Demikianlah, Sin Liong meninggalkan Pulau Neraka bersama Soan Cu dan juga biruang raksasa yang menjadi jinak



Yüklə 351,39 Kb.
səhifə4/7
tarix03.11.2017
ölçüsü351,39 Kb.
#29113
1   2   3   4   5   6   7

yang muncul ini memiliki ilmu kepandaian yang hebat. Ayah dan anak itu mendengar nama ilmu pedang turunan

mereka disebut-sebut, juga menengok dengan kaget. Wanita itu pakaiannya mentereng dan biarpun usianya sudah

kurang lebih setengah abad, namun harus diakui bahwa dia adalah seorang wanita cantik. Rambutnya hitam gemuk

dan panjang, dibiarkan terurai sampai kepinggulnya yang menonjol di balik celana yang ketat. Tangan kanannya

memanggul sebatang payung hitam dan wanita itu tahu-tahu telah berdiri di situ dengan gaya lemah lembut. Dia

seorang wanita yang masih kelihatan cantik dengan tubuh padat akan tetapi ada sesuatu yang dingin mengerikan

keluar dari sikapnya, terutama sekali sepasang matanya yang amat tajam itu karena mata itu terbelalak memandang

hampir tak pernah berkejap! Melihat wanita ini, kakek Coa terkejut bukan main dan otomatis dia berseru keras.

"Kiam-mo Cai-li....!!" Puteranya, Coa Khi terkejut. Tentu saja dia sudah pernah mendengar nama ini, nama

seorang datuk kaum sesat yang amat terkenal sebagai seorang iblis betina yang selain kejam dan ganas, juga amat

tinggi ilmu kepandaiannya. Kakek Coa merasa heran sekali mengapa iblis betina yang sudah bertahun-tahun tak

pernah muncul di dunia kang-ouw dan kabarnya hanya bertapa di tempat kediamannya, yaitu di Rawa Bangkai di kaki

Penggunungan Lu-liang-san itu tahu-tahu kini muncul di situ. Dan biasanya, di mana pun iblis itu muncul, tentu

akan terjadi malapetaka hebat! The Kwat Lin juga sudah mendengar nama itu, yaitu sepuluh tahun yang lalu ketika

dia masih menjadi seorang di antara Cap-sha Sin-hiap. Ketika itu, nama Kiam-mo Cai-li (Wanita Cerdik Berpedang

Payung) sudah amat terkenal. Akan tetapi dia belum pernah bertemu dengan iblis betina itu dan sekarang dia

melirik ke arah wanita itu dengan senyum mengejek. Dengan kepandaiannya seperti sekarang ini, dia tidak perlu

takut menghadapi iblis yang manapun juga! "Kiam-mo Cai-li, apakah kedatanganmu tanpa diundang ini pun hendak

menantang aku sebagai ketua Butong- pai? Kalau memang demikian, jangan kepalang tanggung, majulah kau bersama

kedua orang She Coa ini agar lebih cepat aku menghadapi kalian!" Ucapan yang keluar dengan tenangnya dari mulut

ketua Bu-tong-pai itu mengejutkan hati kedua orang ayah dan anak She Coa itu. Berani bukan main wanita ini

menantang Kiam-mo Cai-li seperti itu! Menyuruh datuk kaum sesat itu untuk mengeroyok! Akan tetapi Kiam-mo

Cai-li tertawa lebar sehingga tampaklah deretan giginya yang putih dan rapi, "Hi-hi-hik, hebat sekali mulut

ketua baru Bu-tong-pai! Pantas kau disebut-sebut di dunia kang-ouw, kiranya memang memilki keberanian yang

hebat! Hanya karena mendengar engkau adalah Ratu Pulau Es maka aku terpaksa meninggalkan tempatku yang aman dan

tenteram. Kalau tidak karena nama ini, biar siapa pun yang akan menduduki Bu-tong-pai, aku peduli apa? Sekarang

hendak kulihat bagaimana kau menghadapi pewaris-pewaris ilmu Pedang Hok-liong-kiamsut yang terkenal ini. Kalau

kau memang berharga untuk melawanku, barulah kita nanti bicara lagi!" The Kwat Lin tersenyum mengejek dan

mendenguskan suara dari hidung. "Hemm, kau merasa terlalu tinggi untuk mengeroyok? Baiklah, kalau begitu tunggu

saja sampai aku membereskan dua oran ini. Di sini tidak ada bangku, duduklah di sini!" Setelah berkata

demikian, Kwat Lin menghampiri sebatang pohon dan sekali tangan kirinya bergerak menyabet dengan telapak tangan

miring, terdengar suara keras dan pohon itu tumbang. Hebatnya, batang pohon itu putus seperti dibabat pedang

tajam saja, rata dan halus sehingga sisanya merupakan sebuah bangku! "Hi-hi-hik, memang hebat sinkangmu! Terima

kasih, aku menanti di sini," kata Kiam-mo Cai-li Liok Si dan sekali meloncat, tubuhnya sudah melayang ke atas

batang pohon yang merupakan bangku bermuka halus itu. Dia duduk bertumpang kaki dan menunjang dagu dengan

sebelah tangan, seperti seorang yang akan menikmati suatu tontonan yang menarik. Ayah dan anak she Coa itu

saling pandang. Di dalam pandang mata yang bertemu ini mereka seperti sudah saling bicara, menyatakan bahwa

mereka menghadapi lawan yang amat lihai. Akan tetapi, jiwa pendekar kedua orang ini membuat mereka sama sekali

tidak merasa gentar. Mereka bukan saja membela sahabat-sahabat mereka Kui Tek Tojin dan para tokoh Bu-tong-pai,

akan tetapi juga menuntut balas atas kematian dan kekalahan para tokoh kang-ouw yang datang lebih dulu dari

mereka membela Butong- pai. Selain itu mereka sudah datang sebagai dua orang penuntut kebenaran, kalau sekarang

mereka harus mundur melihat kehebatan lawan, hal ini akan membuat mereka menjadi pengecut dan bagi dua orang

pendekar seperti mereka yang namanya sudah terkenal harum selama beberapa keturunan, lebih baik mati sebagai

orang gagah dari pada hidup menjadi pengecut hina! "Kalau begitu, The Kwat Lin, bersiaplah engkau!" teriak

kakek Coa dan pedang di tangan kanannya sudah melintang di depan dada. Gerakan ini diturut oleh Coa Khi dan

kedua orang itu berdiri berjajar dengan memasang kuda-kuda yang kuat. Kwat Lin menggerakan tangan kanannya dan

tongkat pusaka ketua Bu-tong-pai yang selalu dipegangnya itu menancap di atas tanah di depannya. Tongkat itu

baginya perlu untuk menghadapi orang-orang Butong- pai yang menghormati tongkat itu dan menganggapnya sebagai

benda keramat lambang kedudukan tertinggi di Bu-tong-pai. Kini, menghadapi dua orang luar, dia tidak mau

mempergunakannya, dan juga untuk memamerkan kepandaiannya, dia sengaja hendak menghadapi dua orang itu dengan

tangan kosong! "Ceppp!" Tongkat itu amblas setengahnya ke dalam tanah dan sekali Kwat Lin menggerakan ke dua

kakinya, tubuhnya mencelat ke depan dua orang gagah se Coa itu sambil berkata, "Mulailah!" "Sing, sing....

wut-wut-wut-wutttt....!!" Bertubu-tubi kedua pedang itu menyambar dengan kekuatan dan kecepatan dahsyat

sehingga tampak sinar-sinar berkilauan dibarengi suara bersiutan ketika kedua pedang membelah udara. Diam-diam

Kwat Lin terkejut dan harus memuji kehebatan dan keindahan gerakan ilmu pedang mereka itu. Namun, tentu saja

dengan latihan yang didapatnya dari Pulau Es, gerakanya lebih cepat lagi sehingga dengan mudah dia dapat

mengelak ke sana-sini menghindarkan diri dari sambaran sinar kedua pedang itu dengan gerakan yang cepat dan

indah. Setelah merasa yakin bahwa betapapun indah dan lihainya ilmu pedang mereka namun dia masih memiliki

tingkat jauh lebih tinggi dalam hal sinkang, Kwat Lin tersenyum dan bagaikan seekor kucing mempermainkan dua

ekor tikus, dia sengaja selalu mengelah ke sana ke mari memamerkan kegesitan tubuhnya, bukan hanya kepada dua

orang itu melainkan terutama sekali kepada wanita yang dianggapnya merupakan calon lawan yang lebih lihai,

yaitu Kiam-mo Cai-li yang menonton pertandingan itu. Tiba-tiba Kwat Lin mengeluarkan seruan tertahan ketika

lirikan matanya membuat dia maklum bahwa ada dua orang bekas anak buah Bu-tong-pai yang mendekati tongkat

pusaka itu dan berusaha mencabut tongkat pusaka dari dalam tanah. Peristiwa itu terjadi cepat sekali namun Kwat

lin yang cerdik lebih cepat lagi mengambil kesimpulan bahwa dua orang itu tentulah pengkhianatpengkhianat yan

berpura-pura takluk kepadanya namun diam-diam mencari kesempatan untuk mencuri tongkat pusaka, tentu dengan

maksud mengembalikan tongkat itu kepada Kui Tek Tojin! Pada saat itu, dua pedang ayah dan anak itu menusuk dari

depan dan belakang dengan cepatnya. Kwat Lin tentu saja agak terlambat gerakanya oleh perhatian yang terpecah

tadi, maka dia cepat menggulingkan tubuhnya, mengelak dari tusukan pedang di depan, sedangkan tusukan pedang

dari belakang yang masih mengancamnya di tangkisnya dengan lengan kiri yang dilindungi gelang-gelang emas.

"Cringggg....!!" Coa Khi terkejut bukan main ketika lengan yang memegang pedang itu tergetar hebat dan hampir

saja pedangnya terlepas dari pegangan ketika bertemu dengan gelang di pergelangan tangan kiri ketua Bu-tong-pai

itu! Ketika dia dan ayahnya memandang, ternyata wanita itu telah lenyap dan tahu-tahu terdengar jerit-jerit

mengerikan dari kiri. Ketika mereka memandang, ternyata wanita itu telah merobohkan dua orang laki-laki yang

tadi mencoba mencuri tongkat pusaka. Dua orang laki-laki itu roboh dengan kepala pecah disambar jari-jari

tangan Kwat Lin yang marah. Setelah membunuh kedua orang itu, sekali meloncat Kwat Lin sudah kembali menghadapi

dua orang lawannya. kini dialah yang menerjang, menyerang dengan kedua tangan terbuka, cepatnya bukan main

sehingga ayah dan anak itu terpaksa mudur sambil melindungi tubuhnya dengan pedang. Seru dan indah dipandang

pertandingan itu. Tubuh Kwat Lin lenyap dan hanya kadang-kadang saja tampak, bergerak-gerak di antara gulungan

dua sinar pedang. Dia seloah-olah seorang penari yang amat indah dan lemah gemulai gerakannya, seperti sedang

bermain-main dengan gulungan sinar pedang yang dipandang sepintas lalu seperti dua helai selendang yang di

mainkan oleh wanita itu. Tiba-tiba kedua orang ayah dan anak itu mengeluarkan pekik yang menggetarkan bumi dan

tampak mereka menerjang secara berbareng dari depan dengan pedang terangkat ke atas dan membacok sambil

meloncat. Inilah jurus paling ampuh dari ilmu pedang mereka lakukan dengan berbareng, jurus terakhir dari

Hokliong- kiam-sut (Ilmu Pedang Naga). Serangan ini demikian dahsyatnya sehingga tidak memungkinkan lawan yang

diserangnya untuk mengelak lagi karena jalan keluar sudah tertutup dan ke mana pun lawan mengelak, ujung pedang

tentu akan mengejar terus. Akan tetapi, sambil tersenyum Kwat Lin tidak menghindarkan diri sama sekali tidak

mengelak, bahkan menubruk ke depan, tiba-tiba ketika tubuh Coa Khi yang meloncat ke atas itu sudah dekat dan

pedang pemuda itu sudah menyambar ke arah kepalanya, dia menjatuhkan diri ke bawah, berjongkok dan kedua

tangannya menyambar ke atas dan depan dengan jari-jari terbuka. "Hyaaaaattt....!!" Pekik melengking yang keluar

dari mulut Kwat Lin ini dahsyat sekali dan kedua tangan yang mengandung sepenuhnya tenaga Inti Salju yang ampuh

itu telah menyambar perut kedua orang laawannya. "Plak! Plak!" Tamparan jari-jari tangan yang mengandung tenaga

sinkang mujijat ini tepat mengenai perut Coa Khi yang sedang melayang di atas dan Coa Hok yang berada di depan.

Ayah dan anak itu mengeluarkan jerit tertahan yang mengerikan. Mereka merasa tubuh mereka dimasuki hawa dingin

yang tak tertahankan hebatnya dan robohlah ayah dan anak itu, roboh tanpa dapat berkutik lagi karena mereka

telah tewas dengan muka membiru karena darah mereka telah beku terkena pukulan yang mengandung Swat-im-sinkang

hebat dari Pulau Es! "Bagus sekali....!!" Kiam-mo Cai-li Liok Si memuji dan melayang turun dari atas batang

pohon dan berdiri berhadapan dengan ketua Bu-tong-pai itu. Keduanya sama cantik dan sama mewah pakaiannya, dan

sejenak mereka saling pandang seperti hendak mengukur kelebihan lawan dengan pandang mata. "Hebat kepandaianmu,

Pangcu (Ketua)! Melihat tingkatmu, engkau pantas menjadi lawanku bertanding, mari kita coba-coba, siapa

diantara kita yang lebih lihai!" The Kwat Lin mengerutkan alisnya dan bertanya, "Kiam-mo Cai-li, diantara kita

tidak pernah ada urusan sesuatu. Apakah engkau menantangku demi membela para tosu Bu-tong-pai yang sudah

mengundurkan diri?" "Hi-hi-hik!" Wanita yang sudah hampir nenek-nenek namun masih amat genit itu terkekeh. "Aku

membela tosu Bu-tong-Pai? Jangan bicara ngaco! Bagi aku, siapa pun yang akan menjadi ketua Bu-tong-pai, masa

bodoh! Akan tetapi mendengar bahwa yang mengetuai Bu-tong-pai disebut Ratu Pulau Es, hatiku tertarik dan

sekarang melihat engkau benar-benar lihai, makin ingin hatiku menguji kelihaianmu dan bertanya apakah benar

engkau Ratu Pulau Es?" Kwat Lin mengangguk. "Benar, aku adalah bekas Ratu Pulau Es! Kiam-mo Cai-li, kalau

engkau tidak membela tosu-tosu Bu-tong-pai perlu apa kita bertanding? Ketahuilah, aku sedang membangun

Bu-tongpai dan aku membutuhkan kerja sama dengan orang-orang pandai, terutama sekali engkau. Apakah seorang

dengan kepandaian seperti engkau ini tidak pula mempunyai cita-cita tinggi untuk mencapai matahari dan bulan?

Ataukah hanya menanti kematian begitu saja, membusuk di tempat pertapaanmu di Rawa Bangkai?" "Hi-hi-hik, aku

sudah mendengar pula akan usahamu yan bercita-cita luhur! Karena itu pula aku tertarik dan datang ke sini. Akan

tetapi sebelum kita bicara tentang kerja sama dan cita-cita, kita harus menentukan dulu siapa diantara kita

yang patut memimpin dan siapa pula yang harus taat." "Maksudmu?" The Kwat Lin memandang tajam dengan alis

berkerut. "Kita bekerja sama, itu pasti! Dan kalau kita berdua sudah bekerja sama, di tangan kita kaum wanita,

tentu segalanya akan berhasil baik! Lihat saja keadaan di istana kerajaan. Seorang selir mampu mengemudikan

seluruh kendali pemerintahan! Akan tetapi untuk menentukan siapa yang akan menjadi pemimpinnya diantara kita,

perlu diketahui sekarang juga." "Bagus! Dengan lain kata-kata engkau menantang untuk kita mengadu kepandaian,

ya? Kiam-mo Cai-li, engkau seperti seekor katak dalam sumur! Majulah!" Kwat Lin membanting kakinya ke atas

tanah dekat pusaka Bu-tong-pai dan.... tongkat yang menancap setengahnya lebih itu mencelat ke atas seperti

didorong dari bawah tanah, lalu tongkat itu disambar dan dipegangnya. Kiam-mo Cai-li menganguk-angguk. "Hebat

memang sinkangmu, Pangcu. Akan tetapi jangan kau salah sangka. Sekali ini aku benar-benar menyadari bahwa

usiaku sudah makin tua dan aku perlu memperoleh kedudukan yang akan menjamin masa tuaku sampai mati. Kita hanya

mengukur kepandaian, bukan bertanding sebagai musuh, hanya untuk menentukan tingkat siapa yang lebih tinggi di

antara kita berdua." Mendengar kata-kata ini, berkurang panas hati Kwat Lin dan teringat lagi dia bahwa

betapapun juga, dia membutuhkan tenaga bantuan wanita iblis yang terkenal sebagai datuk kaum sesat ini. Kalau

dia dapat menarik wanita ini sebagai pembantu, tentu akan banyak tokoh kaum sesat yang dapat ditariknya untuk

membantu tercapainya cita-citanya. "Baiklah kalau begitu, Kiam-mo Cai-li. Mari kita mulai!" "Pangcu, awas

serangan pedang payungku!" Kiam-mo Cai-li berseru dan tubuhnya sudah menerjang ke depan, didahului oleh

bayangan hitam dari pedang payungnya yang terbuka dan menyembunyikan gerakannya. Ujung payung berbentuk pedang

itu menusukkan payung itu sendiri berputar mengaburkan pandangan mata lawan. Namun, dengan tenang saja Kwat Lin

menggerakan tangan kirinya, dengan telapak tangan terbuka dia mendorong ke depan sehingga hawa pukulan sinkang

yang hebat menyambar dan membuat payung itu seperti tertiup angin keras dan menahan daya serang ujung payung

yang seperti pedang, kemudian disusul dengan gerakan tongkat pusaka ditangan Kwat Lin menyambar dari samping

dengan dahsyatnya. "Plakk...! Cringggg-cring....!!" Tongkat itu ditangkis, pertama dengan kuku tangan Kiam-mo

Cai-li yang hendak mencengkeram dan merampas tongkat, namun tongkat sudah ditarik kembali dan mengirim hantaman

dua kali berturut-turut yang dapat ditangkis oleh pedang di ujung payung. Maklum akan kehebatan lawannya,

Kiam-mo Cai-li bergerak cepat sekali dan dia sudah mainkan ilmu pedangnya yang luar biasa, yaitu Tiat-mo

Kiam-hoat (Ilmu Pedang Payung Besi). Kalau saja kwat Lin belum mewarisi ilmu-ilmu yang amat tinggi tingkatnya

dari Pulau Es, tentu dia bukanlah lawan Kiam-mo Cai-li yang lihai sekali itu. Akan tetapi, karena The Kwat Lin

kini telah menjadi seorang yang berilmu tinggi, maka dia dapat mengimbangi permainan lawannya dan terjadilah

pertandingan yang amat seru dan seimbang. Kiam-mo Cai-li memang luar biasa lihainya. Tidak percuma dia menjadi

seorang datuk kaum sesat, seorang tokoh golongan hitam yang ditakuti seperti seorang iblis betina yang kejam

dan berilmu tinggi. Tdak hanya ilmu pedangnya yang lain dari pada yang lain, permainan pedang yang gerakan

tangannya terlindung dan tersembunyi oleh payung hitam sehingga lebih praktis dan berbahaya daripada

menggunakan perisai, akan tetapi di samping ilmu pedangnya ini juga tangan kirinya merupakan senjata yang amat

berbahaya dengan kuku-kukunya yang panjang dan mengandung racun. Ini semua masih dilengkapi lagi dengan

rambutnya yang hitam panjang, karena rambutnya ini seperti ular-ular hidup, dapat dipergunakan untuk menotok,

melecut, atau melibat! Akan tetapi, tidak percuma pula The Kwat Lin pernah menjadi isteri seorang manusia yang

disohorkan seperti setengah dewa, yaitu Han Ti Ong yang sukar diukur lagi tingkat kepandaiannya. Tidak percuma

selama sepuluh tahun bekas murid Bu-tong-pai ini digembleng di Pulau Es, apalagi telah mewarisi kitab-kitab

pusaka Pulau Es yang telah dilarikannya. Yang jelas, dalam hal tenaga sinkang, dia masih menang setinggkat

dibandingkan dengan Kiam-mo Cai-li. Tenaga sinkangnya adalah hasil latihan di Pulau Es, maka dia telah dapat

menyedot tenaga inti salju, yaitu Swat-im Sin-kang, tenaga sinkang yang mengandung hawa dingin sehingga lawan

yang kurang kuat sekali bertemu tenaga akan menjadi beku darahnya. Selain menang dalam tenaga sinkang, juga

dasar ilmu silatnya lebih sempurna daripada dasar ilmu silat Kiam-mo Cai-li yang sesungguhnya merupakan

gabungan ilmu silat campur-aduk. Demikianlah, pertandingan itu berlangsung sampai seratus jurus lebih dengan

amat serunya. Kiam-mo Cai-li menang keanehan senjatanya dan menang pengalaman bertanding akan tetapi

kelebihannya ini menjadi tidak berarti karena dia kalah tenaga sinkang sehingga setiap serangan dan desakannya

membuyar oleh hawa sinkang dari dorongan telapak tangan The Kwat Lin. Akhirnya, iblis betina ini harus mengakui

keunggulan lawan dan dia sebagai seorang ahli maklum bahwa kalau dilanjutkan, salah-salah dia akan menjadi

korban hawa Swat-im Sin-kang yang mujijat. Maka dia meloncat ke belakang dan berseru, "Cukup, Pangcu!

Kepandaianmu hebat, engkau pantas menjadi Ratu Pulau Es, pantas menjadi ketua Bu-tong-pai dan biarlah aku

membantumu dalam kerja sama kita!" Dapat dibayangkan betapa girangnya hati Kwat Lin mendengar ini. Dia lalu

menghampiri Kiammo Cai-li, menggandeng tangan wanita itu dan memperkenalkan kepada Swi Liang, Swi Nio, dan Han

Bu Ong. Kemudian dia mengajak sahabat baru itu memasuki gedungnya dan sambil menghadapi hidangan lezat kedua

orang wanita lihai ini bercakap-cakap dan mengadakan perundingan untuk bekerja sama. Ternyata mereka cocok

sekali dan memang keduanya merindukan kedudukan yang mulia dan terhormat, maka dalam perundingan ini. Kiam-mo

Cai-li diangap sebagai pembantu utama dan tangan kanan Kwat Lin, bahkan Rawa Bangkai yang terletak di kaki

Pegunungan Lu-liang-san itu dijadikan markas kedua di mana kelak akan dilakukan semua pertemuan dan perundingan

rahasia. Benar saja seperti yang diharapkan, setelah Kiam-mo Cai-li menjadi pembantunya, banyaklah kaum sesat

yang menggabung dan menyatakan suka bekerja sama sehingga biarpun tidak resmi, mulai saat itu The Kwat Lin

bukan hanya menjadi ketua Bu-tong-pai, akan tetapi juga diakui sebagai datuk kaum sesat nomer satu! Hubungan

rahasia yang diadakan oleh The Kwat Lin dengan para pembesar kota raja menjadi makin luas, dan diam-diam

persekutuan ini mulai mengatur rencana pemberontakan untuk menggulingkan Kaisar! Dari para pembesar yang

mengharapkan bantuan orang-orang kang-ouw inilah Kwat Lin memperoleh bantuan keuangan sehingga Bu-tong-pai

menjadi makin kuat dan wanita lihai ini dapat menarik banyak tenaga bantuan orang pandai dengan mempergunakan

uang sebagai pancingan. Keadaan kerajaan Tang di masa itu memang sedang diancam pergolakan hebat. Kaisarnya,

yaitu Kaisar Beng Ong, atau yang terkenal juga dengan sebutan Kaisar Hian Tiong. Tak dapat disangkal lagi, di

bawah pemerintahan Kaisar Beng ini Kerajaan Tang mengalami perkembangan yang amat pesat sehingga menjadi sebuah

kerajaan yang luas sekali wilayahnya. Di jaman pemerintahannya inilah (712-756) di Tiongkok bermunculan

sastrawan-sastrawan dan pelukis-pelukis yang menjadi terkenal sekali dalam sejarah, seperti Li Tai-po, Tu Fu,

Wang Wei dan lain-lain. Namun, disayangkan bahwa kebijaksanaan Beng Ong dalam mengemudikan roda pemerintahan

ini mengalami godaan hebat yang meruntuhkan segala-galanya. Seperti telah terjadi seringkali, di jaman apa pun

dan di negara manapun juga, Beng Ong yang hatinya teguh menghadapi godaan segala macam keduniawian, ternyata

lumpuh ketika menghadapi seorang wanita! Betapa banyaknya sudah dibuktikan oleh sejarah, betapa pria-pria yang

hebat, pandai, gagah perkasa dan kuat hatinya, menjadi luluh dan tak berdaya begitu bertemu dengan seorang

wanita yang berkenan di hatinya. Peristiwa itu terjadi dalam tahun 745. Ketika itu, Raja Beng Ong sudah berusia

enam puluh tahun lebih. Sebenarnya sudah tua dan sudah kakek-kakek, namun seperti telah terbukti dari jaman

dahulu sampai sekarang, laki-laki, betapapun tuanya dalam menghadapi wanita menjadi seperti seorang kanak-kanak

yang hijau dan lemah. Seorang di antara banyak pangeran, yaitu putera Kaisar yang terlahir dari banyak selirnya

adalah Pangeran Su. Pangeran ini mempunayi seorang isteri yang amat cantik jelita, dan menurut kabar angin,

wanita ini cantiknya melebihi bidadari kahyangan. Wanita ini bernama Yang Kui Hui, dan memang wanita ini

memiliki kecantikan yang amat luar biasa sehingga terkenal di seluruh penjuru dunia. Ketika Kaisar Beng Ong

dalam suatu kesempatan bertemu dan melihat Yang Kui Hui, seketika hati Kaisar tua itu tergila-gila. Ratusan

orang selir cantik dan pelayan-pelayan muda dan perawan tidak lagi menarik hatinya dan setiap saat yang tampak

di depan matanya hanyalah wajah Yang Kui Hui yang cantik jelita. Akhirnya, Kaisar tidak lagi dapat menahan

nafsu hatinya. Dengan kekerasan dia memaksa puteranya sendiri, Pangeran Su, untuk menceraikan isterinya dan

mengawinkan pangeran ini dengan seorang wanita lain. Adapun Yang Kui Hui, tentu saja, segera dimasukan ke dalam

istana, di dalam kumpulan harem (rombongan selir) di istana. Setelah Yang Kui Hui pada malam pertama melayani

Kaisar Beng Ong, bekas ayah mertuanya, sejak saat itulah terjadi lembar baru dalam sejarah Kerajaan Tang.

Kaisar Beng Ong yang tadinya giat mengurus pemerintahan, memperhatikan segala urusan pemerintahan sampai ke

soal yang sekecil-kecilnya, kini mulai tidak acuh dan menyerahkan semua urusan ke tangan para Thaikam (Orang

Kebiri, Kepercayaan Raja) dan para pembesar yang berwenang. Dia sendiri dari pagi sampai jauh malam tak pernah

meninggalkan tempat tidur di mana Yang Kui Hui menghiburnya dengan penuh kemesraan. Dalam beberapa bulan saja,

selir yang tercinta ini berhasil menguasai hati Kaisar seluruhnya sehingga apa pun yang dilakukan oleh Yang Kui

Hui selalu benar, dan apa pun yang diminta oleh selir ini, tidak ada yang ditolak oleh Kaisar tua yang sudah

dimabok cinta itu. Yang Kui Hui bukanlah seorang wanita bodoh. Sama sekali bukan. Tentu saja hatinya menaruh

dendam kepada kaisar Beng Ong karena dia dipisahkan dari suaminya yang tercinta. Sudah pasti sekali dalam

melayani semua nafsu berahi Kaisar tua itu, ada tersembunyi niat yang lain lagi, bukan semata-mata karena dia

membalas cinta kasih Kaisar yang sudah tua itu. Dia tidak menyia-nyikan kesempatan amat baik itu. Setelah


Yüklə 351,39 Kb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin