Eksistensi pasukan as


[5]. Orang-Orang Kafir yang Wajib Dilindungi



Yüklə 3,86 Mb.
səhifə10/30
tarix27.12.2018
ölçüsü3,86 Mb.
#87683
1   ...   6   7   8   9   10   11   12   13   ...   30

[5].

Orang-Orang Kafir yang Wajib Dilindungi


[1]. Anak-anak dan wanita
Hukum asal wanita dan anak-anak adalah terlindungi, tidak boleh diusik harta, nyawa dan kehormatannya. Ini disebabkan mereka tidak terlibat dalam peperangan dan terpisah dari kaum laki-laki yang berperang.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِي اللَّه عَنْهمَا قَالَ وُجِدَتِ امْرَأَةٌ مَقْتُولَةً فِي بَعْضِ مَغَازِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ النِّسَاءِ وَالصِّبْيَانِ). وفي رواية لهما (فَأَنْكَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَتْلَ النِّسَاءِ وَالصِّبْيَانِ).

Dari Ibnu Umar, ia berkata," Ditemukan seorang perempuan yang terbunuh pada beberapa pertempuran yang diadakan Rosululloh shollallahu ‘alaihi wasallam. Maka beliau melarang pembunuhan terhadap perempuan dan anak-anak." Dalam lafal Bukhari dan Muslim lainnya," Maka beliau mengingkari…"107

Imam An-Nawawi berkata dalam Syarh Shohih Muslim VII/324:

أَجْمَعَ اْلعُلَمَاءُ عَلَى اْلعَمَلِ بِهَذَا اْلحَدِيثِ وَتَحْرِيمِ قَتْلِ النِّسَاءِ وَالصِّبْيَانِ إِذَا لمَ ْيُقَاتِلُوا ، فَإِنْ قَاتَلُوا قَالَ جَمَاهِيرُ الْعُلَمَاءِ يُقْتَلُونَ

“Para ulama’ telah berijma’ untuk beramal dengan hadits ini, dan haram hukumnya membunuh perempuan dan anak-anak jika mereka tidak berperang, Jika mereka berperang, maka menurut jumhur ulama’ mereka juga dibunuh.”

Larangan memerangi dan membunuh anak-anak ini gugur dalam beberapa kondisi. Di antaranya ;



  • Jika mereka terlibat dalam peperangan dalam bentuk apapun. Mereka boleh diperangi dan dibunuh dengan sengaja.

  • Jika mereka bercampur baur dengan kaum laki-laki yang berperang. Mereka boleh dibunuh, namun tanpa sengaja, dikarenakan kondisi darurat bercampur baurnya mereka dengan kaum laki-laki.

Hal ini berdasarkan beberapa dalil yang shahih, di antaranya :

عَنْ رَبَاحِ بْنِ رَبِيعٍ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةٍ, فَرَأَى النَّاسَ مُجْتَمِعِينَ عَلَى شَيْءٍ. فَبَعَثَ رَجُلًا فَقَالَ انْظُرْ عَلَامَ اجْتَمَعَ هَؤُلَاءِ ؟ فَجَاءَ فَقَالَ عَلَى امْرَأَةٍ قَتِيلٍ. فَقَالَ مَا كَانَتْ هَذِهِ لِتُقَاتِلَ. قَالَ وَعَلَى الْمُقَدِّمَةِ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ, فَبَعَثَ رَجُلًا فَقَالَ قُلْ لِخَالِدٍ لَا يَقْتُلَنَّ امْرَأَةً وَلَا عَسِيفًا

Dari Robah bin Robi’, ia berkata:” Kami bersama Rosululloh Shallallahu 'alaihi wa salam dalam suatu peperangan. Lalu beliau melihat orang-orang mengerumuni sesuatu. Rosululloh mengutus seseorang dan bersabda,” Lihatlah, mereka berkumpul pada apa!” Lalu utusan itu datang dan mengatakan,” Mereka mengerumuni seorang wanita yang terbunuh.”

Maka Rosululloh shalallahu alaihi wasallam bersabda:”Perempuan ini tidak layak untuk berperang.” Robah mengatakan,” Di barisan depan terdapat Kholid bin Al-Walid, maka Rosululloh mengutus seseorang dan mengatakan kepadanya,”Katakan kepada Kholid, jangan sekali-kali ia membunuh perempuan dan buruh.”108

عَنِ الصَّعْبِ بْنِ جَثَّامَةَ رَضِي اللَّه عَنْهْ قَالَ مَرَّ بِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْأَبْوَاءِ أَوْ بِوَدَّانَ, وَسُئِلَ عَنْ أَهْلِ الدَّارِ يُبَيَّتُونَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ فَيُصَابُ مِنْ نِسَائِهِمْ وَذَرَارِيِّهِمْ. قَالَ (هُمْ مِنْهُمْ)

Dari Sho’b bin Jatsamah, ia berkata," Nabi Shallallahu alaihi wasallam melewati saya di daerah Abwa' atau Waddan. Beliau ditanya tentang penduduk sebuah negeri kaum musyrik yang diserang pada waktu malam (oleh kaum muslimin), lalu sebagian perempuan dan anak-anak mereka menjadi korban. Rosululloh shalallahu alaihi wasallam menjawab," هُمْ مِنْهُمْ (Kaum wanita dan anak-anak termasuk bagian dari kaum musyrik tersebut)." Dalam sebuah riwayat Muslim, Tirmidzi dan Abu Daud menggunakan lafadz : هُمْ مِنْ آبَائِهِمْ ”Mereka termasuk golongan bapak-bapak mereka.”109

Imam An-Nawawi dalam Syarhu Shohih Muslim VII/325 berkata:

“ Hadits yang kami sebutkan tentang bolehnya menyergap mereka pada malam hari ini, serta membunuh perempuan dan anak-anak ketika itu, adalah madzhab kami (madzhab Syafi'i), madzhab Malik, madzhab Abu Hanifah dan mayoritas ulama. Makna al-bayat (serangan malam) adalah menyergap pada waktu malam hari sehingga tidak diketahui antara laki-laki dengan perempuan dan anak-anak....hadits ini merupakan dalil atas bolehnya menyerang di malam hari dan menyergap dalam keadaan lengah terhadap orang kafir yang telah sampai dakwah kepada mereka, tanpa harus memberitahu mereka dahulu.”


[2]. Pendeta, orang buta, orang lumpuh, orang tua renta dan para pekerja.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum memerangi pendeta, orang tua, orang lumpuh, orang buta dan para pekerja :

  • Menurut madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali ; mereka tidak dibunuh jika tidak ikut berperang.

  • Menurut madzhab Zhahiri dan menjadi pendapat terkuat dari dua pendapat madzhab Syafi’i ; mereka boleh diperangi dan dibunuh.

  • Imam Sufyan Ats Tsauri dan Al-Auza'i : orang tua dan pekerja tidak boleh dibunuh, selainnya boleh dibunuh.110


* Madzhab Syafi'i dan Zhahiri berhujah dengan beberapa dalil :

  1. Nash-nash yang secara umum memerintahkan untuk memerangi orang-orang musyrik dan ahlu kitab secara keseluruhan.seperti :

فَإِذَا انْسَلَخَ اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ وَخُذُوْهُمْ وَاحْصُرُوْهُمْ وَاقْعُدُوْا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ

“Apabila sudah habis bulan-bulan haram, maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kalian jumpai mereka, tangkaplah mereka, kepunglah mereka, dan intailah di tempat pengintaian…” (QS. At-Taubah: 5)

اغْزُوا بِاسْمِ اللَّهِ فِي سَبِيلِ, اللَّهِ قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ... وَإِذَا لَقِيتَ عَدُوَّكَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ أَوْ خِلَالٍ, فَأَيَّتُهُنَّ مَا أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ.

” Berperanglah dengan menyebut nama Allah, di jalan Allah, perangilah orang yang kafir kepada Allah !...Jika kamu menemui musuh dari orang-orang musyrik, maka serulah mereka kepada salah satu dari tiga pilihan, pilihan mana saja yang mereka pilih maka terimalah dan tahanlah dirimu dari (menyerang) mereka."


أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ...

” Saya diperintahkan untuk memerangi manusia, sehingga mereka bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Allah…"

Dalil-dalil ini memerintahkan untuk memerangi dan membunuh orang-orang musyrik, siapapun mereka, baik pendeta, orang tua, pekerja dan lain-lain.


  1. Nash yang memerintahkan memerangi dan membunuh orang tua kaum musyrik.

عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اقْتُلُوا شُيُوخَ الْمُشْرِكِينَ وَاسْتَحْيُوا شَرْخَهُمْ

Dari Samuroh bin Jundab bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,“ Bunuhlah orang-orang tua musyrikin dan biarkanlah anak-anak mereka yang belum baligh tetap hidup.”111

c- Nash yang menyebutkan vonis hukuman mati bagi setiap laki-laki Yahudi Bani Qurazhah yang telah baligh :

عَنْ عَطِيَّةَ الْقُرَظِيِّ قَالَ عُرِضْنَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ قُرَيْظَةَ فَكَانَ مَنْ أَنْبَتَ قُتِلَ وَمَنْ لَمْ يُنْبِتْ خُلِّيَ سَبِيلُهُ فَكُنْتُ مِمَّنْ لَمْ يُنْبِتْ فَخُلِّيَ سَبِيلِي.

Dari Athiyah Al-Qurazhi, ia berkata," Kami (kaum yahudi Qurazhah) dihadapkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam pada hari (penaklukan) Quraizhah. Siapa yang telah tumbuh bulu kemaluannya (tanda baligh, pent) dibunuh dan siapa yang belum tumbuh bulu kemaluannya dilepaskan. Saya termasuk anak yang belum tumbuh bulu kemaluannya, maka saya dilepaskan."112


  1. Hadits yang menerangkan persetujuan Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam kepada sahabat yang membunuh Duroid bin Shommah, padahal ia adalah seorang yang tua renta, usianya lebih dari 100 tahun.113

عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِي اللَّه عَنْه قَالَ لَمَّا فَرَغَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حُنَيْنٍ بَعَثَ أَبَا عَامِرٍ عَلَى جَيْشٍ إِلَى أَوْطَاسٍ فَلَقِيَ دُرَيْدَ بْنَ الصِّمَّةِ فَقُتِلَ دُرَيْدٌ وَهَزَمَ اللَّهُ أَصْحَابَهُ

Abu Musa Al-Asy'ari berkata," Setelah selesai dari peperangan Hunain, Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam mengirim pasukan dibawah komandan Abu Amir Al-Asy'ari ke daerah Authas. Pasukan bertemu dengan Duraid bin Shimah, maka Duraid-pun dibunuh sehingga Allah mengalahkan pasukan Duraid…"114

e- Diriwayatkan bahwa Umar ibnul Khothob mengirim surat kepada pasukan kaum muslimin," Janganlah membawa seorang kafirpun kepada kami ! Jangan membunuh kecuali yang telah baligh ! Jangan membunuh anak-anak dan wanita !"

Imam Ibnu Hazm melemahkan semua hadits yang dijadikan dalil oleh para ulama yang berpendapat tidak boleh membunuh pendeta, orang tua, orang lumpuh, pekerja dan lain-lain. Setelah menyebutkan hadits tentang peristiwa penaklukan bani Quraidzah ini, imam Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla VII/299 mengatakan :

وَهَذَا عُمُومٌ مِنَ النَّبِيِّ  ، لَمْ يَسْتَبْقِ مِنْهُمْ عَسِيفًا وَلاَ تَاجِرًا وَلاَ فَلاَّحًا وَلاَ شَيْخًا كَبِيرًا وَهَذَا إِجْمَاعٌ صَحِيحٌ مِنْهُ.

” Vonis ini bersifat umum dari Nabi shalallahu alaihi wasallam. Beliau tidak menyisakan seorangpun dari Bani Quroidloh ; baik seorang buruh, pedagang, petani maupun orang tua renta. Dan ini merupakan ijma’ yang shohih.”

Setelah menyebutkan surat Umar kepada pasukan kaum muslimin, Imam Ibnu Hazm berkata," Inilah Umar ! Beliau tidak mengecualikan orang tua, pendeta, pekerja dan tidak pula seorangpun, kecuali wanita dan anak-anak saja. Tidak ada sebuah riwayatpun yang shohih menyebutkan ada sahabat yang menyelisihi hal ini. Duroid bin Shimmah dibunuh padahal ia seorang tua renta yang sudah kacau akalnya, namun Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam tidak mengingkarinya."

Dalam Al-Muhalla VII/345, beliau berkata," Tidak diterima dari seorang kafir, selain pilihan masuk Islam atau pedang. Laki-laki dan perempuan sama dalam hal ini. Kecuali ahlu kitab semata, yaitu Yahudi, Nasrani dan juga Majusi…"

Dalam Al-Muhalla VII/296-297, beliau berkata," Boleh membunuh setiap musyrik selain orang-orang yang telah kami sebutkan tadi (anak-anak dan wanita, pent); baik ia turut berperang maupun tidak, pedagang maupun pekerja yaitu buruh, orang tua yang mempunyai pertimbangan perang maupun tidak, pembantu, uskup, pendeta, paderi, orang buta ataupun orang idiot. Tak seorngpun dikecualikan. Boleh juga menjadikan mereka sebagai budak. Allah berfirman (…maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kalian jumpai mereka…QS. At-Taubah :5). Allah menetapkan orang musyrik secara umum dibunuh, kecuali bila ia masuk Islam."

* Madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali berpendapat, dalil-dalil yang memerintahkan membunuh seluruh orang kafir adalah bersifat umum, dan dikhususkan oleh dalil-dalil lain, yaitu :

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُوا إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Dan berperanglah kalian di jalan Alloh melawan orang-orang yang memerangi kalian dan janganlah kaliam melampaui batas. Sesungguhnya Alloh tidak mencintai orang-orang yang melampaui batas.”(QS. Al-Baqoroh: 190).

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا بَعَثَ جُيُوشَهُ قَالَ اخْرُجُوا بِسْمِ اللَّهِ تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ لَا تَغْدِرُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تُمَثِّلُوا وَلَا تَقْتُلُوا الْوِلْدَانَ وَلَا أَصْحَابَ الصَّوَامِعِ

Ibnu Abbas berkata," Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bila mengutus pasukan-pasukan perang, senantiasa berpesan: Keluarlah dengan nama Allah, kalian berperang di jalan Allah melawan orang yang kafir kepada Allah. Jangan berkhianat ! Jangan mencuri barang rampasan perang sebelum dibagi ! Jangan mencincang ! Jangan membunuh anak-anak ! Jangan membunuh orang-orang yang beribadah di gereja !"115

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ انْطَلِقُوا بِاسْمِ اللَّهِ وَبِاللَّهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِ وَلَا تَقْتُلُوا شَيْخًا فَانِيًا وَلَا طِفْلًا وَلَا صَغِيرًا وَلَا امْرَأَةً وَلَا تَغُلُّوا وَضُمُّوا غَنَائِمَكُمْ وَأَصْلِحُوا وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam bersabda," Berangkatlah dengan menyebut nama Allah, bersama Allah, diatas milah Rasulullah ! jangan membunuh orang tua renta, bayi, anak-anak, dan wanita ! Jangan mengambil harta rampasan perang sebelum dibagi ! Kumpulkan harta rampasan kalian, perbaiki diri kalian dan berbuatlah kebajikan ! Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik."116

عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ الصِّدِّيقَ بَعَثَ جُيُوشًا إِلَى الشَّامِ...ثُمَّ قَالَ لَهُ إِنَّكَ سَتَجِدُ قَوْمًا زَعَمُوا أَنَّهُمْ حَبَّسُوا أَنْفُسَهُمْ لِلَّهِ فَذَرْهُمْ وَمَا زَعَمُوا أَنَّهُمْ حَبَّسُوا أَنْفُسَهُمْ لَهُ ... وَإِنِّي مُوصِيكَ بِعَشْرٍ لَا تَقْتُلَنَّ امْرَأَةً وَلَا صَبِيًّا وَلَا كَبِيرًا هَرِمًا وَلَا تَقْطَعَنَّ شَجَرًا مُثْمِرًا وَلَا تُخَرِّبَنَّ عَامِرًا وَلَا تَعْقِرَنَّ شَاةً وَلَا بَعِيرًا إِلَّا لِمَأْكَلَةٍ وَلَا تَحْرِقَنَّ نَحْلًا وَلَا تُغَرِّقَنَّهُ وَلَا تَغْلُلْ وَلَا تَجْبُنْ

Dari Yahya bin Sa'id bahwa Abu Bakar mengirim beberapa pasukan perang ke Syam…lalu beliau berpesan kepada Yazid bin Abi Sufyan," Engkau akan menemui sebuah kaum yang yang beranggapan diri mereka melakukan pengasingan demi beribadah kepada Allah, maka biarkanlah mereka…Aku wasiatkan sepuluh hal : Jangan membunuh wanita, anak-anak, orang tua renta ! Jangan menebang pohon yang sudah berbuah ! Jangan merobohkan bangunan! Jangan menyembelih kambing dan unta kecuali untuk dimakan !..."117

عَنْ رَبَاحِ بْنِ رَبِيعٍ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةٍ ... فَبَعَثَ رَجُلًا فَقَالَ قُلْ لِخَالِدٍ لَا يَقْتُلَنَّ امْرَأَةً وَلَا عَسِيفًا

Dari Robah bin Robi’, ia berkata:” Kami bersama Rosululloh Shallallahu 'alaihi wa salam dalam suatu peperangan. Lalu beliau melihat orang-orang mengerumuni sesuatu. Rosululloh mengutus seseorang dan bersabda,” Lihatlah, mereka berkumpul pada apa!” Lalu utusan itu datang dan mengatakan,” Mereka mengerumuni seorang wanita yang terbunuh.” Maka Rosululloh shalallahu alaihi wasallam bersabda:”Perempuan ini tidak layak untuk berperang.” Robah mengatakan,” Di barisan depan terdapat Kholid bin Al-Walid, maka Rosululloh mengutus seseorang dan mengatakan kepadanya,”Katakan kepada Kholid, jangan sekali-kali ia membunuh perempuan dan buruh.”118

Dalil-dalil ini menunjukkan, pendeta, orang tua, para pekerja dan orang-orang yang dihukumi serupa (orang lumpuh, orang buta) biasanya tidak terlibat dalam peperangan, sehingga tidak layak dibunuh. Berarti, 'ilah kebolehan dibunuh adalah orang kafir yang bisa atau terlibat perang ; biasanya kaum laki-laki.

Seorang perempuan dibunuh karena terlibat dalam peperangan. Duraid bin Shiamh dibunuh, karena ia adalah ahli strategi kaum musyrikin Hawazin. Hal ini diperkuat oleh ijma' ulama ---termasuk imam Ibnu Hazm--- atas keharaman membunuh perempuan dan anak-anak. Namun ulama juga sepakat, bila anak-anak dan perempuan turut berperang, mereka juga dibunuh.119



Pendapat Yang Lebih Kuat

Dari kajian berbagai dalil di atas, nampak bahwa pendapat madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali lebih kuat. Berdasar pendapat yang kuat ini bisa disimpulkan bahwa orang-orang kafir yang dilindungi sekalipun tidak mempunyai jaminan keamanan, adalah :



  • Anak-anak dan wanita.

  • Pendeta yang menghabiskan waktunya beribadah dan tidak melibatkan diri dalam urusan duniawi, orang tua, orang lumpuh, orang buta dan para pekerja

Mereka dilindungi dengan syarat tidak terlibat dalam peperangan, dengan bentuk apapun, baik tenaga, fikiran, dana, semangat dan bentuk-bentuk keterlibatan lainnya. Bila terbukti terlibat, mereka boleh dibunuh.

