Ceritanya, saya punya seorang teman cowok, namanya Dewa



Yüklə 244,7 Kb.
səhifə6/7
tarix29.10.2017
ölçüsü244,7 Kb.
#21260
1   2   3   4   5   6   7

Syahrul Mawardi
Cerita tentang pengalaman KKN. Ketika kami (mahasiswa KKN) harus bernegosiasi dengan para pemuda kampung untuk meminimalisir biaya yang harus kami keluarkan untuk membantu pembuatan lapangan voli. 

Mulanya seperti ini. Salah satu program prasarana fisik yang kami deteksi unutk bisa kami lakukan adalah pembuatan lapangan voli. Hal ini setelah kami mempertimbangkan dan membandingkan dengan berbagai program lain yang belum tentu bisa kami lakukan karena program fisik pasti membutuhkan biaya yang besar, padahal untuk program, kami harus swadaya dalam hal pendanaan. Lapangan voli adalah program dengan biaya terkecil dan hasil yang cukup bermanfaat (asumsi awal kami). 

Pada mulanya kami hanya berpikir kalau biaya yang akan kami keluarkan hanya biaya pengurukan lapangan (net dan bola sudah ada sebelumnya). Menurut informasi, pasir bisa didapat dengan gratis dari pantai dan kami hanya perlu menanggung ongkos bensin (karena truk tidak bayar). Rencana kami, ongkos bensin itu kami bagi bersama para pemuda kampung. 

Lalu, berbagai dana yang tidak kami duga muncul. Para pemuda menginginkan lapangan itu dipagar bambu supaya bola tidak kaluar dari lapangan karena bisa membahayakan pengendara di jalan (lokasi lapangan terletak di atas bukit di pinggir jalan). Selain itu mereka menginginkan garis pembatas lapangan (line) yang dibangun dari semen. 

Tentu saja biaya menjadi membengkak. Biaya mula yang kami asumsikan hanya berkisar 150 ribu membengkak 4 kali lipat menjadi 600 ribu. Selain itu, pemuda kampung mengasumsikan kami memiliki uang berlebih untuk program sehingga mereka menginginkan kami membiayai sebagian besar. Kas pemuda di sana hanya 100 ribu, maka kami harus nomboki 500 ribu (hah…,,,uang dari hongkong???!!!) 

Akhirnya kami berterus terang kepada mereka bahwa dana kami pas-pasan dan kami harus swadaya. Karena kami sudah akrab dengan mereka (komunikasi kami terjalin cukup bagus) akhirnya mereka mau memahami kondisi kami (walaupun dengan perjuangan yang cukup melelahkan). 

Namun proyek pembuatan lapanagn voli harus tetap dijalankan!!! Itulah tekad dari kami!!! 

Kami mengusulkan ke para pemuda kampuing untuk melibatkan mahasiswa KKN UIN dalam  proyek ini dan mereka pun setuju. Kami menegosiasikan dengan KKN UIN tentang biaya ini. Mereka mau membantu. Kesepakatan akhir yang kami capai pada akhirnya adalah bahwa para mahsasiswa (UGM dan UIN) membiayai pembuatan line dan para pemuda kampung membiayai pagar bambu. Lapangan tidak jadi diuruk karena dinaggap belum begitu diperlukan. Kami pun membuat lapangan voli dengan biaya minimal. Kami (KKN UGM) hanya membantu 2 sak semen untuk pembuatan line. 

Lapangan voli jadi, program jalan, persahabatan pun tetap terjaga…. 
 

Disusun dengan tergopoh-gopoh, mengejar deadline

Rabu, 03 oktober 2007

22:24

***
Fadma Wijayati



Beberapa hari yang lalu Kami, saya dan beberapa teman, berkumpul bersama membahas tentang liburan lebaran yang hendak Kami sambut. Kami berencana untuk menutup hari kebersamaan Kami sebelum mudik dengan buka puasa dan sahur bersama-sama. Sebenarnya hal semacam ini bukan pertama kalinya Kami lakukan, bahkan hampir setiap hari Kami berbuka dan bersahur bersama, dimana kegiatan ini tidak hanya Kami jalankan bersama teman sesama muslim saja bahkan teman non-muslim ( seperti Andrew, Andre dan Kevin ) tak lupa turut pula dalam petualangan berburu makan buka yang setiap hari Kami adakan. Tapi kali ini lain keadaanya, masalahnya ini adalah penutup kegiatan berburu bersama Kami pada Ramadhan tahun ini, yang mungkin juga belum tentu dapat Kami lakukan di tahun-tahun berikutnya, maka Kami berusaha untuk membuat suatu penutupan yang manis untuk dikenang sehingga akan tertancap kuat di hati masing-masing.
Ada usulan dari Kevin agar acara kali ini dilakukan di ‘ Orchid ‘, sembari melihat bintang di atas kepala Kami juga bisa memandang lautan kilau lampu jogja di malam hari di depan mata Kami. Kamudian disusul usulan dari Panji (tidak biasanya Panji bersuara, sempat kukira dia bisu-red ), dia mengusulkan agar Kami bersahur bersama di McDonal’s sampai muntah. Lain halnya dengan Dyon yang mengusulkan berbuka di Pantai Depok sembari menyantap seafood ( emang kadang Dyon sok elite makananya-red ). Aku juga tak mau kalah ambil bagian dengan mengajukan usul agar Kami bersepuluh bersahur di Solo saja. Taufik bilang semuanya boleh tapi pasti kurang mobilnya, hanya sebuah Avanza dirasa tidak akan cukup menampung Kami bersepuluh ( Fafa, Taufik, Afiq, Akbar, Andre, Panji, Kevin, Bintar, Kaka dan Dyon ). Akhirnya dengan pertimbangan bahwa acara ini adalah penutupan kebersamaan Kami dengan bulan Ramadhan tahun ini, juga mengingat keadaan keuangan Kami selaku mahasiswa miskin, dan tak lupa juga menimbang berat badan Kami bersepuluh yang tidcak ringan, akhirnya agar acara  berlangsung asyik, berkesan dan terpatri di hati, maka diputuskan Kami akan mengadakan buka puasa bersama pada jumat sore setelah Quiz NRK oleh Mbak DK dengan konsekuensi Kami semua akan bolos mata kuliah Ekonomi Internasional oleh Mbak Poppy dan tak lupa mencari tambahan satu mobil lagi ke Pantai depok untuk berbuka puasa yang dilanjutkan sahur bersama ke Solo sehingga tiba kembali di Jogja pada hari Sabtu keesokan harinya dengan capek dan badan kaku semua.
So guys, Let’s get the party started !!!!!!

***


Rosma

          Negosiasi minggu ini saya lakukan ketika akan berangkat Training Centre debat di Kaliurang. Alat transportasi yang tersedia untuk berangkat ke Kaliurang adalah 3 mobil yang masing-masing muat untuk lima orang, dan satu mobil lagi yang muat untuk tiga orang, serta sepuluh buah sepeda motor. Sedangkan peserta berikut panitia Training Centre berjumlah 40 orang.

      Saat itu saya merasa kurang fit, apalagi kalau harus naik motor ke Kaliurang. Maka saya meminta ketua panitia supaya saya diperbolehkan naik mobil. Tetapi, karena saya tidak mengatakan alasan kondisi saya yang kurang fit, saya tidak diperkenankan naik mobil. Alasan ketua panitia adalah, supaya mudah mengkoordinir dan memastikan jumlah peserta yang tidak membawa kendaraan dengan jumlah kendaraan yang tersedia. Apalagi, salah satu mobil tidak dapat menjemput kami keesokan harinya.

         Supaya tetap bisa pergi naik mobil, kemudian saya membujuk salah satu adik kelas agar dia mau membawa motor saya. Dan saya berkata padanya supaya dia yang memberitahu ketua panitia kalau dia mau naik motor saja. Tanpa harus menunggu lama, adik kelas tersebut langsung mengiyakan permintaan saya. Waktu itu saya lumayan harap-harap cemas, kalau permintaannya tidak dikabulkan ketua panitia. Tentu saja dengan alasan koordinasi tadi.

Untungnya, ketika adik kelas itu mengutarakan “maksudnya” ke ketua panitia, bertepatan dengan naiknya “penumpang” ke masing-masing mobil. Dan karena hampir semua penumpang sudah naik ke mobil, dengan mudah ketua panitia mengiyakan keinginannya. Kemudian saya mendatangi kembali ketua panitia dan meminta izin untuk naik mobil. Dengan mudah pula ketua panitia mengiyakan, asalkan masih ada mobil yang masih cukup untuk dinaiki satu orang lagi. Saya pun akhirnya berhasil ke Kaliurang naik mobil, tentu saja menggunakan “jatah” adik kelas itu. Terima kasih adik kelas.

***
Adhe Nuansa Wibisono


Mau nggak mau.. ya harus mau!!

Pada suatu waktu saya diminta untuk menjadi PJ suatu organisasi eksternal di tingkat fakultas. Salah satu tugas dari jabatan itu adalah mengadakan diskusi ilmiah minimal sebulan dua kali.

Padahal untuk saat ini saya tidak mau mengisi jabatan itu karena merasa belum bisa membagi waktu dengan kegiatan kuliah dan organisasi yang lain. Selain itu saya mencoba meluangkan waktu untuk belajar bahasa dan desain walaupun cuma iseng-iseng. Apalagi mengadakan diskusi ilmiah minimal sebulan dua kali, saya merasa waktu saya akan banyak tercurahkan untuk menyiapkan diskusi itu setiap minimal dua minggu sekali.

Saya mengumpulkan teman-teman organisasi di tingkat fakultas untuk membicarakan dua hal tersebut. Pertama adalah intesitas diskusi dan kedua mengangkat isu pergantian PJ fakultas.

Agenda pertama juga menjadi kebutuhan dari teman-teman karena mereka juga merasa kesulitan mengadakan diskusi minimal sebulan dua kali. Dengan mudah kami menyepakati diskusi sebulan sekali dan saya sebagai PJ fakultas sementara akan membawa isu ini ke organisasi tingkat universitas.

Agenda kedua belum sempat saya bahas padahal sayalah yang paling berkepentingan di sini karena saya ingin mundur dari jabatan tersebut. Saya mengusahakan isu ini menjadi agenda rapat berikutnya dan disetujui oleh teman-teman. Selain itu saya mencoba melobi teman-teman seangkatan saya agar mereka juga bersedia menjadi calon PJ fakultas dengan membandingkan tingkat kesibukan kami semua. Dengan ini harapan saya, salah satu dari dua keinginan itu terwujud. Kemungkinan yang paling besar adalah intesitas diskusi.. tapi moga-moga saya juga bisa mundur dari jabatan PJ fakultas..

***
Gede Anditya Putra Pradana
      Pada negosiator's log kali ini, saya mencoba membahas mengenai salah satu negosiasi yang saya lakukan dalam seminggu ini yaitu negosiasi antara saya dan Fandy, teman kos saya, mengenai pembayaran langganan koran pada hari Minggu, 30 September 2007.

      Kesepakatan mengenai pembayaran koran ini adalah dibagi berdua perbulannya sebesar Rp 33.500,- (1 bulan berlangganan = Rp 67.000,-). Saya menginginkan agar pembayaran koran dihentikan untuk sementara (koran tidak dikirimkan) pada bulan Oktober berhubung saya akan pulang ke Jakarta pada tanggal 5 Oktober. Namun Fandy tetap menginginkan agar koran tetap dikirim selama bulan Oktober karena ia belum mendapat kepastian apakah akan pulang ke Jakarta atau tidak dan meminta saya untuk tetap membayar biaya langganan koran. Tentu saja saya menolak karena saya akan rugi jika membayar Rp 33.500,- untuk koran yang tidak saya baca.

      Keesokan harinya Fandy mendapat kepastian kalo dia akan pulang tanggal 13 Oktober, namun dia tetap ingin berlangganan koran sampai tanggal tersebut. Awalnya Fandy tetap meminta saya untuk membayar koran karena nota langganan sudah diterima. Namun saya tetap menolak. Kemudian Fandy mencari agen koran dan menanyakan apakah bisa dibayar setengahnya saja. Dan ternyata bisa...(bayar 35rb untuk koran sampai tanggal 15)

      Fandy pun hanya meminta saya untuk membayar 17ribu saja. Namun karena masih merasa rugi karena tidak dapat membaca koran setelah tanggal 5, saya menawarkan untuk membayarnya hanya 10rb. Setelah dipikir sesaat, Fandy pun menerima tawaran saya.

***
Inta Arum Minarasa
      Pada kesempatan kali ini, saya mencoba memaparkan negosiasi yang baru saja terjadi, tepatnya hari ini (Selasa, 2 okt'07). Teman kost saya yang bernama Tita, meng-sms untuk meminta tolong kepada saya agar memberitahu penjaga kost untuk menunggu ia pulang, karena ia pulang telat sekitar jam 11, padahal pagar kost ditutup jam 10. saya terima Sms pada jam 9, ketika itu saya berfikir untuk menitip makanan sahur, agar nanti tidak perlu masak/membeli keluar, akhirnya saya membalas sms tersebut, isinya “ ok2..nanti gw bilangin k'Pa' yo, tapi gw nitip makan bwat sahur ya tit..gw males masak nanti…tengkyu”, setelah beberapa saat ia pun membalas “waduh..uang gw ga' cukup, tinggal 5000 ni di dompet, gw jg males keluar nanti sahur..gimana?”..lalu saya pun menjawab “yah..trus gimana?..atau gini aja de, gw yang masak nasi..loe yang goreng chicken nugget + telornya..gimana?..lalu tita pun membalas..”yaaa..gimana klo gw aja yang masak nasi, loe yang goreng lauknya?..gw juga cape niii..ya?ya?..”..lalu saya pun membalas kembali..”hmm..khan kemaren udh gw yang goreng lauk, skarang gantian dung..lagian,  khan lo dah gw bantuin pulang malem ga'diomelin sama pa'Yo dr kmaren..ok?..ok?..besok kita gantian lagi..ok?ok?..”..lalu akhirnya ia pun menjawab..”oia..yauda de gapapa..btw, tengkyu ya ta..dr kmaren da bantuin gw..”.

      Dari negosiasi diatas, kami tidak saling merugikan satu-sama lain, masing-masing mendapat yang setimpal. Alhamdulillah negosiasi berjalan sukses! Hore!!! 

***
SITA SARI T
di sebuah ruang kelas, teman2 sudah mulai  bosan dengan dosen yang menjelaskan dengan tidak atraktif... kami terperangkap di ruang ini selama satu jam... tapi akhirnya ada gebrakan yang unik dari dosen yang tidak kami duga sebelumnya..  tiba-tiba ada kuis ( game-red ) wow..  

and the negotiation began.. 

peserta kelas dibagi menjadi 5 kelompok. aku dan tim pada kelompok 4. dan masing2 diharap mengirim 1 wakil ke depan kelas, eh, teman satu tim tak ada yang mau. aku sebenarnya tidak menolak. cuma sedari awal aku sesungguhnya agak malas mengikuti kuliah ini, tapi karena penasaran dg bahan kuliah yg bakal diajarkan aku datang ke kelas, dan aku menawarkan kepada teman yang lain barangkali ada yang mau mewakili tim kami... 

kubujuk mereka dengan segala akal bulus:

-eh, nanti kamu bakal dikenal dosen loh, dia kan udah apal sama aku, pasti bosen  kalo ngeliat aku teruss, naah, selain itu juga bisa ngecengin mahasiswa lain, jarang-jarang kan, ada kesempatan ngomong depan kelas lewat games..hoho.. trus ntar bisa nambah nilai karena tutor ngeliat kamu yang bersemangat maju, dan kamu bisa ngelatih ngomong depan kelas lagi..hehe

(ternyata mereka menolak semua pendapatku dan menuding aku kembali) akhirnya aku merengek dan mengancam mereka

-looh, kok aku lagi?  dulu aku kan uda maju dan ngomong, mana aku mau jadi ketua tim itu uda baik kali, soalnya di matkul lain, biasanya aku ga mau, heeeh, trus aku kan ga pinter ntar kehebatan kelompok kita kacau gara2 aku yang bertindak konyol di depan kelas, kalian mau, tim kita kalah?

(dan mereka akhirnya... tetap nolak dan justru membuka ruang agar aku bisa keluar dari tempat dudukku untuk maju ke depan ah, sial bener.... :(  )

naah ternyata pada situasi ini aku kalah nego, karena: satu, mereka justru lebih merasa takut kalo mereka maju dan ngomong salah sehingga tim kami kalah, kedua:aku justru menegaskan diri bahwa aku mau menjadi ketua tim brati aku harus bertanggung jawab, dan mereka menuntut kewajibannku itu, mati aku....

akhirnya aku maju tanpa ada perasaan senang sedikit pun (kecuali buat main game itu, lumayan refreshing...) 

nah setelah aku maju kedepan, tiba2 lgsg disodori pertanyaan dari sang dosen, perlu diketahui bahwa games yang akan dimainkan adalah TEBAK TOKOH lewat kerjasama tim dalam tanya jawab Y/N QUESTION.. dan ketua harus berani mengambil resiko untuk bersaing dengan kelompok lain lewat kecepatan menebak tokoh tersebut.

dan pertanyaan tersebut tak cepat kucerna:

dosen: berani waktu berapa menit mbak?

aku: heh, hah,.. berapa? berapa?

ketua klmpk lain tiba2 menyusup: aku 3  menit BU!

aku: 3 menit, ah, aku berani 2 menit! (dengan semangat menggebu)

dosen: ada yang berani lebih cepat?

kelas:  .....siiiiing.... krik-krik-krik

dosen: OKE, kelompok 4 maju duluan dengan waktu 2 menit. 

ah, ternyata aku salah duga, aku tidak menyerap semua informasi dahulu baru menjawab, ternyata kebanyakan kelompok bertaruh di atas 5 menit baru bisa menebak tokoh. aku termakan info yang salah, dan semangat yang berlebihan tidak memberiku ruang untuk menanyakan info lain.selain itu aku sebagai perwakilan tidak melihat siapa tokoh yang akan aku ujikan pada anggota kelompok aku: Moerjati Soedibyo, sapa lagi atuh? waaa.. berani benar aku mengambil peluang yang tidak terprediksi ini.. 

game dimulai. tim menanyakan tentang clue tokoh, dan aku hanya boleh jawab YA/TIDAK.

ditengah kuis... aku menjawab tidak sesuai dengan aturan, dan para siswa protes...

tanya teman: asli JOgja?

aku: (dengan pasti dan muka sok tahu) ASLI!

kelas: wah, bu, salah tu..

juri: ...(kebingungan... muka bloon saling bertanya kevalidan jawabku terhadap sesama juri)

aku: wah, teman saya bertanya, asli atau tidak, brati pilihan jawabn hanya ya dan tidak, dan kata ASLI menunjukan YA. gimana kawans juri???

juri: .....(berembug serius)

dosen: gimana juri??

juri : yaudah deh, karna pertanyaannya begitu dan diucapkan spontan maka pertandingan dilanjutkan.. 

hehe..amin...aku selamat dari penghentian waktu... 

ternyata belum ada dua menit, temanku menjawab dengan salah, menurut persepsi dosen, apabila telah menjawab namun salah maka akan dihentikan, tapi saya menuntut agar tetap dilanjutkan dengan alasan:

aku: loh kawans juri dan bu dosen, kami kelompok awal kan belum tahu, dan kami tidak diberi aturan dulu

juri: tapi itu sudah aturan bahwa jawaban anda salah dan anda kalah

aku: maaf, tapi saya kan tidak diberitahu aturannnya pada awal pertandingan, kalau tahu kami tidak akan berani menjawab sebelum detik terakhir dong, gimana sih juri...

juri: ...kasak kusuk...

aku: lagian, tadi hanya disebutkan agar bertanding dengan waktu masksimal 2 menit, ini jelas belum dua menit, jadi kami beranggapan bahwa sebelum waktu dua menit kami bisa menebak semua tokoh dong, gimana bu dosen??

dosen: ..(sepertinya bingung dan melempar tanya).... semua berdasar kesepakatan dewan juri, gimana dewan juri..

juri....(bingung juga, tapi merasa bersalah karena sebelumna tidak menjelaskan aturan main...) yaudah bagi kelompok awal boleh deh...

aku+tim:.... ga peduli lagi sama juri dan asyiik berdebat ttg tokoh tsb...hahaha... juri-juri... aneh deh elo... 

yah tapi ternyata tetep aja, meski berhasil menyakinkan juri agar melanjutkan permainan, namun kami kalah, hehe, memang ternyata tak ada yang tahu siapa tokoh itu, jadi kami bener2 merasa konyol sendiri karena mendebat juri dengan hebatnya..

yaah.. dan gara2 kami juga, kelas jadi cukup kacau dan berantakan... hoho..  

sbenernya masi ckp pjg sih lanjutannya, maybe on the next NL? kkekekekekke, tapi ini uda malem dan ngantuk bgt, lanjutannya, tanya Manu aja mbak, soalnya dia juga tahu kejadian yg cukup wagu ini.. 
***
Menadion N.T.

 

Negosiasi terjadi pada Jumat (28/9) di tempat kos saya, Sagan. Saat itu saya dan teman kos saya, sebut saja Adul, berdebat tentang warung di mana kami akan berbuka puasa. Masing-masing dari kami memiliki warung favorit sendiri. Keduanya terletak di jalan Prof. Dr. Yohanes, Sagan. Saya lebih suka warung “Pak Jhon” di mana harganya terbilang murah dengan porsi nasi yang mengagumkan. Adul mengidolakan warung “Seadanya” yang menjual menu-menu yang memang lebih nikmat tapi dengan porsi nasi yang lebih sedikit dan jauh lebih mahal. Sehari sebelumnya saya hutang kepada Adul guna keperluan berbuka,maklum sudah tanggal tua.


Asemnya, Adul tidak bilang jika hutang saya harus dilunasi besoknya. Adul terus menuntut saya tanpa perasaan. Sayapun bernegosiasi pada Adul untuk dihutangi lagi dan akan saya lunasi bulan depan. Adul tidak peduli. Lalu saya turunkan limit saya. Saya menawarkan dua opsi: kami berbuka di warung “Pak Jhon” dengan Adul yang membayari dengan konsesi sesampainya pulang saya langsung mengganti uang Adul termasuk hutang sebelumnya bagaimanapun caranya, atau “Seadanya” dengan Adul lagi yang membayari tapi hutang saya diakumulasi dan segera di bayar besok. Sebenarnya, saya agak sanksi dengan dua opsi saya, baik yang pertama maupun yang ke-dua. Untuk opsi pertama, saya benar-benar kehabisan uang . Sayapun tak tahu harus membayar dengan apa hutang-hutang itu. Singkatnya, untuk opsi pertama saya hanya besar mulut belaka, yang penting makan dulu. Sedang untuk opsi ke-dua, saya sungkan untuk berhutang kembali kepada Adul. Masalahnya, dia tidak fleksibel jika dihutangi: selalu harus segera melunasi dengan berbagai intimidasi.
Meskipun dengan berbagai opsi yang agak merugikan saya, Adul tetap bergeming dengan goalnya, entah karena dia juga sudah kehabisan uang atau apa: lunasi dulu hutang saya yang lalu, baru kami berbuka. Perut lapar membuat saya kehabisan sabar. Saya lelah meladeni ketegaran Adul. Saya akhirnya memilih berbuka saja di masjid. Meskipun menunya sederhana dan kurang membuat perut kenyang, yang penting bebas biaya. Lucunya, Adul pun turut berbuka di tempat yang sama. Mungkin dia benar-benar kehabisan uang juga.

***
Sangaji Budi Utomo


Pada hari Senin lalu, saya terlibat sebuah rapat singkat dengan seorang teman KKN saya. Kami membahas tentang rencana buka bersama sub-unit KKN kami. Tanggal sudah ditentukan, pun demikian dengan tempat. Rencananya kami akan buka bersama di pondokan KKN kami dulu dengan tujuan untuk menyambung tali silaturahmi dengan ‘keluarga’ kami di wilayah KKN kami dulu, dan itu berarti dalam pelaksanaannya akan melibatkan keluarga pemilik pondokan (Pak Dukuh). Persetujuan dari tuan rumah sudah kami dapatkan.  

Masalah muncul ketika kami mulai membahas soal pembayaran. Entah kenapa uang selalu menjadi isu sensitif buat kami (lebih tepat saya..). Problemanya adalah seberapa besar nominal rupiah yang harus dikeluarkan tiap individu untuk menutup biaya operasional buka bersama, terutama membeli bahan-bahan makanan. Sedangkan untuk tenaga masak di sana telah terbayar dengan butir-butir keringat yang menetes atas nama semangat persaudaraan.  

Teman saya mengusulkan iuran Rp 20.000,00 per orang, jadi karena tim kami ada 6 orang maka uang yang akan terkumpul adalah Rp 120.000,00, dimana uang sebesar itu semua akan diberikan kepada keluarga Pak Dukuh sebagai ganti biaya konsumsi. Tentu saja jantung saya berdetak lebih kencang mendengarnya. Bagi saya jelas itu jumlah yang terlalu besar. Selain karena kami nantinya hanya akan makan sekali, semangat persaudaraan dan silaturahmi rasanya sedikit berkurang karena pertimbangan materi seakan menjadi perhatian utama. 

Kepentingan utama saya sebenarnya adalah jangan sampai uang yang keluar untuk buka bersama jumlahnya terlampau besar karena kondisi keuangan saya masih sulit dan terancam makin sulit karena harus membayar BOP. Jelas hidup saya akan semakin sulit esok kalau bencana itu terjadi. Saya menetapkan limit saya maksimal Rp 12.000,00. 

Saya mengusulkan cukup Rp 7.000,00 per orang saja. Ia menolak dengan alasan keluarga Pak Dukuh sudah berjasa besar kepada kami selama KKN dulu dan layak mendapat penghargaan lebih. Saya menyangkalnya dengan menyatakan bahwa dengan hadir dan bersilaturahmi pun sudah menjadi penghargaan besar bagi mereka. Ia menimpali lagi dengan argumen tidak etis kalau uang yang diberikan nantinya pas sekali jumlahnya dengan biaya pembelian bahan. Dalam hati saya sebenarnya sempat timbul kekhawatiran yang sama pula, takut uangnya kurang. Namun saya tetap meyakini dan menekankan bahwa Rp 120.000,00 terlalu berlebihan. Ia mau menurunkannya jadi Rp 15.000,00 per orang. Saya masih merasa keberatan. Ia bersikeras tidak mau menurunkannya lagi.  

Karena dikejar janji dengan orang lain, saya segera menawarkan solusi lain. Semua anggota akan membayar Rp 15.000,00 kecuali saya. Namun saya akan menggantinya dengan memberikan kenang-kenangan berupa foto-foto kami, kegiatan kami dan warga dusun di wilayah KKN kami kepada Pak Dukuh, seperti tim-tim KKN sebelumnya. Jika usul ini diterima kondisi keuangan saya tidak akan terganggu karena foto-foto tersebut sudah saya cetak sejak dua bulan lalu, album yang akan dipakai pun saya punya stok melimpah di rumah yang tidak terpakai, dan untuk dokumen saya cukup soft file-nya di komputer saja, seperti foto-foto saya yang lain.  

Syukurlah, dia menerima tawaran tersebut. Saya cuma perlu membayar Rp 10.000,00, dan saya anggap perundingan saya berhasil karena hasilnya tidak melewati limit yang saya tetapkan.

***
Marsiano Maestro Hastoro


      Negosiasi saya minggu ini adalah mengenai masalah Laptop. Kakak saya membutuhkan Laptop dengan segera untuk digunakan dalam pengetikan Thesisnya. Dia membutuhkan Laptop itu segera, karena Laptopnya yang lama sudah tua dan rusak. Untuk itu, kakak saya menghubungi saya dan meminta tolong saya membelikan Laptop di Jogja. Karena harga Laptop di Jogja lebih murah. Kakak saya berada di Magelang, dan harga Laptop di Magelang jauh lebih mahal. Oleh karena itu, dia akan transfer uang dan saya yang akan berangkat membeli.  Kakak saya meminta saya untuk sekalian menginstalkan windows dan program programnya sekalian, jadi ketika dia menerima laptop itu, sudah siap pakai. Dan itu harus terlaksana dalam 2 hari. Saya menyetujui, dengan syarat. Seluruh biaya ditanggung, plus tambahan uang saku untuk saya. Kakak saya menyetujui, berapapun asalkan laptopnya beres.

      Computer kemudian saya beli. Yang menjadi masalah adalah, saya bukanlah seorang ahli computer, dan saya tidak begitu memahami masalah install laptop baru. Tentu saja membutuhkan bantuan. Setelah mengingat-ingat, saya akhirnya ingat bahwa salah seorang teman kostan saya memahami masalah computer. Sayapun menghubungi dia.  tetapi dia tidak dapat mengerjakannya dalam waktu 1 hari harus siap. Karena dia sedang banyak tugas yang harus diselesaikan dengan segera. Dan tugasnya saat itu sedang menumpuk dan dikejar deadline. Tugasnya penuh untuk dua hari ke depan.  Bahkan sore itupun dia ada tugas untuk menterjemahkan literature yang harus dikumpulkan keesokan harinya. Kepentingan saya adalah laptop kakak saya herus sudah jadi dalam 2 hari. Dan kepentingan dia adalah menyelesaikan tugasnya tepat waktu. Duh, pusing kepala saya. Sayapun merayu rayu dia. Pertama saya tawarkan untuk mentraktir makan malam. Dia tidak mau, karena dia tidak begitu mementingkan makan. Kemudian saya tawarkan pulsa, dia tetap tidak mau. Masih punya katanya. Kemudian saya akhirnya, bagaimana jika saya bantu bikinkan tugasnya. Jadi selama saya mengetikkan tugasnya, dia menginstall computer saya. Diapun menyetujui, dan sayapun cukup senang karena sekilas saya lihat hanya sebatas 3 lembar fotokopian. Tenyata setelah itu, dia kemudian mengeluarkan beberapa lembar lagi fotokopian yang harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Jadi dari sore hingga subuh,  saya harus mengetikkan tugasnya, sedangkan ternyata teman saya tersebut sudah selesai menginstalkan laptop saya hanya dalam waktu 4 jam saja. Tetapi saya tidak begitu menyesal, karena teman saya tersebut berhasil meminjamkan CD software Windows original ke temannya lagi, tanpa dipungut biaya apapun. 

***


Yüklə 244,7 Kb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin