Eksistensi pasukan as



Yüklə 3,86 Mb.
səhifə16/30
tarix27.12.2018
ölçüsü3,86 Mb.
#87683
1   ...   12   13   14   15   16   17   18   19   ...   30

Kesimpulan…

Mayoritas ulama memperbolehkan melakukan pembakaran, penenggelaman, penghancuran, peracunan, pengasapan dan cara-cara perusakan masal lainnya yang bisanya tidak membedakan antara target yang boleh dibunuh dengan rakyat yang tidak boleh dibunuh, dengan syarat kaum muslimin tidak bisa mengalahkan dan menekan musuh kecuali dengan cara itu. Bila memungkinkan mengalahkan musuh dengan cara lain, cara-cara tersebut tidak boleh digunakan. Namun para ulama Syafi'iyah berpendapat, cara-cara tersebut boleh digunakan sekalipun bisa mengalahkan musuh dengan cara-cara lain. Wallahu a'lam bish shawab.

Berdasar penjelasan di atas, penggunaan cara-cara perusakan dan penghancuran masal yang terjadi di Bali, JW. Mariot atau Kuningan, ---yang berakibat jatuh korban anak-anak atau wanita musuh263 ---, adalah sesuatu yang dibenarkan syariat, disepakati oleh mayoritas ulama dan biasa diamalkan oleh generasi shahabat.

Keadaan Kelima :

Jika kaum muslimin perlu menggempur orang-orang kafir dengan senjata-senjata berat --- rudal, tank, pesawat tempur, kapal perang, meriam, dan sebagainya---. Senjata-senjata ini ditembakkan dari jarak yang jauh dan tidak bisa memisahkan antara warga sipil yang tidak berperang dengan kaum laki-laki yang berperang.

Berdasar hadits :


عَنْ ثَوْرِ بْنِ يَزِيدَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَصَبَ الْمَنْجَنِيقَ عَلَى أَهْلِ الطَّائِفِ

Dari Tsaur bin Yazid bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam mempergunakan Manjaniq (meriam tradisional, alat pelontar batu, pent) saat mengepung Thaif."264

Imam Burhanudin Ibrahim Ibnu Muhammad Ibnu Muflih Al-Hambali dalam Al-Mubdi’ Syarhul Muqni' 3/319 berkata:

وَرَمْيُهُمْ بِالْمَنْجَنِيقِ نَصَّ عَلَيهِ - أَحْمَدُ - ِلأَنَّهُ  نَصَبَ اْلمَنْجَنِيقَ عَلَى أَهْلِ الطَّائِفِ رَوَاهُ التَّرْمِذِي مُرْسَلاً وَنَصَبَهُ عَمْرُو بْنُ اْلعَاصِ عَلَى ْالاِسْكَنْدَرِيَّةِ. وَ ِلأَنَّ الرَّمْيَ بِهِ مُعْتَادٌ كَالسِّهَامِ وَظَاهِرُهُ مَعَ اْلحَاجَةِ وَعَدَمِهَا. وَفِي اْلمُغْنِي هُوَ ظَاهِرُ كَلاَمِ اْلإِمَامِ. وَقَطْعُ اْلمِيَاهِ عَنْهُمْ وَكَذَا السَّابِلَةُ وَهَدْمُ حُصُونِهِمْ, وَفِي الْمُحَرَّرِ وَالْوَجِيزِ وَالْفُرُوعِ هَدْمُ عَامِرِهِمْ, وَهُوَ أَعَمُّ ِلأَنَّ اْلقَصْدَ إِضْعَافُهُمْ وَإِرْهَابُهُمْ لِيُجِيبُوا دَاعِيَ اللهِ.

“ Menyerang musuh dengan Manjaniq telah ditegaskan (kebolehannya) oleh imam Ahmad, karena Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Salam telah menyerang penduduk Tho’if dengan Manjaniq. Hal itu diriwayatkan oleh imam At-Tirmidzi dengan mursal. Shahabat Amru bin ‘Ash juga menggunakan Manjaniq saat menyerang Iskandariyyah. Alasan lainnya, melempar dengan manjaniq adalah hal yang sudah biasa sebagaimana panah. Dahahir pendapat imam Ahmad adalah kebolehan mengggunakan Manjanik, baik karena adanya kebutuhan maupun tidak. Dalam Al-Mughni juga disebutkan bahwa hal itu adalah dlohir pendapat Imam Ahmad.

Begitu pula hukum memutuskan air, jalan yang mereka lalui dan menghancurkan benteng-benteng mereka (imam Ahmad juga menegaskan kebolehan, pent). Dalam kitab Al-Muharror, Al-Wajiz dan Al-Furu’ bahkan disebutkan kebolehan menghancurkan tempat tinggal mereka, dan hal itu lebih umum (dari sekedar menghancurkan benteng, pent), karena tujuannya adalah melemahkan dan menggentarkan mereka agar mereka menyambut seruan Alloh (dakwah Islam).”

Imam Ibnu Qudamah mengatakan dalam Al-Mughni 9/231:

“ Diperbolehkan menyerang orang-orang kafir dengan menggunakan Manjaniq. Dhohir pendapat imam Ahmad beliau membolehkannya, baik karena kebutuhan maupun tidak, karena nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menyerang penduduk Tho’if dengan menggunakan Manjaniq. Di antara ulama yang berpendapat seperti itu adalah imam Sufyan Ats-Tauri, Al-Auza’i, Asy-Syafi’i dan Ashabur Ro’yi. Imam Ibnul Mundzir mengatakan," Ada hadits menyatakan Nabi shalallahu alaihi wasallam menyerang penduduk Tho’if dengan menggunakan Manjaniq. Juga riwayat yang menyebutkan Amru Ibnul ‘Ash menyerang penduduk Iskandariyyah dengan Manjaniq. Alasan lainnya, Manjaniq adalah senjata yang sudah biasa digunakan dalam pertempuran, sebagaimana panah.”

Imam An-Nawawi berkata dalam Al-Muhadzab 2/219:

فَصْلٌ: وَلاَ يَجُوزُ قِتَالُـهُمْ بِالنَّارِ وَالرَّمْيُ عَنِ الْمَنْجَنِيقِ إِلاَّ لِضَرُورَةٍ ِلأَنَّهُ لاَ يَجُوزُ أَنْ يُقْتَلَ إِلاَّ مَنْ يُقَاتِلُ, وَالْقَتْلُ بِالنَّارِ أَوِ اْلمَنْجَنِيقِ يَعُمُّ مَنْ يُقَاتِلُ وَمَنْ لاَ يُقَاتِلُ. وَإِنْ دَعَتْ إِلَيْهِ الضَّرُورَةُ جَازَ كَمَا يَجُوزُ أَنْ يُقْتَلَ مَنْ لاَ يُقَاتِلُ إِذَا قُصِدَ قَتْلُهُ لِلدَّفْعِ

“Pasal : Tidak boleh memerangi mereka dengan menggunakan api dan melempar dengan Manjaniq, kecuali karena terpaksa karena tidak boleh dibunuh kecuali orang yang ikut berperang. Sedangkan membunuh dengan api atau Manjaniq itu mengenai orang kafir secara umum, baik orang yang berperang maupun yang tidak berperang. Jika hal itu terpaksa dilakukan, maka boleh digunakan sebagaimana boleh membunuh orang yang tidak berperang jika dimaksudkan untuk mempertahankan diri.”
Renungan….

Demikianlah para ulama memperbolehkan mempergunakan persenjataan berat bila kondisi menuntut, sekalipun memakan korban anak-anak, wanita, orang tua dan orang-orang yang tidak turut berperang. Maslahat yang diharapkan bisa diraih ---yaitu benteng jatuh, musuh kalah dan dakwah Islam leluasa disampaikan--- lebih besar dari kerusakan bangunan dan jatuhnya korban orang-orang yang tidak terlibat perang. Betul, bom Bali, JW Mariot dan Kuningan menimbulkan kerusakan bangunan dan memakan korban kaum kafir yang sebagiannya tidak turut berperang265, namun maslahat yang ingin dan akan diraih jauh lebih besar ; memperingatkan, menggentarkan dan melemahkan kekuatan koalisi pasukan salibis-zionis-paganis internasional agar mengendorkan dan menghentikan kejahatan mereka atas kaum muslimin, terkhusus lagi di Iraq, Afghanistan, Palestina, Indonesia dan negara-negara lain.



Keadaan Keenam :

Kondisi TATARUS, yaitu pasukan musuh mempergunakan warga sipil yang tidak ikut berperang sebagai pagar betis dan perisai hidup agar kaum muslimin tidak menembak mereka.
Dalam kondisi ini, kaum muslimin boleh menyerang pasukan musuh sekalipun akan jatuh korban dari kalangan wanita dan anak-anak yang dijadikan perisai, dengan dua syarat : (a) Adanya kebutuhan untuk menyerang mereka, dan (b) Niatan hati adalah menembak pasukan musuh, bukan menembak anak-anak dan wanita yang dijadikan perisai.

Imam Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughni 9/233:

“ Pasal : Jika mereka menjadikan wanita dan anak-anak mereka sebagai perisai, maka boleh memanah mereka dengan maksud menyerang orang-orang berperang. Karena Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pernah melempar mereka dengan Manjaniq, padahal di antara terdapat wanita dan anak-anak. Membiarkan mereka juga berarti ta’thilul jihad (meniadakan jihad), karena bila mereka mengetahui hal itu (kaum muslimin tidak akan menyerang bila mereka menjadikan anak-anak dan wanita mereka sebagai perisai), mereka akan berlindung dengan perisai anak-anak dan wanita. Hukum ini berlaku baik saat perang sedang berkecamuk maupun saat perang tidak berkecamuk, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam tidak pernah mencari-cari waktu melempar (dengan Manjaniq) saat berkecamuknya perang semata.”

Imam Abu Yahya Zakaria Al-Anshori mengatakan dalam Fathul Wahhab 2/301:

“ Haram hukumnya membunuh hewan yang dimuliakan (dipelihara, semisal kuda, pent) karena nilainya. Juga karena adanya larangan menyembelih binatang yang tidak dimakan, kecuali jika kebutuhan menuntut membunuhnya. Contohnya, kuda yang digunakan untuk berperang, boleh dibunuh untuk membela diri atau meraih kemenangan, sebagaimana bolehnya membunuh anak-anak ketika mereka dijadikan persiai. Bahkan, kebolehan membunuh kuda lebih kuat.”

Imam Asy-Syarbini Al-Khatib dalam Mughnil Muhtaj Syarhul Minhaj 4/227 mengatakan:

“ Apa yang digunakan oleh musuh sebagai kendaraan untuk memerangi kita atau kita khawatirkan akan dikendarainya besok hari, seperti kuda, boleh dibunuh untuk menahan gempuran mereka atau untuk memenangkan pertempuran atas mereka. Karena kedudukan kuda seperti sebuah alat perang. Jika membunuh wanita dan anak-anak yang dijadikan perisai adlah diperbolehkan, maka membunuh kuda lebih diperbolehkan lagi. Hal ini telah terjadi dalam sejarah para sahabat radiyallahu 'anhum.”

Imam Al-Izz bin Abdus Salam dalam Qowa’idul Ahkam fii Masholihil Anam 1/82 mengatakan :

ِلأَنَّا نَجُوزُ قَتْلُ أَوْلاَدِ اْلكُفَّارِ عِنْدَ التَّتَرُّسِ بِهِمْ حَيْثُ لاَ يَجُوزُ مِثْلُ ذَلِكَ فِي أَطْفَالِ اْلمُسْلِمِينَ

“Kita diperbolehkan membunuh anak-anak orang kafir ketika dijadikan perisai, namun hal tersebut tidak diperbolehkan terhadap anak-anak kaum muslimin.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa 28/546 dan 20/52 mengatakan :

وَقَدْ اِتَّفَقَ اْلعُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ جَيْشَ اْلكُفَّارِ إِذَا تَتَرَّسُوا بِمَنْ عِنْدَهُمْ مِنْ أَسْرَى اْلمُسْلِمِينَ وَخِيْفَ عَلَى اْلمُسْلِمِينَ الضَّرَرُ إِذَا لَمْ يُقَاتَلُوا فَإِنَّهُمْ يُقَاتَلُونَ وَإِنْ أَفْضَى ذَلِكَ إِلَى قَتْلِ الْمُسْلِمِينَ الَّذِينَ تَتَرَّسُوا بِهِمْ

“ Para ulama’ telah bersepakat bahwa jika pasukan kafir menjadikan kaum muslimin yang mereka tawan sebagai perisai dan dikhawatirkan kaum muslimin akan terkena bahaya bila pasukan kafir tidak diperangi, maka pasukan musuh harus diperangi meskipun harus menyebabkan terbunuhnya kaum muslimin yang mereka jadikan sebagai perisai.”

Syaikh Abdurahman bin Qasim Al-Hambali dalam Hasyiyah Ar-Raudhul Murabbi' Syarhu Zadil Mustaqni' 4/271 berkata :


قَالَ فِي ْالإِنْصَافِ : وَإِنْ تَتَرَّسُوا بِمُسْلِمٍ لمَ ْ يَجُزْ رَمْيُهُمْ إِلاَّ أَنْ نَخَافَ عَلَى اْلمُسْلِمِينَ فَيَرْمِيهِمْ ويَقْصُدُ اْلكُفَّارَ، وَهَذَا بِلاَ نِزَاعٍ

" Dalam Al-Inshaf, syaikhul Islam mengatakan ; jika pasukan musuh menjadikan seorang muslim sebagai perisai, maka tidak boleh menembak mereka kecuali jika kita khawatir atas nasib kaum muslimin. Maka saat itu harus menembak mereka dengan niat menjadikan pasukan kafir sebagai target. Hal ini tidak perbedaan pendapat lagi."

Penjelasan para ulama ini menegaskan sebuah peringatan penting, bahwa :


  • Jika yang dijadikan perisai oleh kaum kafir adalah kaum muslimin : musuh tidak boleh ditembak kecuali karena kondisi darurat menuntut demikian, yaitu bila kerusakan (kerugian) yang ditimbulkan dari tidak menembak musuh lebih besar dari kerusakan (kerugian) yang ditimbulkan oleh terbunuhnya kaum muslimin yang dijadikan perisai. Misalnya ; musuh menduduki wilayah kaum muslimin, musuh membunuh sejumlah kaum muslimin yang lebih banyak dari jumlah kaum muslimin yang dijadikan perisai, kekhawatiran pasukan Islam akan terbunuh dan dikalahkan, dan kerusakan (kerugian) besar lainnya. Kondisi darurat tentunya diperhitungkan sebatas kondisi. Jadi, nyawa kaum muslimin hanya boleh menjadi korban dalam kondisi darurat.266

  • Bila yang dijadikan perisai adalah anak-anak dan wanita orang kafir sendiri ; persoalannya lebih ringan. Mereka boleh ditembak, sekalipun kebutuhan kaum muslimin untuk menembak tidak sampai taraf darurat. Saat menyatakan "anak-anak dan wanita termasuk golongan mereka (pasukan kafir)", Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam tidak meminta penjelasan kebutuhan yang mendesak kaum muslimin untuk membunuh anak-anak dan wanita dalam serangan malam. Beliaupun tidak menerapkan syarat-syarat tertentu untuk memperbolehkan serangan malam (al-bayat) dan serangan mendadak saat musuh lengah (al-igharah). Kebutuhan untuk melakukan al-bayat dan al-igharah pada masa beliau juga tidak mendesak. Karenanya, sahabat Anas meriwayatkan bahwa mayoritas serangan beliau terjadi di waktu pagi. Al-Bayat dan Al-Igharah hanya sesekali saja dilakukan.

عَنْ أَنََسٍ رَضِي اللَّه عَنْه يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا غَزَا قَوْمًا لَمْ يُغِرْ حَتَّى يُصْبِحَ. فَإِنْ سَمِعَ أَذَانًا أَمْسَكَ, وَإِنْ لَمْ يَسْمَعْ أَذَانًا أَغَارَ بَعْدَ مَا يُصْبِحُ.

Dari Anas bin Malik, ia berkata," Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam jika menyerang sebuah kaum, tidak melakukan serangan mendadak sampai datangnya waktu subuh. Jika beliau mendengar suara adzan, beliau tidak jadi menyerang. Jika tidak mendengar suara adzan, beliau melakukan serangan mendadak setelah subuh."267 Dalam riwayat lain :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا غَزَا بِنَا قَوْمًا لَمْ يَكُنْ يَغْزُو بِنَا حَتَّى يُصْبِحَ وَيَنْظُرَ فَإِنْ سَمِعَ أَذَانًا كَفَّ عَنْهُمْ وَإِنْ لَمْ يَسْمَعْ أَذَانًا أَغَارَ عَلَيْهِمْ *
" Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam jika berperang bersama kami…"268

Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam tidak terus menerus perlu melakukan al-bayat dan al-igharah. Bahkan, perkataan sahabat Anas (riwayat yang digaris bawahi) menunjukkan bahwa mayoritas serangan beliau adalah di waktu pagi. Tidak adanya pertanyaan Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam mengenai latar belakang kebutuhan yang menuntut serangan al-bayat dan al-igharah, menunjukkan bahwa al-bayat dan al-igharah hanya dilakukan sesekali saat kebutuhan menuntut untuk melakukannya. Jadi, syarat al-bayat dan al-igharah adalah adanya kebutuhan.

Kesimpulan :


  • Membunuh anak-anak dan wanita kaum muslimin yang dijadikan perisai hidup oleh musuh hanya boleh karena kebutuhan yang bersifat darurat.

  • Membunuh anak-anak dan wanita kaum kafir yang dijadikan perisai hidup oleh musuh diperbolehkan karena kebutuhan (sekedar kebutuhan, tidak sampai taraf kebutuhan darurat) dan kaum muslimin tidak bisa mencapai target operasi kecuali dengan cara terebut.



Keadaan Ketujuh :

Jika orang-orang kafir mengkhinati perjanjian damai atau gencatan senjata, dan pemimpin kaum muslimin (imam, khalifah) berperdapat untuk membunuh mereka semua dan menyisakan siapa saja yang ia kehendaki.

Dalam perang Ahzab, kaum Yahudi Bani Quraizhah membatalkan perjanjian damai secara sepihak. Setelah peperangan usai, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam dan para sahabat mengepung kampung mereka, sampai akhirnya mereka menyerah. Sebagai hukuman penmbatalan perjanjian damai secara seihak tersebut, Rosululloh Shallallahu 'alaihi wa salam menjatuhkan hukuman mati atas setiap laki-laki yang telah baligh (remaja, pemuda, orang tua, buruh, pendeta); baik mereka yang mengingkari perjanjian maupun yang tidak mengingkari janji. Beliau hanya menyisakan wanita dan anak-anak, mereka dibiarkan hidup dan dijadikan budak.


عَنْ عَطِيَّةَ الْقُرَظِيِّ قَالَ عُرِضْنَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ قُرَيْظَةَ فَكَانَ مَنْ أَنْبَتَ قُتِلَ وَمَنْ لَمْ يُنْبِتْ خُلِّيَ سَبِيلُهُ فَكُنْتُ مِمَّنْ لَمْ يُنْبِتْ فَخُلِّيَ سَبِيلِي.

Dari Athiyah Al-Qurazhi, ia berkata," Kami (kaum yahudi Qurazhah) dihadapkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam pada hari (penaklukan) Quraizhah. Siapa yang telah tumbuh bulu kemaluannya (tanda baligh, pent) dibunuh dan siapa yang belum tumbuh bulu kemaluannya dilepaskan. Saya termasuk anak yang belum tumbuh bulu kemaluannya, maka saya dilepaskan."269

Setelah menyebutkan hadits tentang peristiwa penaklukan bani Quraidzah ini, imam Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla VII/299 mengatakan :

وَهَذَا عُمُومٌ مِنَ النَّبِيِّ  ، لَمْ يَسْتَبْقِ مِنْهُمْ عَسِيفًا وَلاَ تَاجِرًا وَلاَ فَلاَّحًا وَلاَ شَيْخًا كَبِيرًا وَهَذَا إِجْمَاعٌ صَحِيحٌ مِنْهُ.

” Vonis ini bersifat umum dari Nabi shalallahu alaihi wasallam. Beliau tidak menyisakan seorangpun dari Bani Quroidloh ; baik seorang buruh, pedagang, petani maupun orang tua renta. Dan ini merupakan ijma’ yang shohih.”

Ibnu Qoyyim mengatakan dalam Zadul Ma’ad :

وَكَانَ هَدْيُهُ  إِذَا صَالحَ َ أَوْ عَاهَدَ قَوْمًا فَنَقَضُوا أَوْ نَقَضَ بَعْضُهُمْ وَأَقَرَّهُ الْبَاقُونَ وَرَضُوا بِهِ, غَزَا اْلجَمِيعَ، وَجَعَلَهُمْ كُلَّهُمْ نَاقِضِينَ كَمَا فَعَلَ فِي بَنِي قُرَيْظَةَ وَبَنِي النَّضِيرِ وَبَنِي قَيْنُقَاعَ ، وَكَمَا فَعَلَ فِي أَهْلِ مَكَّةَ، فَهَذِهِ سُنَّتُهُ فِي النَّاقِضِينَ النَّاكِثِينَ

“ Termasuk petunjuk beliau shallallahu 'alaihi wa salam : adalah apabila beliau mengadakan gencatan senjata atau perjanjian damai dengan suatu kaum, lalu mereka membatalkan secara sepihak, atau sebagian mereka membatalkan secara sepihak sementara yang lain setuju dan ridha, maka beliau shallallahu 'alaihi wa salam memerangi mereka. Beliau menganggap mereka semua membatalkan secara sepihak, sebagaimana beliau lakukan kepada Bani Quroidloh, Bani Nadlir dan Bani Qoinuqo’. Begitu pula yang beliau lakukan terhadap penduduk Mekah. Ini merupakan sunnah beliau terhadap orang-orang yang membatalkan perjanjian damai secara sepihak.”

Beliau juga berkata :
َوقَدْ أَفْتَى اِبْنُ تَيْمِيَّةَ بِغَزْوِ نَصَارَى ْالمَشْرِقِ لمَاَّ أَعَانُوا عَدُوَّ اْلمُسْلِمِينَ عَلَى قِتَالِهِمْ فَأَمَدُّوهُمْ بِاْلمَالِ وَالسِّلاَحِ، وَإِنْ كَانُوا لَمْ يَغْزُونَا وَلَمْ يُحَارِبُونَا وَرَآهُمْ بِذَلِكَ نَاقِضِينَ لِلْعَهْدِ، كَمَا نَقَضَتْ قُرَيْشٌ عَهْدَ النَّبِيِّ  بِإِعَانَتِهِمْ بَنِي بَكْرِ بْنِ وَائِلٍ عَلىَ حَرْبِ حُلَفَائِهِ

” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah telah mengeluarkan fatwa memerangi orang-orang Nasrani Timur (Romawi Timur, Konstantinopel) karena telah membantu musuh kaum muslimin dalam memerangi kaum muslimin. Mereka memberikan bantuan harta dan persenjataan, meskipun tidak terlibat lansgung menyerang dan memerangi kita. Beliau berpendapat, perbuatan mereka tesebut telah membatalkan perjanjian damai secara sepihak. Sebagaimana orang-orang Quraisy mengkhianati perjanjian damai dengan Rosululloh shalallahu alaihi wasallam dengan bantuan mereka kepada Bani Bakr bin Wa’il dalam memerangi sekutu beliau (bani Khuza'ah, pent).”


***
Inilah beberapa kondisi yang memperbolehkan kaum muslimin untuk membunuh warga sipil musuh, baik dengan sengaja (sebagai pembalasan setimpal, kondisi pertama) maupun tidak sengaja (kondisi kedua sampai ketujuh). Bila salah satu dari ketujuh kondisi ini ada, mujahidin dibenarkan membunuh warga sipil musuh. Telebih lagi, bila beberapa kondisi terjadi secara bersamaan, maka kebolehan membunuh warga sipil musuh semakin kuat. Siapapun yang mengkaji kasus bom Bali, JW Mariot maupun Kuningan, akan menemukan kondisi-kondisi di atas terjadi. Dan mau tidak mau, senang tidak senang, ia harus mengakui keabsahan operasi mujahidin dari sudut pandang syariah Islam.

Adapun alasan dan dalih-dalih yang tidak dibangun di atas landasan Al-Qur'an, As Sunah dan ijma' ulama, atau dalil-dalil umum dan slogan-slogan global yang tidak tepat dan tidak bisa dijadikan landasan syar'i atas sebuah kasus tertentu….maka jelas batil, tertolak dan tidak bisa menggugurkan hujah-hujah syar'i mujahidin.

Seperti perkataan mereka ; Islam cinta damai, Islam tidak memperbolehkan kejahatan dan kekerasan, Islam melarang membunuh anak-anak dan wanita, Islam memusuhi terorisme, Islam tidak menghukum orang yang tidak berbuat salah, dan seterusnya dan seterusnya.

Setiap slogan umum ini terkadang memang dipraktekkan, atau menjadi hukum asal dalam beberapa permasalahan. Namun juga perlu dipahami adanya dalil-dalil spesifik yang menggugurkan kaedah-kaedah umum ini, yaitu dalam penerapannya atas beberapa kasus tertentu.

Jihad dan hukum qisash atas pelaku kejahatan, bukanlah sebuah kekerasan, kejahatan atau kezaliman.

Membunuh anak-anak dan wanita jika dilakukan sesuai kondisi-kondisi yang telah dijelaskan di atas dan kasus-kasus yang serupa dengannya, bukalah sebuah kekerasan, kejahatan, terorisme atau menghukum orang yang tidak bersalah. Ia, justru merupakan sebuah perintah syariat (sunah atau wajib). Minimal, hukumnya boleh.

Menggentarkan dan menteror musuh-musuh Islam yang menjajah negeri-negeri kaum muslimin, atau sekutu-sekutu yang membantunya dalam memerangi Islam adan kaum muslimin adalah perintah syariat (QS. Al-Anfal ;60, dan lain-lain).

Maka, sungguh aneh bin ajaib, bila sebagian umat Islam ---bahkan tokoh-tokoh Islam dan organisasi Islam--- mengutuk, melarang, dan mengharamkan perintah-perintah Allah, hanya demi mendapat simpati musuh-musuh Islam dan tidak dituduh sebagai teroris. Naudzu billahi minadh dhalal.



[10].

Sekutu Kafir Harbi Diperlakukan Sebagaimana Kafir Harbi, Di Mana Saja Mereka Berada


Sekutu Kafir Harbi = Kafir Harbi
[1]. Syariat Islam menegaskan bahwa orang yang bersekutu dengan kafir harbi diiperlakukan sama dengan kafir harbi.

(a). Imam Muslim, Abu Daud, Ahmad dan Ad-Darimi meriwayatkan sebuah hadits shahih :

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ قَالَ : كَانَتْ ثَقِيفُ حُلَفَاءَ لِبَنِى عُقَيْلٍ فَأَسَرَتْ ثَقِيفُ رَجُلَيْنِ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, وَأَسَرَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنْ بَنِي عُقَيْلٍ وَأَصَابُوا مَعَهُ الْعَضْبَاءَ. فَأَتَى عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي الْوَثَاقِ. قَالَ: يَا مُحَمَّدُ ! فَأَتَاهُ فَقَالَ مَا شَأْنُكَ؟ فَقَالَ: بِمَ أَخَذْتَنِي وَبِمَ أَخَذْتَ سَابِقَةَ الْحَاجِّ ؟

فَقَالَ إِعْظَامًا لِذَلِكَ: أَخَذْتُكَ بِجَرِيرَةِ حُلَفَائِكَ ثَقِيفَ. ثُمَّ انْصَرَفَ عَنْهُ. فَنَادَاهُ فَقَالَ :يَا مُحَمَّدُ, يَا مُحَمَّدُ ! وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِيمًا رَقِيقًا, فَرَجَعَ إِلَيْهِ فَقَالَ: مَا شَأْنُكَ ؟ قَالَ إِنِّي مُسْلِمٌ. قَالَ : لَوْ قُلْتَهَا وَأَنْتَ تَمْلِكُ أَمْرَكَ, أَفْلَحْتَ كُلَّ الْفَلَاحِ ثُمَّ انْصَرَفَ.

فَنَادَاهُ فَقَالَ : يَا مُحَمَّدُ, يَا مُحَمَّدُ ! فَأَتَاهُ فَقَالَ : مَا شَأْنُكَ ؟ قَالَ إِنِّي جَائِعٌ فَأَطْعِمْنِي وَظَمْآنُ فَأَسْقِنِي! قَالَ هَذِهِ حَاجَتُكَ, فَفُدِيَ بِالرَّجُلَيْنِ.

Imran bin Husain radiyallahu 'anhu berkata :

" Bani Tsaqif adalah sekutu Bani ‘Uqoil. Bani Tsaqif menawan dua orang sahabat Rosul shalallahu alaihi wasallam. Sebaliknya, para sahabat Rosulullah shalallahu alaihi wa sallam menawan seorang laki-laki dari Bani ‘Uqoil. Bersama laki-laki itu, mereka mendapatkan Adhba' (unta Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam). Laki-laki ia dibawa menghadap Rosulullah shalallahu alaihi wasallam, dalam keadaan terikat.

Ia berkata,”Wahai Muhammad !” Rosulpun menghampirinya dan bertanya,”Ada apa?” Ia berkata,” Kenapa engkau menawanku ? Kenapa engkau menangkap orang yang berangkat akan melaksanakan haji ? Maka beliau menjawab sebagai penghormatan,” Aku menawanmu karena kejahatan sekutu-sekutumu dari Bani Tsaqif.” Lalu beliau berpaling darinya

Orang tersebut memanggil beliau kembali dan berkata,“ Wahai Muhammad, wahai Muhammad !”, Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam adalah seorang yang lemah lembut dan penyayang. Beliau kembali kepadanya dan bertanya,“ Ada apa?” Ia menjawab,“ Sesungguhnya saya seorang muslim.” Beliau bersabda,“ Jika kamu mengatakannya ketika kamu masih bebas, kamu telah beruntung”…maka iapun ditebus dengan dua orang sahabat yang ditawan."270

Dua orang sahabat ditangkap oleh Bani Tsaqif. Sebagai balasan, para sahabat menangkap seorang dari Bani 'Uqail yang berangkat menunaikan ibadah haji. Ia dihadang di tengah perjalanan, ditangkap dan digiring oleh para sahabat menuju Madinah. Tentu saja ia protes kepada Rasululllah shallallahu alaihi wa salam," Apa salah saya ?" Bukankah saya ini jama'ah haji ?" Bukankah yang menangkap kedua sahabat anda bani Tsaqif ? Kenapa justru saya yang tak bersalah yang ditangkap ?" Rasululllah shallallahu alaihi wa salam menjawab," Engkau ditangkap karena kejahatan sekutumu,bani Tsaqif."

Hadits ini menunjukkan status hukum orang yang bersekutu dengan kafir harbi adalah sama dengan status hukum kafir harbi tersebut. Ia boleh ditangkap dan diperangi dimana saja ia berada. Jika ia mengaku Islam setelah tertangkap, pengakuannya tersebut tidaklah bermanfaat baginya untuk melepaskan diri.

(b). Imam Muslim dan Ahmad meriwayatkan kisah baiat Ridhwan dan perang Dzi Qard dari Salamah bin Al-Akwa' Al-Aslami :

عَنْ سَلَمَةَ بْنَ اْلأَكْوَعَ قَالَ قَدِمْنَا الْحُدَيْبِيَةَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ أَرْبَعَ عَشْرَةَ مِائَةً وَعَلَيْهَا خَمْسُونَ شَاةً لَا تُرْوِيهَا. قَالَ فَقَعَدَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى جَبَا الرَّكِيَّةِ فَإِمَّا دَعَا وَإِمَّا بَصَقَ فِيهَا قَالَ فَجَاشَتْ فَسَقَيْنَا وَاسْتَقَيْنَا قَالَ ثُمَّ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَانَا لِلْبَيْعَةِ فِي أَصْلِ الشَّجَرَةِ قَالَ فَبَايَعْتُهُ أَوَّلَ النَّاسِ ثُمَّ بَايَعَ وَبَايَعَ....

ثُمَّ إِنَّ الْمُشْرِكِينَ رَاسَلُونَا الصُّلْحَ حَتَّى مَشَى بَعْضُنَا فِي بَعْضٍ وَاصْطَلَحْنَا... فَلَمَّا اصْطَلَحْنَا نَحْنُ وَأَهْلُ مَكَّةَ وَاخْتَلَطَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ أَتَيْتُ شَجَرَةً فَكَسَحْتُ شَوْكَهَا فَاضْطَجَعْتُ فِي أَصْلِهَا قَالَ فَأَتَانِي أَرْبَعَةٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ فَجَعَلُوا يَقَعُونَ فِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَبْغَضْتُهُمْ فَتَحَوَّلْتُ إِلَى شَجَرَةٍ أُخْرَى وَعَلَّقُوا سِلَاحَهُمْ وَاضْطَجَعُوا فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ إِذْ نَادَى مُنَادٍ مِنْ أَسْفَلِ الْوَادِي يَا لِلْمُهَاجِرِينَ قُتِلَ ابْنُ زُنَيْمٍ. قَالَ فَاخْتَرَطْتُ سَيْفِي ثُمَّ شَدَدْتُ عَلَى أُولَئِكَ الْأَرْبَعَةِ وَهُمْ رُقُودٌ فَأَخَذْتُ سِلَاحَهُمْ فَجَعَلْتُهُ ضِغْثًا فِي يَدِي.

قَالَ ثُمَّ قُلْتُ وَالَّذِي كَرَّمَ وَجْهَ مُحَمَّدٍ لَا يَرْفَعُ أَحَدٌ مِنْكُمْ رَأْسَهُ إِلَّا ضَرَبْتُ الَّذِي فِيهِ عَيْنَاهُ. قَالَ ثُمَّ جِئْتُ بِهِمْ أَسُوقُهُمْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. قَالَ وَجَاءَ عَمِّي عَامِرٌ بِرَجُلٍ مِنَ الْعَبَلَاتِ يُقَالُ لَهُ مِكْرَزٌ يَقُودُهُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى فَرَسٍ مُجَفَّفٍ فِي سَبْعِينَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ. فَنَظَرَ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ دَعُوهُمْ يَكُنْ لَهُمْ بَدْءُ الْفُجُورِ وَثِنَاهُ. فَعَفَا عَنْهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَأَنْزَلَ اللَّهُ ( وَهُوَ الَّذِي كَفَّ أَيْدِيَهُمْ عَنْكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ عَنْهُمْ بِبَطْنِ مَكَّةَ مِنْ بَعْدِ أَنْ أَظْفَرَكُمْ عَلَيْهِمْ ) الْآيَةَ كُلَّهَا

Salamah bin Al-Akwa' Al-Aslami berkata:

“ Kami datang bersama Rasulullah shallallahu 'alaiahi wa salam ke Hudaibiyah, jumlah kami 1400 orang. Bersama kami ada 50 ekor kambing, namun tidak cukup mengusir dahaga kami. Maka beliau duduk di bibir sumur, mungkin berdoa atau meludah. Tiba-tiba air sumur meluap, sehingga kami bisa minum dan memberi minuman hewan-hewan kami. Rasulullah lalu menyeru kami untuk membaiat beliau di bawah sebatang pohon. Saya termasuk orang yang pertama kali membaiat beliau, disusul sahabat-sahabat lain…Orang-orang musyrik Quraisy mengirim beberapa utusan perundingan kepada kami, sampai akhirnya tercapai perjanjian damai antara kami dengan mereka…

Ketika kami berdamai dengan orang-orang Makkah, sebagian kami bercampur-baur dengan sebagian yang lain. Aku mendekati sebuah pohon dan kusingkirkan durinya, kemudian aku berbaring dibawahnya. Tiba-tiba empat orang musyrik dari Makkah mendekatiku. Mereka menghina Muhammad shalallahu alaihi wasallam, lalu aku marah kepada mereka dan aku pindah ke pohon yang lainnya. Mereka menggantungkan pedang-pedang mereka di pohon, kemudian tiduran.

Ketika mereka dalam keadaan seperti itu, seseorang berseru dari bawah lembah “Wahai para muhajirin ! Ibnu Zanim telah terbunuh !” Aku segera menghunus pedangku, lalu kuikat empat orang musyrik saat mereka masih tertidur. Kuambil pedang-pedang mereka dan kukumpulkan mereka dengan tanganku.

Aku katakan," Demi Allah yang memuliakan Muhammad, tidaklah seseorang dari kalian mengangkat kepalanya kecuali aku akan memenggalnya." Mereka kugiring ke hadapan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Tiba-tiba pamanku Amir datang menggiring seorang laki-laki dari Al-Ablat bernama Makraz. Pamanku membawanya kehadapan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam diatas kuda bersama tujuh puluh orang kaum musyrikin.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam memandang mereka, lalu bersabda,“Biarkanlah mereka !. Mereka tidak memulai kejahatan, pun tidak mengulanginya!” Beliau memaafkan mereka. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya :
وَهُوَ الَّذِي كَفَّ أَيْدِيَهُمْ عَنْكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ عَنْهُمْ بِبَطْنِ مَكَّةَ مِنْ بَعْدِ أَنْ أَظْفَرَكُمْ عَلَيْهِمْ

" Dan Dia-lah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekkah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka, dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Fath :24).271

Dengan ditanda tanganinya perjanjian Hudaibiyah, kaum muslimin dan musyrikin Makkah bisa bercampur baur untuk kepentingan bisnis dan lainnya, dalam keadaan aman dan saling menghormati. Suasana damai tersebut tidak bisa menghilangkan kebencian kaum musyrikin kepada umat Islam dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam. Empat orang musyrik mendatangi sahabat Salamah bin Akwa', sembari mengeluarkan kalimat-kalimat ejekan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam. Ketika mereka tidur, sahabat Salamah segera mengikat mereka, mengambil senjata mereka dan menggiring mereka ke Madinah sebagai tawanan.

Hadits ini menunjukkan, apabila sebagian kafir harbi mengkhianati perjanjian damai ---sekedar mengejek Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam---, status hukum mereka sama semua, dimana saja mereka berada ; di negeri kaum muslimin maupun di negeri mereka, di medan perang maupun di luar medan perang.

(c). Dalil lainnya adalah kisah pelanggaran perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian Hudaibiyah menyebutkan, suku-suku bangsa Arab bebas bersekutu dengan suku Quraisy maupun kaum muslimin. Bani Bakr bin Wail memilih bersekutu dengan suku Quraisy, sementara suku Khuza'ah memilih bersekutu dengan kaum muslimin. Dalam suatu malam, suku Bakr bin Wail menyerbu suku Khuza'ah sehingga jatuh korban luka-luka. Meninggal dan harta benda di pihak suku Khuza'ah. Sebagian riwayat menyebutkan, beberapa gelintir orang Quraisy terlibat dalam serangan tersbut.

Suku Khuza'ah mengirim utusan ke Madinah, melaporkan serbuan tragis tersebut. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam menganggap tindakan bani Bakr bin Wail ---sekutu suku Quraisy--- sebagai tindakan membatalkan perjanjian Hudaibiyah secara sepihak. Beliau mengumpulkan 10.000 kaum muslimin dan bergerak menaklukkan Makkah.

Dalam peristiwa ini, sebenarnya suku Bakr bin Wail tidak secara langsung menanda tangani perjanjian Hudaibiyah. Pun, yang membantu serangan suku Bakr bin Wail hanya segelintir penduduk Quraisy, sementara sebagian besar kaum Quraisy tidak terlibat. Meski demikian, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam memandang tindakan sekutu kafir harbi adalah sama dengan tindakan kafir harbi. Maka, beliau tidak melakukan pembalasan dengan menyerang suku Bakr bin Wail. Beliau justru menyerang dan menaklukkan kafir harbi ---Makkah dan Quraisy---.

Ibnu Qoyyim mengatakan dalam Zadul Ma’ad :

وَكَانَ هَدْيُهُ  إِذَا صَالحَ َ أَوْ عَاهَدَ قَوْمًا فَنَقَضُوا أَوْ نَقَضَ بَعْضُهُمْ وَأَقَرَّهُ الْبَاقُونَ وَرَضُوا بِهِ, غَزَا اْلجَمِيعَ، وَجَعَلَهُمْ كُلَّهُمْ نَاقِضِينَ كَمَا فَعَلَ فِي بَنِي قُرَيْظَةَ وَبَنِي النَّضِيرِ وَبَنِي قَيْنُقَاعَ ، وَكَمَا فَعَلَ فِي أَهْلِ مَكَّةَ، فَهَذِهِ سُنَّتُهُ فِي النَّاقِضِينَ النَّاكِثِينَ

“ Termasuk petunjuk beliau shallallahu 'alaihi wa salam adalah, apabila beliau mengadakan gencatan senjata atau perjanjian damai dengan suatu kaum, lalu mereka membatalkan secara sepihak, atau sebagian mereka membatalkan secara sepihak sementara yang lain setuju dan ridha, maka beliau shallallahu 'alaihi wa salam memerangi mereka. Beliau menganggap mereka semua membatalkan secara sepihak, sebagaimana beliau lakukan kepada Bani Quroidloh, Bani Nadlir dan Bani Qoinuqo’. Begitu pula yang beliau lakukan terhadap penduduk Mekah. Ini merupakan sunnah beliau terhadap orang-orang yang membatalkan perjanjian damai secara sepihak.”


Dalam prakteknya, prinsip ini juga diterapkan oleh bangsa-bangsa yang ada di dunia. Pemerintahan Thaliban sama sekali tidak menyerang AS. Namun AS dengan seenaknya melakukan invasi militer ke Afghanistan untuk menjatuhkan pemerintahan Thaliban. AS membombardir Afghanistan dengan puluhan ribu bom dan rudal dengan segala jenisnya. Akibat bombardir brutal ini, puluhan ribu anak-anak, wanita, orang tua dan rakyat sipil tak bersalah menjadi korban. Thaliban sama sekali tidak mengusik, apalagi membombardir, AS. AS menginvasi Afghanistan, tak lain dengan dalih Thaliban adalah sekutu Usamah bin Ladin. Thaliban dituduh melindungi Al-Qaedah.

AS dan negara-negara yang tunduk kepada perintahnya, melakukan penangkapan, penahanan, penyitaan kekayaan dan pengejaran terhadap para aktivis Islam di seluruh dunia, juga dengan dalih mereka adalah teroris jaringan (sekutu) Al-Qaedah. AS dengan arogan mengumumkan ke seluruh dunia, hanya ada dua pilihan ; menjadi sekutu (baca : antek) AS atau sekutu teroris. Siapapun yang tidak tunduk kepada AS, dianggap sekutu teroris, diperlakukan bak teroris.



Yüklə 3,86 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   ...   12   13   14   15   16   17   18   19   ...   30




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin