Eksistensi pasukan as


[5]. Dalil-Dalil As-Sunnah



Yüklə 3,86 Mb.
səhifə22/30
tarix27.12.2018
ölçüsü3,86 Mb.
#87683
1   ...   18   19   20   21   22   23   24   25   ...   30

[5].

Dalil-Dalil As-Sunnah

[1]. Hadits Hathib bin Abi Balta'ah radiyallahu 'anhu :


قَالَ عَلِيٌّ رَضِي اللَّه عَنْهُ : بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَالزُّبَيْرَ وَالْمِقْدَادَ بْنَ الْأَسْوَدِ. قَالَ انْطَلِقُوا حَتَّى تَأْتُوا رَوْضَةَ خَاخٍ فَإِنَّ بِهَا ظَعِينَةً وَمَعَهَا كِتَابٌ فَخُذُوهُ مِنْهَا.

فَانْطَلَقْنَا تَعَادَى بِنَا خَيْلُنَا حَتَّى انْتَهَيْنَا إِلَى الرَّوْضَةِ فَإِذَا نَحْنُ بِالظَّعِينَةِ فَقُلْنَا أَخْرِجِي الْكِتَابَ فَقَالَتْ مَا مَعِي مِنْ كِتَابٍ فَقُلْنَا لَتُخْرِجِنَّ الْكِتَابَ أَوْ لَنُلْقِيَنَّ الثِّيَابَ فَأَخْرَجَتْهُ مِنْ عِقَاصِهَا فَأَتَيْنَا بِهِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, فَإِذَا فِيهِ مِنْ حَاطِبِ بْنِ أَبِي بَلْتَعَةَ إِلَى أُنَاسٍ مِنَ الْمُشْرِكِينَ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ يُخْبِرُهُمْ بِبَعْضِ أَمْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا حَاطِبُ مَا هَذَا ؟

قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَا تَعْجَلْ عَلَيَّ إِنِّي كُنْتُ امْرَأً مُلْصَقًا فِي قُرَيْشٍ وَلَمْ أَكُنْ مِنْ أَنْفُسِهَا وَكَانَ مَنْ مَعَكَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ لَهُمْ قَرَابَاتٌ بِمَكَّةَ يَحْمُونَ بِهَا أَهْلِيهِمْ وَأَمْوَالَهُمْ فَأَحْبَبْتُ إِذْ فَاتَنِي ذَلِكَ مِنَ النَّسَبِ فِيهِمْ أَنْ أَتَّخِذَ عِنْدَهُمْ يَدًا يَحْمُونَ بِهَا قَرَابَتِي وَمَا فَعَلْتُ كُفْرًا وَلَا ارْتِدَادًا وَلَا رِضًا بِالْكُفْرِ بَعْدَ الْإِسْلَامِ.

فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ صَدَقَكُمْ.

قَالَ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ دَعْنِي أَضْرِبْ عُنُقَ هَذَا الْمُنَافِقِ.

قَالَ إِنَّهُ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَكُونَ قَدِ اطَّلَعَ عَلَى أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ.

Ali radiyallahu 'anhu berkata :

" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam mengutus saya, Zubair danMiqdad bin Al-Aswad. Beliau bersabda," Berangkatlah sampai ke Raudah Khah, karena di sana ada seorang perempuan penunggang unta yang membawa surat. Ambil surat itu darinya !"

Kami segera berangkat memacu kuda kami sampai di Raudhah, ternyata ada seorang perempuan penunggang unra. Kami berkata," Keluarkan surat !" Ia menjawab," Saya tidak mempunyai surat apapun !". Kami menggertak," Keluarkan surat, atau kami telanjangi pakaianmu !" Maka ia mengeluarkan surat itu dari gelungan rambutnya. Kami serahkan surat itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam, ternyata dari Hatib bin Abi Balta'ah kepada beberapa orang musyrik Quraisy (Makkah), memberitahukan kepada mereka sebagian urusan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bertanya," Apa-apaan ini, ya Hathib ?

Hathib menjawab,“ Wahai Rosulullah ! Jangan tergesa-gesa memvonis saya bersekongkol dengan orang Quraisy, atau termasuk dari kelompok mereka. Sebagian muhajirin yang bersama anda mempunyai kerabat di Makkah, sehingga bisa menjaga keluarga dan harta benda mereka. Karena saya tidak mempunyai nasab (kerabat di Makah yang bisa melindungi harta dan keluarga saya di Makah), saya ingin mengambil bantuan mereka untuk menjaga kerabatku disana. Sungguh ! Aku lakukan ini bukan karena kafir dan murtad, dan juga tidak karena rela dengan kekafiran setelah Islam “

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam bersabda," Ia telah berkata jujur kepada kalian."

Umar menyela," Ya Rasulullah, biarkan saya menebas leher munafik ini !"

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda," Ia telah ikut perang Badar. Apakah engkau tahu, sesungguhnya Allah telah meneliti hati para veteran Badar lalu berfirman," Lakukanlah apa yang ingin kalian lakukan, sesungguhnya Aku telah mengampuni kalian."324

Kisah ini menunjukkan bahwa hukum asal membantu dan bekerja sama dengan kaum kafir dalam memerangi kaum muslimin adalah murtad dan keluar dari Islam, dengan tiga alasan :



  1. Perkataan Umar radiyallahu 'anhu (Biarkan saya menebas leher munafik ini !", dalam riwayat lain," ia telah kafir", dan dalam riwayat lain Rasulullah bertanya," Bukankah ia telah ikut perang Badar ?" Maka Umar menjawab," Ya, namun ia membatalkannya, dan justru bekerjasama dengan musuh-musuh anda dalam meawan anda."

Ini menunjukkan bahwa hukum yang dipahami oleh sahabat Umar adalah murtadnya seorang yang bekerja sama dengan orang-orang kafir dalam memusuhi kaum muslimin.

  1. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam menyetujui apa yang dipahami oleh Umar. Hanya, beliau menyebutkan bahwa Hathib mempunyai udzur.

  2. Hathib berkata ((Aku lakukan ini bukan karena kafir dan murtad, dan juga tidak karena rela dengan kekafiran setelah Islam))

Ini menunjukkan bahwa Hatbib juga memahami hukum seorang muslim yang bekerja sama dengan kaum kafir dalam memusuhi kaum muslimin adalah murtad.

Sahabat Hathib telah berjuang bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam dengan harta, nyawa, tenaga dan waktunya. Ia tidak terbukti membela kaum kafir dalam memusuhi kaum muslimin, baik dengan harta maupun dengan nyawa. Namun tindakan mengirim surat ini bisa dianggap sebagai bentuk bekerja sama dengan musuh, sehingga menuai pertanyaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam dan sikap tegas Umar. Lantas bagaimana dengan orang yang telah nyata-nyata membantu dan bekerja sama dengan kaum kafir dalam memerangi kaum muslimin, dengan harta, tenaga, ide, jabatan dan nyawanya ? Tenu, ia lebih layak terkena hukum murtad.


[2]. Hadits Abbas bin Abdul-Muthalib radiyallahu 'anhu :

Imam Ibnu Ishaq dan lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda kepada Abbas bin Abdul Muthalib ---ikut berperang bersama pasukan Quraisy dalam perang Badar karena dipaksa, lalu tertawan--- :

" Wahai Abbas ! Tebuslah dirimu, kedua keponakanmu 'Uqail bin Abi Thalib dan Naufal bin Harits, serta sekutumu Utbah bin Amru, karena engkau termasuk orang berada."

Maka Abbas menjawab :

إنِّي كُنتُ مُسلماَ، ولكنَّ القومَ استَكْرَهُونِي

" Ya Rasul ! Saya sebelumnya telah masuk Islam. Hanyasaja, kaum Quraisy memaksaku (untuk bergabung dalam barisan mereka)."

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam menjawab:
اللهُ أعلمُ بمَا تقولُ إنْ كُنتَ مَا تقولَ حقَّاًَ إنَّ اللهَ يَجزيَكَ، ولكنَّ ظََاهِرُ أمركَ أنَّكَ كُنتَ علينا

" Allah lebih mengetahui keislamanmu. Jika apa yang kau ungkapkan benar, Allah akan memberi pahala. Namun zahirmu, berada di pihak yang memusuhi kami !"325

Sekalipun Abbas bin Abdul-Muthalib berperang dalam barisan kafir karena dipaksa, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam tetap menilainya termasuk bagian dari pasukan kafir. Lantas, bagaimana dengan orang yang berada dalam blok kafir secara sukarela tanpa paksaan, dalam menghadapi blok kaum muslimin ?

Riwayat ini juga dikuatkan oleh hadits riwayat imam Bukhari :


قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِالرَّحْمَنِ أَبُو الْأَسْوَدِ : قُطِعَ عَلَى أَهْلِ الْمَدِينَةِ بَعْثٌ فَاكْتُتِبْتُ فِيهِ فَلَقِيتُ عِكْرِمَةَ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ فَأَخْبَرْتُهُ فَنَهَانِي عَنْ ذَلِكَ أَشَدَّ النَّهْيِ ثُمَّ قَالَ أَخْبَرَنِي ابْنُ عَبَّاسٍ أَنَّ نَاسًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ كَانُوا مَعَ الْمُشْرِكِينَ يُكَثِّرُونَ سَوَادَ الْمُشْرِكِينَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي السَّهْمُ فَيُرْمَى بِهِ فَيُصِيبُ أَحَدَهُمْ فَيَقْتُلُهُ أَوْ يُضْرَبُ فَيُقْتَلُ فَأَنْزَلَ اللَّهُ ( إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ ) الْآيَةََ.
Muhammad bin Abdurahman Abul Aswad berkata :

" Sebuah pasukan dikirim untuk menyerang Madinah, dan saya diwajibkan ikut dalam pasukan itu. Saya bertemu dengan Ikrimah Maula Ibnu Abbas, maka saya beritahukan hal itu kepadanya. Ia melarang saya dengan keras dan mengatakan," Ibnu Abbas memberitahukan kepadaku bahwa Pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam ada beberapa orang Islam yang berada dalam barisan kaum musyrikin, alias memperbanyak jumlah mereka. (Saat perang Badar berkecamuk) Ada anak panah yang dilepaskan dari busur dan mengenai salah seorang mereka sehingga terbunuh, atau sebilah pedang menebas leher mereka sehingga terbunuh. Maka Allah Ta'ala menurunkan ayat (QS. 4, Al-Nisa' 97) :

" Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan menzalimi diri mereka sendiri…"326

Dalam ayat dan hadits shahih ini, kaum muslimin yang keluar berperang dalam barisan kaum musyrik Quraisy, dianggap sebagai bagian dari kaum Quraisy, sekalipun keluar berperang karena dipaksa dan diintimidasi. Hal ini tak lain karena hukum asal perbuatan ini ---bekerjasama dengan kaum kafir dalam memusuhi kaum muslimin--- adalah kafir dan keluar dari Islam.


[3]- Hadits Samurah bin Jundab radiyallahu 'anhu :
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ أَمَّا بَعْدُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ جَامَعَ الْمُشْرِكَ وَسَكَنَ مَعَهُ فَإِنَّهُ مِثْلُهُ. وفي رواية الترمذي : لَا تُسَاكِنُوا الْمُشْرِكِينَ وَلَا تُجَامِعُوهُمْ فَمَنْ سَاكَنَهُمْ أَوْ جَامَعَهُمْ فَهُوَ مِثْلُهُمْ.

Dari Samurah bin Jundab, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda,"Barang siapa berkumpul dan tinggal bersama orang musyrik, ia seperti seorang musyrik tersebut."

Dalam riwayat Tirmidzi tanpa sanad," Jangan tinggal bersama orang-orang musyrik ! Jangan pula berkumpul bersama mereka ! Barang siapa tinggal atau berkumpul bersama mereka, ia seperti mereka."327

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam menganggap orang (Islam) yang berkumpul bersama dan menyertai orang musyrik, seperti seorang musyrik, sekalipun ia tidak ikut berbuat syirik. Barangsiapa bekerjasama dan membantu orang-orang kafir dalam memusuhi kaum muslimin, tentu lebih besar dosanya dari seorang yang sekedar bercampur baur dan tinggal bersama orang-orang musyrik.

Imam Abdurahman Al-Munawi dalam Faidhul Qadir 6/111 menerangkan alasan " ia seperti mereka" :
ِلأَنَّ اْلإِقْبَالَ عَلَى عَدُوِّ اللهِ وَمُوَالاَتِهِ تُوجِبُ إِعْرَاضَهُ عَنِ اللهِ ، وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْهُ تَوَلاَّهُ الشَّيْطَانُ وَنَقَلَهُ إِلَى الْكُفْرَانِ ، قَالَ الزَّمَخْشَرِيُّ : وَهَذَا أَمْرٌ مَعْقُولٌ ؛ فَإِنَّ مُوَالاَةَ اْلوَلِيِّ وَمُوَالاَةَ عَدُوِّهِ مُتَنَافِيَانِ.

" Karena menyambut dan loyal kepada musuh Allah akan menyebabkan berpaling dari Allah. Barang siapa berpaling dari Allah, setan akan menjadi walinya dan memindahkanna ke dalam kekafiran. Imam Al-Zamakhsyari berkata," Ini sangat logis, karena loyalitas kepada seorang kawan (al-wali) dan loyalitas kepada musuh saling meniadakan (bertentangan)."

Hadits-hadits di bawah ini juga semakna dengan hadits ini :
[4]. Hadits Jabir bin Abdullah radiyallahu 'anhu :
عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ َقَالَ أَنَا بَرِيءٌ مِنْ كُلِّ مُسْلِمٍ يُقِيمُ بَيْنَ أَظْهُرِ الْمُشْرِكِينَ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلِمَ ؟ قَالَ لَا تَرَايَا نَارَاهُمَا.
Dari Jarir bin Abdilah bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda," Saya berlepas diri dari seorang muslim yang tinggal di tengah-tengah kaum musyrik." Para sahabat bertanya," Ya Rasulullah, kenapa ?" Beliau menjawab," Agar api (asap dapur) keduanya (muslim dan musyrik) tidak saling terlihat."328

Penjelasan hadits ketiga, juga berlaku atas hadits ini.


[5]. Hadits Mu'awiyah bin Haidah radiyallahu 'anhu
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ حَيْدَةَ قَالَ, قُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ, مَا أَتَيْتُكَ حَتَّى حَلَفْتُ أَكْثَرَ مِنْ عَدَدِهِنَّ لِأَصَابِعِ يَدَيْهِ, أَلَّا آتِيَكَ وَلَا آتِيَ دِينَكَ, وَإِنِّي كُنْتُ امْرَأً لَا أَعْقِلُ شَيْئًا إِلَّا مَا عَلَّمَنِي اللَّهُ وَرَسُولُهُ. وَإِنِّي أَسْأَلُكَ بِوَجْهِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ. بِمَا بَعَثَكَ رَبُّكَ إِلَيْنَا؟ قَالَ بِالْإِسْلَامِ.

قُلْتُ وَمَا آيَاتُ الْإِسْلَامِ؟ قَالَ أَنْ تَقُولَ أَسْلَمْتُ وَجْهِي إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَتَخَلَّيْتُ وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ كُلُّ مُسْلِمٍ عَلَى مُسْلِمٍ مُحَرَّمٌ أَخَوَانِ نَصِيرَانِ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ مُشْرِكٍ بَعْدَمَا أَسْلَمَ عَمَلًا أَوْ يُفَارِقَ الْمُشْرِكِينَ إِلَى الْمُسْلِمِينَ


Mu'awiyah bin Haidah radiyallahu 'anhu berkata," Wahai Nabiyullah ! Saya tidak mendatangi anda kecuali setelah bersumpah sebanyak jari-jari tanganku bahwa aku tidak akan mendatangi anda dan agama anda. Saya ini seorang yang tidak memahami apapun selain yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya kepada saya. Saya bertanya kepada anda dengan wajah Allah, dengan apa Rabb anda mengutus anda ?

Rasulullah," Dengan Islam."

Mu'awiyah," Apa tanda-tanda Islam ?"

Rasulullah," Engkau ucapkan "aku serahkan wajahku kepada Allah dan aku lepaskan (seluruh kesyirikan)", engkau tegakkan shalat dan engkau tunaikan zakat. Setiap muslim atas muslim yang lain adalah haram (darah, harta dan kehormatannya). Seorang muslim atas muslim yang lain adalah dua saudara yang saling menolong. Allah tidak akan menerima amalan apapun yang dilakukan oleh seorang musyrik yang masuk Islam, sampai ia memisahkan diri dari orang-orang musyrik dan bergabung dengan kaum muslimin."329

Penjelasan hadits sebelumnya, juga berlaku atas hadits ini. Seorang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai pelindung, membantu dan bekerja sama dengan mereka dalam menghadapi kaum muslimin, sangat lebih layak terkena ancaman hadits ini dari seorang muslim yang "sekedar" tidak memisahkan diri dari mereka.
[6]. Hadits Jarir radiyallahu 'anhu :
عَنْ جَرِيرٍ قَالَ بَايَعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى إِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ وَعَلَى فِرَاقِ الْمُشْرِكِ.
Jarir berkata," Saya membaiat Rasulallah shallallahu 'alaihi wa salam untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat, bersikap tulus (memberi nasehat0 kepada setiap muslim dan memisahkan diri dari orang musyrik."330

Penjelasan hadits sebelumnya, juga berlaku atas hadits ini.



[6].

Dalil Perkataan Shahabat

Beberapa riwayat dari shahabat telah menunjukkan bahwa seorang muslim yang membantu dan bekerja sama dengan kaum kafir dalam memusuhi kaum muslimin, telah murtad. Di antaranya :



  1. Hadits Hathib bin Abi Balta'ah, di mana Umar radiyallahu 'anhu menganggapnya telah kafir.

  2. Imam 'Abd bin Humaid meriwayatkan bahwa Hudzaifah bin Yaman radiyallahu 'anhu berkata," Hati-hatilah salah seorang di antara kalian dari menjadi seorang Yahudi atau Nasrani tanpa sadar.
    Kami (para tabi'in) menyangka, ia sedang menerangkan makna ayat ((Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. 5:51)).

  3. Kisah Khalid bin Walid dan Maja'ah bin Mararah dalam perang melawan pasukan Musailamah Al-Kadzab. Pasukan Khalid menangkap beberapa penduduk Bani Hanifah, ternyata di atara mereka terdapat Maja'ah. Maja'ah berkata kepada Khalid,"Demi Allah, saya tidak mengikuti Musailamah. Saya seorang muslim." Khalid menjawab," Kenapa engkau tidak bergabung kepadaku ? Atau mengatakan kepalsuan Musailamah sebagaimana yang dikatakan Tsumamah bin Utsal ?"

Khalid menganggap tinggalnya Maja'ah di tengah para pengikut Musailamah menunjuukan ia telah menyetujui kenabian Musailamah. Maka, iapun diperlakukan layaknya para pengikut Musailamah lainnya. Ini sesuai dengan dalil ayat ketiga belas yang menyebutkan kaum muslimin yang dipaksa bergabung dalam barisan pasukan Quraisy disikapi oleh kaum muslimin layaknya kaum Quraisy yang musyrik, sekalipun mereka keluar di bawah paksaan dan tekanan.

  1. Sikap para sahabat dalam memerangi kaum pengikut nabi palsu (Musailamah, Sajah, Thulaihah), dan para penolak membayar zakat. Para sahabat memerangi mereka semua tanpa membeda-bedakan. Sekalipun ada kemungkinan, sebagian mereka turut berperang atas nama kesukuan, bukan karena meyakini kenabian para nabi palsu tersebut. Ini menunjukkan para sahabat memahami bahwa setiao orang yang bekerja sama dan membantu orang-orang kafir dalam memusuhi kaum muslimin, telah kafir dan keluar dari Islam.



[7].

Dalil Qiyas

Qiyas dalam kasus ini dicapai dengan dua alasan / cara :



  1. Dalam hadits shahih disebutkan ((Barang siapa memperbekali orang yang berperang, berarti telah ikut berperang )), juga ((Sesungguhnya Allah memasukkan tiga orang ke surga melalui sebuah anak panah. Yaitu orang yang pembuat anak panah yang meniatkan kebaikan, orang yang memanah dan orang yang mengambilkan akan panah)). Demikian juga sebaliknya, seorang yang memperbekali dan membantu kaum kafir dalam berperang, berarti telah ikut berperang di jalan setan dan taghut.

  2. Menurut syariat, pelaku kejahatan dan orang yang membantunya, dihukumi sama karena pelaku bisa melaksanakan kejahatan dengan bantuan orang yang membantunya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan :

" Jika para pengacau keamanan (pembegal) adalah sebuah komplotan ; seorang di antara mereka sebagai pembunuh dan yang lain sebagai pembantu; sebagian ulama berpendapat hanya pelaku saja yang dihukum bunuh. Namun mayoritas ulama berpendapat seluruh anggota komplotan harus dibunuh, sekalipun jumlah mereka seratus orang, karena status si pelaku dan para pembantunya adalah sama. Inilah pendapat yang diriwayatkan dari khulafa rasyidin.

Khalifah Umar telah menghukum bunuh "Rabi-ah" (informan, mata-mata) komplotan pengacau keamanan. Rabi-ah adalah seorang annggota komplotan yang mengawasi dari tempat tinggi, sehingga bisa melihat siapa yang datang. Alasan lainnya, seorang pelaku bisa membunuh karena adanya bantuan orang-orang yang membantunya. Sebuah kelompok, jika sebagian anggotanya membantu sebagian yang lain sehingga mempunyai kekuatan, mereka semua berserikat dalam pahala dan hukuman. Misalnya, mujahidin. Nabi shallallahu 'alaihi wa salam telah bersabda :


الْمُسْلِمُونَ تَتَكَافَأُ دِمَاؤُهُمْ يَسْعَى بِذِمَّتِهِمْ أَدْنَاهُمْ وَيُجِيرُ عَلَيْهِمْ أَقْصَاهُمْ وَهُمْ يَدٌ عَلَى مَنْ سِوَاهُمْ يَرُدُّ مُشِدُّهُمْ عَلَى مُضْعِفِهِمْ وَمُتَسَرِّيهِمْ عَلَى قَاعِدِهِمْ .

" Darah (nyawa) kaum muslimin itu setingkat. Seorang yang paling rendah statusnya di antara mereka bisa memberi jaminan keamanan. Mereka adalah satu kesatuan dalam melawan musuh. Orang yang berperang di antara mereka, ikut memberi bagian kepada orang yang tidak berperang."

Maksudnya, bila sebuah pasukan kecil diutus berperang dan mendapatkan harta rampasan perang (ghanimah), induk pasukan yang tidak terlibat perang juga mendapatkan jatah harta rampasan perang karena pasukan kecil bisa meraih kemenangan karena adanya kekuatan dan dukungan dari induk pasukan. Hanya saja, pasukan kecil ini mendapat bonus tambahan (nafl), karena Nabi shallallahu 'alaihi wa salam juga memberi bonus 1/4 kepada sebuah pasukan kecil di saat pemberangkatan dan 1/5 setelah kembali.

Demikian juga jika induk pasukan mendapatkan harta rampasan perang, pasukan kecil juga mendapat jatah karena tugasnya adalah demi kepentingan induk pasukan. Dalam perang Badar, Nabi shallallahu 'alaihi wa salam memberi jatah harta rampasan perang kepada Thalhan dan Zubair, karena keduanya bertugas untuk kepentingan induk pasukan. Demikianlah, para pembantu dan penolong sebuah kelompok yang mempunyai kekuatan, mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan kelompok tersebut.

Demikian juga dengan orang-orang yang berperang di atas kebatilan tanpa ada ta'wil (interpretasi salah yang masih diakui syariat, pent). Misalnya orang-orang yang berperang karena fanatisme dan slogan jahiliyah, seperti suku Qais, Yaman dan sebagainya. Kedua kelompok ini zalim, sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa salam (("Jika dua orang muslim bertemu dengan pedang masing-masing, maka si pembunuh dan terbunuh sama-sama di neraka." Para sahabat bertanya," Kalau si pembunuh sudah kami pahami. Bagaimana dengan si terbunuh, wahai Rasul ? Beliau menjawab," Ia juga sangat ingin membunuh lawannya." Muttafaq 'alaih)).

Setiap kelompok harus membayar ganti atas setiap kehilangan nyawa dan kerusakan harta benda, sekalipun tidak mengetahui persis siapa si pelaku. Ini dikarenakan, sebuah kelompok yang mempunyai kekuatan karena kerja sama anggotanya, adalah laksana satu tubuh."

Demikian juga orang-orang yang membantu dan bekerja sama dengan orang-orang kafir dalam berperang, hukumnya seperti orang-orang kafir tersebut.

[8].

Fakta-Fakta Sejarah

Sejarah Islam telah merekam beberapa peristiwa dalam masa tertentu, di mana beberapa orang yang mengaku beragama Islam namun membantu dan bekerja sama dengan kaum kafir dalam memusuhi kaum muslimin. Para ulama masa tersebut segera menerangkan hukum syariat atas para pelaku. Di antaranya adalah :


[1]. Perang Badar, tahun kedua Hijriyah

Sebagian kaum muslimin Makkah berangkat berperang dalam barisan kaum kafir Quraisy, karena dipaksa. Atas peristiwa tersebut, Allah menurunkan ayat 97 surat An-Nisa'.


)إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيراً )

Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya:"Dalam keadaan bagaimana kamu ini". Mereka menjawab:"Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat berkata:"Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah dibumi itu". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali, (QS. 4, Al-Nisa' : 97)


[2]. Peristiwa murtadnya bangsa Arab, tahun 11 Hijriyah

Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam wafat, seluruh bangsa arab murtad, kecuali penduduk kota Makkah, Madinah dan Bahrain. Para sahabat memerangi mereka semua, tanpa memilah-milah.


[3]. Awal tahun 201 H

Babak Al-Kharm bergabung dengan negeri kaum musyrikin dan ikut menggerakkan peperangan melawan kaum muslimin. Imam Ahmad dan para ulama lain memfatwakan Babak Al-Kharm telah murtad. Al-Maimuni bertanya tentang Babak Al-Kharm kepada imam Ahmad," Ia memerangi kami dan menetap di bumi syirik. Bagaimana hukumnya ?' Imam Ahmad menjawab," Jika demikian halnya, hukumnya ia telah murtad." (Al-Furu' 6/163).


[4]. Setelah tahun 480 H

Mu'tamad bin 'Ubbad, penguasa Asybilia, salah seorang raja-raja kecil di Andalus, meminta bantuan kepada orang-orang Perancis untuk melawan kaum muslimin. Maka para ulama Malikiyah pada masa itu mengeluarkan fatwa atas murtadnya Mu'tamad. (Al-Istiqsha 2/75). Fatwa murtad jatuh atas diri Mu'tamad, sekalipun ia sekedar meminta bantuan orang-orang kafir, bukan bekerja sama dengan mereka dalam memusuhi kaum muslimin.


[5]. Tahun 661 Hijriyah

Penguasa Kurk, raja al-Mughits Umar bin Adil mengirim surat kepada kaisar Hulago Khan, menjanjikan untuk mereka negeri Mesir. Zhahir Baibars meminta fatwa para ulama atas kasus ini, maka mereka memfatwakan raja Al-Mughits harus dipecat dan dibunuh. Zhahir pun memecat dan membunuhnya. (Al-Bidayah wan Nihayah 13/238, Al-Syadzarat 6/305).


[6]. Sekitar tahun 700 Hijriyah

Pasukan Tartar menyerang negeri Islam di Syam dan lainnya. Mereka dibantu oleh sebagian kaum muslimin. Maka syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memfatwakan bahwa kaum muslimin yang membantu pasukan Tartar telah murtad. (Majmu' Fatawa 28/530).


[7]. Tahun 980 H

Muhammad bin Abdullah Al-Sa'di, salah seorang raja Marakisy (Maroko) meminta bantuan raja Portugal untuk melawan pamannya, Abu Marwan al-Mu'tashim billah. Maka para ulama Malikiyah memfatwakan Muhammad Al-Sa'di telah murtad. (Al-Istiqsha 2/70).


[8]. Antara tahun 1226-1233 Hijriyah

Pasukan Mesir ---pada masa kekuasaan Muhammad Ali Basya, pasukan daulah Utsmaniyah di bawah kendali gubernur Muhammad ali Basya, seorang sekuler sekutu Perancis --- menyerang Nejed untuk menghancurkan dakwah tauhid syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Mereka dibantu oleh sebagian kaum muslimin. Para ulama Nejed memfatwakan kaum muslimin yang membantu pasukan Mesir telah murtad. Syaikh Sulaiman bin Abdullah Ali Syaikh juga mengarang buku Al-Dalail fi Hukmi Muwalati Ahlil Isyrak, di dalamnya beliau menyebutkan 21 dalil dari Al-Qur'an dan Al-Sunnah yang menunjukkan murtadnya kaum muslimin yang membantu pasukan Mesir.


[9]. 50-an tahun setelah peristiwa di atas

Kasus yang sama kembali terulang, maka para ulama Nejed mengeluarkan fatwa atas murtadnya kaum muslimin yang membantu kaum musyrik. Syaikh Hamd bin 'Atiq mengarang buku "Sabilun Najat wal Fikak 'an Muwalatil Murtadien wa Ahlil Isyrak" yang membahas kasus ini.


[10]. Awal abad 14 Hijriyah

Beberapa kabilah di Aljazair membantu pasukan Perancis dalam memerangi kaum muslimin. Maka ulama Maroko, imam Abul Hasan At-Tasuli memfatwakan mereka telah murtad. (Ajwibatu Al-Tasuli 'ala Masailil Amir Abdil Qadir Al-Jazairi hal 210).


[11]. Pertengahan abad 14 Hijriyah

Perancis dan Inggris memerangi kaum muslimin di Mesir dan lainnya, maka syaikh Ahmad Muhammad Syakir memfatwakan murtadnya seorang muslim yang membantu Perancis dan Inggris dengan bantuan apapun. (Kalimatu Haq hal 126 dst).


[12]. Pertengahan abad 14 Hijriyah

Yahudi merebut Palestina, dibantu oleh sebagian kaum muslimin. Maka komisi fatwa universitas Al-Azhar yang diketuai oleh syaikh Abdul Majid Salim tahun 1366 Hijriyah mengeluarkan fatwa murtadnya siapapun yang membantu pasukan Yahudi.


[13]. Akhir abad 14 Hijriyah

Jumlah kaum komunis dan sosialis di negeri kaum muslimin semakin banyak. Mereka juga dibantu oleh sebagian kaum muslimin, maka syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz memfatwakan murtadnya kaum muslimin yang membantu mereka. (Majmu' Fatawa wal Maqalat Mutanawi'ah 1/274).



[9].

Pendapat Para Ulama


Madzhab Hanafi
1- Imam Ahmad bin Ali Al-Razi Abu Bakar Al-Jashash (370H) dalam Ahkamul Qur'an 3/130 menulis :
)يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا آبَاءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَاءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَى الْأِيمَانِ)(التوبة: من الآية23)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu pemimpin-pemimpinmu,jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan (QS. 9,Al-Taubah :23).

Dalam ayat ini ada larangan kepada kaum muslimin untuk berwala', menolong, meminta tolong, dan menyerahkan urusan kepada kaum kafir. Dalam ayat ini ada kewajiban berlepas diri dari mereka, tidak mengagungkan dan memuliakan mereka. Bapak dan saudara dalam hal ini sama saja. Allah memerintahkan kaum mukmin untuk berbuat demikian agar mereka terpisah dengan kaum munafik, karena orang-orang munafik menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong, menampakkan pengagungan dan penghormatan saat bertemu mereka dan menampakkan dukungan dan keberpihakan kepada mereka.

Maka Allah menjadikan perintah yang Ia wajibkan kepada seorang mukmin ini sebagai tanda untuk membedakan antara seorang mukin dengan seorang munafik. Allah memberitahukan, siapa tidak melakukan hal itu berarti telah mnzalimi diri sendiri dan layak mendapat hukuman dari Rabbnya."

Dalam Ahkamul Qur'an 1/16 saat menerankan larangan memberikan loyalitas (dukungan, bantuan, kecintaan) kepada non muslim, beliau menulis :

Firman Allah Ta'ala :


) إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً)(آل عمران: من الآية28)

Kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.(QS. Ali Imran :28).

Maksudnya, kalian takut kehilangan nyawa (dibunuh) atau sebagian anggota badan (dipotong), sehingga kalian berhati-hati bersikap terhadap mereka dengan menampakkan sikap loyal tanpa keyakinan hati (hati tidak loyal, tidak ridha). Inilah zahir yang ditunjukkan oleh lafal ayat ini, dan ini menjadi pendapat mayoritas ulama. Abdullah bin Muhammad bin Ishaq Al-Marwazi menceritakan kepada kami, ia berkata Hasan bin Abi Rabi' Al-Jurjani menceritakan kepada kami, ia berkata Abdurazaq memberitahukan kepada kami, ia berkata : Ma'mar menceritakan kepada kami, dari Qatadah, ia menerangkan makna ayat

((Janganlah orang-orang mu'min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah))

Maksudnya tidak halal bagi seorang mukmin mengambil seorang kafir sebagai penolong dalam agamanya.

Firman Allah ((kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.))

Maksudnya, kecuali bila antara dia dan mereka ada hubungan kekerabatan, sehingga ia menyambung hubungan dengan alasan itu.

Imam Qatadah menerangkan "taqiyah"adalah menyambung hubungan dengan orang kafir karena adanya tali kekerabatan. Ayat ini menunjukkan bolehnya menampakkan kekafiran dalam kondisi taqiyah."


2- Imam Abdullah bin Ahmad Abul Barakat Al-Nasafi (710 H) dalam tafsirnya 1/287 menulis :

" Turun ayat yang melarang loyalitas kepada musuh-musuh agama ;


)يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ )

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); (QS. 5, Al-Maidah :51).

Maksudnya, janganlah kalian mengambil mereka sebagai pemimpin, kalian menolong, meminta tolong, bersaudara dan berinteraksi dengan mereka layaknya dengan kaum beriman. Allah menyebutkan alasan larangan ini dengan firman-Nya

)بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ

((sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain)) mereka semua adalah musuh agama. Ayat ini merupakan dalil bahwa kekafiran adalah satu aliran (milah).

وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ )

((Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka)). (QS

Makusdnya, ia termasuk golongan mereka. Status dirinya sama dengan status mereka. Ayat ini merupakan penekanan keras dan tegas dari Allah Ta'ala atas wajibnya menjauhi orang-orang yang berbeda agama.

إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

((Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim)). Maksudnya, tidak akan memberi petunjuk orang-orang yang menzalimi diri sendiri dengan memberikan loyalitas kepada orang-orang kafir."



Madzhab Maliki :
1- Imam Abu Abdillah Al-Qurthubi dalam tafsirnya 6/217 menulis :

Firman Allah ((Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin)) maksudnya, menguatkan mereka dalam melawan kaum muslimin (maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka)).

Allah Ta'ala menerangkan bahwa status orang itu seperti status mereka. Ini menghalangi seorang muslim untuk mewarisi harta seorang murtad. Yang mengangkat mereka sebagai pemimpin adalah (Abdullah) bin Ubay (bin Salul, gembong munafik, pent). Ayat ini kemudian berlaku sampai hari kiamat, memutus loyalitas (kepada orang-orang kafir).
2- Dalam Kitabul Qadha' dari fatwa-fatwa imam Al-Barzali rahimahullah disebutkan, amirul mukminin Yusuf bin Tasyafin Al-Limtuni (sultan daulah Muwahidin) meminta fatwa para ulama zaman itu ---sebagian besar ulama Malikiyah--- tentang status Ibnu 'Ibad Al-Andalusi, raja asybelia, yang menulis surat kepada raja Perancis meminta bantuan untuk melawan kaum muslimin. Para ulama memfatwakan Ibnu 'Ibad telah murtad. Ini terjadi pad asekitar tahun 480 H. (Al-Istiqsha li-Akhbari Duwalil Maghrib al-Aqsha 2/75).
3- Peristiwa serupa terjadi pada tahun 489 H ketika penguasa Marakisy, Muhammad bin Abdullah Al-Sa'di meminta bantuan raja Portugal untuk mengalahkan pamannya, Abu Marwan Mu'tashim Billah. Maka para ulama Malikiyah memfatwakan murtadnya Muhammad Al-sa'di. (Al-Istiqsha 2/70).
4- Faqihul Maghrib, imam Abul Hasan Ali bin Abdus Salam At-Tasuli Al-Maliki (1311 H) ditanya tentang sebagian suku Aljazair yang enggan berangkat berjihad, bahkan memberitahukan beberapa urusan kaum muslimin kepada Perancis. Terkadang, mereka juga berperang bersama pasukan Nasrani perancis melawan kaum muslimin. Maka beliau menjawab :

" Sifat yang disebutkan mengenai kaum tersebut mewajibkan untuk memerangi mereka, seperti memerangi orang-orang kafir yang mereka beri loyalitas. Barang siapa memberikan loyalitas kepada kaum kafir, ia termasuk golongan mereka. Allah berfirman ((Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka)).

Adalah hukum yang disimpulkan darinya --- ayat ((sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain)).

Adapun jika suku-suku tersebut tidak cenderung kepada kaum kafir, tidak fanatik kepada mereka, tidak memberitahukan urusan-urusan kaum muslimin kepada mereka dan tidak menampakkan (melakukan) perbuatan-perbuatan tersebut, hanyasaja mereka enggan berjihad…maka mereka diperangi sebagai orang-orang yang membangkang (bughat). sebagai pemimpin pent---. Pembatasan loyalitas sesama mereka menunjukkan bahwa siapa yang memberikan loyalitas kepada mereka, berarti termasuk golongan mereka,

(Ajwibatut Tasuli 'ala Masailil Amir Abdil Qadir Aljazairihal 210).

Madzhab Syafi'i
1- Imam Abdullah bin Umar Abu Sa'ad Al-Baidhawi (685 H) dalam tafsirnya 2/334 mengatakan :

Firman Allah ((Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka)), maksudnya siapa di antara kalian memberikan loyalitas kepada mereka, ia telah termasuk golongan mereka. Ini merupakan peringatan keras untuk menjauhi mereka, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam ((agar api keduanya tidak saling terlihat)).

Atau, karena seorang yang mengangkat mereka sebagai pemimpin termasuk dalam golongan orang-orang munafik. Firman Allah ((Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim)), maksudnya orang-orang yang menzalimi diri sendiri dengan memberikan loyalitas kepada kaum kafir, atau orang-orang mukmin yang memberikan loyalitas kepada musuh-musuh mereka."
2- Imam Ibnu Katsir (774 H) dalam tafsitnya 1/358 menulis :

" Allah melarang hamba-hamba-Nya yang beriman dari memberikan loyalitas kepada kaum kafir dan mengambil mereka sebagai wali-wali disertai menampakkan rasa cinta kepada mereka dengan mengabaikan kaum beriman. Allah mengancam tindakan tersebut dengan firman-Nya ((Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, QS. 3 :28)) Maksudnya, siapa melanggar larangan Allah dalam masalah ini, berarti telah berlepas diri dari Allah."


3- Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (852 H) dalam Fathul Bari 13/61 menerangkan makna hadits Umar (( Sesungguhnya jika Allah telah menurunkan azab atas sebuah kaum, azab itu akan mengenai seluruh penduduk kaum tersebut, lalu mereka dibangkitkan menurut amal masing-masing )), dengan menulis :

Disimpulkan dari hadits ini, perintah untuk meloloskan diri darikaum kafir dan orang-orang zalim, karena menetap bersama mereka termasuk tindakan mencampakkan diri sendiri ke dalam kehancuran. Ini jika ia tidak membantu dan meridhai amalan mereka. Jika ia sudah membantu atau ridha dengan amalan mereka, ia termasuk golongan mereka."



Madzhab Hambali :
1- Imam Ibnu Taimiyah telah banyak membicarakan masalah ini. Sebagian telah dikutip dalam penjelasan beliau atas beberapa dalil Al-Qur'an dalam pembahasan sebelum ini. Pada masa beliau terjadi serangan bangsa Tartar, dan sebagian kaum muslimin bergabung dengan mereka, maka beliau mengeluarkan fatwa-fatwa yang menerangkan kemurtadan kaum muslimin yang berbagung dengan barisan Tartar.

Di antaranya, dalam Majmu' Fatawa 28/530, beliau menulis :

" Status siapapun yang loncat—bergabung--- kepada mereka, baik dari kalangan komandan pasukan umat Islam maupun selainnya, adalah sama dengan status mereka ---pasukan Tartar---. Mereka murtad dari Islam sesuai dengan kadar syariah Islam yang mereka tinggalkan. Jika generasi salaf telah menamakan orang-orang yang menolak membayar zakat sebagai kaum murtad ---padahal mereka masih mengerjakan shalat, shaum dan tidak memerangi kaum muslimin---, lantas bagaimana dengan orang-orang yang bersama musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya memerangi kaum muslimin ?"

Dalam Iqtidhau Shiratil Mustaqim 1/221, beliau menulis :

" allah ta'ala mencela ahlul kitab dengan firman-Nya :

((Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan.



Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik. QS. Al-Maidah :80-81)).

Allah menerangkan bahwa iman kepada Allah, nabi-Nya dan wahyu yang diturunkan kepada nabi-Nya menuntut untuk tidak mengangkat orang-orang kafir sebagai penolong. Berarti, mengangkat mereka sebagai penolong-penolong menyebbakan tiadanya iman, sebagai konskuensi dari tiadanya lazim (mukadimah) menuntut tiadanya malzum (hasil)."


2- Imam Ibnu Qayyim dalam Ahkamu Ahli Dzimah 1/233-234 menulis :

" Allah ta'ala memutus loyalitas antara kaum Yahudi dan Nasrani dengan kaum mukmin. Allah memberitahukan bahwa siapa yang memberikan loyalitas kepada kaum Yahudi dan Nasrani, ia termasuk dalam golongan mereka. Allah Ta'ala Dzat Yang Paling Benar firman-Nya menerangkan masalah ini dalam hukum yang jelas, dengan firman-Nya :

((Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim (QS. 5:51))

Allah memberitahukan orang yang memberikan loyalitas kepada orang kafir, mempunyai penyakit hati yang menyebabkan akal dan agamanya telah rusak. ((Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-oang munafik) bersegera mendekati mereka (yahudi dan Nasrani), seraya berkata:"Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka. (QS. 5:52))).

Allah lantas menerangkan amal perbuatan si pelaku telah rusak binasa, agar seorang mukmin mewaspadai tindakan tersebut. ((Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan:"Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasannya mereka benar-benar beserta kamu" Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi. (QS. 5:53))."

Dalam Ahkamu Ahli Dzimah 1/242, beliau juga menulis :

" Allah ta'ala telah menetapkan, barang siapa mengangkat mereka sebagai penolong-penolong, berarti telah termasuk golongan mereka. Iman tidak akan pernah sempurna kecuali dengan berlepas diri dai mereka. Memberikan loyalitas meniadakan sikap berlepas diri, selama-lamanya berlepas diri tidak akan pernah bersatu dengan sikap memberikan loyalitas. Memberikan loyalitas berati memuliakan, dan itu selama-lamanya bertentangan dengan (kewajiban) menghinakan orang-orang kafir. Memberikan loyalitas juga berarti menyambung hubungan, dan itu selama-lamanya tidak akan bersatu dengan sikap memusuhi orang-orang kafir."

Madzhab Dzahiri
1- Imam Ibnu Hazm (456 H) dalam al-Muhala 11/204 menulis :

" Allah Ta'ala memberitahukan sebuah kaum yang bersegera mendatangi orang-orang kafir karena takut terkena musibah. Allah juga memberitahukan bahwa kaum mukmin mengomentarai kaum yang bersegera tersebut ((Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasannya mereka benar-benar beserta kamu)), yaitu kaum yang segera mendatangi kaum kafir tersebut. Allah ta'ala berfirman ((Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi)).

Ayat ini memberitahukan tentang sebuah kaum yang menampakkan kecenderungan kepada kaum kafir, maka mereka telah kafir dan termasuk golongan mereka, sementara amal-amal mereka telah rusak binasa."

Dalam Al-Muhala 11/138, beliau menulis :

" Telah benar bahwa firman Allah (Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka)) berlaku sesuai zahirnya, artinya ia telah kafir dan temasuk golongan mereka. Pendapat ini adalah kebenaran yang tidak diperselisihkan oleh dua orang muslim pun."

Ulama Mujtahidin dan madzhab lain
1- Imam Ibnu Jarir Al-Thabari (310 H) menerangkan QS. Ali Imran :2, dengan menulis dalam tafsirnya 3/288 :

((Janganlah orang-orang mu'min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu). (QS. 3:28)).

Maknanya, janganlah kalian hai orang-orang yang beriman, menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong-penolong, kalian memberikan loyalitas kepada mereka, membantu mereka dalam menghadapi kaum muslimin, dan menunjukkan rahasia-rahasia kaum muslimin kepada mereka. Barangsiapa melakukan hal itu, Allah tiada mempunyai hubungan apapaun dengannya. Maksudnya, ia telah berlepas diri dari Allah dan Allah pun berlepas diri darinya, karena ia telah murtad dari agamanya dan masuk dalam kekafiran.

((kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka)) maksudnya, kecuali jika kalian berada dalam kekuasaan mereka, kalian takut atas keselamatan diri kalian sehingga kalian menampakkan loyalitas kepada mereka dengan mulut-mulut kalian, namun hati kalian tetap memendam rasa permusuhan kepada mereka. Dan kalian jangan memberi dukungan kepada kekafiran mereka, juga jangan membantu mereka dalam memusuhi sorang muslim dengan sebuah tindakan apapun."

Beberapa penjelasan beliau juga telah dikutip dalam pembahasan ayat-ayat yang menjelaskan kekafiran seorang muslim yang membantu orang kafir dalam memusuhi kaum muslimin. Sehingga tidak perlu disebut ulang di sini.
2- Imam Muhammad bin Ali Al-Syaukani (1255 H) dalam tafsir Fathul Qadir 2/50 menerangkan ayat 51 surat Al-Maidah, dengan menulis :

" Maksud dari larangan mengambil mereka sebagai wali-wali adalah berinteraksi dengan mereka sebagaimana berinteraksi dengan wali ; berkawan dekat, bergaul rapat dan saling membantu.

Firman Allah ((sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain)) adalah penjelasan sebab larangan di atas. Maknanya, sebagian orang Yahudi adalah penolong bagi sebagian Yahudi lainnya, dan sebagaian orang Nasrani adalah penolong bagi sebagian Nasrani lainnya. Jadi, bukan sebagian Yahudi adalah penolong sebagian Nasrani, dan sebaliknya. Karena telah jelas antara kedua golongan juga terdapat permusuhan sengit ((Dan orang-orang Yahudi berkata:"Orang-orang Nasrani itu tidak punya suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata:"Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan",QS 2 :113)).

Ada pula ulama yang menyatakan, maknanya adalah kedua kelompok tersebut saling membantu dan mendukung dalam memusuhi Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa salam dan ajaran yang beliau bawa. Sekalipun, di antara mereka sendiri terdapat permusuhan dan kebencian.

Alasan pelarangan mengambil orang-orang kafir sebagai wali dengan kalimat ini ((sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain, pent)) adalah karena sikap tersebut merupakan urusan sesama mereka, bukan urusan kalian. Janganlah kalian melakukan tindakan yang mereka lakukan, sehingga kalian menjadi seperti mereka. Oleh karenanya, kalimat ini disusul dengan kalimat lain yang menunjukkan seakan-akan sebagai hasil dari tindakan tersebut ((Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka)). Maksudnya, ia termasuk golongan dan bagian mereka. Ini adalah sebuah ancaman keras, karena sebuah maksiat yang menyebbakan kekafiran adlah sebuah maksiat yang telah mencapai puncaknya, tiada lagi maksiat yang lebih besar darinya.

Firman Allah ((Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim)) sebuah alasan atas kalimat sebelumnya. Maksudnya, terjatuhnya mereka ke dalam kekafiran adalah disebabkan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang menzalimi diri sendiri dengan melakukan perbuatan yang menyebabkan kekafiran seperti orang yang memberikan loyalitas kepada orang-orang kafir."



Para ulama Mutaakhiran (generasi belakangan)
1- Imam Jamaludin Al-Qasimi (1332 H) dalam tafsir Mahasinu Ta'wil 6/240 menerangkan ((Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka)) dengan menulis :

Maksudnya ia termasuk kelompok mereka, statusnya sama dengan status mereka, sekalipun ia berangapan berbeda agama dengan mereka."


2- Syaikh Muhammad Rasyid Ridha dalam majalah Al-Manar edisi 33/266-267 menyebutkan sebuah fatwa panjang tentang keharaman mencari kewarga negaraan Perancis dan lainnya. Saat itu Perancis sedang menjajah Tunisia. Si pelaku telah murtad dari Islam. Dalam fatwanya, beliau menulis :

" Dengan kewarga negaraan ini, ia berarti telah rela mencurahkan harta dan nyawanya untuk memerangi kaum muslimin, jika negaranya menuntut untuk hal itu. Dan negaranya, pasti akan melakukan hal itu saat membutuhkan. Dalam masalah ini ada banyak hukum-hukum yang telah disepakat ulama dan menjadi ajaran Islam yang sama-sama diketahui oleh semua kaum muslimin awam maupun ulama (al-ma'lum min al-dien bi-dharurah). Seorang (muslim) yang mencari kewarganegaraan (perancis) berarti telah menghalalkan dirinya menyelisihi hukum-hukum ini, dan tindakanitu merupakan sebuah kekafiran berdasar ijma' (kesepakatan ulama)."


3- Syaikh Abdul Majid Salim dan komisi fatwa universitas Al-Azhar pada tanggal 14 Sya'ban 1366 H mengeluarkan fatwa murtadnya seorang muslim yang membantu kaum Yahudi meraih cita-cita mereka di bumi Palestina (mendirikan negara Israel Raya). dalam fatwa panjang tersebut, komisi fatwa menulis :

" Seorang laki-laki yang mengira dirinya bagian dari kaum muslimin, namun membantu musuh-musuh kaum muslimin dalam kemungkaran-kemungkaran ini, baik dengan bantuan langsung atau tidak langsung, tidak termasuk sebagai orang beriman lagi. Dengan tindakannya itu, ia telah memerangi kaum beriman, keluar dari agama mereka, dan dengan tindakannya itu ia lebih memusuhi kaum muslimin melebihi orang-orang yang menampakkan permusuhan kepada Islam dan kaum muslimin."

Sampai kepada penjelasan komisi fatwa :

" Tak seorang muslim pun yang ragu-ragu, bahwa dengan tindakan tersebut ia tidak mempunyai hubungan apapun dengan Allah, Rasul-Nya dan kaum beriman. Islam dan kaum muslimin telah berlepas diri darinya. Tindakannya menunjukkan, dalam hatinya sama sekali tiada lagi keimanan dan kecintaan kepada tanah air. Orang yang masih melakukan tindakan ini setelah jelas baginya hukum Allah atas tindakannya, berarti telah murtad. Ia harus diceraikan dariistrinya, dan si istri idak boleh mengadakan hubungan dengan si suami tersebut. Ia tidak disholatkan, tidak dikuburkan di pekuburan kaum muslimin. Kaum muslimin harus mengisolasinya, tidak mengucapkan salam kepadanya, tidak menengoknya bila sakit, tidak mengantar jenazahnya bila mati, sampai ia mau kembali kepada Allah dan bertaubat sungguh-sungguh dengan bukti nyata dalam dirinya, ucapan dan perbuatannya." (Fatawa Khathirah fi Wujubil Jihad Al-Dieni Al-Muqaddas, hal 17-25).


4- Syaikh Ahmad Muhammad Syakir dalam bukunya "Kalimatu Haqhal 126-137 menyebutkan fatwa panjang tentang murtadnya setiap muslim dan muslimah yang membantu bangsa Inggris dan Perancis yang saat itu menjajah dunia Islam.
5- Para ulama Mesir pada tahun 1376 H memfatwakan murtadnya seorang muslim yang membantu negara asing (kafir) melawan sebuah negara muslim. Di antara ulama yang mengeluarkan fatwa tersebut adalah syaikh Muhammad Abu Zahrah, Abdul-Aziz Amir, Musthafa Zaid dan Muhammad Albana. Dimuat dalam majalah Liwaul Islam, edisi X tahun X, Jumadil akhir 1376 H hal 619.
6- Syaikh Muhammad Amien Al-Syanqithi (1393 H) dalam tafsir adhwaul Bayan 2/111 menyebutkan ayat-ayat yang melarang menjadikan orang-orang kafir sebagai wali, lalu menulis : 'Dipahami dari zahir berbagai ayat ini bahwa seorang yang menjadikan orang kafir sebagai wali (pemimpin, penolong, kawan, sekutu) secara sengaja, sukarela dan senang dengan apa yang ada pada diri mereka, berarti telah kafir."
7- Syaikh Abdullah bin Humaid (1402 H) dalam Al-Durar Al-Sunniyah 15/497 menulis :

" Adapaun tawali adalah memuliakan, memuji, menolong dan bekerja sama dengan orang-orang kafir dalam menghadapi kaum muslimin, berinteraksi tanpa menunjukkan sikap berlepas diri dari mereka secara lahir. Pelaku perbuatan ini telah murtad, pada dirinya harus diterapkan hukum-hukum yang berlaku atas orang murtad. Sebagaimana telah ditunjukkan oleh Al-Qur'an, Al-Sunnah dan ijma para ulama panutan."


8- Syaikh Abdul-Aziz bin Abdullah bin Bazz dalam Majmu' Fatawa wal Maqalat 1/274 memfatwakan orang-orang komunis, sosialis dan sistem kafir lainnya, atau orang Islam yang membantu mereka, telah murtad.

Para Ulama Kontemporer yang sezaman dengan perang salib modern
Para ulama kontemporer yang sezaman dengan perang salib modern (perang melawan teroris?) ini, telah memfatwakan haram dan murtadnya kaum muslimin yang membantu dan bekerja sama dengan kaum kafir dalam memerangi dan menghadapi kaum muslimin (teroris ?), dengan bantuan apapun. Di antara mereka adalah :

  1. Syaikh Hamud bin 'Uqla Al_Syu'aibi, fatwa 21/7/1422 H.

  2. Syaikh Abdurahman bin Nashir Al-Barak, fatwa 20/7/1422 H.

  3. Syaikh Ali bin Khudair Al-Khudair, fatwa 3/7/1422 H.

  4. Syaikh Sulaiman bin Nashir Al-Ulwan, fatwa 3/7/1422 H.

  5. Syaikh Abdullah bin Abdurahman Al-Sa'd, fatwa 24/7/1422 H.

  6. Syaikh Abdullah bin Muhammad Al-Ghunaiman, fatwa 29/7/1422 H.

  7. Syaikh Safar bin Abdurahman Al-Hawaly, fatwa 28/7/1422 H.

  8. Syaikh Bisyr bin Fahd Al-Bisyr, fatwa 1/8/1422 H.

  9. Syaikh Nidzamudien Syamizi (mufti Pakistan), fatwa 8/10/2001 M.

  10. Enam belas (16) ulama Maroko telah memfatwakan murtadnya umat Islam yang bergabung dalam blok AS untuk memerangi Afghanistan atau negeri-negeri muslim lainnya.


Bagian Keempat :


Tanya Jawab Seputar Perang Salib Modern di Indonesia

[1]. Teori Konspirasi :



Aktivis Muslim (Mujahidin) Dijebak atau Dipancing untuk Memasuki Peperangan yang Tidak Seimbang

Banyak pihak menyatakan, para aktivis Islam tergesa-gesa, hanya bermodal emosi dan semangat yang membara. Mereka berhasil dipancing, diprovokasi dan dijebak oleh musuh untuk melakukan aksi pengeboman. Akibatnya, mereka terseret ke dalam sebuah peperangan yang sangat tidak seimbang.


Jawab :

Teori konspirasi memang sebuah teori yang sangat terkenal dalam peta perjuangan pergerakan Islam di Indonesia. Namun, menyatakan bahwa aksi-aksi pengeboman di Indonesia adalah konspirasi musuh-musuh Islam untuk menjebak para aktivis Islam (mujahidin) juga merupakan sebuah tindakan yang tergesa-gesa dan kurang hati-hati. Agar persoalan ini jelas, kita akan mendiskusikannya, namun dengan catatan kita menyepakati dua hal :



  • Bahwa pelaku aksi-aksi pengeboman tersebut adalah mujahidin.

  • Bahwa aksi-aksi pengeboman tersebut adalah aksi jihad yang disyariatkan.

Bila kedua hal ini tidak kita sepakati, maka diskusi "teori konspirasi dan ketergesaan mujahidin" pun tidak akan ada artinya. Misalnya, ada yang tidak sependapat bahwa aksi-aksi pengeboman tersebut adalah aksi jihad yang disyariatkan. Otomatis, yang perlu ia diskusikan bukan "mujahidin tergesa-gesa", melainkan tinjauan syariat terhadap aksi pengeboman tersebut. Bila kedua hal di atas telah disepakat, barulah diskusi bisa berjalan.


  • Apa yang dimaksud dengan "seimbang" ? Apakah kesamaan jumlah personal, amunisi dan persenjataan ?

Sejarah membuktikan, dalam peperangan-peperangan yang dimenangkan oleh kaum muslimin, jumlah personil dan persenjataan kaum muslimin jauh lebih sedikit dari kekuatan musuh. Terutama sekali dalam pertempuran-pertempuran yang terkenal, seperti seluruh pertempuran Rasulullah Shallallahu 'alaihiwa salam tanpa terkecuali, juga sejumlah pertempuran besar di masa sahabat dan sesudahnya, seperti perang Yarmuk, Qadisiyah dan banyak lainnya.

Bahkan, ketika kaum muslimin terkagum dengan banyaknya jumlah personal dalam perang Hunain, justru di awal pertempuran mengalami kekalahan. Allah berfirman :


وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُم مًّدْبِرِينَ

" Dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu ketika kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu,maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dan bercerai-berai." (QS. At-Taubah :25)

Menunggu sebuah pertempuran yang seimbang, meski dengan perhitungan 1% sekalipun (1 ;100, 1 mujahid berbanding 100 musuh), sama artinya dengan menihilkan jihad sama sekali. Secara logika, perimbangan kekuatan yang ditunggu-tunggu tersebut tidak akan pernah terjadi. Bila yang dimaksud perimbangan kekuatan adalah kekuatan dalam aspek militer, jelas setiap saat musuh bertambah kuat dan umat Islam bertambah lemah. Akhirnya, sama sekali tidak akan ada pertempuran dan jihad.


  • Di mana letak "perimbangan kekuatan" dalam perang Mu'tah ? 3000 sahabat melawan 200.000 pasukan reguler imperium Romawi Timur. Perbandingan yang sangat berat sebelah, 0,015 %, seorang sahabat harus menghadapi lebih dari 66 prajurit musuh. Sangat tidak seimbang. Semula kaum muslimin ragu-ragu ketika melihat besarnya kekuatan musuh. Namun sahabat Abdullah bin Rawahah menyemangati mereka. Para sahabat akhirnya tetap maju menyongsong musuh. Mereka memberi perlawanan hebat, bahkan ketiga komandan yang ditunjuk oleh Rasulullah Shallallhu 'alaihiwa salam gugur (Zaid bin haritsah, Ja'far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah). Khalid bin Walid sebagai komandan darurat membawa mundur pasukan ke Madinah.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam tidak mencela mereka karena melawan musuh di saat tidak ada perimbangan kekuatan. Masyarakat Madinah menyambut pasukan yang pulang dari Mu'tah dengan celaan dan lemparan debu ke muka para prajurit. Namun Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam justru memuji dan menghibur mereka.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ كَانَ فِي سَرِيَّةٍ مِنْ سَرَايَا رَسُولِ اللهِ  قَالَ فَحَاصَ النَّاسُ حَيْصَةً فَكُنْتُ فِيْمَنْ حَاصَ فَلَمَّا بَرَزْنَا قُلْنَا كَيْفَ نَصْنَعُ وَقْدَ فَرَرْنَا مِنَ الزَّحْفِ وَبُؤْناَ باِلْغَضَبِ ؟ فَجَلَسْنَا لِرَسُولِ اللهِ قَبْلَ صَلاَةِ الْفَجْرِ فَلَمَّا خَرَجَ قُمْنَا إِلَيْهِ فَقُلْنَا نَحْنُ الْفَرَّارُوْنَ. فَأَقْبَلَ عَلَيْنَا فَقَالَ لاَ بَلْ أَنْتُمُ الْعَكَّارُوْنَ. فَدَنَوْنَا فَقَبَّلْنَا يَدَهُ فَقَالَ أَنَا فِئَةُ كُلِّ مُسْلِمٍ.

Dari Ibnu Umar, ia berkata,” Saya berada dalam satu pasukan yang dikirim oleh Rasulullah. (dalam pertempuran melawan musuh) sebagian anggota pasukan mundur (ke Madinah), dan saya termasuk di antara mereka. Ketika kami berkumpul, kami saling bertanya," Apa yang akan kita lakukan, kita telah melarikan diri dari medan perang dan kembali dengan mendapat murka Allah Ta’ala !!!"

Maka kami duduk di masjid menunggu Rasululah sebelum sholat Shubuh. Ketika beliau keluar, kami menyambut beliau dan mengatakan,” Kami orang-orang yang melarikan diri.” Maka beliau mendatangi kami dan menghibur,” Tidak, bahkan kalian termasuk orang-orang yang akan kembali maju perang.” Kami mendekat kepada beliau dan mencium tangan beliau, maka beliau bersabda,” Saya adalah induk pasukan setiap muslim.”331

Di antara pelajaran yang bisa disimpulkan dari perang Mu'tah, bahwa salah satu tujuan jihad fi sabilillah adalah untuk meninggikan Islam dan menunjukkan kekuatan kaum muslimin; kaum muslimin adalah kaum yang pemberani, tidak gentar mati, sekalipun tidak meraih kemenenangan yang gemilang.

Allah berfirman :
يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ إِن يَكُن مِّنكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِن يَّكُن مِّنْكُمْ مِائَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِّنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لاَيَفْقَهُونَ {65} الْئَانَ خَفَّفَ اللهُ عَنكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا فَإِن يَكُن مِّنكُم مِّائَةٌ صَابِرَةٌ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِن يَكُنْ مِّنْكُمْ أَلْفٌ يَغْلِبُوا أَلْفَيْنِ بِإِذْنِ اللهِ وَاللهُ مَعَ الصَّابِرِينَ

“ Hai Nabi, cukuplah Allah menjadi Pelindung bagimu dan bagi orang-orang mu'min yang mengikutimu. (64)

Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu'min itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) diantaramu, maka mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. (65)

Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui padamu bahwa ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu orang. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal : 64-66).


عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ (لَمَا نَزَلَتْ (إِنْ يَكُن مِّنكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ) شَقَّ ذَلِكَ عَلَى الْمُسْلِمِيْنَ حِيْنَ فُرِضَ عَلَيْهِمْ أَنْ لاَ يَفِرَّ وَاحِدٌ مِنَ الْعَشْرَةِ فَجَاءَ التَّخْفِيْفُ فَقَالَ (الْئَانَ خَفَّفَ اللهُ عَنكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا) قال : فَلَمَّا خَفَّفَ اللهُ عَنْهُمْ مِنَ الْعُدَّةِ نَقَصَ مِنَ الصَّبْرِ بِقَدْرِ مَا خُفِّفَ عَنْهُمْ).

Sahabat Ibnu Abbas berkata,” Ketika turun ayat [Jika ada dua puluh orang yang sabar dari kalian, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh], kaum muslimin merasa keberatan ketika satu orang mereka tidak boleh lari dari sepuluh orang musuh.

Lalu turunlah ayat sebagai keringanan [Sekarang Alloh telah meringankan kepada kalian dan Dia telah mengetahui pada kalian ada kelemahan. Maka jika ada diantara kalian seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang]. Ibnu Abbas berkata,” Ketika Alloh memberikan keringanan jumlah, maka kesabaranpun ikut berkurang sesuai dengan keringanan yang diberikan kepada mereka.”332

Apakah tindakan 3000 sahabat dalam perang Mu'tah menyalahi ayat di atas ? Tentu saja tidak. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam tidak mencela mereka, bahkan memuji mereka. Padahal, perang Mu'tah adalah jihad thalabi (jihad ofensif) yang hukumnya fardhu kifayah. Dalam jihad thalabi, saat perbandingan kekuatan adalah 1:3, dalam arti seorang muslim harus berhadapan dengan tiga prajurit musuh, kaum muslimin boleh mundur. Ternyata, 3000 sahabat tetap menyongsong musuh, sekalipun perbandingannya 1 ; 66.

Shahabat Ibnu Abbas mengatakan :
مَنْ فَرَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ لَمْ يَفِرَّ وَ مَنْ فَرَّ مِنَ اثْنَيْنِ فَقَدْ فَرَّ

” Jika seorang muslim lari dari tiga orang musuh, maka dia tidak termasuk melarikan diri (yang dilarang). Dan jika seorang muslim lari dari dua orang musuh, maka dia termasuk melarikan diri yang dilarang.” Atsar ini diriwayatkan oleh Ibnul Mubarok dari Sufyan bin ‘Uyainah dari Ibnu Abi Najih dari ‘Atho’ dari Ibnu ‘Abbas. Para perowi atsar ini adalah para perawi dalam shohih Bukhori dan Muslim.333

Dalam jihad normal (jihad ofensif), kaum muslimin boleh mundur ketika kekuatan musuh lebih dari dua kali lipat kekuatan tentara Islam. Namun dalam jihad defensif, meski kekuatan musuh berkali-kali lipat dari kekuatan kaum muslimin, kaum muslimin tidak boleh mundur. Musuh harus dilawan, sesuai dengan kemampuan yang ada.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :
وَقِتَالُ الدَّفْعِ مِثْلُ أَنْ يَكُونَ اْلعَدُوُّ كَثِيراً لاَ طَاقَةَ لِلْمُسْلِمْينَ بِهِ لَكِنْ يُخَافُ إِنِ انْصَرَفُوا عَنْ عَدُوِّهِمْ عَطَفَ الْعَدُوُّ عَلَى مَنْ يَخْلُفُونَ مِنَ اْلمُسْلِمِينَ فَهُنَا قَدْ صَرَّحَ أَصْحَابُنَا بِأَنَّهُ يَجِبُ أَنْ يَبْذُلُوا مُهَجَهُم ومُهَجَ مَنْ يُخَافُ عَلَيهِمْ فِي الدَّفْعِ حَتىَّ يَسْلَمُوا، وَنَظِيرُهَا أَنْ يَهْجُمَ اْلعَدُوُّ عَلَى بِلاَدِ اْلمُسْلِمِينَ وَتَكُونُ المُقَاتِلَةُ أَقَلَّ مِنَ النِّصْفِ فَإِنِ انْصَرَفُوا اِسْتَولَوْا عَلَى الْحَرِيمِ ، فَهَذَا وَأَمْثَالُهُ قِتَالُ دَفْعٍ لاَ قِتَالُ طَلَبٍ لاَ يَجُوزُ ْالاِنْصِرَافُ فِيهِ بِحَالٍ ، وَوَقْعَةُ أُحُدٍ مِنْ هَذَا اْلبَابِ
“ Perang defensif seperti ketika musuh banyak dan kaum muslimin tidak mampu melawan mereka namun ditakutkan kalau kaum muslimin menghindar dari musuh, maka musuh akan menyerang orang-orang yang ada dibelakang kaum muslimin, maka dalam kondisi seperti ini para teman kami (ulama’ Hambali) menegaskan wajib bagi kaum muslimin mengerahkan nyawa mereka dan nyawa orang yang mereka takutkan keselamatannya untuk melawan musuh sampai mereka selamat. Contoh semisal adalah ketika orang-orang kafir menyerang negara Islam sedangkan orang yang berperang tidak mencapai setengah, jika mereka menghindar, musuh akan menguasai kaum wanita (tentunya juga anak-anak, orang tua, pent). Kasus ini dan contoh yang semisal termasuk dalam kategori perang defensife bukan ofensif, sama sekali tidak boleh menghindar dari medan perang, dan perang Uhud termasuk dalam bab (kategori) ini.” 334

Beliau juga berkata :


فَأَمَّا إِذَا أَرَادَ الْعَدُوُّ اْلهُجُومَ عَلَى اْلمُسْلِمِينَ فَإِنَّهُ يَصِيرُ دَفْعُهُ وَاجِباً عَلَى اْلمَقْصُودِينَ كُلِّهِمْ وَعَلَى غَيْرِ اْلمَقْصُودِينَ ِلإِعَانَتِهِمْ كَمَا قَالَ تَعَالَى : وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَليَكمُ ُالنَّصْرُ ، وَكَمَا أَمَرَ النَّبِيُّ  بِنَصْرِ اْلمُسْلِمِ ، وَسَوَاءٌ أَكَانَ الرَّجُلُ مِنَ اْلمُرْتَزِقَةِ لِلْقِتَالِ أَوْ لَمْ يَكُنْ. وَهَذَا يَجِبُ بِحَسْبِ اْلإِمْكَانِ عَلَى كُلِّ أَحَدٍ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ مَعَ الْقِلَّةِ وَالْكَثْرَةِ وَالْمَشْيِ وَالرُّكُوبِ ، كَمَا كَانَ الْمُسْلِمُونَ لَمَّا قَصَدَهُمُ الْعَدُوُّ عَامَ الْخَنْدَقِ لَمْ يَأْذَنِ اللهُ فِي تَرْكِهِ أَحَداً كَمَا أَذِنَ فِي تَرْكِ اْلجِهَادِ اِبْتِدَاءً لِطَلَـبِ الْعَدُوِّ، وَالَّذِي قَسَّمَهُمْ فِيهِ إِلىَ قَاعِدٍ وَخَارِجٍ ، َبلْ ذَمَّ الَّذِينَ يَسْتَأْذِنُونَ النَّبِيَّ يَقُولُونَ إِنَّ بُيُوتَنَا عَوْرَةٌ ، فَهَذَا دَفْعٌ عَنِ الدِّينِ وَالْحُرْمَةِ وَاْلأَنْفُسِ وَهُوَ قِتَالُ اضْطِرَارٍ
" Adapun jika musuh akan (ingin) menyerang kaum muslimin, maka wajib hukumnya melawannya atas seluruh kaum muslimin yang akan diserang, dan kaum muslimin yang tidak diserang untuk membantu. Sebagaimana firman Allah Ta'ala (Jika mereka meminta pertolongan kalian dalam membela agama, maka wajib bagi kalian untuk membantu mereka, QS. 8:72) Juga berdasar perintah Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam untuk senantiasa menolong muslim yang lain. (Hukum ini berlaku) baik ia seorang yang mempunyai harta untuk berperang maupun tidak mempunyai harta. Hukumnya wajib atas setiap individu sesuai kemampuan, dengan nyawa dan hartanya, baik sedikit maupun banyak, dengan berjalan atau berkendaraan. Ini sebagaimana kondisi kaum muslimin saat diserang musuh pada tahun Khandaq. Dalam perang itu, Allah Ta'ala tidak mengizinkan seorangpun untuk tidak berjihad. (ini berbeda kondisi dengan) sebagaimana Allah mengizinkan untuk tidak berjihad bila jihadnya adalah menyerang musuh (Jihadu Thalab). di mana Allah membagi kaum muslimin menjadi dua kelompok : kelompok yang tidak berperang (qo'id) dan kelompok yang berperang (khorij). Bahkan Allah Ta'ala mencela orang-orang yang meminta izin kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam untuk tidak berjihad dengan mengatakan rumah-rumah kami terbuka (tidak ada yang menjaga). (Karena) Perang ini adalah untuk membela agama, kehormatan dan nyawa, maka ia merupakan perang karena kondisi darurat."335

Imam Ibnu Qayyim mengatakan :
فَقِتَالُ الدَّفْعِ أَوْسَعُ مِنْ قِتَالِ الطَّلَبِ وَأَعَمُّ وُجُوباً, وَلِهَذَا يَتَعَيَّنُ عَلَى كُلِّ أَحَدٍ ، يُجَاهِدُ فِيهِ اْلعَبْدُ بِإِذْنِ سَيِّدِهِ وَبِدُونِ إِذْنِهِ ، وَالْوَلَدُ بِدُونِ إِذْنِ أَبَوَيهِ ، وَالْغَرِيمُ بِدُونِ إِذْنِ غَرِيمِهِ . وَهَذَا جِهَادُ اْلمُسْلِمِينَ يَومَ أُحُدٍ وَالْخَنْدَقِ وَلاَ يُشْتَرَطُ فِي هَذَا النَّوْعِ مِنَ الْجِهَادِ أَنْ يَكُونَ الْعُدُوُّ ضَعْفَيْ اْلمُسْلِمِينَ فَمَا دُونَ فَإِنَّهُمْ كَانُوا يَوْمَ أُحُدٍ وَالْخَنْدَقِ أَضْعَافَ الْمُسْلِمِينَ, فَكَانَ الْجِهَادُ وَاجِباً عَلَيهِمْ ِلأَنَّهُ جِهَادُ ضَرُورَةٍ وَدَفْعٍ لاَجِهَادُ اِخْتِيَارٍ
“ Perang defensif lebih luas dan lebih umum kewajibannya dari perang ofensif. Karena itu perang defensif wajib atas setiap individu. Seorang budak berperang baik dengan izin tuannya maupun tidak, seorang anak berperang meskim tanpa izin orang tuanya, orang yang berhutang berperang meski tanpa izin orang yang mempiutangi. Inilah jihad kaum muslimin pada perang Uhud dan Khandaq. Dalam perang defensif ini, tidak disyaratkan musuh dua kali lipat kaum muslimin atau kurang dari itu, karena pada saat perang Uhud dan Khandaq jumlah musuh berlipat-lipat dari jumlah kaum muslimin. Jihad tetap wajib atas mereka karena saat itu jihad darurat (terpaksa), bukan karena jihad pilihan sendiri.”336

  • Jadi, "kekuatan tidak seimbang" adalah bila kaum muslimin tidak mencurahkan kemampuan maksimal mereka dalam melakukan i'dad madi (persiapan militer) untuk menyongsong musuh. Ketika mujahidin sudah berusaha maksimal menunaikan perintah Allah untuk beri'dad, maka mereka tidak diwajibkan melakukan apa yang berada di luar kemampuan mereka.

Allah Ta'ala berfirman :
وَأَعِدُّوا لَهُم مَّااسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ

“ Dan persiapkanlah kekuatan semampu maksimal kalian untuk menghadapi mereka…” [QS. Al Anfal :60].



Yüklə 3,86 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   ...   18   19   20   21   22   23   24   25   ...   30




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin