Demikian, rencana siasat itu dijalankan dengan baik dan Swi Liang yang menyamar sebagai seorang gadis cantik
bernama Bu Liang-cu, berhasil menyusup ke dalam istana sebagai pengawal pribadi dari Yang Kui Hui! Memang
itulah tujuan pokok dari siasat Kwat Lin, yaitu memikat hati Yang Kui Hui. Pemikatan dengan jalan menolong
selir itu dari bahaya cukup baik, akan tetapi akan lebih berhasil lagi kalau muridnya itu berhasil menjatuhkan
hati selir itu dengan ketampanannya! Kalau sampai berhasil Swi Liang menjadi kekasih Yang Kui Hui, hemm, akan
mudah saja melakukan gerakan pemberontakan dari dalam! Inilah sebabnya maka dia setuju muridnya itu menyamar
sebagai wanita. Dia rela memberikan kekasihnya ini kepada Yang Kui Hui demi tercapainya cita-citanya. Berbeda
dengan kakaknya yang telah mabok bujukan gurunya, Swi Nio makin lama merasa makin tidak enak tinggal di
Bu-tong-san. Dia sama sekali tidak senang dan hatinya menentang menyaksikan semua perbuatan subonya. Tadinya
memang dia rela menjadi murid wanita sakti, karena wanita itu yang menolong dia dan kakaknya, juga yang telah
membunuh Pat-jiu Kai-ong musuh besar yang telah membunuh ayah mereka. Akan tetapi semenjak menyaksikan betapa
subonya itu menguasai Bu-tong-pai dengan kekerasan, melihat subonya melawan susiok sendiri dan bahkan membuat
para tokoh Bu-tong-pai mengundurkan diri dari Bu-tong-pai, hatinya sudah merasa tidak senang. Apalagi melihat
masuknya orangorang kasar dan yang dia ketahui adalah bekas-bekas penjahat menjadi anggauta Bu-tong-pai dia
merasa penasaran. Semua itu masih ditambah lagi kenyataan yang membuatnya merasa malu dan hina, yaitu melihat
kakaknya menjadi kekasih subonya. Seringkali secara diam-diam Swi Nio menasihati kakaknya, bahkan menganjurkan
kakaknya untuk bersama dia melarikan diri saja dari Bu-tong-pai, namun semua itu tidak diacuhkan oleh Swi
Liang. Swi Nio menderita batin seorang diri, seringkali menangis di dalam kamarnya. Melihat munculnya Kiam-mo
Cai-li, hatinya menjadi makin gelisah. Dia dahulu sudah mendengar dari mendiang ayahnya bahwa Kiam-mo Cai-li
adalah seorang datuk kaum sesat yang amat kejam. Namun kenyataannya, subonya menjadi sekutu iblis itu, bahkan
diakui sebagai pemimpin! Pagi hari itu, setelah merasa kehilangan kakaknya yang pergi tampa pamit bersama
subonya dan kemudian melihat subonya pulang sendiri tanpa kakaknya, Swi Nio tak dapat menahan kegelisahan
hatinya lagi dan dia memberanikan diri memasuki kamar subonya di mana subonya sedang bercakap-cakap dengan
Kiam-mo Cai-li yang kebetulan datang ke Bu-tong-san. "Subo, teecu (murid) tidak melihat adanya Liang-koko yang
tadinya pergi bersama Subo selama beberapa hari lamanya. Ke manakah dia, Subo? Apakah yang terjadi dengan
kakakku itu?" tanyanya dengan wajah agak pucat karena beberapa malam dia kurang tidur memikirkan kakaknya. The
Kwat Lin mengerutkan alisnya. Hatinya memang sudah tidak senang pada muridnya ini, apalagi ketika Swi Nio
terang-terangan berani menolak perintahnya sehingga tugas itu digantikan oleh Swi Liang biarpun pemuda itu
berhasil baik, betapapun juga The Kwat Lin merasa kehilangan, apalagi di waktu malam yang sunyi dan dingin!
"Kau tidak perlu tahu!" jawabnya membentak. "Tapi.... Subo, dia adalah kakak teecu......" Swi Nio membantah.
"Hemm, dia bertugas di kota raja. Sudah, pergilah dan jangan kau mengganggu kami yang sedang bicara!" Swi Nio
bangkit berdiri dari atas lantai dan memandang gurunya dengan mata terbelalak dan muka pucat. "Jadi....dia....
dia telah menyelundup ke dalam istana....?" The Kwat Lin bangkit berdiri dan menudingkan telunjuknya ke muka
Swi Nio sambil membentak marah, "Gara-gara engkaulah! Apa kaukira kalau tidak terpaksa aku suka membiarkan dia
melakukan tugas berbahaya itu? Mestinya engkau yang bertugas, akan tetapi engkau telah menolak. Dia seorang
murid yang amat baik, tidak seperti engkau yang tak mengenal budi!" Swi Nio membalikan tubuhnya, menutupi muka
dan menangis sambil mengeluh, "Liang-koko..... ah, Koko....!" Setelah dara itu berlari pergi, Kwat Lin duduk
kembali, wajahnya keruh dan dia mengomel, "Murid yang murtad! Sungguh menjengkelkan saja dia itu!"
Kiam-mo-Cai-li tersenyum. "Mengapa pusing-pusing menghadapi seorang gadis seperti itu? Kalau dibiarkan saja,
tentu dia akan terus merongrongmu dan boleh jadi kelak akan membahayakan perjuangan kita. Dia harus
ditundukkan!" "Hemm, maksudmu menggunakan kekerasan?" "ah, aku mengenal gadis seperti itu. Wataknya keras dan
kalau digunakan kekerasan, sampai mati pun dia tidak akan tunduk. Kalau sampai dia mati, amat tidak baik bagi
kakaknya yang kita butuhkan tenaganya. Dia harus dilawan dengan cara halus." "Bagaimana maksudmu? Membujuknya?"
Kiam-mo Cai-li menggeleng kepalanya. "Dibujukpun takkan berhasil. Akan tetapi sekali dia telah jadi isteri
orang, tentu dia akan menurut segala kehendak suaminya." "Ihhh! Aku tidak pernah memikirkan hal itu. Dengan
siapa?" "Kita harus cerdik, kita harus memakai siasat sekali tepuk memperoleh dua ekor lalat atau menggunakan
pedang yang bermata dua. Di satu fihak, kita harus menyenangkan hati Pangeran Tang Sin Ong yang aku tahu
memiliki watak mata keranjang sehingga dia akan tentu berterima kasih sekali kepadamu kalau kau rela memberikan
muridmu yang cantik manis itu kepadanya, menjadi seorang selirnya yang tercinta dan dapat diandalkan. Ke dua,
kalau muridmu itu sudah menjadi selir Pangeran Tang Sin Ong, tentu dia akan tidak banyak bantahan lagi!" The
Kwat Lin mengangguk-angguk dan diam-diam dia memuji kecerdikan temannya ini. "Siasatmu memang baik sekali,
Cai-li! Akan tetapi.... biarapun sudah pasti sekali Pangeran akan menerima penawaran ini dengan kedua tangan
terbuka, kukira belum tentu Swi Nio akan mau dijadikan selir pangeran itu. Kalau dia menolak, lalu bagaimana?"
Kiam-mo Cai-li tertawa. "Hi-hi-hik, tidak usah khawatir, Pangcu. Aku yang tanggung jawab dia tentu tidak akan
menolak." Dia lalu mendekatkan mulutnya ketelinga The Kwat Lin berbisik-bisik. Kwat Lin mengangguk-angguk. "
Hemm, kalau dia merupakan seorang murid yang baik dan taat, tentu aku tidak tega, akan tetapi.... demi
suksesnya perjuangan kita, agar dia tidak menjadi penghalang malah kelak mungkin dapat membantu, biarlah....
kita atur secepatnya agar Pangeran dapat berkunjung ke sini." "Tentu mudah saja dan tidak menimbulkan
kecurigaan. Bukankah peristiwa di hutan itu membuat nama Bu-tong-pai terangkat tinggi dalam pandangan kerajaan?
Kalau seorang Pangeran berkunjung ke sini, menemui penolong selir Yang Kui Hui, hal itu sudah semestinya!
Hi-hi-hik." "Kau memang cerdik sekali, Cai-li!" The Kwat Lin memuji dan kedua orang wanita berkepandaian tinggi
itu sambil tersenyum-senyum minum arak wangi yang berada di dalam cawan-cawan perak mereka. Beberapa hari
kemudian, sesuai dengan siasat mereka itu, datangalah rombongan tamu agung dari kota raja. Pangeran Tang Sin
Ong! Inilah hasil pertama dari siasat The Kwat Lin menolong Yang Kui Hui. Sebelum peritiwa itu, hubunganya
dengan pangeran itu dilakukan secara sembunyi dan pertemuan rahasia yang diadakan hanya melalui kurir (utusan).
Akan tetapi sekarang, setelah siasat di hutan itu sekaligus mengangkat nama Bu-tong-pai, Pangeran Tang Sin Ong
berani datang secara berterang, bahkan sebelum berangkat pangeran itu menerima titipan bingkisan hadiah yang
dikirim oleh Yang Kui Hui sendiri melalui pangeran itu. Tentu saja keadaan di Bu-tong-san seperti dalam pesta.
Semua anak buah Bu-tong-pai mengenakan pakaian baru dan rombongan tamu agung itu disambut dengan meriah seperti
sambutan terhadap seorang pengantin. Dengan penuh kehormatan para tamu agung dijamu di ruangan yang lebar dari
Bu-tong-pai, dan pesta pora diadakan diruangan yang biasa dipergunakan untuk Lian-bu-thia (ruang belajar
silat). Sambutan resmi dilakukan dan pangeran menyerahkan bingkisan dari Yang Kui Hui dan menyerahkan pula
bingkisan dari dirinya sendiri kepada ketua Bu-tong-pai. Malam harinya, sebagai penghormatan khusus, Pangeran
Tang Sin Ong seorang diri dijamu oleh The Kwat Lin diruangan dalam dan ketua ini ditemani oleh Kiam-mo Cai-li
dan Bu Swi Nio! Dara ini setengah dipaksa oleh subonya untuk menemaninya menjamu pangeran itu dan biarpun di
dalam hatinya Bu Swi Nio tidak setuju, namun dia tidak berani membantah. Pula, di dalam hatinya dia ingin
sekali mendengar percakapan mereka yang tentu akan menyangkut pula keadaan kakaknya di kota raja. Ketika
pengeran ini dipersilahkan duduk menghadapi meja yang sudah penuh hidangan, The Kwat Lin memperkenalkan Kiam-mo
Cai-li Liok Si sebagai pemilik istana Rawa Bangkai, dan memperkenalkan muridnya pula Bu Swi Nio sebagai
muridnya yang terkasih. Pangeran itu memandang Kiam-mo Cai-li dan Bu Swi Nio, lalu tertawa gembira dan berkata,
"Sungguh beruntung sekali Pangcu mendapatkan seorang pembantu seperti Liok Toanio ini yang saya yakin tentu
memiliki ilmu kepandaian tinggi. Dan muridmu ini....aaihh... penerangan ini menjadi makin bercahaya, suasana
menjadi makin gembira dan segar, hidangan menjadi bertambah lezat. Sungguh saya merasa berbahagia sekali bahwa
Nona Bu suka menemani saya makan minum, untuk ini saya harus menghaturkan arak penghormatan sebagai tiga
cawan!" Pangeran itu tentu saja tadinya sudah diberitahu oleh Kwat Lin bahwa ketua ini hendak menghadiahkan
muridnya kepadanya. Maka begitu melihat Swi Nio yang masih amat muda dan cantik jelita itu, hati Sang Pangeran
sudah jatuh dan gairahnya sudah bernyala-nyala. Wajah Swi Nio menjadi merah padam. Dia merasa malu sekali
menyaksikan sikap dan mendengar kata-kata yang penuh pujian ini. Dia tidak biasa berhadapan dengan pria seperti
ini. Hatinya berdebar tegang dan khawatir, akan tetapi untuk menolak, tentu saja dia tidak berani. Sambil
menunduk dan membisikan kata-kata terima ksih dia menerima tiga cawa arak berturut-turut. Biarpun dia tidak
biasa minum banyak arak, akan tetapi terpaksa tiga cawan arak itu diminumnya tanpa banyak membantah. Melihat
ini The Kwat lin dan Kiam-mo Cai-li tertawa girang dan dari seberang meja, The Kwat Lin mengedipkan sebelah
matanya kepada Sang Pangeran.Tang Sin Ong mengerti akan isyarat ini, maka dia lalu melepas seuntai kalung emas
bertaburan permata yang tergantung di lehernya, bangkit berdiri dan mengulurkan kedua tangan yang memegang
kalung itu kepada Swi Nio sambil berkata, "Nona Bu, kalung ini sama sekali tidak dapat mengimbangi kecantikan
Nona, akan tetapi karena pada saat ini yang ada pada saya hanya kalung ini, maka sudilah Nona menerimanya
sebagai tanda penghormatan saya kepada seorang Nona secantik dewi!" Bu Swi Nio terkejut sekali dan cepat dia
menoleh kepada subonya. Menurutkan kata hatinya, ingin dia menolak keras dan mencela sikap pangeran yang
terlalu berani itu. Akan tetapi dia melihat subonya mengangguk dan berkata, "Swi Nio, Pangeran telah bermurah
hati kepadamu, mengapa tidak lekas menerima dan menghaturkan terima kasih?" Bu Swi Nio merasa terdesak dan
dengan suara gemetar dia berkata, "Hamba...., hamba...., tidak berani menerimanya....." "Swi Nio....!" The Kwat
Lin menegur "Bu Swi Nio, mengapa kau menolak kemurahan hati Pangeran?" Kiam-mo Cai-li juga ikut menegur.
Pangeran Tang Sin Ong tertawa. "Ahh, tentu saja Nona Bu merasa malu-malu, tidak seperti gadis-gadis yang haus
akan harta benda. Hal ini malah menonjolkan kecemerlangan watak seorang gadis yang cantik jelita dan gagah
perkasa! Nona, biarlah aku mengalungkan hadiah ini di lehermu." Berkata demikian, Sang Pangeran lalu bangkit
berdiri dan mengalungkan kalung emas itu melingkari leher Swi Nio yang menundukan kepalanya. Karena tak dapat
menolak lagi dan kalung yang lebar itu sudah mengalungi lehernya, dengan muka sebentar pucat, Swi Nio menjura,
"Banyak terima kasih hamba haturkan..." "Aaaahhh, jangan sungkan-sungkan." Dia tertawa, kedua orang wanita
sakti itupun tertawa dan mereka bergantian menyuguhkan arak kepada Sang Pangeran dan juga Bu Swi Nio. "Muridku,
karena pangeran telah bermurah hati kepadamu, tidak saja menyuguhkan arak tetapi juga menghadiahkan kalung,
mengapa kau tidak bersikap sebagai seorang muridku yang tahu aturan dan mengenal budi. Hayo cepat suguhkan tiga
cawan kepada Pangeran sebagai penghormatanmu!" Muka Swi Nio menjadi merah. Dia tidak membantah kebenaran ucapan
ini, maka secara terpaksa dia bangkit berdiri, dipandang oleh pangeran yang tersenyum-senyum dan mengelus
jenggotnya, menghampiri pangeran dan menuangkan arak ke cawan Sang Pangeran dari guci emas. "Silahkan Paduka
minum arak sebagai tanda kehormatan hamba, Pangeran," kata Swi Nio dengan malu-malu. "Ha-ha-ha, terima kasih,
Nona. Akan tetapi, aku tidak mau minum kalau tidak aku temani. Hayo untukmu juga secawan!" Kembali Kwat Lin dan
Kiam-mo Cai-li ikut membujuk dan terpaksa akhirnya Swi Nio kembali minum tiga cawan arak bersama Sang Pangeran.
Karena tidak biasa minum arak, kini diloloh banyak arak yang diamdiam telah dicampuri bubuk putih dilepas
secara lihai oleh Kiam-mo Cai-li ke dalan cawan gadis itu, akhirnya Swi Nio menjadi mabok. Dia mulai tersenyum
dengan lepas, memperlihatkan deretan gigi yang putih, dan mulai berani mengangkat muka memandang pangeran yang
pandai bicara itu. "Ha-ha-ha, setelah ditemani makan minum oleh Nona Bu, aku lupa semua wanita di istanaku!
Hemm, bagaimana aku dapat berpisah lagi darimu, Nona?" kata Pangeran itu. Mendengar ini Swi Nio mengerutkan
alisnya, akan tetapi karena kepalanya sudah pening dan pandang matanya sudah berkunang, hanya sebentar saja dia
merasa betapa kata-kata itu tidak pada tempatnya dan dia hanya tersenyum! "Bu Swi Nio muridku yang baik.
Pangeran telah berkenan mencintaimu! Kau akan diambilnya sebagai selir yang tercinta. Cepat kau berlutut dan
haturkan terima kasih, muridku." Sepasang mata dara itu terbelalak. "Tidak....! Ah, tidak......!" Terdengar
suara pangeran, "Nona, kau cantik sekali.... kau gagah perkasa, aku cinta padamu dan marilah kau ikut bersamaku
ke kota ke kota raja. Kau akan menjadi selirku yang paling tercinta, menjdi pengawal pribadiku...." "Tidak....!
Ahhh, tidak mau.... oughh.......!" Swi Nio yang tadinya bangkit berdiri serentak itu, tiba-tiba terhuyung dan
kembali menjatuhkan diri di atas bangku karena melihat betapa kamar itu berpuatr-putar dan dia merasa seperti
terayun-ayun. Karena tidak tahan lagi, Swi Nio merebahkan kepalanya di atas kedua lengan yang berada di atas
meja, hanya menggoyang kepalanya tanda menolak. Terdengar olehnya lapat-lapat suara gurunya, "Jangan bodoh, Swi
Nio. Engkau akan menjadi seorang nyonya Pangeran yan terhormat, dan di kota raja kau dapat bekerja sama dengan
kakakmu........" "aku tidak mau.... ah, tidak mau....." Swi Nio membuka matanya dan melihat wajah yang dekat
sekali dengan mukanya. Wajah Sang Pangeran Tang Sin Ong, wajah seorang laki-laki yang cukup tampan gagah, akan
tetapi sudah tua, sedikitnya lima puluh tahun usianya. Dia merasa ngeri, takut dan akhirnya dia tidak ingat
apa-apa lagi. Obat bubuk yang dicampurkan di raknya oleh Kiam-mo Cai-li telah bekerja dengan baik, dia tertidur
dan tidak merasa apa-apa lagi. Swi Nio mengeluh dan mengerang. Dia mimpi. Seolah-olah dia berada di dalam
sebuah perahu berdua saja bersama Pangeran Tang Sin Ong. Lalu perahu itu diserang badai, terguling dan dia
merontaronta hendak melawan gulungan ombak yang menggelutnya. Namun dia merasa tubuhnya lemas, dia terseret,
tenggelam, gelagapan dan seluruh tubuhnya terasa sakit-sakit, kepalanya pening. Sebentar dia timbul, lalu
tenggelam lagi, dan lapat-lapat dia mendengar suara Pangeran Tang Sin Ong yang menyatakan cinta kasihnya. Jauh
lewat tengah malam Swi Nio mengeluh dan merintih perlahan, lalu membuka matanya Mimpi itu teringat lagi
olehnya, membuat dia bergidik ngeri. Untung hanya mimpi, pikirnya ketika dia membuka mata mendapatkan dirinya,
telah rebah di atas pembaringannya sendiri di dalam kamarnya. "Ouh....!" Kepalanya masih pening sekali. Dia
bangkit duduk dan hampir dia menjerit kaget ketika melihat bahwa dia tidak berpakaian sama sekali! Dia teringat
bahwa dia menemani subonya, Kiam-mo Cai-li, dan Pangeran Tang Sin Ong makan minum. Teringat betapa dia terlalu
banyak minum dan mabuk. Mengapa dia tahu-tahu berda di pembaringannya tanpa pakaian? Dia memeriksa keadaan
tubuhnya, melihat kalung yang masih bergantung di lehernya, dan tiba-tiba tahulah dia akan semua yang telah
terjadi atas dirinya! "Keparat....!" Dia bangkit akan tetapi terguling lagi karena selain kepalanya pening
sekali, tubuhnya juga panas dan lemas seolah-olah kehabisan tenaga. Dia tidak tahu bahwa itulah pengaruh obat
bubuk, racun yang diminumnya bersama arak, yang membuat dia pulas sehingga tidak dapat melawan ketika Pangeran
Tang Sin Ong membawanya ke dalam kamar dan menggagahinya. Tiba-tiba pintu kamar terbuka dari luar. Swi Nio
menahan napas, mengambil keputusan untuk mengerahkan seluruh tenaganya membunuh Pangeran itu. Dia sudah maklum
bahwa dirinya diperkosa Pangeran itu. "Selamat, muridku. Engkau telah menjadi isteri Pangeran! Besok Pangeran
Tang Sin Ong akan menjemputmu secara resmi membawanya ke kota raja sebagai selirnya terkasih...." "Tidak sudi!
Aku harus membunuhnya!" Swi Nio meloncat turun tanpa mempedulikan tubuhnya yang telanjang bulat, kedua tanganya
dikepal. "Plak!" Swi Nio terlempar dan terbanting di atas pembaringannya lagi ketika kena tamparan tangan
gurunya. "Swi Nio, apa yang kauucapkan itu? Engkau suka sendiri melayani Pangeran, engkau menerima kalungnya,
engkau tersenyum-senyum kepadanya. Setelah engkau dan dia bersenang-senang di dalam kamar ini, semestinya aku
mengutukmu. Akan tetapi aku sayang kepadamu, aku tidak marah malah bersyukur bahwa engkau akan menjadi isteri
muda seorang pangeran. Dan sekarang kau hendak memberontak? Hendak membikin malu Gurumu? Kau mau membunuh
kekasihmu sendiri? Bocah setan tak kenal budi! Kalau tidak aku robah pendirianmu, aku sendiri yang akan
membunuhmu! Pikirkan ini baik-baik. Engkau sudah bukan perawan lagi, engkau milik Pangeran Tang Sin Ong!" The
Kwat Lin meninggalkan kamar itu dan membanting keras-keras daun pintu kamar. Swi Nio menutupi mukanya dan
menangis mengguguk. Tak tahu apa yang harus dilakukannya. Dengan terisak-isak dan jari-jari tangan gemetar dia
mengenakan pakaiannya yang bertumpuk di sudut pembaringan. Kepalanya masih pening dan tenaganya habis. Tak
mungkin dalam keadaan seperti itu dia melarikan diri. Tentu akan mudak tertangkap kembali oleh gurunya. Melawan
pun tidak mampu, apa lagi dia benar-benar merasa seperti tidak bertenaga lagi. Apa lagi hendak membunuh
pangeran itu yang selalu terkawal kuat! "Ta Tuhan....!" Dia menangis lagi sesenggukan. "Ayah.... Koko...., apa
yang harus kulakukan......?" Dia sudah ternoda. Mau atau tidak, dia harus menjadi selir Pangeran itu. Dia tidak
sudi! Lebih baik mati! Mati!! Ya, matilah jalan satu-satunya, demikian pikiran yang ruwet itu mengambil.
Dirabanya ikat pinggangnya. Tidak, dia seorang gadis gagah perkasa, tidak semestinya mati menggantung diri
seperti wanita-wanita lemah. Dihampirinya pedangnya yang tergantung di dinding. Biarpun tangannya gemetar dan
tidak bertenaga dipaksanya tangan itu mencabut pedangnya, lalu sambil memejamkan matanya, dia mengayun pedang
itu ke lehernya. "Plakkkk!!" Lengan kanannya dipegang orang dan pedang itu dirampasnya. Tadinya dia mengira
bahwa subonya yang mencegahnya membuuh diri, maka dia terisak dan membalik. Betapa kagetnya ketika dia melihat
bahwa yang mencegahnya membunuh diri itu adalah seorang laki-laki muda, paling banyak tiga puluh tahun usianya.
Laki-laki ini tersenyum, wajahnya cukup tampan dan membayangkan kegagahan. "Membunuh diri bukan perbuatan
seorang gagah." Bisik laki-laki itu. "Kalau sudah mati, mana mungkin dapat menghilangkan penasaran? Kalau masih
hidup, selalu terbuka harapan untuk membalas dendam!" Ucapan ini menyadarkan Swi Nio. "Siapa kau....?"
"Ssssttt...., bisik pula laki-laki itu. "Aku seorang mata-mata yang dikirim oleh Jenderal An Lu San. Nona,
daripada engkau membunuh diri, mari kubantu kau keluar dari tempat ini dan kau ikut bersamaku. Dengan bekerja
untuk An-goanswe, kelak kau berkesempatan untuk membalas kepada semua orang yang telah mendatangkan malapetaka
ini kepadamu." Seperti kilat masuknya pikiran ini ke dalam kepala Swi Nio. Mengapa tidak? Mati bukan merupakan
jalan yang memecahkan persoalan! Dia harus membalas kepada Pangeran itu! Dan kini, dia dapat menduga bahwa dia
tentu pingsan karena pengaruh obat dari Kiam-mo Cai-li. Dia tahu bahwa wanita itu adalah seorang ahli tentang
racun. Kini dia mengerti semua. Dia sengaja dikorbankan oleh gurunya dan oleh wanita iblis itu, seperti seekor
domba yang sengaja dikorbankan menjadi mangsa serigala, Si Pangeran itu! Dendamnya bertumpuk, kini terbuka
jalan baginya, perlu apa mengambil jalan pendek membunuh diri? "Baik, mari ikut aku...." bisiknya dan dengan
berindap-indap Swi Nio mengajak laki-laki itu melalui jalan rahasia dan akhirnya, menjelang pagi, mereka berdua
berhasil keluar dari tembok pagar Butong- pai. "Haiii....!!" tiba-tiba terdengar bentakan dan lima orang
anggauta Bu-tong-pai muncul dari tempat penjagaan tersembunyi. Akan tetapi ketika mereka melihat Swi Nio,
mereka terheran-heran, memandang kepada gadis itu lalu kepada orang asing yang keluar dari jalan rahasia
bersama murid utama ketua mereka. Malam itu memang banyak datang tamu dari kota raja yang ikut dalam rombongan
Pangeran, maka mereka mengira bahwa tentu orang ini adalah anggauta rombongan pula. Akan tetapi sepagi itu,
masih gelap, apakah yang akan dilakukan tamu ini bersama Swi Nio keluar dari Bu-tong-pai dengan diam-diam?"
Tiba-tiba terdengar teriakan berturut-turut dan lima orang itu roboh dan tewas seketika. Mereka hanya mampu
satu kali saja mengeluarkan teriakan karena tenggorokan mereka hampir putus disambar jari-jari yang amat kuat
dari mata-mata itu yang bergerak dengan cepat luar biasa menyerang mereka. Melihat kelihaian orang itu, Swi Nio
tercengang. Dia makin kagum. Kiranya mata-mata ini bukan orang biasa dan andaikata ketahuan pun akan merupakan
lawan tangguh, sungguhpun tentu saja dia sangsi apakah orang ini akan mampu lolos kalau Kiam-mo Cai-li dan
subonya turun tangan. "Mari cepat....!" Orang laki-laki itu berkata dan melihat keadaan Swi Nio yang masih
lemas, dia tanpa ragu-ragu lagi lalu menyambar tubuh gadis itu, dipanggulnya dan berlarilah dia dengan amat
cepatnya meninggalkan tempat yang berbahaya baginya itu. Gadis bernama Liang-cu yang sebenarnya adalah
penyamaran Bu Swi Liang, bekerja di dalam istana sebagai pengawal pribadi Yang Kui Hui. Dia bertugas memikat
hati selir Kaisar yang cantik jelita ini. Dapat dibayangkan betapa tersiksa hati pemuda itu menyaksikan semua
yang terjadi di dalam kamar Yang Kui Hui, melihat selir yang cantik jelita itu beristirahat, mandi, berganti
pakaian dan lain-lain di depan matanya begitu saja karena dia dianggap wanita pula! Betapa tersiksa hati orang
muda ini hidup di antara wanita-wanita cantik, yaitu para pelayan Yang Kui Hui. Di istana bagian puteri ini
tidak ada prianya, karena para thaikam yang bertugas di situ biarpun kelihatan seperti orang pria, namun
Dostları ilə paylaş: |