama mengerjakan ibadah haji. Pelaksanaan haji dan umrah termasuk ibadah yang cukup rumit. Oleh karena itu perlu dipelajari terlebih dahulu sebelum melaksanakannya.

Sekarang ini sudah banyak diselenggarakan manasik atau latihan melaksanakan haji baik oleh Pemerintah maupun lembaga keagamaan Islam sehingga mempermudah bagi calon haji untuk dapat melaksanakan ibadah tersebut, bahkan pemerintah sudah mempersiapkan proses pelaksanaan haji mulai pemberangkatan, pelaksanaan sampai kembali ke tanah air.

Dalam pelaksanaan haji terdapat macam-macam haji :



  1. Haji Ifrad, yaitu mendahulukan haji dan setelah selesai hajinya, lalu pergi ke tempat halal (tahallul), selanjutnya terus berihram dan niat untuk umrah.

  2. Haji Qiran, yaitu mengumpulkan haji dengan umrahnya, melaksanakan amalan haji dengan menyatukan niat untuk haji dan umrah. Bagi yang melaksanakan cara ini harus membayar dam (denda) dengan menyembelih seekor kambing, kecuali bagi penduduk Mekkah.

  3. Haji Tamattu, yaitu dengan melampaui maqad, dia niat ihram untuk umrah dan bertahallul di Mekkah, terus tamattu dengan meninggalkan semua larangan-larangan ihram sampai tiba waktu haaji. Bagi yang melaksanakan cara ini harus mengeluarkan dam, apabila tidak kuat membayar dam, maka puasa tiga hari waktu dalam haji sebelum hari raya Qurban, kemudian puasa tujuh hari setelah kembali dari haji.

Hukum melaksanakan haji dan umrah adalah wajib ain bagi setiap muslim yang mampu, sekali seumur hidup, selebihnya hukumnya sunnah. Mampu disini ada dua macam yaitu mampu untuk dilaksanakan sendiri, dan mampu menggunakan hartanya untuk haji tetapi dilaksanakan orang lain (membayar bagi yang mewakili).

Adapun syarat-syarat haji secara lengkap adalah Islam, merdeka, mukallaf dan mampu/ kuat. Sedangkan rukun haji adalah :



  1. Ihram, yaitu niat untuk memulai melaksanakan haji

  2. Wukuf, yaitu berhenti di padang arafah mulai dari tergelincir matahari pada hari arafah (tanggal 9 Dzulhijah) dan habis waktu menyingsing fajar shidiq pada hari Nahr (Idul Adha tanggal 10 bulan Dzulhijah) inilah yang membedakan haji dengan umrah, sebab pada umrah tidak dirukunkan untuk wukuf.

  3. Thawaf, yaitu keliling ka’bah tujuh kali dengan persyaratan :

  1. Suci dari hadits dan najis

  2. Menutup aurat

  3. Dilaksanakan di ka’bah sedang kedudukan ka’bah di sebelah kiri yang thawaf.

  4. Thawaf dimulai dari hajar aswad

  5. Dilakukan sebanyak tujuh kali

Pelaksanaan Thawaf ini ada beberapa macam :

  1. Thawaf qudum, dilaksanakan ketika mulai masuk Mekkah setelah ihram

  2. Thawaf rukun/ ifadhah, dilaksanakan setelah wukuf

  3. Thawaf sunnah, tidak menentu waktunya yaitu ketika diinginkan

  4. Thawaf wada’ yaitu dilaksanakan ketika akan pulang (meninggalkan Mekkah)

  1. Sai, yaitu lari-lari kecil antara shafa dan Marwah, dilaksanakan setelah thawaf, dimulai dari shafa ke Marwah, dan dilaksanakan sebanyak tujuh kali.

  2. Bercukup, paling sedikit tiga hellai rambut

  3. Tertib atau berturut-turut

Selain rukun haji ada hal-hal yang wajib dilaksanakan pada waktu haji yaitu :

  1. Ihram dari miqad

  2. Bermalam di Mudzdahfah

  3. Melempar jumrah aqabah pada hari nahr dengan kerikil sebanyak tujuh kali.

  4. Melempar jumrah tiga (ula, wusdqa, dan aqadah) pada hari tasyrik

  5. Menginap/ bermalam di Mina pada malan hari tasyrik

  6. Thawaf wada’ ketika akan meninggalkan Mekkah

Dalam haji dibedakan antara rukun haji dengan wajib (hal-hal yang harus dilakukan). Rukun haji harus dilaksanakan, kalau tidak hajinya tidak syah. Sedang wajib yang harus dilaksanakan kalau ditinggalkan harus membayar dam (denda), tetapi hajinya tetap syah.

Selain syarat, rukun dan wajib masih banyak hal-hal yang perlu diperhatikan termasuk sunnah-sunnahnya, hal-hal yang dilarang dan sebagainya. Oleh karena itu yang belum pernah melaksanakan sebaiknya mengikuti manasik haji.

Adapun waktu pelaksanaan haji sebagaimana tersebut dalam Q.S Al-Baqarah (2): 197

(musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, maka barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafath, berbuat fasik, dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.”


Bulan-bulan yang sudah ditetapkan tersebut menurut hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan juga sudah berlaku di dalam Mazhab Abu Hanifah, syafi’I dan Imam Ahmad bahwa waktu untuk mengerjakan haji itu ialah bulan syawal, Dzulhijah sampai dengan terbit fajar pada malam 10 Dzulhijah. Ketentuan ini telah berlaku sejak Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Pada zaman Islam datang ketentuan itu tidak dirobah, malahan diteruskan sebagaimana yang sudah berlaku.

Orang-orang yang sedang menjalankan haji dilarang bersetubuh, mengucapkan kata-kata kotor, melanggar larangan-larangan agama, berolok-olok, bermegah-megah, bertengkar dan bermusuhan.

Berdasarkan ketentuan tersebut, serta tujuan dan cara pelaksanaan haji sebagaimana telah dikemukakan diatas maka hikmah ibadah haji secara garis besar dapat dikemukakan sebagai berikut :


  1. Ibadah haji mendidik umat Islam untuk mau berkorban untuk beribadah dan jihad fi sabilillah

  2. Dengan ibadah haji dapat memperkokoh ukhkuwah Islamiyah melalui silaturahim di antara umat Islam sedunia.

  3. Ibadah haji dapat membentuk pribadi yang disiplin dan berakhlak mulia

  4. Dengan ibadah haji sdiharapkan dapat menjaga kemurnian ajaran Islam dan dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.

Bab VII. MUAMMALAH (Tatap Muka XIV)


1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)

    • Memahami konsep dan kedudukan Muammalah serta arti penting pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari menurut ajaran Agama Islam


2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

    • Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian Muammalah

    • Mahasiswa dapat menjelaskan Ruang lingkup Muammalah.

    • Mahasiswa dapat menyebutkan dan menjelaskan bidang-bidang muammalah seperti; perkawinan, kewarisan, Jual-beli, bank dan asuransi menurut pandangan Islam.




Yüklə 0,68 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin