Ceritanya, saya punya seorang teman cowok, namanya Dewa



Yüklə 244,7 Kb.
səhifə5/7
tarix29.10.2017
ölçüsü244,7 Kb.
#21260
1   2   3   4   5   6   7

Karina Utami Dewi

 

Negosiasi ini berlangsung pada hari Sabtu yang lalu dengan teman saya sendiri yang bernama Kiki (yang mukanya konflik banget). Hari itu saya memiliki lumayan banyak tugas yang berhubungan dengan KOMAHI, sehingga saya meminta  bantuan dari Kiki. Kiki pun datang ke kos saya dan membantu mengerjakan tugas tersebut. Kebetulan hari itu saya dan Kiki punya janji untuk buka bersama dengan anggota buddy kami. Maka saya bermaksud untuk meminta Kiki datang siang itu sehingga sorenya saya bisa nebeng pergi buka puasanya. Demand saya kepada Kiki saat itu adalah saya ingin pergi buka bersama dengan anak-anak buddy tapi tugas ke-KOMAHI-an bisa selesai sehingga saya sangat membutuhkan  bantuan Kiki. Tanpa disangka Kiki mengatakan pada saya bahwa dia harus pergi ke Muntilan sore itu karena salah seorang teman kosnya memintanya menemani ke sana. Sehingga ia pun bertanya bagaimana jika buka puasa bersama hari itu dibatalkan. Awalnya saya merasa keberatan karena sms untuk anggota buddy sudah disebar. Tapi Kiki berkeras bahwa dia harus pergi. Salah satu alasan saya menginginkan buka puasa bersama diadakan hari itu adalah karena saya tidak memiliki teman untuk berbuka dan makan malam, jadi saya berharap dengan buka puasa bersama maka ada yang menemani saya. Tapi kemudian saya berpikir bahwa memiliki teman untuk makan tidak harus mengadakan buka puasa dengan anak-anak buddy. Maka saya men-set goal dalam negosiasi itu yaitu yang penting saya punya teman untuk mengantarkan dan menemani saya makan malam. Kebetulan saat itu Kiki sambil lalu berkata bahwa ada sesuatu yang ingin dia beli. Melihat kesempatan ini, saya langsung menawarkan kepada Kiki untuk menemani dia membelinya sore itu, asalkan dia tidak pergi ke Muntilan (dengan harapan setelah membeli sesuatu itu saya bisa langsung makan malam bersama sehingga saya punya teman makan). Agar Kiki semakin yakin, saya pun mengirimkan sms kepada semua anggota buddy kami untuk membatalkan rencana buka puasa bersama. Limit saya dalam negosiasi itu adalah paling tidak ada yang mengantarkan saya beli makan malam untuk hari itu karena saya tidak punya kendaraan untuk pergi dan beli sendiri. Tapi saya masih berharap goal saya tercapai dengan penawaran menemani Kiki membeli sesuatu yang dia butuhkan. Awalnya Kiki setuju untuk batal ke Muntilan dan pergi bersama saya. Tapi tiba-tiba ia membatalkan rencana pergi bersama saya dan kembali ke demand awalnya, yaitu pergi ke Muntilan sore itu. Karena sepertinya demand Kiki itu sudah susah dibantah, saya pun mengutarakan limit saya, yaitu diantarkan membeli makan dan makan sendiri di kos. Kiki setuju dengan itu asalkan ia tetap pergi ke Muntilan, ia pun mengantarkan saya membeli makanan sore itu dan tugasnya hanya terselesaikan sebagian. Dalam negosiasi ini saya merasa saya berada pada posisi kalah karena demand awal saya yang terdiri dari : buka puasa dan menyelesaikan tugas tidak tercapai, dan yang saya dapatkan hanya sebatas limit yaitu ada yang mengantarkan saya beli makanan. Sedangkan Kiki berhasil mencapai demand-nya dari awal, yaitu pergi ke Muntilan dan membatalkan buka puasa bersama buddy.

***
Rizki S


Salah satu negosiasi yang saya lakukan minggu ini adalah ketika saya mengurusi fotokopian catatan untuk angkatan 2007. Pada hari Senin, Karin sebagai bendahara meminta saya  untuk mengurusi semua fotokopian catatan tersebut, sementara banyak tugas kuliah yang harus saya kerjakan dan harus dikumpulkan pada hari Kamis keesokan harinya. Pada awalnya saya menolak, tapi kemudian Karin mengatakan bahwa saya belum mengerjakan tugas saya sebagai danus, untuk membantunya dalam soal fotokopian ini, dan dia terus memaksa. Posisi saya disini adalah:

Goal : saya menjalankan kewajiban mengurus fotokopian tapi tidak sepenuhnya 


Demand : saya hanya ingin mengerjakan tugas dan tidak mau mengurusi fotokopian sama sekali 
Limit : saya mengorbankan waktu saya dengan mendahulukan urusan fotokopian tapi tetap menyediakan waktu untuk mengerjakan tugas

 
Saya menyampaikan demand saya kepada Karin, tapi Karin terus memaksa karena saya dianggap tidak bertanggung jawab dengan posisi saya sebagai anggota danus. Akhirnya saya menyadari bahwa saya memang belum mengerjakan kewajiban saya, saya pun setuju untuk mengurusi fotokopian tersebut, yaitu membawanya ke tempat fotokopian dan mengambilnya kembali pada hari Rabu. Tapi supaya waktu saya tidak terlalu tersita untuk mengurusi fotokopian itu, saya mengajukan permintaan kepada Karin yaitu ketika fotokopian sudah saya ambil, yang akan membagikannya adalah Karin. Alasan saya, ada kuliah yang harus saya ikuti setelah fotokopian diambil. Karin pun setuju dengan pembagian tugas tersebut. Dengan begini, walaupun demand saya tidak dikabulkan (karena memang overbidding dan tidak bertanggung jawab, hehe…) tapi saya berhasil mencapai goal saya yaitu tidak mengurusi fotokopian sepenuhnya dan malah membagi sebagian tanggung jawab saya dengan Karin.

***
Maredias M.Y.

 

      Sebenarnya negosiasi ini adalah antara teman saya dan seorang pemilik toko variasi sepeda motor di Jalan Bantul. Teman saya bermaksud membeli velg racing variasi untuk Suzuki Smash miliknya. Teman saya memilih salah satu model yang menurutnya menarik. Sayangnya model tersebut hanya tersedia untuk Suzuki Shogun 125 saja.



      Mula-mula teman saya bersikeras ingin membelinya (mengingat teman saya tersebut kurang pengetahuannya soal motor) ditambah lagi penjualnya yang sok tahu bilang kalau Suzuki Smash dan Shogun 125 itu sama saja velgnya (sama dari Hongkong pak…). Saya menantang penjualnya apabila ternyata velg tersebut tidak bisa dipasang apakah dapat dikembalikan. Si penjual ternyata tidak mau namun malah menawarkan potongan harga (nggak butuh pak…). Saya lalu bertanya kepada teman saya, “Pake velg ini (yang sudah dikasih potongan harga sehingga agak murah) tapi speedometernya nggak jalan, atau cari velg lain di toko lain yang konsekuensinya mungkin lebih mahal. Ternyata teman saya mengikuti saran saya.

      Sekadar tambahan waktu saya dan teman saya akan meninggalkan toko tersebut, penjualnya kembali menawarkan harga lebih murah (nggak masuk akal velg Venom dihargai 250rb saja). Namun dengan demikian saya jadi sadar kalau velg tersebut ternyata memang ada apa-apanya (nggak tahu apa tapi yang jelas nggak beres). Dan keputusan kami mencari di toko lain saya nilai keputusan yang tepat.

***
C.Vega Permana
Konteks perundingan  : Menentukan waktu mudik

Deskripsi   :

      Seperti biasa, menjelang Lebaran, mudik bareng teman-teman dengan mengendarai sepeda motor merupakan sesuatu yang mengasyikan. Oleh karena itu, Lebaran tahun ini pun saya berencana seperti itu. Namun demikian, masalah penentuan waktu pelaksanaannya menjadi sesuatu yang harus diputuskan setelah sebelumnya dinegosiasikan terlebih dahulu.

      Saya punya rencana untuk mudik hari Sabtu (H-7), tanggal 6 Oktober, karena hari itu kuliah sudah mulai libur, lagian duit juga sudah mulai menipis. Rencananya, berangkat dari Jogja sehabis sholat subuh, biar sampai rumah tidak terlalu siang. Tetapi, teman saya mempunyai rencana lain. Dia berencana mudik hari Selasa sore (H-4), tanggal 9 Oktober. Padahal dia baru libur mulai hari Kamis. Artinya, dia bolos satu hari. Perbedaan tanggal mudik ini membuat saya merasa perlu menegosiasikannya. Saya bujuk dia agar mau mudik hari Sabtu bareng saya, meskipun hal itu menjadikan dia bolos selama 3 hari. Toh, kalaupun dia pulang hari Selasa, tetap saja dia bolos. Rasanya, tanggung kalau bolos cuma 1 hari. Lagian, semakin mendekati Lebaran, banyak warung makan yang mulai tutup, sehingga kesulitan kalau mencari makan sahur. Saya juga berusaha bujuk dia dengan memberikan alasan kalau mudik H-4, jalur pantura sudah mulai padat. Oleh karena itu, lebih baik mudik hari Sabtu.

      Tetapi ternyata, teman saya tetap bersikukuh dengan rencananya. Dia tetap ingin mudik tanggal 9, atau kalau bisa tanggal 10, supaya tidak bolos kuliah. Saya pun demikian, tetap ingin mudik tanggal 6, dengan alasan-alasan seperti di atas. Karena saya pikir negosiasi kami mengalami negative bargaining range, maka kesepakatan pun tidak tercapai. Akhirnya, kami pun mudik sesuai dengan rencana masing-masing.

***
Sandra Shinta Dewi
Negosiasiku kali ini berkisar mengenai masalah pindah kosan.Teman kosanku (sebut saja Mulan-bukan nama sebenarnya) memtuskan untuk pindah kosan. Alasannya karena dia merasa tidak lagi nyaman di kosan. Sudah satu bulan ini ada sedikit pertengkaran antara temenku si Mulan ini dengan teman depan kamarnya (Maia-bukan nama sebenarnya juga). Karena aku jarang berada di kosan (kalo ke kos  seringnya untuk sekedar tidur-mandi-makan) jadi jujur saja aku tidak up to date dengan kejadian yang ada di kosan. Bahkan masalah si Mulan dan Maia yang ternyata telah terjadi satu bulan dan belumlah terselesaikan. Intinya ketika puncak masalah terjadi (dan lagi-lagi pada saat itu aku tidak berada di kosan) Mulan dan Maia bertengkar hebat. Akhirnya Mulan memutuskan untuk pindah. Dia hanya punya batas waktu sampai tanggal 5 sebelum dia harus membayar lagi uang kos. Dan beberapa hari ini Mulan begitu ambisius mengajakku untuk pindah bersamanya. Dengan argumennya :

- Kosan yang telah didapatnya jauh lebih murah biaya per  bulannya.

- Dia udah merasa 'klop' denganku

- Bapak kosnya lebih friendly

- Kamarnya juga lumayan luas  

Jujur saja, aku sedikit dilema awalnya. Karena tawaran pindah kos itu merupakan tawaran yang cukup menggiurkan. Ditambah dengan harga kosan yang lebih murah itu. Tapi dengan pertimbanganku : 

- Kosnya sedikit lebih jauh dari kosanku yang sekarang. Dan itu berarti makin jauh juga jaraknya  ke kampus.

- Aku jarang berada di kosan. Dan tidak  bermasalah dengan Maia.

- Amat sangat ribet jika harus pindah dalam waktu sesingkat itu, dan aku juga telah merasa nyaman dengan kosanku yang sekarang. Malahan aku membujuknya agar dia menyelesaikan masalahnya dengan Maia, sehingga dia juga tidak terlalu disibukkan dengan pikirannya untuk pindah itu. 

Awalnya dia tetap bersikeras mengajakku untuk ikut.Bahkan dia sempet nangis karena aku akhirnya memutuskan untuk pindah. (ngebikin aku makin bingung). Ternyata persoalannya adalah karena dia udah malas jika harus ketemu dengan Maia. Setelah aku bujuk agar dia sedikit lebih bersikap dewasa, akhirnya dia pindah tanpa membujukku untuk ikut dengannya. Apalagi alasan-alasanku tidak pindah bukan karena aku lebih mendukung Maia atau tidak lagi mau sahabatan dengan Mulan. Karena memang ongkos yang akan aku keluarkan untuk pindah (baik itu uang bensin, uang makan, dsb) jauh lebih banyak. Bahkan dengan bujukkanku dia akan berusaha agar dia akan menyelesaikan masalahnya dengan Maia-meski hanya sekedar formalitas sebelum dia pindah dari kosan yang sekarang.

***
Poltak Sihol Siahaan
      Hari Jumat yang lalu, saya dan beberapa orang teman sedang mencari dana untuk kegiatan organisasi yang kami ikuti. Pencarian dana itu dilakukan dengan menjual pakaian bekas di pasar prambanan. Pakaian-pakaian itu dikumpulkan dari teman-teman lain yang mau menyumbangkan baju bekasnya untuk mengumpulkan dana. Adapun setiap potong kain sebenarnya tidak dipatok harga awalnya, namun untuk setiap potong kain yang masih tertempel capnya, kami hargai 10 ribu, karena pakaian itu dianggap masih baru dan belm pernah dipakai. Untuk pakaian bekas yang masih lumayan bagus, 5 ribu, dan yang agak usang 1000.

      Seperti pengalaman minggu-minggu sebelumnya, target penjualan kami hari itu adalah paling tidak mencapai angka 400ribu sesuai dengan kekurangan dana untuk kegiatan itu. Di awal penjualan, kami masih bisa menjual setiap potong kain sesuai dengan harga yang telah kami targetkan.  Namun seiring dengan berjalannya waktu, harga-harga itu sedikit demi sedikit mulai diturunkan. Pakaian baru yang sebelumnya telah ditawar oleh beberapa orang ibu-ibu 8ribu rupiah, akhirnya dijual dengan harga segitu. Bahkan sebelum menutup stand, kami menjualnya dengan harga 5ribu. Pakaian bekas yang lumayan bagus 3ribu, dan pakaian usang kami jual 1000 rupiah untuk tiga potong. Melihat penjualan yang berlangsung lambat dan waktu sudah semakin sempit, karena kami harus pulang sebelum jam5 pagi (kami mulai jam 1), kami menurunkan target penjualan menjadi 200ribu saja.

      Selain waktu yang semakin sedikit, kami telah diserang rasa kantuk, lelah, dan sedikit bosan dengan kegiatan tawar menawar itu. Hingga pada akhirnya, kami menjual pakaian yang masih tersisa 1000 rupiah per potongnya. Dan pada akhir sesi jualan kali ini, kami hanya berhasil mengumpulkan 30ribu rupiah. Angka tersebut sudah lumayan tinggi untuk kondisi: pakaian yang tidak begitu bagus lagi, rasa bosan yang amat sangat, rasa kantuk, dan kelelahan karena waktu istirahat yang terpotong untuk berjualan. Mungkin, tujuan awal yang kami tetapkan tidaklah terpenuhi, namun tujuan yang sebenarnya tidaklah ditetapkan sebelumnya bahwa kami harus benar-benar memenuhi angka 400 ribu yang diperlukan, namun hanya berusaha sekeras mungkin untuk memperkecil jumlah uang yang harus dicari lagi oleh anggota yang lain.

      Mungkin pengalaman negosiasi minggu ini hampir sama dengan apa yang saya alami di minggu lalu, kecuali mungkin untuk jumlah kasus yang kali ini tidak tunggal, melainkan jamak. Juga posisi saya yang tidak sebagai pembeli, melainkan sebagai penjual yang menjadi pihak yang pertama kali memberikan penawaran.

      Untuk kasus kali ini (yang saya coba analisis secara jamak pula), pada awal mula membuka stand dan memulai proses negosiasi (jual-beli) tampak di sini cukup jelas bahwa pihak saya dan teman-teman memberikan harga penawaran yang cukup tinggi. Dalam hal ini kami melakukan mismatching. Demikian pula cara ini dilakukan pula oleh para pembeli yang menawar harga jauh di bawah harga yang kami tawarkan. Bahkan ada pula beberapa pembeli yang kemudian membatalkan keinginannya untuk membeli barang yang kami tawarkan karena begitu tingginya dan tidak tercapainya kesepakatan di antara kami. Kemudian, seiring proses berjalannya waktu, kami pun mulai memperlunak posisi kami dengan menurunkan harga. Penurunan harga yang kami berikan ditanggapi pula oleh para pembeli dengan berusaha mendekati harga yang kami tawarkan. Dalam tahapan ini, proses matching pun berlangsung, di mana kedua belah pihak saling berusaha untuk “bertemu” di kisaran harga yang bisa kami sepakati. Pada waktu menjelang akhir proses jual-beli baju bekas ini, proses mismatching pun kembali terjadi. Kami menetapkan harga ”mati” yang tidak bisa ditawar lagi oleh para pembeli. Take-it-or-leave-it pun menjadi prinsip pada paruh waktu ketiga ini. Ketetapan kami untuk tidak lagi bernegosiasi dengan para pembeli itu adalah karena kami menganggap bahwa harga ini sudah mencapai limit kami, sehingga adalah tidak masuk akal lagi apabila kami menjual lebih rendah dari harga itu, dan lebih tidak bisa diterima lagi apabila para pembeli menawar lebih rendah lagi (pelit banget, sih kalo nawar lagi! lagian masa mereka gak punya uang untuk beli barang semurah itu?).

***
setiawan

 

minggu kemarin aku dan temen-temanku jalan-jalan cari jaket. karena begitu banyaknya tempat yg menjual jaket, akhirnya masaing-masing dari kami saling memberikan saran temapt mana yang ada jaket yang bagus dan cocok dengan keunangan kita.hehehheh...9maklum g punya uang banyak).

pada waktu itu, ada sekitar 6 tempat yang kami tawarkan. kami mulai mencari-mencari tempat mana yg cocok. pada waktu itu aku menawarkan satu tempat di dekat malioboro yg kesemua temenku tadi belum pernah kesana. namun, saranku tadi bukan dijadikan rujukan pertama. aku cuek saja waktu itu toh pasti akan kesana juga....pikirku gitu.

ternyata setelah 4 toko kami lalaui tidak ada yg cocok. dan aku mulai menekankan lagi kalau kita harus ketempat yg aku sarankan sebelumnya. akhirnya kami meluncur juga kesana.....

dan samapailah kita kesana.....kami mulai melihat-lihat dan mencoba-coba....

aku meliat raut muka mereka agak puas ketempat itu. mengapa aku katakan begitu?karena salah satu dari kita yang akhirnya membeli produk disana(toko yg aku sarankan). jujur sebenarnya aku g membeli apapun.....tapi aku turut senang karena dari sekian banyak tempat yang sudah kami lalui, finally temapat yg aku sarankankanlah ada yg membeli.hehehheh......

maaf mungkin agak aneh baca ini....tapi aku bangga karena aku berhasil mempengaruhi temen2ku....thanks....
tips:

jangan takut untuk berkorban yang penting tujuan besar(utama) tercpai.

manfaatkan kelelahan dan kebingungan lawan.

 

***


Pradita Tria Wirawan
      Proses negosiasi terpenting dan paling menegangkan saya minggu ini adalah beradu mulut dengan preman. Kejadian ini diawali dari ketergesaan saya dan teman saya untuk segera sampai rumah pukul 12.30 agar segera bisa mempersiapkan keberangkatan teman saya untuk mudik ke Palembang pada pukul 13.30. Jadwal keberangkatan Bis teman saya adalah pukul 14.00 dan harus segera kumpul di terminal Giwangan paling lambat pukul 13.30. pukul 11.00 kami berada di lingkungan kampus untuk mengurus keperluan pembayaran BOP (teman saya hanya bisa membayar pada hari itu-1 Oktober-red). Estimasi waktu awal kami adalah, sebagai berikut ;

pukul 12.15 semua urusan pembayaran sudah selesai

perjalanan dari kampus ke Rumah saya memakan waktu sekitar 25 Menit

waktu mandi teman saya sekitar 25 menit

waktu perjalanan dari rumah ke terminal sekitar 15 menit.

sampai terminal berarti pukul 13.20. itu berarti masih ada sisa waktu 10 menit untuk menunggu kedatangan bis pukul 13.30

      Karena antrian pembayaran yang begitu panjang menyebabkan  semua jadwal menjadi kacau. pukul 12.30 kami masih berada di kampus dan urusan pembayaran belum selesai. urusan pembayaran baru selesai pukul 12.45. Dominasi emosi pada teman saya agar tidak terlambat sampai terminal memicu teman saya untuk mengendarai motor dengan kecepatan yang sangat tinggi hingga 60-70 km/jam di jalanan kota yang padat, dari sinilah awal permasalahan dimulai. sepanjang perjalanan saya mengingatkan teman saya untuk mengurangi laju kendaraan, dan alokasi waktu untuk mandi dapat dikurangi sehingga dapat sampai terminal pada waktu yang telah ditentukan. tetapi teman saya tidak menggubrisnya. laju kendaraan tetap dipacu kencang hingga di suatu tempat hampir mengalami kecelakaan dengan kecepatan tinggi dengan seorang pengendara motor. awalnya kami tidak menganggap sebagai masalah karena kecelakaan dapat dihindari dengan keberuntungan. namun diluar dugaan, orang yang hampir mengalami kecelakaan dengan kami tersebut merasa tidak terima dan menyusul kami hingga sampai di rumah saya. Kami sangat kaget dengan pernyataaan sikap tidak terima orang tersebut yang mengangap kami arogan dan sewenag-wenang dengan berteriak-teriak didepan rumah seraya menantang kami. Dengan tangan penuh tato ia menanyakan apa mau kami dengan ngebut dan menatapnya seperti itu. Kami yang sudah sangat kehabisan waktu sebenarnya tidak sempat menanngapi orang tersebut. Teman saya yang yang sangat tergesa-gesa sempat hampir terpancing emosinya. Saya tahan teman saya dengan memberitahu bahwa tidak akan mendapat apapun dengan melayani preman tersebut, kecuali ia tidak akan berangkat mudik pada hari itu. Saya mencoba berbicara dengan kepala dingin kepada preman tersebut dengan menerangkan bagaimana konsisi kami, hal apa yang menyebabkan kami memacu kencang kendaraan kami, dan klarifikasi maksud kami adalah bukan untuk menantang orang itu dengan ngebut di sampingnya. Saya juga mencoba memahami mengapa ia begitu marahnya kepada kami, alasannya ;

ngebut disampingnya dianggap menantang

memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi dianggap sok-sok an oleh dia

menatap untuk memastikan tidak ada kecelakaan yang terjadi dianggap sebagai bentuk tantangan.

      Setelah dijelaskan secara baik-baik, preman tadi dapat memahami kondisi kami, dan kami meminta maaf atas tindakan yang kami lakukan terhadap bapak tersebut. Dalam posisi ini sebenarnya kami adalah pihak yang salah dengan memacu kendaraan yang tinggi membahayakan orang lain. Kami merasa pantas jika ada orang yang marah dengan sikap kami, namun yang tidak kami duga adalah sikap orang tersebut yang langsung mengajak kami berkelahi tanpa mau tahu penyebabnya. Setelah adanya pengertian antara kedua bela pihak, teman saya yang membawa motor berkecepatan tinggi meminta maaf kepada preman tersebut. Akhirnya perkelahian dapat dihindari dan dengan memangkat waktu mandi teman saya dapat sampai terminal 5 menit sebelum bis berangkat dengan kondisi sangat terburu-buru. Dari kasus ini dapat diambil kesimpulan bahwa sikap emosi tidak bisa disikapi pula dengan emosi yang terbakar. Petuah lama yang mangatakan keras harus dihadapi lunak pada beberapa kasus memang dapat berjalan. Emosi tinggi bisa diantisipasi dengan mengajaknya berpikir dingin.  

***
Pani Zaristian Vaspintra


      Negosiasi saya terpenting minggu ini diawali dari usaha mendapatkan oleh-oleh untuk keluarga dengan anggaran yang terbatas. Sudah merupakan keharusan bahwa sebelum kembali ke daerah asal di Palembang, saya membelikan oleh-oleh khas Jogja untuk untuk keluarga. Saat itu saya bingung memilih jenis oleh-oleh yang tepat untuk ibu saya. akhirnya tercetus ide untuk membelikan ibu saya cindera mata berupa tas unik dari anyaman. Saya meminta teman saya untuk mengantarkan ke Malioboro untuk membeli oleh-oleh tersebut. Asumsi dasar adalah harga awal yang ditawarkan oleh pedagang adalah harga yang sangat tinggi sehingga ada kemungkinan untuk menawar harga hingga 70 % dari harga yang ditawarkan awal. Keyakinan itulah yang tetap kami pegang untuk menawar harga tas di Malioboro.

      Sesampainya di Malioboro, kami kebingunan memilih produk yang ada. kami tidak tahu berapa harga dasar atau harga tas pasaran tas tersebut. Kami mencoba bertanya kepada beberapa pedagang untuk memetakan harga umum yang ditawarkan oleh pedagang di Malioboro. Setelah melakukan survey singkat dan pemetaan kami mendapatkan harga awal yang ditawarkan oleh beberapa pedagang di malioboro, rata-rata menawarkan harga 65.000 untuk jenis tas yang sama. Kami mencoba menawar singkat berapa harga rata-rata pedagang mau melepaskan tas tersebut. Ternyata rata-rata pedagang mau melepas tas tersebut hingga maksimal 35.000. Beberapa pedagang bahkan menolak melepaskan harga 35.000 untuk tas tersebut.

      Kami merasa harga 35.000 masih terlalu tinggi untuk tas anyaman tersebut. Dari pemetaan singkat itulah kami memulai misi kami, yaitu menawar tas tersebut dengan harga hingga 15.000. Kami mencoba memulai negosiasi kami dengan salah satu pedagang utnuk memberikan tas tersebut hingga 15.000. Namun ditolaknya. Kemudian kami berpindah dari satu pedagang ke pedagang lain, hingga pada akhirnya menemukan satu pedagang yang cukup kooperatif untuk diajak bekerjasama. Awalnya dia menolak harga yang kami tawar untuk tas tersebut. ia mencoba mencari jalan tengah dengan berani melepaskan barang tersebut senilai 30.000. Kami tetap bersikukuh dengan harga yang kami tawar. Lalu ia menurunkan kembali hingga 25.000. Sebenarnya menurut kami harga tersebut sudah termasuk murah untuk tas dengan anyaman yang bagus tersebut. Kami tetap berpegang dengan harga yang kami tawar hingga akhirnya kami bersiap untuk pergi meninggalkannya. Ternyata sebelum pergi ia masih mau menurunkan lagi hingga 20.000. Kami berpikir, dengan harga 25.000pun kami sudah merasa untuk mendapatkan tas anyaman tersebut, jadi kesempatan untuk mendapatkan harga 20.000 tidak akan kami sia-siakan. Lagipula harga 15.000 adalah patokan terentah kami dengan target harga yang coba kami raih berkisar 25.000-30.000. Kami yakin pedagang masih mendapatkan untung dari penjualan tas anyam tersebut hingga ia berani melepaskan dengan harga 20.000. Kami juga merasa sangat beruntung mendapatkan tas berharga awal 65.000 tersebut dengan hanya membayar 20.000.   

***


Yüklə 244,7 Kb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin