BAB 7
INDEPENDENSI FINANSIAL
LEMBAGA DAKWAH KAMPUS
Teringat sebuah buku tulisan Ustadz Abdullah Gymnastiar yang berjudul “Saya Tidak Ingin Kaya, Tapi Saya Harus Kaya”. Sebuah buku yang banyak menggugah diri saya untuk bisa berpenghasilan lebih dan membuat pola pikir LDK GAMAIS menjadi produktif dalam menghasilkan uang. Dari buku ini yang saya pahami adalah bagaimana seorang muslim harus memiliki kemandirian atau bahkan keberlimpahan finansial, dengan harapan bisa mencukupi kebutuhan dirinya dan membantu umat lainnya. Seorang muslim yang kuat secara finansial tidak akan menyusahkan orang lain. Dengan kekuatan finansial pula diri ini dan Islam akan menjadi indepeden, bebas dari segala intervensi.
Dengan menjadi kaya pula kekuatan dakwah akan berkembang dan bisa memberikan pengaruh lebih. Saya teringat sebuah peperangan di zaman Rasulullah yang pastinya membutuhkan banyak biaya, namun hanya dibiayai oleh 2 orang sahabat. Dari kisah ini diindikasikan bahwa Rasulullah dan para sahabat adalah orang-orang kaya raya yang memiliki banyak harta yang bisa digunakan di jalan dakwah. Maka, tidak heran jika pada masa Sayyidina Umar sebagai khalifah, terjadi ekspansi besar-besaran dalam penyebaran Islam.
Teringat pula saya pada buku “Financial Revolution” yang ditulis oleh motivator handal, Tung Desem Waringin. Pada pelatihan yang beliau selenggarakan—kebetulan saat itu saya mengikutinya—beliau mengatakan bahwa kaya itu adalah bakat. Saat itu saya langsung bertanya kepada diri saya, “Apakah saya punya bakat kaya?”. Lebih lanjut Mr. Tung (sapaan beliau di luar negeri) mengatakan bahwa bakat orang kaya akan tampak pada kerja keras, etos kerja yang kuat, disiplin serta pola hidup hemat yang dijalankannya. Buktinya dapat kita lihat dari kehidupan di sekitar kita, maupun dari kisah-kisah di buku yang banyak menceritakan kesuksesan yang diperoleh orang-orang kecil karena memiliki sifat-sifat tersebut.
Memang kaya adalah bakat. Dalam sebuah LDK pun, bakat kaya ini harus ditanamkan. Dimulai dengan hal yang sederhana tentunya, seperti membuat kader bisa memproduktifkan semua bidang atau departemen di LDK untuk menghasilkan uang. Agenda kaderisasi harus surplus, agenda syiar harus jadi lumbung penghasil dana. Biasakanlah kader agar selalu berorientasi pada profit saat melakukan setiap agenda dakwah. Begitu pula dengan departemen ekonomi atau keuangan yang ada, harus bisa berpikir bagaimana agar aset yang dimiliki bisa dibentuk menjadi mesin uang LDK, bagaimana membangun jiwa entrepreneur pada semua diri kader, atau sekedar bagaimana cara mengoptimalkan penggunaan dana dalam setiap kegiatan. Jangan sampai dengan dana yang ada, kader berpikir untuk memboroskan anggaran. Kader harus hemat. Pikirkan bahwa dengan dana yang cukup harus bisa dihasilkan agenda dakwah yang semarak.
Life style kader LDK bisa mengikuti life style para sahabat, sebagaimana Sayyidina Umar yang memiliki perkebunan yang luas, maupun Nabi Muhammad yang aktif berwirausaha. Akan tetapi, kenapa dalam sirah nabawiyah selalu dikisahkan betapa sederhananya kehidupan para sahabat? Atau sabda Rasulullah di sebuah kisah, “Aku tidak bisa tenang tidur hingga semua hartaku hari ini telah aku berikan kepada umat”? Dalam hal inilah terdapat jiwa yang perlu dikembangkan bagi para kader dakwah, yaitu menjadi seoserang yang kaya dengan life style sederhana. Rasulullah berkata demikian dikarenakan ia sudah mempunyai aset yang bisa menjadi mesin uang bagi dirinya, yang terus menghasilkan, dan dapat digunakan kembali untuk berdakwah. Ketika kita meyakini bahwa semua nikmat ini berasal dari Allah, maka kenapa kita harus takut menginfakannnya di jalan Allah?
Dalam perkembangan pergerakan dakwah kampus, kekuatan finansial memegang peranan penting terhadap sukses atau gagalnya sebuah agenda dakwah. Sebuah agenda dakwah bisa berjalan dengan baik dikarenakan ada faktor dana. Tidak sedikit pula agenda dakwah gagal karena keterbatasan dana. Maka, dengan ini kita bisa sepakat bahwa LDK butuh dana, dan konsekuensinya adalah LDK harus kaya karena dengan uang inilah gerak dakwah kita bisa semakin masif.
Lalu, sebuah pertanyaan muncul, bagaimana cara LDK mencari dana?
Dari pengamatan saya keliling Indonesia, saya menilai bahwa LDK saat ini masih mengandalkan sponsorship ke perusahaan untuk penggalangan dana. Jujur, saya kurang sepakat dengan proses pencarian dana yang menggunakan bantuan sponsorship karena selain membunuh jiwa entrepreneur kader, dan membuat LDK menjadi bergantung pada pihak lain, saya berani berkata bahwa peminta bantuan sponsorship ini sama saja dengan “pengemis elit”. Secara fakta kita sama saja dengan meminta-minta, walaupun luarnya dikemas sedemikian rupa sehingga tampak elegan dan profesional.
Membiasakan kader meminta ke perusahaan, sama saja dengan menanamkan jiwa event organizer ke dalam diri kader, dan ini adalah pembunuhan karakter seorang muslim. Islam mendidik umatnya untuk menjadi pengusaha, menjadi pedagang. Bukan menjadi peminta-minta atau pengemis. Seharusnya LDK-lah yang menjadi pembagi dan pemberi uang ke pihak lain karena kekuatan finansial yang dimilikinya.
Lalu harus bagaimana?
Mulailah dengan membuat sistem mesin uang yang produktif. Lalu mulai dengan membangun aset yang bisa menghasilkan uang di masa yang akan datang. Sulit memang, tapi karena sulit itulah maka kita disebut aktivis dakwah kampus. Membangun paradigma business man dimulai dari sebuah kalimat: Uang ada dimana-mana.
Memang, uang itu ada dimana-mana, dan segala sesuatu yang kita lihat dan berada di sekililing kita saat ini bisa menjadi penghasil uang. Manusia hidup dengan berbagai masalah, maka mulailah mencari uang untuk LDK dari masalah yang biasa dihadapi oleh mahasiswa di kampus Anda.
Misalnya, mahasiswa biasanya malas membaca buku yang tebal-tebal. Mereka lebih senang membaca buku atau catatan yang tipis dan to the point, atau bahkan belajar dengan hanya membaca soal dan pembahasan soal tahun sebelumnya. LDK bila didukung dengan lembaga dakwah program studi (jurusan), bisa membuat bundel soal ujian yang berisikan soal serta pembahasan UTS dan UAS semua mata kuliah tahun-tahun sebelumnya. Dengan ditambah pengemasan yang baik, bisnis ini akan menghasilkan dana yang besar. GAMAIS ITB rutin membuat bundel soal untuk mahasiswa tingkat pertama di ITB (mata kuliah tingkat pertama di ITB sama di hampir semua jurusan). Saat ini bundel soal menjadi salah satu usaha andalan kami dalam menghasilkan uang.
Mahasiswa sering kali telat bangun sehingga tidak sempat sarapan sebelum berangkat ke kampus. LDK bisa berjualan sarapan ringan berupa kue dan donat yang bisa dikonsumsi oleh mahasiswa di kelas. Jika jaringan ini berjalan, maka akan dihasilkan dana yang cukup banyak. Sebutlah, di sebuah kampus terdapat 30 kelas. Jika pada satu kelas saja bisa dihasilkan Rp 5.000,00 maka dalam satu hari—dengan satu kali jualan—bisa diperoleh omset sebesar Rp 150.000,00. Jika hal ini diteruskan secara rutin, maka omset yang diperoleh LDK bisa mencapai Rp 3.000.000,00 dengan asumsi berjualan selama 5 hari dalam sepekan. Jangan lupa juga untuk memberi presentase keuntungan untuk para penjual—yang juga kader—supaya kegiatan ini juga bisa menjadi sumber pemasukan buat mereka.
Ide bisnis lainnya adalah usaha fotokopi. Mahasiswa banyak pergi ke tukang fotokopi untuk memfotokopi materi kuliah. LDK bisa pula bermain dalam ranah ini. Buatlah suatu kerjasama dengan sebuah usaha fotokopi agar bersedia memberikan harga yang murah, dan kita menjual jasa fotokopi ini ke mahasiswa dengan keuntungan yang sedikit. Sebutlah harga asli fotokopi adalah Rp 55,00 per halaman. Kita bisa menjual ke mahasiswa Rp 70,00 per halaman. Harga tersebut sebetulnya juga masih cukup murah bagi mahasiswa.
Mahasiswa juga sering malas membeli pulsa di tempat yang jauh. Mereka ingin bisa mengisi pulsa kapan pun dan di mana pun berada. LDK bisa bermain di ranah ini. Kami di GAMAIS mempunyai agen pulsa di setiap kelas. Keuntungan satu kali transaksi pembelian pulsa dengan nominal berapapun biasanya Rp 2.000,00. Sebutlah kita mempunyai agen di 30 kelas. Setiap kelas terdiri dari 80 orang, dan setengahnya (40 orang) adalah pelanggan kita. Maka LDK akan punya 1200 pelanggan. Dengan asumsi setiap pelanggan melakukan transaksi satu kali satu bulan, maka setiap bulan LDK akan menghasilkan dana Rp 2.400.000,00.
Contoh produk dana usaha
yang dilakukan LDK GAMAIS ITB:
-
Bundel soal
-
Isi ulang pulsa
-
Jaket angkatan
-
Rental infokus
-
Penjualan buku kuliah
-
Pembuatan suvenir LDK
-
Percetakan GAMAIS PRESS
-
Donasi alumni
-
Kartu Tanda Anggota
-
Infaq/iuran rutin kader
-
Kerjasama sponsorship
-
Penjualan kebutuhan mahasiswa
Besar, bukan?
Apalagi bagi LDK yang besar—sebutlah GAMAIS ITB yang punya 600-700 kader aktif—para kadernya bisa diberikan arahan untuk membeli pulsa di counter LDK sehingga keuntungan yang diperoleh pun akan semakin tinggi.
Untuk tahap yang lebih advance, LDK bisa bermain dalam pembangunan aset. Contohnya bisnis jasa penyewaan LCD (infokus), memiliki mesin pencetak pin, mesin percetakan konveksi, jasa percetakan publikasi, kedai atau warung (di Universitas Hasanuddin contohnya), penerbitan buku, atau aset-aset lainnya yang bisa jadi mesin penghasil uang. Memang untuk tahap yang advance ini dibutuhkan dana lebih. Akan tetapi jika kader LDK bisa membuat business plan yang baik, saya yakin banyak pihak yang bersedia memberikan modal kepada kita.
LDK harus mampu menganalisis dan membuat varian metode untuk menghasilkan uang. Dengan cara seperti ini, jiwa pengusaha bisa dikembangkan di LDK, yang berarti juga mengembangkan “bakat” kaya. Sebagai lembaga kaderisasi, LDK harus mampu membentuk karakter kader yang sesuai dengan kecenderungannya di masa yang akan datang.
Saudaraku kader LDK yang disayangi Allah, kekuatan ekonomi saat ini telah menjadi kebutuhan mutlak. LDK harus kaya bukanlah sebuah angan-angan. Saya yakin kita semua bisa. Dimulai dari mengubah paradigma kita dengan pandangan bahwa “uang ada dimana-mana”. Kemudian melihat peluang yang ada di sekitar kita. Kekuatan finansial inilah yang akan membuat LDK independen, mandiri, kuat, dan bisa melebarkan pengaruh dakwah di kampus.
BAB 8
MENUJU LEMBAGA
DAKWAH KAMPUS MANDIRI
Satu keluarga menjadi model LDK nasional
berbasis pembinaan dan kompetensi, melingkupi seluruh
sayap dakwah, menuju Indonesia Islami
Sebuah kalimat visi dari GAMAIS ITB yang membuat saya bergetar ketika membacanya pertama kali ... Menjadi Model LDK Nasional. Sebuah legitimasi yang tentunya menjadi sebuah amanah tersendiri untuk sebuah LDK. Saya tidak pernah berpikir seperti ini ketika pertama kali bergabung di GAMAIS ITB. Saya hanya berpikir bagaimana GAMAIS ITB bisa melayani masyarakat kampus ITB. Akan tetapi, paradigma saya berubah seketika saat dimintai mengisi pelatihan di kampus lain. Saya melihat bahwa butuh ada LDK yang bisa menjadi kiblat atau prototype LDK nasional, agar LDK lain bisa belajar dan mengetahui tahapan-tahapan yang dilakukan oleh LDK berskala nasional dalam mencapai kemapanan dakwah di kampus.
Ketika terpilih menjadi Kepala GAMAIS ITB, saya berpikir bagaimana caranya agar GAMAIS ITB bisa memberikan lebih untuk pembangunan dakwah di LDK lain. Saya pun mulai menggaungkan pemikiran “GAMAIS ITB for Indonesia” dengan banyak men-sharing ide saya mengenai pentingnya perbaikan LDK skala nasional.
Saat sedang dalam proses, seorang kawan bertanya pada saya, “Akh Yusuf, GAMAIS sudah siap belum untuk memikirkan kampus lain? Apakah kondisi dakwah di dalam kampus ITB udah stabil?”
Pertanyaan ini membuat saya berpikir dan mencoba merumuskan strategi untuk mencapai model LDK skala nasional, tanpa menganggu agenda dakwah saya di ITB. Mulailah saya memikirkannya bersama teman-teman, hingga lagi-lagi kawan saya berkata, “Mungkin tidak akh Yusuf, kalau dakwah di ITB dikendalikan oleh lembaga dakwah fakultas dan lembaga dakwah program studi, sehingga GAMAIS ITB pusat bisa fokus mengkoordinasi LDF dan melayani kampus lain?”
Sebuah ide yang akhirnya saya turunkan dalam konsep “Restrukturisasi Lembaga Dakwah Kampus” yang telah saya paparkan pada bab “Sinergisme Lembaga Dakwah Kampus”. Pada bab ini saya akan coba paparkan secara bertahap, apa saja yang harus dipersiapkan untuk menuju LDK mandiri berskala nasional.
Syarat Pertama: Keberlanjutan Perkembangan LDK
Syarat utama dan pertama dalam eskalasi ini adalah sebuah pembangunan yang berkelanjutan. Dalam dakwah LDK, hal ini ditunjukkan dengan beberapa kriteria, yakni:
-
Tidak ada masalah dalam regenerasi kepemimpinan. Maksudnya setiap suksesi kepengurusan selalu tersedia calon pengganti yang berkualitas,
-
Memilki departemen/divisi yang telah memenuhi semua sektor LDK (kaderisasi, syiar, dana, annisaa, jaringan, dan akademik profesi),
-
Perbandingan jumlah badan pengurus inti—di GAMAIS kami menyebutnya BPH—dengan jumlah kader minimal 1:3 (jika jumlah BPH 15, maka jumlah kader non BPH minimal 45),
-
Keberjalanan program kerja mencapai 70%,
-
Tidak ada masalah keuangan,
-
Kaderisasi LDK berjalan dengan baik dan bisa membentuk banyak kader yang punya karakter pemimpin di LDK. Minimal bisa mencetak 5 kader yang memiliki kapasitas yang setara dengan ketua LDK dalam satu angkatan,
-
Memiliki agenda syiar rutin dengan skala medioker dan agenda syiar eksidental dengan skala masif,
-
Adanya lembaga dakwah fakultas dan/atau lembaga dakwah program studi.
Delapan kriteria ini diharapkan bisa dipenuhi sebagai syarat awal. Karena memang tidak mungkin sebuah LDK memikirkan LDK lain, jika LDK tersebut tidak memiliki kemapanan dan kemandirian. Biasanya memang sebuah lembaga yang sudah mapan baru bisa memikirkan rencana yang lebih besar dan jangka panjang. Oleh karena itu, saya mencoba membuat standar yang tinggi agar sebuah LDK tidak terzalimi ketika mulai berbagi ke kampus lain.
Syarat Kedua: Penguatan dan Sinergisme Lembaga Dakwah Wilayah
Syarat kedua yang perlu dipenuhi adalah penguatan dakwah di wilayah (fakultas dan program studi). Gerak dakwah yang diperlukan adalah pengoptimalan setiap lembaga dakwah wilayah, agar mampu memberikan pelayanan yang terbaik untuk perkembangan dakwah di kampus.
Lembaga dakwah wilayah diharapkan bisa meyentuh semua massa kampus tanpa terkecuali. Pengembangan dakwah wilayah ini akan sangat berkaitan dengan dakwah berbasiskan kompetensi dan kekhasan objek dakwah.
Penguatan ini juga perlu memperhatikan beberapa kriteria yang perlu dipenuhi oleh lembaga dakwah wilayah, antara lain:
-
Regenerasi kader yang baik,
-
Adanya agenda syiar rutin dan eksidental pada skala fakultas dan program studi,
-
Adanya kemandirian kaderisasi dan keuangan,
-
Memiliki basis kader inti yang solid dan militan,
-
Semua ketua LDF dan LDPS bisa terkoordinasikan oleh Lembaga dakwah pusat.
Selain adanya penguatan secara internal di LDF dan LDPS, diperlukan pula gerak yang sinergis antara lembaga dakwah wilayah dengan lembaga dakwah pusat. Gerak yang sinergis ini adalah bentuk usaha bersama untuk mencapai tujuan yang telah disepakati. Dalam mekanismenya di lapangan, memang sinergisme ini tidak bisa dibentuk sekejap mata. Ada tahapan-tahapan yang perlu dipenuhi seperti kesamaan suhu dakwah, kesamaan tujuan dakwah, rasa saling memahami serta saling menghargai antara LDF dan LDPS. Dengan adanya sinergisme ini, akan terbentuk jalur komando antarlembaga yang membutuhkan kesatuan gerak kader pusat dan wilayah yang kuat.
Proses sinergisme ini perlu memenuhi beberapa kriteria, antara lain:
-
Adanya jalur koordinasi dan komando yang jelas antara lembaga dakwah pusat-lembaga dakwah fakultas-lembaga dakwah program studi
-
Adanya pembagian objek dakwah yang telah tersegmentasi dan terpartisi dengan jelas agar tidak terjadi overlapping objek dakwah
-
Adanya sistem kaderisasi terpusat dan terpadu yang bisa menyentuh semua kader baik di pusat maupun wilayah
-
Adanya sistem koordinasi sektoral dakwah yang jelas dan rutin
-
Adanya pembagian kekhasan dan karakter agenda syiar antara lembaga dakwah pusat dan lembaga dakwah wilayah
-
Adanya sistem database terpadu yang bisa diakses oleh kader di semua lini
-
Adanya pertemuan rutin untuk koordinasi antara BPH pusat dan BPH wilayah
-
Adanya temu kader terpusat sebagai wahana untuk mempertemukan seluruh kader
Kriteria di atas merupakan tools yang bisa digunakan sebagai sebuah usaha untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas dakwah. Sinergi dalam harmoni adalah sebuah tagline yang kami gunakan untuk menggambarkan bagaimana kekuatan dakwah GAMAIS ITB di pusat dan wilayah.
Syarat Ketiga: Pembagian Kerja
Setelah Lembaga dakwah pusat dan lembaga dakwah wilayah kuat dan saling bersinergi, kita perlu melakukan pembagian kerja di BPH lembaga dakwah pusat agar semua aspek dakwah dapat terfasilitasi.
Saya akan berbicara tentang tugas pokok kepala LDK, yakni:
-
Pemimpin seluruh umat muslim di kampus dan sebagai representatif dari LDK
-
Pemimpin diplomasi, ekpansi jaringan, dan politik bagi LDK
-
Panglima dakwah untuk semua kader dakwah
-
Pengkoordinir LDF dan LDPS
-
Pemimpin Badan Pengurus Harian Lembaga Dakwah Pusat dan memastikan program kerja lembaga dakwah pusat berjalan
Secara umum, lima hal inilah yang menjadi tugas pokok dari seorang kepala LDK. Jika hanya dijalankan oleh seorang saja, saya melihat akan terjadi ketidakoptimalan di semua lini. Oleh karena itu, pelaksanaan kelima tugas ini saya pecah hingga diemban oleh tiga orang, sehingga terbentuklah Trisula Kepemimpinan GAMAIS ITB.
Pembagian tugas ini saya paparkan sebagai berikut:
-
Kepala GAMAIS ITB
-
Pemimpin seluruh umat muslim di kampus dan sebagai representatif LDK
-
Pemimpin diplomasi, ekpansi jaringan dan politik bagi LDK
-
Ditempatkan sebagai tokoh mahasiswa skala nasional
-
SekJen GAMAIS ITB
-
Panglima dakwah untuk semua kader dakwah
-
Mengkoordinasikan LDF dan LDPS
-
Kepala Sektor Internal
-
Memimpin Badan Pengurus Harian Lembaga Dakwah Pusat dan memastikan program kerja lembaga dakwah pusat berjalan
Adanya pembagian kerja yang jelas, membuat ketiga pemimpin bisa bekerja optimal pada tugas pokoknya masing-masing sehingga tidak ada satu pun rencana kerja yang tidak terperhatikan. Agenda program kerja pun dapat berjalan, LDF dan LDPS kuat dan sinergis, serta agenda pelayanan ke kampus lain pun dapat terfasilitasi.
Inilah sebuah gambaran bagaimana LDK bisa bergerak mandiri pada skala nasional dengan berbasiskan kekuatan internal yang kuat. Dengan semakin banyaknya LDK berskala nasional maupun regional di Indonesia, FSLDK akan memilki kutub-kutub perkembangan LDK di Indonesia yang merata. Sebutlah di Sumatera kita sangat berharap UNAND dan UNILA dapat menjadi kutub perkembangan LDK. Pulau Jawa, selain ITB yang mungkin sedang akan fokus pada perbaikan skala nasional, diharapkan UI, IPB, UNDIP, UGM, UNAIR, dan ITS bisa menjadi kutub perkembangan skala regional. Di Kalimantan ada UNMUL yang memiliki kekuatan finansial yang dapat menopang dakwah di sana. Sedangkan di Pulau Sulawesi dan Papua, kita sangat berharap kepada UNHAS dan UNPATI agar bisa menjadi motor dakwah di daerahnya.
Ketika banyak kutub-kutub LDK yang bisa menjadi kiblat atau prototipe LDK lain di sekitarnya, diharapkan akan terjadi trickle down effect perkembangan LDK di sebuah wilayah, sehingga harapan kita untuk melakukan gerakan dakwah secara masif dan merata di seluruh kampus di Indonesia dapat menjadi kenyataan.
BAB 9
MEMBANGUN JARINGAN
LEMBAGA DAKWAH KAMPUS
Jaringan merupakan perangkat pendukung dari luar yang bisa menunjang perkembangan LDK. Daya dukung eksternal ini membuat LDK bisa bergerak lebih leluasa dan mengembangkan sayap dakwahnya ke jangkauan yang sebelumnya belum bisa diraih. Seorang individu akan bisa berkembang jika didukung oleh lingkungan. Begitu pula LDK, yang akan bisa berkembang jika didukung oleh berbagai pihak.
Dalam konteks membangun kapasitas komunitas—dalam hal ini adalah LDK—perlu adanya dukungan dan bantuan dari pihak eksternal yang serumpun atau sepemahaman dengan komunitas yang dibangun. Dengan adanya dukungan ini, diharapkan komunitas yang ada bisa berkembang, dan bisa mandiri di kemudian hari.
FSLDK (Forum Silaturahim Lembaga Dakwah Kampus) merupakan jaringan yang beranggotakan LDK se-Indonesia. Sifat keanggotaan FSLDK cukup terbuka, artinya setiap LDK berhak bergabung dengan FSLDK. Hal ini dikarenakan salah satu visi FSLDK adalah mengoptimalkan akselerasi da’wah kampus nasional. Jaringan FSLDK sudah tersebar luas di seluruh nusantara. Mulai dari ujung Sumatera hingga Papua.
Saya ingin menekankan bahwa perluasan jaringan LDK bukanlah diadakan untuk mengekspansi dakwah. Perluasan jaringan ini adalah sebuah usaha untuk menguatkan kondisi internal LDK. Adanya jaringan ini bermanfaat pula bagi LDK yang sudah mandiri karena LDK tersebut dapat berperan dengan membagi ilmu serta pengalaman yang dimilikinya dengan komunitas LDK, sehingga LDK lainnya yang bernaung di bawah panji FSLDK bisa berkembang dan tentunya bisa mandiri.
Dalam hal ini ada dua kisah yang ingin saya sampaikan. Kisah tentang perbandingan dua LDK yang jauh berbeda kondisinya dalam memanfaatkan jaringan yang ada. Kisah pertama, berasal dari sebuah LDK di pelosok Pulau Sulawesi yang berada di sebuah kampus kecil yang jumlah mahasiswa dan kadernya sedikit. LDK ini baru berdiri sekitar 1−2 tahun lamanya. Perkembangannya pada awalnya cukup lambat karena memang daya dukung internal dan eksternalnya masih kurang. Seiring berjalannya waktu, LDK ini mulai mengenal keberadaan FSLDK. Sejak saat itu mulailah para aktivis LDK ini membuka jaringan dakwahnya. Mereka mulai mengikuti konsolidasi dan mengikuti beberapa pelatihan-pelatihan manajemen LDK. Dalam hal penyediaan mentor mereka juga mendapat dukungan dari LDK lain.
Suatu ketika, salah seorang kader dari LDK ini hadir di forum silahturahim nasional di Bandar Lampung. Ia bertemu dengan banyak kader LDK dari seluruh penjuru tanah air. Saya mencoba mengamati kader ini, ia begitu antusias belajar dan berdiskusi dengan para kader LDK lain yang hadir. Ketika bertemu dengan saya pun, ia tampak seperti ingin mengambil semua pemahaman yang saya miliki. Semangat menuntut ilmu dan memperluas relasi menjadi tujuannya datang ke Lampung. Pertemuan kami tidak berlangsung lama. Bisa dikatakan saya kehilangan kontak beliau untuk waktu yang cukup lama.
Hingga pada sebuah pagi, ada sebuah sms yang datang ke telepon genggam saya, “Ass.wr.wb. Akh Yusuf apa kabarnya? Gimana keadaan GAMAIS? Masih dahsyat, kah? Alhamdulillah akh, hari ini LDK kami akan mengadakan daurah rekrutmen anggota, insya Allah yang daftar sekitar 50-an orang, doakan ya akh, oh ya, syukron untuk ilmunya”. Pesan seperti ini membuat saya mengucapkan syukur yang amat mendalam, ternyata beliau bisa menjadi pionir dakwah di kampusnya.
Kisah kedua, saya akan bercerita tentang LDK kami, GAMAIS ITB. Pada akhir kepengurusan kepala GAMAIS sebelum saya, Tri Aji Nugroho, kami angkatan 2005 GAMAIS yang akan menggantikan kepengurusan sebelumnya melakukan konsolidasi, yang salah satu hasilnya memutuskan bahwa kami akan menyiapkan BPH (Badan Pengurus Harian) GAMAIS sebelum adanya suksesi kepengurusan. Hal tersebut diputuskan dengan asumsi sudah siapnya sistem dan tim BPH. Siapapun yang terpilih sebagai kepala akan kami dukung.
Karena segala keterbatasan ilmu yang ada, kami mencoba belajar dari luar kampus ITB. Saat itu wacana yang kami bangun adalah ingin memperkuat basis fakultas dan program studi yang notabene adalah garda terdepan dalam dakwah. Bukan hanya tidak punya lembaga dakwah fakultas, hubungan GAMAIS sebelumnya dengan lembaga dakwah program studi juga tidak erat. Oleh karena itu kami mencoba belajar ke beberapa orang yang kami nilai kampusnya memiliki kekuatan dalam membuat konsep lembaga dakwah fakultas. Kami menghubungi ketua LDK Salam UI, kak Budi, dan ketua Insani UNDIP, kak Raka. Kami coba berdiskusi dan mengambil banyak data dari mereka.
Selanjutnya informasi yang kami dapatkan kami bahas di Rapat Angkatan 2005. Rapat ini menghasilkan sebuah pola gerak baru dalam dakwah GAMAIS. Pola dakwah inilah yang saat ini kami gunakan dan ternyata sangat bermanfaat memperkuat kondisi internal kami serta menjadikan kami mampu memberikan kontribusi skala nasional. Gabungan konsep LDK UI dan UNDIP kami satukan menjadi sebuah konsep Post-modern Movement—saya menyebutnya seperti itu—di GAMAIS ITB.
Dari dua cerita diatas, bisa saya ambil sebuah pelajaran bahwa kekuatan jaringanlah yang akan membuat sebuah komunitas kuat, baik bagi LDK yang masih muda maupun LDK yang sudah mandiri.
Berikutnya saya akan uraikan jaringan apa saja yang perlu dimiliki oleh LDK serta cara membangun dan menjaga jaringan tersebut agar bisa bermanfaat untuk perkembangan LDK.
Jaringan Internal LDK
Dalam jaringan internal kampus terdapat dua elemen utama, yakni pihak lembaga mahasiswa dan pihak birokrasi. Dua elemen ini tentu membutuhkan cara pendekatan yang berbeda. Oleh karena itu kader harus bisa bersikap dan bertindak secara tepat, agar tujuan dari pembangunan jaringan ini bisa tercapai.
Setiap kampus biasanya memiliki banyak lembaga atau kelompok kegiatan mahasiswa. Sering kita kenal adanya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Unit Kegiatan Mahasiswa, himpunan mahasiswa program studi, dan sebagainya. Setiap lembaga ini memiliki keunikan dan kelebihan tersendiri. Sebutlah BEM yang kompeten di bidang sosial dan politik, unit kebudayaan yang senantiasa melestarikan kebudayaan tradisional masing-masing daerah, koperasi mahasiswa yang mendidik anggotanya untuk berwirausaha, serta himpunan mahasiswa yang bergerak di bidang keprofesian.
LDK dapat menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga mahasiswa tersebut untuk membangun jaringan. Yang perlu dipahami, dalam bekerjasama terdapat suatu kepentingan bersama atau hubungan yang timbal balik. Hal inilah yang menjadi pegangan dasar kita dalam membangun jaringan terutama ke lembaga mahasiswa yang erat dengan hubungan perkawanan dan persahabatannya.
Oleh karena itu, untuk menjalin kerjasama dengan lembaga mahasiswa mulailah dengan membentuk suatu kepentingan bersama antara kedua belah pihak. Kepentingan bersama mengarahkan kita kepada sebuah tujuan atau sebuah nilai yang sama-sama disepakati. Sebagai contohnya LDK dapat bekerjasama dengan semua lembaga dakwah agama lain dalam rangka meningkatkan moralitas mahasiswa di kampus. Bisa kita nilai bahwa kepentingan bersama ini bisa melewati batas-batas ideologi yang dianut oleh lembaga yang ada.
Contoh lainnya, dalam meningkatkan kesadaran ber-Islam mahasiswa dengan bertema “Kebersihan sebagian dari Iman”, LDK bisa mengadakan kerjasama dengan himpunan mahasiswa teknik lingkungan dan teknik arsitektur dengan mengadakan tempat sampah yang baik serta meningkatkan kesadaran mahasiswa untuk membuang sampah pada tempatnya. Kepentingan bersama ini bisa dibentuk sedemikian rupa mulai dari kepentingan yang kontemporer sampai kepentingan jangka panjang.
Dalam hubungan kerjasama akan muncul hubungan timbal-balik yang biasa kita kenal dengan istilah simbiosis. Simbiosis yang boleh dibentuk dalam kerjasama dengan lembaga mahasiswa ini adalah simbiosis mutualisme yang menguntungkan kedua belah pihak, dan simbiosis komensalisme yang menguntungkan hanya satu pihak namun tanpa merugikan pihak lainnya.
Untuk hubungan simbiosis mutualisme, sebuah LDK bisa membuat kerjasama dengan unit sosial masyarakat. Misalnya kerjasama untuk program aksi bersama. Unit sosial masyarakat bertugas menyiapkan segala kebutuhan untuk aksi, sedangkan LDK bertugas menyiapkan massa untuk digerakkan.
Sedangkan dalam hubungan simbiosis komensalisme, sebisa mungkin usahakan agar kita menjadi pihak yang membuat pihak lain untung, namun kita sendiri tidak mengalami kerugian. Paradigma ini perlu dibangun karena LDK tidak boleh membebani dan merugikan lembaga lain, LDK harus bisa berperan dalam memberi dan melayani. Sebagai contoh, pada kerjasama dalam membangun akhlak anggota di suatu lembaga sosial, LDK dapat berperan sebagai penyuplai pemateri untuk mengisi acara-acara keagamaan di lembaga tersebut. Contoh lainnya, dalam rangka membantu memperkenalkan unit seni yang baru berdiri, LDK bisa berperan dengan memberikan unit tersebut kesempatan untuk tampil di acara yang sedang diselenggarakan.
Membangun jaringan di lembaga mahasiswa bisa menjadi langkah awal bagi LDK dalam menguatkan eksistensinya di kampus. Ada sebuah pesan yang sangat menarik dari salah seorang kawan saya, “Massa kampus hanya butuh disapa”. Benar sekali pendapatnya menurut saya. Saya mencoba mengimplementasikannya dengan menyempatkan diri datang ke unit dan himpunan mahasiswa untuk menyapa dan bertemu ketua serta anggotanya sejenak (sekitar 5−10 menit). Saya biasa melakukan hal ini secara rutin sehingga GAMAIS ITB semakin dikenal dan dekat dengan masyarakat kampus yang notabene adalah objek dakwah kami.
Birokrat kampus yang saya maksud di sini meliputi rektorat kampus berserta jajarannya hingga ke tingkat program studi. Untuk menghadapi para birokrat kampus, kita perlu membangun paradigma bahwa mereka adalah orang tua kita di kampus. Dengan demikian kita perlu bersikap layaknya seorang anak yang patuh kepada orang tua dan mengingatkan mereka ketika mereka salah. Dengan paradigma ini kita akan bisa membangun jaringan melalui pendekatan personal yang berasaskan manfaat.
Sebagai langkah awal tentunya dimulai dengan pendekatan personal. Saya terkadang bersilaturahim ke birokrat tanpa sebuah tujuan atau agenda khusus. Saya datang dan berdiskusi saja dengan mereka tentang apapun. Karena kita berasal dari LDK, maka topik pembahasan bisa seputar mahasiswa, moralitas, akademik, atau tentang Agama Islam. Silaturahim tanpa agenda khusus ini diharapkan bisa menimbulkan kedekatan hati dan kepercayaan satu sama lain sehingga ketika LDK melakukan sebuah pengajuan bantuan tertentu di lain waktu, prosesnya dapat menjadi lebih mudah. LDK harus mampu memberikan pandangan kepada semua birokrat kampus bahwa dirinya terpercaya dan bertanggung jawab. Untuk memberikan manfaat yang berkelanjutan, hubungan dengan pihak birokrat kampus harus selalu kita jaga dengan mempertahankan citra positif ini.
Jaringan Eksternal LDK
Membangun jaringan di luar kampus sangat luas lingkupnya karena pada hakikatnya LDK bisa bebas membuka jaringan kemana saja tergantung kebutuhan yang dimiliki. Bahkan sebetulnya membuka jaringan ke luar kampus tidak perlu berlandaskan kebutuhan kontemporer saja. Ada kalanya dapat kita lakukan dengan tujuan memperluas tali silaturahim. Dalam membangun jaringan keluar kampus, ada satu hal yang perlu dipahami oleh kader dan LDK, yakni sikap profesional. Sikap profesional dibutuhkan karena LDK akan bertemu langsung dengan pihak-pihak yang memiliki kebiasaan yang berbeda sama sekali dengan kebiasaan yang mungkin sudah menjadi karakter dari kader LDK. Kebiasaan positif yang umum perlu disiapkan dengan baik, seperti berpakaian rapi, menghargai waktu, terjadwal dalam melakukan aktivitas, bertanggung jawab terhadap kesepakatan, dan selalu berpikiran terbuka.
Saya coba membagi jaringan eksternal kampus ini ke dalam lima bagian yaitu media, perusahaan, tokoh publik, instansi lain, dan FSLDK. Pada bagian selanjutnya akan saya paparkan beberapa tips dan pemanfaatan dari jaringan yang dibangun.
Media merupakan corong opini publik. Medialah yang saat ini menentukan dan membuat sugesti publik. Media bisa mengubah paradigma negatif jadi positif, dan sebaliknya. Pembangunan jaringan ke media dapat dimulai dari media lokal, seperti media cetak lokal, radio lokal, maupun stasiun televisi lokal. Pembangunan jaringan ke media relatif mudah karena pada dasarnya media pun memerlukan berita. Bentuk kerjasama yang bisa dilakukan sangatlah bervariasi. Sebutlah pelatihan jurnalistik, pelatihan media, kerjasama dalam mempromosikan sesuatu, publikasi kegiatan, hingga aktif menulis di media lokal. Contohnya di Kota Banten, media cetak lokalnya kerap kali diramaikan oleh tulisan-tulisan para kader dakwah.
Membangun jaringan ke perusahaan biasanya dimulai dari sebuah kegiatan yang membutuhkan dana sponsorship. Terkadang memang butuh momen untuk memulainya. Dalam pendekatan ke perusahaan hal yang perlu dicatat adalah profesionalisme dari kader LDK. Kepercayaan yang diberikan dari perusahaan kepada LDK harus dijaga sebaik mungkin. Dengan menjaga kepercayaan dan hubungan ke perusahaan, LDK akan bisa bekerja sama kembali di waktu yang akan datang.
Tokoh publik ialah orang yang memiliki kompetensi di bidang tertentu dan diakui oleh masyarakat sekitarnya. LDK perlu melakukan pendekatan ke tokoh publik karena selain dapat mengambil ilmu yang dimilikinya, LDK juga bisa memanfaatkan pengaruh tokoh tersebut untuk memperlancar agendanya. Pendekatan yang sering digunakan untuk membangun jaringan tokoh adalah melalui kunjungan langsung.. Mulailah dengan bersilaturahim biasa dan diskusi. Jangan lupa pula untuk memperkenalkan LDK agar tokoh tersebut aware dengan keberadaan LDK kita.
Instansi yang dimaksud di sini sangat beraneka ragam. Misalnya LSM, yayasan, lembaga pemerintahan, partai politik, organisasi masyarakat, dan sebagainya. Pendekatan umum dalam membangun jaringan ini dimulai dari dua hal, yakni kunjungan silaturahim dan melakukan agenda bersama seperti baksos atau aksi bersama. Pemanfaatan jaringan ini juga beragam, tergantung dari jenis lembaganya.
-
Forum Silaturahim Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK)
FSLDK adalah tempat berhimpunnya LDK seluruh Indonesia. FSLDK yang saat ini dikoordinir oleh PUSKOMNAS (Pusat Komunikasi Nasional) Universitas Airlangga bergerak dalam memajukan gerak dakwah seluruh LDK se-Indonesia dengan harapan agar kualitas LDK se-Indonesia bisa kuat sehingga dapat menjalankan fungsinya dalam menyuplai alumni yang berafiliasi terhadap Islam.
Sebuah LDK terutama yang baru berdiri sangat saya sarankan untuk menginduk kepada FSLDK. Dengan menginduknya sebuah LDK pada FSLDK biasanya LDK tersebut akan mengalami percepatan. Hal ini karena di FSLDK, LDK dari berbagai kampus dapat bertemu dan saling berdiskusi sehingga kita bisa memperoleh informasi dari LDK lain yang bisa kita terapkan di LDK kita.
Di setiap daerah terdapat perpanjangan tangan FSLDK, yakni PUSKOMDA (Pusat Komunikasi Daerah). LDK Anda bisa menghubungi PUSKOMDA untuk memudahkan jalur komunikasi ke jaringan LDK terbesar ini.
Banyak sekali memang jaringan yang bisa dibangun oleh LDK dalam rangka menguatkan barisan dakwah di kampus. Pada bagian selanjutnya saya akan memberikan paparan bagaimana cara memperluas dan menjaga jaringan yang ada.
Memperluas Jaringan LDK
Ada empat hal yang dapat dimanfaatkan sebagai sebuah prosedur sederhana agar perluasan jaringan LDK bisa sesuai dan terarah.
LDK perlu memiliki sasaran dalam membangun jaringan. Buatlah daftar target jaringan, nomor kontak yang bisa dihubungi, serta pemanfaatan jaringan tersebut. Daftar ini perlu ditambahkan juga dengan target deadline waktu sehingga aktivis LDK akan termotivasi untuk mengembangkan jaringannya dengan pesat. Mulailah dengan membangun jaringan dari yang terdekat baik dari segi afiliasi maupun geografis, karena biasanya lebih mudah dan mereka lebih mendukung agenda LDK kita. Kemudian barulah LDK mengembangkan jaringan ke pihak yang lebih variatif seperti sesama lembaga dakwah, media massa Islam, MUI, perusahaan Islam, ataupun ormas Islam.
Kunjungilah langsung pihak tersebut. Kunjungan ini bertujuan untuk menjalin tali silaturahim. Melalui kunjungan ini pula kita bisa berdiskusi dan menemukan persamaan antarlembaga agar mendapatkan pemahaman bersama dan kerjasama dakwah ke depan bisa lebih mudah.
Maksudnya adalah mengirimkan pesan dengan berbagai media baik melalui sms, email, maupun surat. Bentuk pesan yang dikirim bisa bersifat informal seperti pesan selamat idul fitri atau ucapan selamat ulang tahun. Bisa pula berupa pesan formal seperti undangan untuk menghadiri acara LDK atau penyampaian laporan dan dokumentasi agenda LDK untuk pencitraan LDK kita.
Terkadang LDK perlu memperkenalkan diri ke masyarakat luas. Lakukanlah perkenalan diri ini dengan membentuk citra yang positif. Hal ini dapat dilakukan baik melalui media atau pun dengan kunjungan langsung.
Menjaga Jaringan LDK
Dalam menjaga jaringan dakwah LDK perlu melakukan empat hal berikut secara berkala agar jaringan senantiasa terjaga.
Setelah membangun jaringan, sebuah LDK hendaknya memiliki sebuah database. Database yang rapi akan memudahkan pemanfaatan dan transfer data jaringan ke generasi penerus kita. Dengan demikian jaringan yang LDK kita miliki akan senantiasa terjaga untuk waku yang lama. Tantangan dalam menjaga jaringan adalah biasanya data mengenai jaringan tersebut melekat pada orang, bukan lembaga. Jadi, menjadi tanggung jawab bagi pemilik data untuk meneruskan dan memperkenalkannya kepada penerusnya.
Dari database yang telah ada, LDK selanjutnya perlu berhubungan secara rutin dengan jaringan yang telah dibangun. Dengan demikian LDK kita pun akan senantiasa diingat oleh orang-orang di jaringan tersebut. Bisa jadi kelak dalam kegiatan yang dijalankan, kita memberikan laporan atau dokumentasi kegiatan agar orang dari jaringan LDK kita tersebut bisa merasakan perkembangan yang terjadi pada LDK. Secara tidak langsung kita mencoba mengajaknya menjadi bagian dari kemajuan LDK.
Selalu ada kemungkinan contact person pada jaringan LDK kita merubah nomor telepon atau emailnya. Oleh karena itu perlu selalu dilakukan update data agar jaringan yang telah kita bangun tetap terjaga dan tidak saling kehilangan kontak.
Feedback bisa berbentuk pemanfaatan jaringan seperti kerjasama kegiatan. Dengan feedback ini, akan terbentuk kedekatan dan kekuatan jaringan yang lebih baik. Perlu kita ingat, dalam membangun jaringan jadikanlah hasil seperti bantuan dana bukan sebagai tujuan utama, namun sebagai dampak silaturahim yang kita jalankan. Tentunya sebuah LDK memegang semangat dakwah yang mengutamakan semangat silaturahim dalam rangka mengembangkan jaringan.
Anis Matta mengatakan, “Saat ini bukan lagi masanya tim yang kuat, akan tetapi saat ini adalah masanya jaringan yang kuat”. Kekuatan jaringanlah yang bisa membuat gerak LDK menjadi lebih masif dan kuat. Membangun jaringan bukan lagi sebuah agenda prioritas nomor dua, akan tetapi merupakan agenda utama yang perlu diprioritaskan demi kemajuan LDK.
Glosarium
A:
-
Akhawat: perempuan
-
Al Amin: dipercaya
-
Aqidah: keyakinan pada Islam
-
Ashabiqunal awwalun: orang-orang pertama yang masuk Islam
F:
H:
I:
J:
-
Jama’i: berjamaah/bersama-sama
L:
M:
-
Mabit: malam bina iman dan taqwa
S:
-
Syiar: menyampaikan ajaran Islam
-
Syukron: terima kasih
U:
-
Ulama: ahli agama
-
Umara: pemimpin
-
Usrah: mentoring / keluarga kecil
W:
Aktivis Dakwah yang Solid danProduktif
|
Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka; namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu tertutup tersebut terlalu lama hingga kita tidak melihat pintu lain yang telah terbuka. Alexander Graham Bell
|
BAB 10
Dostları ilə paylaş: |