Muqatilah dan Ghairu Muqatilah, bukan Sipil dan Militer
Dari penjelasan para ulama di atas, bisa disimpulkan bahwa sebab orang kafir diperangi adalah karena ia kafir dan termasuk ahlul qital (orang yang mampu berperang). Oleh karenanya, para ulama Islam mengkategorikan orang kafir dalam dua kelompok :

  • Muqatilah : yaitu setiap laki-laki kafir yang telah baligh sehingga dihukumi memiliki kemampuan berperang, juga setiap orang kafir yang semestinya dilindungi (wanita, anak-anak. orang tua, pendeta, pekerja) namun terlibat dalam peperangan. Kelompok ini diperangi dan boleh dibunuh, menurut kesepakatan ulama.

  • Ghairu Muqatilah : yaitu setiap orang kafir yang dilindungi (wanita, anak-anak. orang tua, pendeta, pekerja) dan tidak boleh diperangi, karena tidak terlibat peperangan.

Islam memandang sebab boleh dan tidaknya orang kafir diperangi adalah mampu dan tidaknya ia berperang. Jika ia mampu atau terlibat perang, ia boleh dibunuh sekalipun seorang wanita, orang tua atau pekerja. Pembagian manusia ke dalam dua kategori ; sipil dan militer, militer boleh diperangi dan sipil tidak boleh diperangi ; adalah sebuah dikotomi yang salah, bertentangan dengan nash-nash syariat dan tidak sesuai dengan realita.

Mayoritas orang-orang kafir yang hari ini disebut sebagai warga sipil, terlibat dalam peperangan baik secara fisik maupun non fisik. Keterlibatan mereka dalam peperangan terhadap kaum muslimin bisa disaksikan semua umat manusia ; keikut sertaan dalam wajib militer, dinas militer, dukungan dana, fikiran, dukungan suara terhadap kebijakan presiden dan militer, dan seterusnya. Dus, mayoritas orang yang disebut sipil tersebut, sejatinya adalah kelompok muqatilah yang boleh diperangi.

Dalam peristiwa penaklukan Bani Quraizhah, sahabat Sa'ad bin Mua'adz memutuskan setiap laki-laki yang telah baligh dihukum bunuh, sedangkan anak-anak dan wanita dijadikan tawanan dan budak. Hukuman dijatuhkan berdasar kategori muqatilah dan ghairu muqatilah, bukan berdasar kategori sipil dan militer. Inilah hukum Islam, hukum yang turun dari langit, hukum yang diridahi oleh Allah, Rasulullahh, para malaikat dan kaum beriman.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِي اللَّه عَنْه قَالَ لَمَّا نَزَلَتْ بَنُو قُرَيْظَةَ عَلَى حُكْمِ سَعْدٍ هُوَ ابْنُ مُعَاذٍ بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ قَرِيبًا مِنْهُ فَجَاءَ عَلَى حِمَارٍ فَلَمَّا دَنَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُومُوا إِلَى سَيِّدِكُمْ فَجَاءَ فَجَلَسَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ إِنَّ هَؤُلَاءِ نَزَلُوا عَلَى حُكْمِكَ قَالَ فَإِنِّي أَحْكُمُ أَنْ تُقْتَلَ الْمُقَاتِلَةُ وَأَنْ تُسْبَى الذُّرِّيَّةُ قَالَ لَقَدْ حَكَمْتَ فِيهِمْ بِحُكْمِ الْمَلِكِ *

Dari Abu Sa'idz Al-Khudri, ia berkata:" Ketika banu Quraizhah menyatakan akan tunduk kepada keputusan Sa'ad bin Mu'adz, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam mengutus orang untuk menjemput Sa'ad, ia seorang sahabat yang dekat dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam. Sa'ad datang dengan mengendarai keledai. Ketika sudah dekat, Rasulullah bersabda," Sambutlah pemimpin kalian !"

Sa'ad turun dan duduk di samping Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam. Beliau bersabda kepada Sa'ad," Mereka tunduk kepada keputusanmu." Maka Sa'ad berkata," Saya putuskan, orang-orang yang bisa berperang (muqatilah) dihukum mati, anak-anak dan wanita ditawan." Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda," Engkau telah memutuskan dengan keputusan seorang malaikat."120
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ أُصِيبَ سَعْدٌ يَوْمَ الْخَنْدَقِ رَمَاهُ رَجُلٌ مِنْ قُرَيْشٍ يُقَالُ لَهُ ابْنُ الْعَرِقَةِ ... فَأَشَارَ إِلَى بَنِي قُرَيْظَةَ فَقَاتَلَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَزَلُوا عَلَى حُكْمِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَرَدَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحُكْمَ فِيهِمْ إِلَى سَعْدٍ. قَالَ : (فَإِنِّي أَحْكُمُ فِيهِمْ أَنْ تُقْتَلَ الْمُقَاتِلَةُ وَأَنْ تُسْبَى الذُّرِّيَّةُ وَالنِّسَاءُ وَتُقْسَمَ أَمْوَالُهُمْ). هِشَامٌ قَالَ : قَالَ أَبِي فَأَخْبَرْتُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ (لَقَدْ حَكَمْتَ فِيهِمْ بِحُكْمِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ).

Dari 'Aisyah, ia berkata," Sa'adz bin Mu'adz terluka pada perang Khandaq, akibat dipanah oleh seorang laki-laki Quraisy bernama Hiban bin 'Ariqah…malaikat Jibril menunjuk kepada bani Quraizhah. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam memerangi mereka. Akhirnya, Banu Quraizhah tunduk kepada keputusan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam menyerahkan keputusan kepada Sa'ad. Sa'adpun berkata," Saya putuskan ; orang-orang yang bisa berperang di antara mereka (muqatilah) dihukum mati, anak-anak dan wanita ditawan, dan harta benda dibagi-bagi sebagai rampasan perang."

Perawi Hisyam berkata," Ayahku memberitahukan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda : Engkau telah memutuskan hukuman bagi mereka dengan hukum Allah."121


عَنْ عَطِيَّةَ الْقُرَظِيِّ قَالَ عُرِضْنَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ قُرَيْظَةَ فَكَانَ مَنْ أَنْبَتَ قُتِلَ وَمَنْ لَمْ يُنْبِتْ خُلِّيَ سَبِيلُهُ فَكُنْتُ مِمَّنْ لَمْ يُنْبِتْ فَخُلِّيَ سَبِيلِي.

Dari Athiyah Al-Qurazhi, ia berkata," Kami (kaum yahudi Qurazhah) dihadapkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam pada hari (penaklukan) Quraizhah. Siapa yang telah tumbuh bulu kemaluannya (tanda baligh, pent) dibunuh dan siapa yang belum tumbuh bulu kemaluannya dilepaskan. Saya termasuk anak yang belum tumbuh bulu kemaluannya, maka saya dilepaskan."122


Berikut ini disebutkan beberapa pernyataan ulama yang menerangkan kesimpulan ini.

  • Imam Al-Kasani Al-Hanafi berkata :

وَاْلأَصْلُ فِيهِ أَنَّ كُلَّ مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ اْلقِتَالِ يَحِلُّ قَتْلُهُ سَوَاءً قَاتَلَ أَوْ لَمْ يُقَاتِلْ، وَكُلُّ مَنْ لَمْ يَكُنْ مِنْ أَهْلِ اْلقِتَالِ لاَ يَحِلُّ قَتْلُهُ إِلاَّ إِذَا قَاتَلَ حَقِيقَةً أَوْ مَعْنًى بِالرَّأْيِ وَالطَّاعَةِ وَالتَّحْرِيضِ وَأَشْبَاهِ ذَلِكَ ... وَلَوْ قُتِلَ وَاحِدٌ مِمَّنْ ذَكَرْنَا أَنَهُ لاَ يَحِلُّ قَتْلُهُ فَلاَ شَيْءَ فِيهِ مِنْ دِيَّةٍ وَلاَ كَفَارَةٍ إِلاَّ التَّوْبَةَ وَاْلاِسْتِغْفَارَ ِلأَنَّ دَمَّ اْلكَافِرِ لاَ يُتَقَوَّمُ إِلاَّ بِاْلأَمَانَ وَلَمْ يُوجَدْ

” Pada dasarnya setiap orang yang bisa berperang, halal dibunuh baik mereka ikut berperang maupun tidak. Semua orang yang tidak mempunyai kemampuan untuk berperang tidak boleh dibunuh, kecuali jika mereka nyata-nyata ikut berperang atau secara tidak langsung terlibat perang dengan memberikan pendapat, ketaatan, motifasi atau yang lain …dan jika orang-orang yang tidak halal dibunuh sebagaimana yang kami sebutkan diatas terbunuh, maka tidak ada kewajiban diyat atau kafaroh kecuali taubat dan istighfar, karena darah orang kafir itu tidak dibela kecuali dengan jaminan keamanan, sedangkan jaminan keamanan dalam kasus ini tidak ada.”123


  • Imam Ibnu Rusyd Al-Maliki berkata :

وَالسَّبَبُ اْلمُوجِبُ ِلاخْتِلاَفِهِمْ اِخْتِلاَفُهُمْ فِي اْلعِلَّةِ الْمُوجِبَةِ لِلْقَتْلِ، فَمَنْ زَعَمَ أَنَّ الْعِلَّةَ اْلمُوجِبَةَ لِذَلِكَ هِيَ الْكُفْرُ لَمْ يَسْتَثْنِ أَحَداً مِنَ اْلمُشْرِكِينَ، وَمَنْ زَعَمَ أَنَّ الْعِلَّةَ فِي ذَلِكَ إِطَاقَةُ اْلقِتَالِ لِلنَّهْيِ عَنْ قَتْلِ النِّسَاءِ مَعَ أَنَّهُنَّ كُفَّارٌ اِسْتَثْنَى مَنْ لَمْ يُطِقِ الْقِتَالَ وَلَمْ يَنْصِبْ نَفْسَهُ إِلَيهِ كَالْفَلاَّحِ وَالْعَسِيفِ

” Sebab timbulnya perbedaan para ulama (tentang hukum membunuh anak-anak, orang tua, wanita, pekerja dan pendeta, pent) adalah karena adanya perbedaan pendapat tentang sebab yang mewajibkan perang. Ulama yang berpendapat bahwa penyebabnya adalah kekafiran, tidak mengecualikan seorangpun dari orang-orang musyrik. Sementara ulama yang berpendapat bahwa penyebabnya adalah kemampuan berperang, sehingga ada larangan membunuh wanita sekalipun mereka orang-orang kafir, mereka mengecualikan orang-orang yang tidak mampu berperang dan tidak melibatkan diri dalam peperangan seperti petani dan buruh.”124


  • Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:

” Jika asal perang yang disyari’atkan adalah jihad, dan tujuannya adalah agar agama itu seluruhnya hanya milik Alloh dan agar kalimat Alloh itu tinggi. Maka kaum muslimin sepakat untuk memerangi siapa yang tidak menerima hal ini. Adapun orang yang tidak bisa berperang seperti perempuan, anak-anak, pendeta, orang tua renta, orang buta, orang lumpuh, dan orang-orang yang seperti mereka, maka tidak dibunuh menurut mayoritas ulama’, kecuali jika ia ikut berperang dengan perkataannya atau perbuatannya.

Meskipun diantara ulama’ juga ada yang berpendapat boleh membunuh mereka hanya karena kekafiran mereka. Terkecuali wanita dan anak-anak (tetap tidak boleh dibunuh, pent) karena mereka adalah harta bagi kaum muslimin.

Pendapat yang benar adalah pendapat pertama, karena peperangan itu terhadap orang-orang yang memerangi kita jika kita ingin menegakkan agama Alloh, sebagaimana firman Alloh:

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُوا إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Dan berperanglah kalian di jalan Alloh melawan orang-orang yang memerangi kalian dan janganlah kaliam melampaui batas. Sesungguhnya Alloh tidak mencintai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Baqoroh: 190).

Dalam kitab-kitab hadits disebutkan riwayat dari Rosululloh shollallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau melewati seorang wanita yang terbunuh dalam beberapa pertempuran beliau. Wanita itu dikerumuni orang. Maka beliau bersabda,” Perempuan ini tidak layak berperang.” Beliau bersabda kepada seseorang diantara mereka,” Temuilah Kholid dan katakan padanya “jangan bunuh anak-anak dan pekerja."

Tentang hal ini disebutkan pula bahwa Rosululloh shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,” Jangan bunuh orang tua renta, anak kecil dan perempuan !”.

Hal ini dikarenakan Alloh membolehkan membunuh jiwa yang dibutuhkan untuk kebaikan makhluk, sebagaimana firman Alloh:

وَاْلفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ اْلقَتْلِ

“ Dan Fitnah itu lebih besar dari pada pembunuhan.”

Artinya, meskipun dalam pembunuhan itu terdapat keburukan dan kerusakan, namun kerusakan dan keburukan yang ditimbulkan oleh fitnah kekafiran itu lebih besar lagi. Oleh karena itu barang siapa yang tidak menghalangi kaum muslimn untuk menegakkan agama Alloh, maka bahayanya hanyalah terhadap dirinya sendiri.

Oleh karena itu syari’at mewajibkan untuk membunuh orang-orang kafir dan tidak mewajibkan untuk membunuh mereka yang sudah tertangkap. Namun apabila ada seseorang yang tertawan, baik dalam peperangan maupun diluar peperangan, seperti jika mereka naik kapal kemudian terdampar, tersesat atau mereka ditangkap dengan cara tipu daya, maka Imam boleh memperlakukannya dengan tindakan yang paling bermanfaat. Baik itu membunuh, menjadikan budak, membebaskan atau meminta tebusan dengan harta, bahkan dengan tebusan jiwa menurut mayoritas fuqoha’. Semua ini berdasarkan keterangan yang diperoleh dalam al-Qur’an dan As-Sunnah. Walaupun ada juga ulama’ yang berpendapat bahwasanya hukum membebaskan dan menjadikan tebusan itu telah mansukh.125




  • Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdulloh bin Bazz berkata :

فَإِذَا انْسَلَخَ اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ وَخُذُوْهُمْ وَاحْصُرُوْهُمْ وَاقْعُدُوْا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ

“ Maka apabila bukan-bulan haram itu telah habis maka bunuhlah orang-orang musyrik dimana saja kalian jumpai mereka, dan tangkaplah mereka, kepunglah mereka dan intailah di tempat intaian …” (QS At Taubah : 5)

Dalam ayat ini Alloh memerintahkan untuk memerangi seluruh orang musyrik secara umum. Penggantungan sebuah hukum kepada sifat ini (kesyirikan) menunjukkan bahwa sifat ini merupakan sebab alasan hukum ('ilah). Maka ketika Allah Ta’ala menggantungkan hukum perang itu dengan orang-orang musyrik, orang-orang kafir, orang-orang yang meninggalkan Islam dan tidak berdien dengan dien yang haq, hal ini menunjukkan bahwa hal-hal ini merupakan 'ilah hukum dan hal yang menyebabkan mereka diperangi. Maka alasan disyari’atkannya perang adalah kekafiran dengan syarat ia termasuk orang yang mampu berperang, dan bukan orang selain mereka.

Jika mereka termasuk orang yang berperang, mereka kita perangi sampai mereka masuk Islam atau membayar jizyah jika mereka dari kalangan Yahudi atau Nasrani atau Majusi. Atau mereka kita perangi sampai mereka masuk Islam saja tanpa ada pilihan yang lain, jika mereka bukan dari tiga golongan tersebut.
Jika mereka tidak mau masuk Islam, maka yang ada adalah perang. Terkecuali orang-orang yang tidak berurusan dengan peperangan seperti perempuan, anak-anak, orang buta, orang gila, pendeta, orang yang sibuk beribadah dalam tempat ibadah mereka dan orang-orang yang tidak berurusan dengan peperangan karena mereka tidak bisa berperang sebagaimana yang tersebut diatas. Begitu pula orang tua renta, mereka tidak diperangi menurut mayoritas ulama’, karena mereka adalah orang-orang yang tidak ikut campur dalam peperangan.”126

[6]. Orang-Orang Kafir yang Wajib Dilindungi Karena Ada Jaminan Keamanan

Dalam penjelasan sebelumnya telah disebutkan :

(1). Hukum asal harta, nyawa dan kehormatan orang-orang kafir adalah halal. Artinya kaum muslimin boleh memerangi orang kafir dengan ; membunuh, merampas harta dan menawan mereka sebagai budak. Dikecualikan dari hukum ini adalah wanita, anak-anak, orang tua, pendeta, pekerja dan lainnya yang tidak membantu peperangan, berdasar dalil-dalil syar'i yang menyebutkan hal ini.

(2). Hukum asal hubungan kaum muslimin dengan kaum kafir adalah hubungan perang. Perdamaian diperbolehkan bila keadaan menuntut umat Islam untuk berdamai, dengan syarat dalam jangka waktu terbatas, merealisasikan kemaslahatan bagi umat Islam dan tidak berisi hal-hal yang membenarkan kebatilan atau membatilkan kebenaran.

(3). Harta, nyawa dan kehormatan orang-orang kafir dilindungi dengan salah satu dari dua hal :

a- iman : yaitu masuk Islam.

b- aman : yaitu jaminan keamanan.
Dalam pembahasan ini akan dibahas kedua bentuk jaminan bagi terlindunginya harta, nyawa dan kehormatan orang-orang kafir.

A. Jaminan perlindungan karena iman (masuk Islam)

Jika orang kafir masuk Islam, maka harta, nyawa dan kehormatannya dilindungi dan tidak boleh diganggu. Berdasar dalil-dalil :


فَإِنْ تَابُوْا وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوْا سَبِيْلَهُمْ إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ

“ Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat serta menunaikan zakat maka berilah kebebasan kepada mereka (jaminan keamanan). Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” {QS. At Taubah : 5].


عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ *

Dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda,“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka menyaksikan tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Bila mereka telah melakukan hal itu, maka mereka telah menjaga darah dan harta mereka, sementara perhitungan amal mereka di sisi Allah.”127

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَإِذَا قَالُوهَا وَصَلَّوْا صَلَاتَنَا وَاسْتَقْبَلُوا قِبْلَتَنَا وَذَبَحُوا ذَبِيحَتَنَا فَقَدْ حَرُمَتْ عَلَيْنَا دِمَاؤُهُمْ وَأَمْوَالُهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ.

قَالَ سَأَلَ مَيْمُونُ بْنُ سِيَاهٍ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ يَا أَبَا حَمْزَةَ مَا يُحَرِّمُ دَمَ الْعَبْدِ وَمَالَهُ فَقَالَ مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَقْبَلَ قِبْلَتَنَا وَصَلَّى صَلَاتَنَا وَأَكَلَ ذَبِيحَتَنَا فَهُوَ الْمُسْلِمُ لَهُ مَا لِلْمُسْلِمِ وَعَلَيْهِ مَا عَلَى الْمُسْلِمِ *

Dari Anas bin Malik ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda,“ Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka menyaksikan tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Allah. Jika mereka telah mengucapkannya, mengerjakan shalat sebagaimana shalat kami, menghadap ke kiblat yang menjadi kiblat kami dan menyembelih sebagaimana kami menyembelih, maka telah haram atas kita (mengusik) darah dan harta mereka, kecuali bila mereka melanggar hak-haknya (hak-hak Islam). Dan perhitungan (amal) mereka di sisi Allah."

Maimun bin Siyah bertanya kepada Anas bin Malik," wahai Abu Hamzah ! Apakah hal yang membuat darah dan harta seorang hamba haram (diusik) ? Anas menjawab," Barang siapa menyaksikan tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Allah, ia menghadap ke kiblat yang menjadi kiblat kami, ia mengerjakan shalat sebagaimana shalat kami, dan ia memakan sembelihan kami, maka ia adalah seorang muslim. Ia memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan hak dan kewajiban muslim yang lain."128


عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَلَّى صَلَاتَنَا وَاسْتَقْبَلَ قِبْلَتَنَا وَأَكَلَ ذَبِيحَتَنَا فَذَلِكَ الْمُسْلِمُ الَّذِي لَهُ ذِمَّةُ اللَّهِ وَذِمَّةُ رَسُولِهِ فَلَا تُخْفِرُوا اللَّهَ فِي ذِمَّتِهِ *

Dari Anas bin Malik ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda,“ Barangsiapa yang sholat sebagaimana sholat kita, menghadap ke arah kiblat kita dan memakan smbelihan kita, maka dia adalah seorang muslim, dia mendapat perlindungan Alloh dan Rosul-Nya. Maka janganlah kalian menghinakan orang yang telah mendapatkan perlindungan Alloh.”129


عَنْ طَارِقِ بْنِ أُشَيمِ اْلأَشْجَعِي قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَرُمَ مَالُهُ وَدَمُهُ وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ

Dari Thariq bin Usyaim Al-Asyja'i, ia berkata," Saya mendengar Rasululah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda,“ Barangsiapa mengucapkan Laailaha illallah, dan mengkufuri segala yang diibadahi selain Allah, maka telah haram (diusik) harta dan nyawanya, dan perhitungannya di sisi Allah."130

Ayat dan hadits-hadits ini menunjukkan, setiap orang yang masuk Islam terlindungi harta, nyawa dan kehormatannya.

B. Jaminan Perlindungan Karena Aman (Akad Jaminan Keamanan)
Al-Aman (jaminan keamanan) secara bahasa adalah lawan kata dari Al-khouf (ketakutan).

Al-aman menurut istilah fiqih adalah sebuah akad (jaminan) yang diberikan oleh imam (pemimpin kaum muslimin, Amirul Mukminin) atau muslim lainnya yang berakal sehat dan sudah baligh, kepada orang kafir harbi --- baik perorangan maupun kelompok--- yang diizinkan masuk ke darul Islam (negeri Islam) untuk memenuhi kebutuhannya --- belajar, bisnis dan lain-lain ---, dengan syarat pekerjaan mereka tidak membahayakan Daulah Islamiyah.131

Imam Ar-Rofi’i berkata,” Dalam jaminan keamanan terdapat unsur meninggalkan pembunuhan dan peperangan. Namun terkadang kemaslahatan menuntut hal itu, baik untuk memberi motifasi orang kafir untuk masuk Islam, sebagaimana firman Alloh : وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ “Apabila diantara orang musyrik itu meminta keamanan, maka berilah keamanan”. (QS. At-Taubah : 6)

Atau untuk mengistirahatkan pasukan, menertibkan kembali urusan-urusan pasukan, atau memang orang kafir perlu diizinkan masuk. Terkadang jaminan keamanan ini menjadi suatu bentuk strategi peperangan." 132

Jaminan keamanan bisa dibagi menjadi dua bentuk :

* Jaminan keamanan selamanya (al-aman al-muabbad): yaitu perjanjian dzimah.

* Jaminan keamanan temporer (al-aman al-muaqqot) ; meliputi

- Jaminan keamanan untuk orang kafir yang datang ke negeri kaum muslimin untuk belajar Islam

- Jaminan keamanan dari seorang muslim untuk orang kafir

- Jaminan keamanan untuk utusan orang-orang kafir

- Jaminan keamanan dalam perjanjian damai / gencatan senjata.
[1]. Amanu Dzimah (jaminan keamanan dzimmah)

Secara bahasa, kata dzimmah berarti al ‘ahdu (perjanjian).133 Pelakunya disebut kafir dzimmi atau ahlu dzimmah. Dalam istilah fikih, dzimmah berarti orang kafir yang mengikat perjanjian damai abadi dengan negara Islam setelah membayar jizyah dan menetapi hukum-hukum Islam.

Kafir dzimmi adalah orang kafir yang tinggal di daarul Islam dan menjadi warga negara sebuah negara Islam dengan syarat membayar jizyah dan mematuhi hukum-hukum Islam, sebagai balasannya harta dan nyawanya terlindungi serta diberi kebebasan menjalankan agamanya.134

Perjanjian dzimmah hanya berlaku manakala ada negara Islam, dan yang memberi jaminan dzimmah hanyalah Amirul Mukminin atau wakil yang ditunjuknya. Dasarnya amanu dzimah adalah firman Allah Ta’ala :


قَاتِلُوا الَّذِينَ لاَيُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَلاَيُحَرِّمُونَ مَاحَرَّمَ اللهُ وَرَسُولُهُ وَلاَيَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir dan tidak mengharamkan apa-apa yang diharamkan oleh Allah dan rasul-Nya dan tidak berdien dengan dien yang haqq dari golongan orang-orang yang diberi al kitab, sampai mereka memberikan jizyah dalam keadaan hina”. [ QS. At Taubah : 29 ].

Dan hadits riwayat Muslim, Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad :
عَنْ بُرَيْدَةَ بْنِ الْحُسَيبِ اْلأَسْلَمِي قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَمَّرَ أَمِيرًا عَلَى جَيْشٍ أَوْ سَرِيَّةٍ أَوْصَاهُ فِي خَاصَّتِهِ بِتَقْوَى اللَّهِ وَمَنْ مَعَهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ خَيْرًا, ثُمَّ قَالَ (اغْزُوا بِاسْمِ اللَّهِ فِي سَبِيلِ, اللَّهِ قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ, اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تَغْدِرُوا وَلَا تَمْثُلُوا وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا, وَإِذَا لَقِيتَ عَدُوَّكَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ أَوْ خِلَالٍ, فَأَيَّتُهُنَّ مَا أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ.

ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَام,ِ فَإِنْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى التَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ إِلَى دَارِ الْمُهَاجِرِينَ وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ إِنْ فَعَلُوا ذَلِكَ فَلَهُمْ مَا لِلْمُهَاجِرِينَ وَعَلَيْهِمْ مَا عَلَى الْمُهَاجِرِينَ. فَإِنْ أَبَوْا أَنْ يَتَحَوَّلُوا مِنْهَا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ يَكُونُونَ كَأَعْرَابِ الْمُسْلِمِينَ يَجْرِي عَلَيْهِمْ حُكْمُ اللَّهِ الَّذِي يَجْرِي عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَكُونُ لَهُمْ فِي الْغَنِيمَةِ وَالْفَيْءِ شَيْءٌ إِلَّا أَنْ يُجَاهِدُوا مَعَ الْمُسْلِمِينَ.

فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمُ الْجِزْيَةَ فَإِنْ هُمْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ. فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَقَاتِلْهُمْ. *

Dari sahabat Buraidah bin Husaib Al-Aslami radiyallahu 'anhu :

“Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam jika mengangkat seorang amir (komandan) atas suatu pasukan atau sariyah, beliau memberinya wasiat secara khusus supaya bertaqwa kepada Allah Ta’ala, dan memperlakukan pasukannya dengan baik.

Beliau lantas bersabda,” Berperanglah dengan menyebut nama Allah, di jalan Allah, perangilah orang yang kafir kepada Allah ! Berperanglah, janganlah mencuri harta rampasan perang sebelum dibagi, jangan membatalkan perjanjian secara sepihak, jangan mencincang mayat musuh, dan jangan membunuh anak-anak ! Jika kamu menemui musuh dari orang-orang musyrik, maka serulah mereka kepada salah satu dari tiga pilihan, pilihan mana saja yang mereka pilih maka terimalah dan tahanlah dirimu dari (menyerang) mereka.

Serulah mereka kepada Islam. Jika mereka memenuhi seruanmu, maka terimalah dan jangan memerangi mereka. Lalu serulah mereka untuk berhijrah dari negeri mereka ke negeri hijrah, dan beritahukanlah kepada mereka bahwa jika mereka melakukannya maka mereka memiliki hak seperti hak orang-orang yang berhijrah (muhajirin) dan mereka mempunyai kewajiban sebagaimana kewajiban kaum muhajirin.

Kalau mereka menolak maka serulah mereka untuk membayar jizyah. Kalau mereka menyetujui maka terimalah dan janganlah menyerang mereka.

Kalau mereka menolak maka memohonlah pertolongan kepada Alllah Ta’ala dan perangilah mereka.”135
[2]- Amanul Jiwar (Jaminan Keamanan Individu)

Yaitu orang kafir harbi diberi jaminan keamanan oleh sebagian kaum muslimin untuk memasuki negara Islam dengan aman, selama batasan waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhannya ---belajar, bisnis, lari dari kezaliman negara asal, menengok kerabat atau tujuan lainnya---, dan ketika batasan waktu tersebut habis, ia dikembalikan ke negeri asalnya dengan aman tanpa mendapatkan gangguan sedikitpun dari kaum muslimin.

Dasarnya adalah firman Allah Ta'ala :
وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلاَمَ اللهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ

“Apabila diantara orang musyrik itu meminta keamanan, maka berilah keamanan sampai dia mendengarkan kalamulloh, kemudian kembalikanlah ia ketempatnya yang aman”. (QS. At-Taubah: 6)

Dalam ayat ini diterangkan hikmah amanul jiwar, yaitu “…sampai dia mendengarkan kalamulloh...”

Apabila orang yang diberi jaminan keamanan tersebut masuk negeri kaum muslimin dan tinggal ditengah-tengah mereka, ia akan mendengar kalamulloh dari kaum muslimin dan mengetahui ajaran-ajaran Islam. Dan seringkali hal ini menjadi penyebab keislamannya.

Imam Ibnu Qudamah berkata," Barangsiapa meminta jaminan keamanan agar bisa mendengarkan kalam Allah dan mengetahui (mempelajari) ajaran-ajaran Islam, ia wajib diberi jaminan keamanan, lalu dikembalikan ke tempat asalnya yang aman. Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini. Dan ini menjadi pendapat Qatadah, Makhul, Al-Auza'i, Asy-Syafi'i, dan Umar bin Abdul Aziz menuliskan hal ini sebagai surat perintah kepada rakyat."136

Jaminan keamanan ini bukan hak khusus Amirul Mukminin atau wakil yang ditunjuknya semata. Ia adalah hak seluruh kaum muslimin. Ia bisa diberikan oleh seorang muslim dan muslimah biasa, sekalipun ia termasuk dari golongan menengah ke bawah, bahkan sekalipun ia seorang budak. Bila seorang muslim telah memberi jaminan amanul jiwar kepada orang kafir, kaum muslimin yang lain wajib menghormati dan menepatinya. Mereka tidak boleh mencederai jaminan keamanan tersebut. Berdasar hadits :


عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ العَاصِ قَالَ, قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُسْلِمُونَ تَتَكَافَأُ دِمَاؤُهُمْ يَسْعَى بِذِمَّتِهِمْ أَدْنَاهُمْ وَيُجِيرُ عَلَيْهِمْ أَقْصَاهُمْ وَهُمْ يَدٌ عَلَى مَنْ سِوَاهُمْ, يَرُدُّ مُشِدُّهُمْ عَلَى مُضْعِفِهِمْ وَمُتَسَرِّيهِمْ عَلَى قَاعِدِهِمْ, لَا يُقْتَلُ مُؤْمِنٌ بِكَافِرٍ وَلَا ذُو عَهْدٍ فِي عَهْدِهِ.

Dari Abdullah bin Amru bin 'Ash, ia berkata," Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda : Darah kaum muslimin itu satu level (sejajar dalam masalah qisash dan diyat, pent). Orang yang paling rendah di antara mereka bisa memberi jaminan keamanan (amanul jiwar), dan satu sama lain saling membantu dalam menghadapi musuh. Orang yang kendaraannya kuat membantu orang yang kendaraannya lemah, orang yang terlibat perang membantu orang yang tidak berperang (memberi jatah ghanimah, pent). Seorang mukmin tidak boleh dibunuh karena ia membunuh seorang kafir, dan orang kafir yang terikat perjanjian damai tidak boleh dibunuh."137

Amanul Jiwar bisa diberikan oleh seorang muslim maupun muslimah, berdasar hadits :
عَنْ أَبِي مُرَّةَ مَوْلَى أُمِّ هَانِئٍ بِنْتِ أَبِي طَالِبٍ أَنَّهُ سَمِعَ أُمَّ هَانِئٍ بِنْتَ أَبِي طَالِبٍ تَقُولُ: ذَهَبْتُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْفَتْحِ فَوَجَدْتُهُ يَغْتَسِلُ وَفَاطِمَةُ ابْنَتُهُ تَسْتُرُهُ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَقَالَ مَنْ هَذِهِ فَقُلْتُ أَنَا أُمُّ هَانِئٍ بِنْتُ أَبِي طَالِبٍ فَقَالَ مَرْحَبًا بِأُمِّ هَانِئٍ فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ غُسْلِهِ قَامَ فَصَلَّى ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ مُلْتَحِفًا فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ فَلَمَّا انْصَرَفَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ زَعَمَ ابْنُ أُمِّي أَنَّهُ قَاتِلٌ رَجُلًا قَدْ أَجَرْتُهُ فُلَانُ بْنُ هُبَيْرَةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أَجَرْنَا مَنْ أَجَرْتِ يَا أُمَّ هَانِئٍ قَالَتْ أُمُّ هَانِئٍ وَذَاكَ ضُحًى *

Abu Murah maula Ummu Hani bintu Abi Thalib mendengar Ummu Hani bintu Abi Thalib berkata," saya mendatangi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa salam pada tahun penaklukan Makkah. Beliau sedang mandi, sedang Fathimah putri beliau menutupi beliau. Aku ucapkan salam kepada beliau, maka beliau bertanya," Siapa ini ?" Saya jawab," Ummu Hani bintu Abi Thalib." Beliau berkata," selamat datang, Ummu Hani !"

Setelah selesai mandi, beliau shalat sunah delapan rakaat berselimutkan selembar kain. Setelah selesai shalat, saya berkata," Wahai Rasulullah, saudara seibuku (Ali bin Abi Thalib, pent) akan membunuh seorang (musyrik) yang telah saya beri jaminan keamanan, yaitu Fulan bin Hubairah."

Maka beliau bersabda," Kami telah memberi jaminan keamanan kepada orang yang telah engkau beri jaminan keamanan, wahai Ummu Hani." Ummu Hani berkata," Saat itu adalah waktu dhuha." 138


[3]. Amanul 'Ahdi, Amanu Hudnah atau Amanu Shulhi (perjanjian damai atau gencatan senjata)
Istilah hudnah, muhadanah, 'ahd, mu'ahadah, shulh, musalamah atau muwada'ah artinya sama, yaitu perjanjian damai atau gencatan senjata. Istilah yang paling sering dipakai adalah hudnah, mu'ahadah dan shulh.139

Mu'ahadah, Shulh atau Hudnah adalah perjanjian damai untuk tidak berperang (gencatan senjata) yang diadakan oleh negara Islam (Amirul mukminin atau wakil yang ditunjuknya) dengan negara kafir, dengan batas masa tertentu dan syarat-syarat tertentu. Orang kafir yang negaranya mengadakan perjanjian damai dengan negara Islam disebut kafir mu'ahid.

Dengan adanya perjanjian damai ini, penduduk dari kedua negara dilindungi harta, nyawa dan kehormatannya. Seorang kafir mu’ahid boleh masuk negara Islam dengan mendapat perlindungan atas harta dan nyawanya. Karena itu, pada masa gencatan senjata Hudaibiyah, Abu Sufyan yang masih musyrik boleh masuk ke Madinah menemui putrinya, Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha tanpa mendapat gangguan sedikitpun.140

Perjanjian damai dengan negara kafir diperbolehkan dengan beberapa syarat141 :




  • Orang yang berhak mengadakan perjanjian hanya Imam (Amirul Mukminin) atau wakil yang telah diberi izin oleh Imam.

Ini dikarenakan perjanjian damai adalah urusan yang besar, menyangkut kepentingan seluruh kaum muslimin dan konskuensinya meninggalkan jihad secara mutlak selama masa perjanjian.142

  • Perjanjian damai diadakan karena kebutuhan, dan maslahat (keuntungan) yang akan diraih kaum muslimin lebih besar dari kerugiannya.

Imam Malik, Syafi'i dan Ahmad berpendapat, perjanjian damai boleh dilakukan selama merealisasikan manfaat yang lebih besar dan adanya tuntutan kebutuhan. Imam Abu Hanifah hanya memperbolehkannya jika tuntutan kebutuhan tersebut telah mencapai taraf darurat. Beliau berdalil dengan ayat :
فَلاَتَهِنُوا وَتَدْعُوا إِلَى السَّلْمِ وَأَنتُمُ اْلأُعْلَوْنَ وَاللهُ مَعَكُمْ وَلَن يَّتِرَكُمْ أَعْمَالَكُمْ

“Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yanng lebih tinggi kedudukannya dan Alloh-pun bersama kalian, dan Dia sekali-kali tidak akan mengurangi pahala amalan-amalanmu”. (QS. Muhammad: 35).

Namun pendapat mayoritas ulama lebih kuat ---wallahu a'lam--- karena saat perjanjian damai Hudaibiyah ditanda tangani oleh Rasulullah pada saat tidak dalam kondisi darurat. Dengan demikian, perjanjian damai yang dialkukan karena kebutuhan yang mencapai taraf keadaan diperbolehkan menurut kesepakatan ulama.


  • Terbatas dalam waktu tertentu.

Perjanjian damai hanya bersifat temporer, dengan jangka waktu tertentu dan tidak boleh diadakan untuk selamanya. Para ulama berbeda pendapat tentang maksimal masa perjanjian damai. Sebagian ulama menyatakan empat bulan. Sebagian ulama lain menyatakan satu tahun. Sebagian ulama lain menyatakan 10 tahun. Dan sebagian ulama lain menyatakan boleh lebih dari 10 tahun, jika kebutuhan dan maslahat menuntut hal itu.


  • Perjanjian tidak mengandung hal-hal yang menyelisihi Al-Qur'an dan As-Sunah (syariat Islam).

Perjanjian damai tidak boleh berisi pembenaran terhadap sebuah kebatilan dan pembatilan sebuah kebenaran. Misalnya : mengakui keabsahan hak orang-orang kafir atas sebagian wilayah umat Islam yang mereka rebut, atau penihilan jihad ofensif, pemberian izin kepada orang-orang kafir untuk menetap di jazirah arab dan syarat-syarat batil lainnya.

Imam Al Qusyairi berkata ;

“ Jika kekuatan berada di tangan kaum muslimin, tidak sewajarnya mengadakan perjanjian damai (gencatan senjata) melebihi satu tahun. Adapun jika kekuatan berada di tangan orang-orang kafir, maka boleh mengadakan perjanjian damai selama sepuluh tahun, dan tidak boleh lebih dari itu.”

Imam Syafi’i berkata:

” Perjanjian damai dengan orang-orang musyrik tidak boleh melebihi sepuluh tahun sebagaimana yang pernah dilakukan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam pada tahun Hudaibiyah. Jika perjanjian damai melebihi masa tersebut, perjanjian tersebut batal karena hukum asal adalah wajib memerangi orang-orang musyrik sampai mereka beriman atau membayar jizyah."143

Imam Al-Bahuti Al-Hambali berkata:

“ Perjanjian damai tidak sah kecuali karena ada kemaslahatan. Apabila imam atau wakilnya berpendapat dalam perjanjian damai ada kemashlahatan ; karena kelemahan kaum muslimin untuk berperang, beratnya peperangan, diharapkan orang-orang kafir masuk Islam, membayar jizyah atau maslahat – maslahat lainnya ; maka boleh mengadakan perjanjian damai."144

Imam As-Syairazy Asy-Syafi’i berkata :

” Apabila tidak ada kemaslahatan dalam hudnah maka tidak boleh mengadakan hudnah, karena Allah berfirman :
فَلاَتَهِنُوا وَتَدْعُوا إِلَى السَّلْمِ وَأَنتُمُ اْلأُعْلَوْنَ وَاللهُ مَعَكُمْ

“Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yanng lebih tinggi kedudukannya dan Alloh bersama kalian”. (QS. Muhammad: 35).

Namun jika ada kemaslahatan, seperti : diharapkan mereka masuk Islam, membayar jizyah, atau membantu umat Islam dalam memerangi orang kafir yang lain, maka boleh bermuhadanah dengan mereka selama empat bulan berdasar firman Allah Ta’ala (QS. At Taubah :1). Dan tidak boleh mengadakan muhadanah dengan mereka melebihi satu tahun karena satu tahun merupakan sebuah masa wajibnya membayar jizyah.”145

Dasar kebolehan perjanjian damai adalah Al-Qur'an, As-Sunah dan ijma' ulama :


بَرَآءَةٌ مِّنَ اللهِ وَرَسُولِهِ إِلَى الَّذِينَ عَاهَدتُّمْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

" (Inilah pernyataan) pemutusan penghubungan daripada Allah dan Rasul-Nya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrikin yang kamu (kamu muslimin) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka)." (QS. At-Taubah ;1).


إِلاَّ الَّذِينَ عَاهَدْتُم مِّنَ الْمُشْرِكِينَ ثُمَّ لَمْ يَنقُصُوكُمْ شَيْئًا وَلَمْ يُظَاهِرُوا عَلَيْكُمْ أَحَدًا فَأَتِمُّوا إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ إِلَى مُدَّتِهِمْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ

" Kecuali orang-orang musyirikin yang kamu mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatupun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa." (QS. At-Taubah :4).


وَإِنْ جَنَحُوا لِلسِّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Alloh. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 61)

Dasar dari as-sunah, antara lain :


  • Perjanjian damai Hudaibiyah.146

  • Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam dalam perang Ahzab pernah mengirim surat penawaran perjanjian damai kepada Uyainah bin Hishn dan Harits bin Auf, dua pemimpin suku Ghathafan. Beliau menawarkan kepada keduanya sepertiga hasil korma Madinah, dengan syarat keduanya menarik keluar pasukan Ghathafan dari barisan pasukan Ahzab yang mengepung Madinah. Terjadi tawar menawar lewat surat. Namun beliau membatalkan rencana ini setelah meminta dan mendengar pendapat dua pemimpin Anshar, Sa'ad bin Mu'adz dan Sa'ad bin Ubadah.

  • Hadits Jubair bin Nufair :

عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ قَالَ انْطَلِقْ بِنَا إِلَى ذِي مِخْبَرٍ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْنَاهُ فَسَأَلَهُ جُبَيْرٌ عَنِ الْهُدْنَةِ فَقَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ سَتُصَالِحُونَ الرُّومَ صُلْحًا آمِنًا فَتَغْزُونَ أَنْتُمْ وَهُمْ عَدُوًّا مِنْ وَرَائِكُمْ فَتُنْصَرُونَ وَتَغْنَمُونَ وَتَسْلَمُونَ

Jubair bin Nufair berkata," Mari kita menemui Dzu Mikhbar ---seorang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa salam---". Jubair menanyakan perihal perjanjian damai kepadanya, maka ia menjawab," Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: Kalian akan mengadakan perjanjian damai dengan Romawi, lalu kalian dan mereka memerangi musuh di belakang kalian. Kalian akan menang, mendapat ghanimah dan pulang dengan selamat."147
[4]. Amanur Rusul (Jaminan Keamanan untuk Utusan)
Utusan diplomasi yang membawa surat-surat kepada pemimpin kaum muslimin dilindungi harta dan nyawanya, sekalipun tidak ada jaminan keamanan secara tekstual. Tradisi ini sudah berlaku sejak zaman sebelum Islam, para utusan tidak boleh diusik. Islam mengakui dan menguatkan hal ini.
عَنْ نُعَيْمِ بْنِ مَسْعُودٍ الْأَشْجَعِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ حِينَ قَرَأَ كِتَابَ مُسَيْلِمَةَ الْكَذَّابِ قَالَ لِلرَّسُولَيْنِ فَمَا تَقُولَانِ أَنْتُمَا؟ قَالَا نَقُولُ كَمَا قَالَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ: لَوْلَا أَنَّ الرُّسُلَ لَا تُقْتَلُ لَضَرَبْتُ أَعْنَاقَكُمَا *

Nu’aim bin Mas’ud Al-Asyja'i berkata," Saya mendengar Rosululloh shollallahu ‘alaihi wasallam saat membaca surat dari Musailamah al-kadzdzab, beliau berkata kepada kedua utusannya,” Apa yang kalian katakan (pendapat kalian)?” Keduanya menjawab:”Kami mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh Musailamah.”

Maka Rosululloh shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,” Kalau bukan karena utusan itu tidak boleh dibunuh, pasti sudah aku penggal leher kalian.”148

Dalam ‘Aunul Ma’bud Syarhu Sunan Abi Daud dijelaskan,” Hadits ini menunjukkan atas haramnya membunuh utusan yang datang, meskipun mereka mengucapkan perkataan kufur dihadapan imam.”149



[7].

Jihad Melawan Orang-Orang Kafir

yang Tidak Memerangi

Dalam penjelasan sebelumnya telah disebutkan :



  • Perintah memerangi seluruh orang kafir dan musyrik, baik mereka memerangi umat Islam maupun tidak, adalah hukum final dari fase pensyariatan jihad fi sabilillah. Hukum ini menghapus seluruh fase-fase pensyariatan jihad sebelumnya.

  • Sebab disyariatkan jihad fi sabilillah adalah adanya kekafiran dan kemusyrikan. Selama di muka bumi masih ada kekafiran dan kemusyrikan, jihad fi sabilillah diwajibkan.

  • Asal hubungan kaum muslimin dengan umat lainnya adalah peperangan, bukan perdamaian. Umat Islam disyariatkan untuk berjihad melawan orang-orang kafir, sekalipun mereka tidak memerangi umat Islam. Salah satu tujuannya adalah mendakwahi orang-orang kafir agar masuk Islam atau tunduk kepada hukum Islam. Jihad fi sabilillah yang bersifat ofensif ini, terkenal dengan istilah Jihad Thalabi.



1. Pengertian Jihadu Thalab

Yaitu kaum muslimin mendakwahi orang-orang kafir di negara mereka dan memerangi mereka kalau mereka menolak masuk Islam dan menolak membayar jizyah.150 Dengan kata lain, kaum muslimin menyerang orang-orang kafir di negeri mereka, sekalipun mereka tidak menyerang negeri kaum muslimin.

Di antara dalil syar’i yang memerintahkan jihad jenis ini, adalah :

فَإِذَا انْسَلَخَ اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ وَخُذُوْهُمْ وَاحْصُرُوْهُمْ وَاقْعُدُوْا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوْا وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوْا سَبِيْلَهُمْ إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ

“Apabila sudah habis bulan-bulan haram, maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kalian jumpai mereka, tangkaplah mereka, kepunglah mereka, dan intailah di tempat pengintaian…” (QS. At-Taubah: 5)

وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَآفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَآفَّةً وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ

“ Dan perangilah orang-orang kafir secara keseluruhan sebagaimana mereka memerangi kalian secara keseluruhan.” (QS. At-Taubah:36).
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَ تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ ِللَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِينَ

“ Dan perangilah mereka sampai tidak ada fitnah dan agama itu hanyalah untuk Alloh.” (QS. Al-Baqoroh:193).

عَنْ بُرَيْدَةَ بْنِ الْحُسَيبِ اْلأَسْلَمِي قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَمَّرَ أَمِيرًا عَلَى جَيْشٍ أَوْ سَرِيَّةٍ أَوْصَاهُ فِي خَاصَّتِهِ بِتَقْوَى اللَّهِ وَمَنْ مَعَهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ خَيْرًا, ثُمَّ قَالَ (اغْزُوا بِاسْمِ اللَّهِ فِي سَبِيلِ, اللَّهِ قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ, اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تَغْدِرُوا وَلَا تَمْثُلُوا وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا, وَإِذَا لَقِيتَ عَدُوَّكَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ أَوْ خِلَالٍ, فَأَيَّتُهُنَّ مَا أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ.

ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَام,ِ فَإِنْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى التَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ إِلَى دَارِ الْمُهَاجِرِينَ وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ إِنْ فَعَلُوا ذَلِكَ فَلَهُمْ مَا لِلْمُهَاجِرِينَ وَعَلَيْهِمْ مَا عَلَى الْمُهَاجِرِينَ. فَإِنْ أَبَوْا أَنْ يَتَحَوَّلُوا مِنْهَا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ يَكُونُونَ كَأَعْرَابِ الْمُسْلِمِينَ يَجْرِي عَلَيْهِمْ حُكْمُ اللَّهِ الَّذِي يَجْرِي عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَكُونُ لَهُمْ فِي الْغَنِيمَةِ وَالْفَيْءِ شَيْءٌ إِلَّا أَنْ يُجَاهِدُوا مَعَ الْمُسْلِمِينَ.

فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمُ الْجِزْيَةَ فَإِنْ هُمْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ. فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَقَاتِلْهُمْ. *

Dari sahabat Buraidah bin Husaib Al-Aslami radiyallahu 'anhu :

“Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam jika mengangkat seorang amir (komandan) atas suatu pasukan atau sariyah, beliau memberinya wasiat secara khusus supaya bertaqwa kepada Allah Ta’ala, dan memperlakukan pasukannya dengan baik.

Beliau lantas bersabda,” Berperanglah dengan menyebut nama Allah, di jalan Allah, perangilah orang yang kafir kepada Allah ! Berperanglah, janganlah mencuri harta rampasan perang sebelum dibagi, jangan membatalkan perjanjian secara sepihak, jangan mencincang mayat musuh, dan jangan membunuh anak-anak ! Jika kamu menemui musuh dari orang-orang musyrik, maka serulah mereka kepada salah satu dari tiga pilihan, pilihan mana saja yang mereka pilih maka terimalah dan tahanlah dirimu dari (menyerang) mereka.

Serulah mereka kepada Islam. Jika mereka memenuhi seruanmu, maka terimalah dan jangan memerangi mereka. Lalu serulah mereka untuk berhijrah dari negeri mereka ke negeri hijrah, dan beritahukanlah kepada mereka bahwa jika mereka melakukannya maka mereka memiliki hak seperti hak orang-orang yang berhijrah (muhajirin) dan mereka mempunyai kewajiban sebagaimana kewajiban kaum muhajirin.

Kalau mereka menolak maka serulah mereka untuk membayar jizyah. Kalau mereka menyetujui maka terimalah dan janganlah menyerang mereka.

Kalau mereka menolak maka memohonlah pertolongan kepada Alllah Ta’ala dan perangilah mereka.”151

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ (أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلا بِحَقِّ الإِسْلامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّه)

Dari Ibnu Umar radiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,” Saya diperintahkan untuk memerangi manusia, sehingga mereka bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mereka menegakkan sholat dan menunaikan zakat. Apabila mereka mengerjakan itu semua, mereka telah menjaga darah dan harta mereka dariku, dan perhitungan (amal) mereka di sisi Allah.”152

2. Kalangan Anti Jihad Thalab

Di tengah kaum muslimin, muncul kaum sekuler, nasionalis dan murid-murid orientalis yang mengingkari jihad thalab. Menurut mereka, jihad yang diajarkan oleh Islam hanyalah jihad difa’ (defensif) ; apabila musuh menyerang kaum muslimin, barulah umat Islam berjihad melawan musuh. Namun bila musuh tidak menyerang umat Islam, kaum muslimin haram menyerang musuh. Bagi mereka, jihad thalab tidak dikenal dalam Islam dan bertentangan dengan hukum internasional.

Pendapat mereka ini adalah bid’ah munkarah yang menyelisihi Al Qur’an, as sunah dan ijma’ para ulama’ salaf. Menurut penelitian Dr. Ali bin Nafi’ Al Ulyani, pendapat ini untuk pertama kalinya muncul dari kalangan murid-murid madrasah ‘aqliyah modern (rasionalis modern) dengan tokoh-tokohnya yang terkenal seperti syaikh Muhammad Jamaludien Al Afghani, Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha.153

Banyak para ulama dan penulis kontemporer yang terpegaruh dengan bid’ah munkarah ini dan ikut-ikutan berpendapat jihad dalam Islam hanya sekedar untuk membela diri saja. Di antara para ulama tersebut adalah Dr. Abdul Wahhab Khalaf dalam bukunya As Siyasatu Asy Syar’iyatu, Dr. Mahmud Syaltut dalam bukunya Min Hadyil Qur’an, Dr. Muhammad Abu Zahrah dalam bukunya Al ‘Alaqot Ad Duwaliyah, Dr. Muhmmad Abdullah Darraz dalam bukunya Dirasat Islamiyah fil ‘Alaqat Al Ijtima’iyah wal Duwaliyah, Dr. Wahbah Zuhaili dalam bukunya Al ‘Alaqot Ad Duwaliyah fil Islam, Dr. Muhammad Izzah Daruzah dalam bukunya al Jihaadu Fi Sabililah fil Qur’an wal Hadits, Dr. Hamid Sulthan dalam bukunya Ahkamul Qanun Ad Duwaly fi Syari’ah Islamiyah, Dr. Ali Ali Manshur dalam bukunya Asy Syari’ah Islamiyah wal Qanun Ad Duwaly, Jamal Al Bana dalam bukunya Hurriyatul I’tiqad fil Islam, Abdul Khaliq an Nawawi dalam bukunya Al ‘Alaqat Ad Duwaliyah wan Nudzum Al Qadhaiyah, Dr. Muhammad Ra’fat Utsman dalam bukunya Al Huquq wal Wajibat wal ‘Alaqat Ad Duwaliyah, Ahmad Muhammad Haufi dalam bukunya samahatul Islam, Dr. Sa’id Ramadhan Al Buthi dalam bukunya Al Jihadu Fil Islam Kaifa Nafhamuhu wa Kaifa Numarisuhu, dan banyak para ulama kontemporer lainnya.154

Bid’ah munkarah ini bahkan telah menjadi arus utama pemikiran para ulama kontemporer, sehingga nyaris kebatilan pendapat mereka ini menutupi kebenaran, kalau saja Allah Ta’ala tidak menjaga dien-Nya (dengan terjaganya Al Qur’an dan As Sunah), kemudian usaha keras para ulama sunah untuk menyingkap syubhat mereka.

Di antara para ulama kontemporer yang membongkar kesesatan bid’ah ini adalah Syaikh Sulaiman bin Samhan, Syaikh Sulaiman bin Abdurahman bin Hamdan dalam bukunya Dalalati Nushush wal Ijma ‘ala Daf’il Qital lil Kufri wad Difa, syaikh Abdurahman Ad Dausari dalam bukunya Al Ajwibah Al Mufidah fi Muhimmatil Aqidah, syaikh Abul A’la Al Maududi dalm bukunya tentang Jihad, Syaikh Sayid Quthub dalam bukunya Ma’alimu fi Thariq dan Fi Dzilalil Qur’an, Syaikh Muhammad Quthub dalam bukunya Al Musytasyriqun wal Islam, Dr. Abdul Karim Zaidan dalam bukunya Majmu’ah Buhuts Fiqhiyah, Syaikh Sholih Luhaidan dalam bukunya Al Jihaadu baina Thalab wa Difa’, Syaikh Muhammad Nashir Al Ju’wan dalam bukunya Al Qitaalu Fil Islam, syaikh Abid bin Muhammad as Sufyani dalam bukunya Daarul Islam wa daarul Kufri wa Ashlul ‘Alaqah Bainahuma, Dr. Abdullah bin Ahmad Qadiri dalam bukunya Al Jihaadu Fi Sabilillah Haqiqatuhu wa Ghayatuhu, Dr. Ali biin Nufai’ Al Ulyani, syaikh Dr. Abdullah Azzam dalam buku-buku beliau, syaikh Abdul Qadir bin Abdul Aziz dalam Al-Umdah fi I’dadil Uddah dan Al-Jaami’ fi Thalabil Ilmi Al-Syarif, syaikh Abdul Akhir Hammad Al-Ghunaimi dalam buku bantahannya atas syaikh Sa’id Ramadhan Al-Buthi, syaikh Harist Abdu Salam Al Mishri dalam bukunya Qaalu Faqul ‘Anil Jihad, syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dalam Majmu’ Fatawa Wa Maqalat Mutanawi’ah dan masih banyak lainny



3. Hukum Jihad Melawan Orang Kafir Yang Tidak Memerangi (Jihad Thalab) 155
Imam Ibnu Nuhas Ad-Dimyathi berkata,” Ketahuilah sesungguhnya berjihad melawan orang-orang kafir di negeri mereka adalah fardhu kifayah menurut kesepakatan ulama. Dan diriwayatkan dari Ibnu Musayib dan Ibnu Syubramah bahwasanya hukumnya fardhu ‘ain.156

Penjelasan singkat beliau ini menegaskan, hukum memerangi orang-orang kafir yang tidak memerangi kaum muslimin adalah wajib : wajib kifayah menurut mayoritas ulama, dan wajib kifayah menurut sebagian ulama.


(a). Fardhu ‘Ain

Sebagian sahabat seperti Abu Thalhah Al-Anshari, Abu Ayub Al-Anshari, Miqdad bin Aswad, juga ulama kibar tabi'in seperti Imam Sa’id bin Musayib, sebagian ulama madzhab Syafi’i dan Abdullah bin Hasan berpendapat bahwa jihad thalabi hukumnya fardhu ‘ain. 157

Dasarnya adalah dalil-dalil Al Qur’an dan As sunah yang mewajibkan berjihad dan mengancam orang yang meninggalkannya dengan kehinaan dan adzab yang pedih, seperti:

Dasar Al Qur’an :
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُوا إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ . وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُم مِّنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَلاَ تُقَاتِلُوهُمْ عِندَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِن قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ . فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللهَ غَفُورُُ رَّحِيمُُ . وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَ تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ ِللَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِينَ
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu dan janganlah melampaui batas karena sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang melampaui batas (190).

Dan bunuhlah mereka di mana saja kalian berjumpa mereka dan usirlah mere ka dari tempat mereka mengusir kalian dan kesyirikan itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan. Dan janganlah kalian memerangi mereka di Masjidil Haram kecuali jika mereka memerangi kalian di tempat itu. Jika mereka memerangimu di tempat itu maka perangilah. Demikianlah balasan bagi orang-orang yang kafir (191).

Jika mereka berhenti dari memusuhi kalian maka Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (192)

Dan perangilah mereka sehingga tidak ada kesyirikan lagi dan agama itu semata-mata milik Allah. Jika mereka berhenti dari memusuhi kalian maka tidak ada permusuhan kecuali atas orang-orang yang dzalim”. [QS. (2) Al Baqarah :190-192].


كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهُُ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرُُ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ

“ Diwajibkan atas kalian berperang padahal hal itu kalian benci. Boleh jadi kalian membenci sesuatu padahal hal itu baik bagi kalian dan boleh jadi kalian menyenangi sesuatu padahal hal itu buruk bagi kalian. Allah mengetahui dan kalian tidak mengetahui”. [QS. Al Baqarah :216].


فَإِذَا انْسَلَخَ اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ وَخُذُوْهُمْ وَاحْصُرُوْهُمْ وَاقْعُدُوْا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوْا وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوْا سَبِيْلَهُمْ إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ

“ Apabila telah habis bulan-bulan Haram maka bunuhlah orang-orang musyrik di manapun kalian menjumpai mereka dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah mereka di tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat serta menunaikan zakat maka berilah kebebasan kepada mereka (jaminan keamanan). Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” {QS. At Taubah : 5].


قَاتِلُوا الَّذِينَ لاَيُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَلاَيُحَرِّمُونَ مَاحَرَّمَ اللهُ وَرَسُولُهُ وَلاَيَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ

“ Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir dan tidak mengharamkan apa yang diharamkan Allah dan rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar yaitu orang-orang ahli kitab sampai mereka membayar jizyah dalam keadaan tunduk.” [QS. At Taubah : 29].



Yüklə 3,86 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   ...   6   7   8   9   10   11   12   13   ...   30




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin