Eksistensi pasukan as


اَلْحُكْمُ يَدُورُ مَعَ اْلعِلَّةِ وُجُودًا وَ عَدَمًا



Yüklə 3,86 Mb.
səhifə8/30
tarix27.12.2018
ölçüsü3,86 Mb.
#87683
1   ...   4   5   6   7   8   9   10   11   ...   30

اَلْحُكْمُ يَدُورُ مَعَ اْلعِلَّةِ وُجُودًا وَ عَدَمًا


“Ada atau tidaknya hukum itu selaras (bergantung kepada) ada atau tidaknya ’ilah hukum tersebut.”

Untuk memahami makna 'ilah (sebab hukum), kita ambil contoh larangan membunuh perempuan. Dalam suatu perang, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam menemukan seorang perempuan yang terbunuh. Maka beliau bersabda,” Seharusnya ia tidak ikut berperang.” Beliau lalu mengutus seorang laki-laki untuk memberitahukan kepada pasukan terdepan pimpinan Khalid bin Walid,” Katakan kepada Khalid janganlah membunuh perempuan dan orang tua.“63

Hadits shahih lain menerangkan bahwa Rasululah Shallallahu 'alaihi wa salam menjatuhkan hukuman bunuh atas seorang perempuan Bani Quraidzah karena perempuan itu telah membunuh seorang muslim dalam perang Ahzab.64

Dalam hadits pertama dijelaskan, seorang perempuan tidak boleh dibunuh. 'Ilah (sebab hukumnya) adalah perempuan tidak ikut berperang.

Dalam hadits kedua dijelaskan, seorang perempuan dibunuh. 'Ilah (sebab hukumnya) adalah perempuan terlibat dalam peperangan melawan kaum muslimin.

Jadi, 'ilah boleh dan tidaknya seorang perempuan kafir diperangi dan dibunuh, adalah ada dan tidaknya keterlibatan perempuan tersebut dalam peperangan melawan kaum muslimin. Jika tidak terlibat, ia tidak boleh dibunuh. Jika terlibat, maka ia boleh dibunuh menurut kesepakatan ulama.

Inilah contoh ‘ilah : adanya sebuah hukum dikarenakan adanya ‘ilah dan tidak adanya hukum disebabkan tidak adanya ‘ilah.

'Ilah (Sebab Pensyariatan Hukum) Jihad
Pertanyaannya, apa 'ilah jihad, sebab dan alasan yang melatar belakangi ada dan tidaknya perintah jihad ? Untuk mengetahuinya, perlu dikaji ayat-ayat dan hadits-hadits yang memerintahkan untuk berjihad.

(1). Firman Allah Ta’ala :


فَإِذَا انْسَلَخَ اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ وَخُذُوْهُمْ وَاحْصُرُوْهُمْ وَاقْعُدُوْا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ

“ Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyirikin di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian.” (QS. At-Taubah: 5).



Imam Ibnul ‘Arobi menjelaskan makna ayat ini:

هَذَا اللَّفْظُ وَإِنْ كَانَ مُخْتَصًّا بِكُلِّ كَافِرٍ عَابِدٍ لِلْوَثَنِ فِي الْعُرْفِ، وَلَكِنَّهُ عَامٌ فِي اْلحَقِيقَةِ لِكُلِّ كَافِرٍ بِاللهِ، أَمَّا أَنَّهُ بِحُكْمِ قُوَّةِ اللَّفْظِ يَرْجِعُ تَنَاوُلُهُ إِلىَ مُشْرِكِي الْعَرَبِ الَّذِينَ كَانَ الْعَهْدُ لَهُمْ وَفِي جِنْسِهِمْ، وَيَبْقَى ْالكَلاَمُ فِيمَنْ كَفَرَ مِنْ أَهْلِ اْلكِتَابِ وَغَيرِهْم فَيُقْتَلُونَ بِوُجُودِ عِلَّةِ الْقَتْلِ، وَهِيَ اْلإِشْرَاكُ فِيهِمْ إِلاَّ أَنَّهُ قَدْ وَقَعَ اْلبَيَانُ بِالنَّصِّ عَلَيهِمْ فِي هَذِهِ السُّورَةِ.

وَقَدْ ضَلَّ أَصْحَابُ أَبِي حَنِيفَةَ عَنْ هَذَا وَزَعَمُوا أَنَّ سَبَبَ الْقَتْلِ الْمُبِيحِ لِلْقِتَالِ هِيَ الْخِرْبَةُ وَتَعَلَّقُوا بِقَولِهِ تَعَالىَ (وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ...). وَهَذِهِ اْلآيَةُ تَقْضِي عَلَيهَا الَّتِي بَعْدَهَا ِلأَنَّهُ أَمَرَ أَوَّلاً بِقَالِبِ مَنْ قَاتَلَ ثُمَّ بَيَّنَ أَنَّ سَبَبَ قِتَالِهِ وَقَتْلِهِ كُفْرِهِ اْلبَاعِثِ لَهُ عَلَى اْلقِتَالِ. وَ أَمَرَ بِقَتِالِهِ مُطْلَقًا مِنْ غَيْرِ تَخْصِيصٍ بِابْتِدَاءِ قِتَالٍ مِنْهُ.

”Lafadz dalam ayat ini (yaitu bunuhlah orang-orang musyrik) walaupun menurut urf terkhusus untuk orang-orang kafir penyembah berhala, akan tetapi ayat ini umum mencakup semua orang yang kafir kepada Alloh. Meskipun menurut kuatnya lafadz, cakupan ayat ini kembali (mengenai) kepada orang-orang musyrik Arab yang yang mempunyai ikatan perjanjian serta orang-orang yang semacam mereka. Dan masih tersisa pembahasan tentang orang-orang kafir dari kalangan ahli kitab dan yang lainnya, maka mereka diperangi karena adanya sebab disyari’atkannya pembunuhan pada mereka yaitu kesyirikan mereka, namun ada penjelasan secara nash terhadap mereka dalam surat ini.

Para murid imam Abu Hanifah telah tersesat dalam masalah ini. Mereka berpendapat sebab pembunuhan yang memperbolehkan peperangan adalah tindakan memerangi. Mereka berdalil dengan firman Allah (dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian…", QS. Al-Baqarah ;190).

Padahal, ayat ini dibatalkan oleh ayat sesudahnya (Dan bunuhlah mereka di manapun kalian menemui mereka. Usirlah mereka dari mana mereka mengusir kalian, karena fitnah (kekafiran) lebih besar dosanya dari pembunuhan).

Pertama kali Allah memerintahkan untuk melawan orang-orang yang memerangi. Lalu Allah menerangkan bahwa sebab membunuh dan memeranginya adalah kekafirannya, hal yang mendorong untuk memerangi (umat Islam). Allah lalu memerintahkan untuk memerangi mereka secara mutlak, tanpa pengkhususan jika mereka memulai serangan lebih dahulu."65

(2). Firman Allah Ta'ala :


قَاتِلُوا الَّذِينَ لاَيُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَلاَيُحَرِّمُونَ مَاحَرَّمَ اللهُ وَرَسُولُهُ وَلاَيَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ

“ Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) pada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah Dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (QS. At-Taubah: 29).

(3). Firman Allah Ta'ala :
وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَآفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَآفَّةً وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ

" Dan perangilah musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi semuanya; dan ketahuilah bahwasannya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa." (QS.At Taubah :36).

(4). Firman Allah Ta'ala :
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَ تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ ِللَّهِ

“Dan perangilah mereka sampai tidak ada fitnah dan agama itu hanyalah untuk Alloh.” (QS. Al-Baqoroh:193)

(5). Firman Allah Ta'ala :
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَتَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ للهِ

“ Dan peranglah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” [QS. Al Anfal :39].

Mayoritas ulama tafsir menafsirkan “fitnah” dalam ayat-ayat di atas dengan kemusyrikan dan kekafiran. Maka, makna ayat-ayat di atas adalah "perangilah mereka sampai tidak ada kekafiran dan kesyirikan."66

Imam Ibnul ‘Arobi ketika menafsirkan ayat ini berkata:
اَلْمَسْأَلَةُ الثَّالِثَةُ : أَنَّ سَبَبَ الْقَتْلِ هُوَ الْكُفْرُ بِهَذِهِ اْلآيَةُ ِلأَنَّهُ تَعَالَى قَالَ (حَتىَّ لاَ تَكُونَ فِتْنَةٌ) فَجَعَلَ الْغَايَةَ عَدَمَ الْكُفْرِ نَصًّا وَأَبَانَ فِيهَا أَنَّ سَبَبَ الْقَتْلِ الْمُبِيحِ لِلْقِتَالِ الْكُفْرُ

” Masalah ketiga. Sebab disyari’atkannya pembunuhan (peperangan) adalah kekafiran, sebagaimana disebutkan dalam ayat ini, karena Alloh berfirman “sampai tidak ada fitnah.” Dengan demikian Alloh menjadikan tujuan perang adalah hilangnya kekafiran secara nash. Alloh menerangkan dalam ayat ini bahwasanya sebab pembunuhan yang menjadikan diperbolehkannya berperang adalah kekafiran.”67



Imam Al-Qurthubi ketika menafsirkan QS. Al Baqarah :193 berkata :
أَمْرٌ بِالْقِتَالِ لِكُلِّ مُشْرِكٍ فِي كُلِّ مَوْضِعٍ ... وَهُوَ أَمْرٌ بِقِتَالٍ مُطْلَقٍ لاَ بِشَرْطِ أَنْ يَبْدَأَ الْكُفَّارُ، دَلِيلُ ذَلِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى:وَيَكُونَ الدِّينُ ِللَّهِ، وَقَالَ: (أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ ) فَدَلَّتِ اْلآيَةُ وَالْحَدِيثُ عَلَى أَنَّ سَبَبَ الْقِتَالِ هُوَ الْكُفْرُ ِلأَنَّهُ قَالَ:  حَتَّى لاَتَكُونَ فِتْنَةٌ  أي كُفْرٌ, فَجَعَلَ الْغَايَةَ عَدَمَ الْكُفْرِ وَهَذَا ظَاهِرٌ

” Ayat ini adalah perintah untuk memerangi orang-orang kafir dan semua orang musyrik di setiap tempat...ini adalah perintah perang secara mutlak, meskipun orang-orang kafir tidak memulai menyerang, dalilnya adalah firman Alloh (وَيَكُونَ الدِّينُ ِللَّهِ) […dan agama itu hanyalah untuk Alloh] dan sabda Rosullloh shallallahu ‘alaihi wa sallam," Saya diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan La Ilaha Illallah.”

Ayat dan hadits ini menunjukkan bahwasanya sebab peperangan itu adalah kekafiran, karena Alloh berfirman:حَتَّى لاَ تَكُونَ فِتْنَةٌ Sampai tidak ada fitnah.” Maksudnya adalah sampai tidak ada kekafiran. Demikianlah, Alloh menjadikan tujuan disyari’atkannya perang adalah sampai tidak ada kekafiran. Dan hal ini sangat jelas68

Menyebutkan beberapa sebab jihad, Imam Al-Qarafi menulis :


اَلسَّبَبُ اْلأَوَّلُ وَهُوَ مُعْتَبَرٌ فِي أَصْلِ وُجُوبِهِ وَيَتَّجِهُ أَنْ يَكُونَ إِزَالَةَ مُنْكَرِ الْكُفْرِ, فَإِنَّهُ أَعْظَمُ اْلمُنْكَرَاتِ. وَمَنْ عَلِمَ مُنْكَراً وَقَدَرَ عَلَى إِزَالَتِهِ وَجَبَ عَلَيهِ إِزَالُتُهُ وَيَدُلُّ عَلَى هَذَا قَولُهُ تَعَالَى:  وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَ تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ ِللَّهِ  وَاْلفِتْنَةُ هِيَ الْكُفْرُ

” Sebab pertama yang menjadi sebab pokok diwajibkannya jihad adalah menghilangkan kemungkaran berupa kekafiran. Sesungguhnya kekafiran adalah kemungkaran yang paling besar. Barangsiapa melihat kemungkaran dan ia mampu untuk menyingkirkannya, maka wajib baginya untuk menyingkirkan kemungkaran tersebut. Hal ini disebutkan dalam firman Alloh وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَ تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ ِللَّهِ “Dan perangilah mereka sampai tidak ada fitnah dan agama itu hanyalah untuk Alloh.” (QS. Al-Baqoroh:193), sedangkan yang dimaksud fitnah adalah kekafiran.”69

Kemudian belau melanjutkan :

ظَوَاهِرُ النُّصُوصِ تَقْتَضِي تَرْتِيبَ اْلقِتَالِ عَلَى الْكُفْرِ وَالشِّرْكِ كَقَولِهِ تَعَالَى:  جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ  وَ  وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَآفَّةً  وَقَوْلُهُ: (قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ ) ، وَتَرْتِيبُ اْلحُكْمِ عَلَى الْوَصْفِ يَدُلُّ عَلَى عِلِّيَّةِ ذَلِكَ اْلوَصْفِ لِذَلِكَ الْحُكْمِ وَعَدَمِ عِلِّيَّةِ غَيْرِهِ.

” Nash-nash Al-Qur’an secara dhohir menyebutkan bahwa sebab (disyariatkannya) perang adalah adanya kekafiran dan kesyirikan, sebagaimana firman Alloh [Berjihadlah melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafiq serta bersikap keraslah terhadap mereka. –QS.At Taubah:73-], [“Dan perangilah orang-orang kafir secara keseluruhan. –QS. At-Taubah:36].

Juga sabda Rosulullah; [Perangilah siapa saja yang kafir kepada Alloh]. Penetapan adanya hukum (yaitu jihad) dengan adanya sifat ini (yaitu kekafiran) menunjukkan bahwa yang menjadi ‘ilah hukum (hukum jihad) adalah sifat ini (kekafiran), bukan hal lain.”70

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menerangkan QS. Al-Anfal : 39 dengan mengatakan :
فَإِذَا كَانَ بَعْضُ الدِّينِ ِللهِ وَبَعْضُهُ لِغَيْرِ اللهِ وَجَبَ الْقِتَالُ حَتَّى يَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ ِللهِ .

" Jika sebagian (ajaran) dien untuk Allah dan sebagian lainnya untuk selain Allah, wajib dilaksanakan perang (jihad) sehingga seluruh (ajaran) dien untuk Allah."71

(6) Hadits shahih dari Buraidah bin Husaib :
اغْزُوا بِاسْمِ اللَّهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تَغْدِرُوا وَلَا تَمْثُلُوا وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا

“ Berperanglah di jalan Allah, dengan nama Allah, perangilah orang yang kafir (tidak beriman kepada Allah), berperanglah dan janganlah kalian mengambil harta rampasan perang sebelum dibagikan, jangan mengkhianati perjanjian, jangan mencincang, jangan membunuh anak-anak !.”72

(7). Hadits shahih dari Ibnu Umar :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ

“ Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka menyaksikan tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Bila mereka telah melakukan hal itu, maka mereka telah menjaga darah dan harta mereka, sementara perhitungan amal mereka di sisi Allah.”73

Hadits yang semakna diriwayatkan juga oleh sahabat Anas bin Malik74, Abu Hurairah75, Mu'adz bin Jabal76, dan Thariq bin Usyaim Al-Asyja'i77.

(8). Hadits shahih dari Miqdad bin Al-Aswad :


عَنِ الْمِقْدَادِ بْنِ الْأَسْوَدَ أَنَّهُ قَالَ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَر‍َأَيْتَ إِنْ لَقِيْتُ رَجُلًا مِنَ الْكُفَّارِ فَاقْتَتَلْنَا فَضَرَبَ إِحْدَى يَدَيَّ بِالسَّيْفِ فَقَطََعَهَا ثُمَّ لَاذَ مِنِّي بِشَجَرَةٍ فَقَالَ : أَسْلَمْتُ لِلَّهِ! أَقَتَلْتُهُ يَا رَسُولَ اللهِ بَعْدَ أَنْ قَالَهَا ؟ فََقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا تَقْتُلْهُ ! فَإِنْ قَتَلْتَهُ فَإِنَّهُ بِمَنْزِلَتِكَ قَبْلَ أَنْ تَقْتُلَهُ, وَإِنَّكَ بِمَنْزِلَتِهِ قَبْلَ أَنْ يَقُوْلَ كَلِمَتَهُ الَّتِى قَالَ.

Dari Al-Miqdad bin Al-Aswad ra. ia berkata,” Wahai Rosululloh. Apa pendapat anda kalau saya bertemu dengan orang kafir, lalu kami berperang dan ia memotong salah satu tanganku dengan pedangnya, lalu ia berlindung dengan sebuah pohon dan berkata,” Saya masuk Islam.” Apakah saya boleh membunuhnya setelah ia mengucapkan kata-kata tersebut ?”

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam menjawab,” Jangan kau bunuh dia !. Jika kamu bunuh dia, maka sesungguhnya status dia adalah seperti status kamu sebelum kamu membunuhnya. Dan status kamu adalah seperti status dia sebelum dia mengucapkan kalimat yang diucapkannya.”78

Dalam penjelasan hadits ini, Al-Hafizh Ibnu Hajar menulis :


قَولُهُ : " وَأَنْتَ بِمَنْزِلَتِهِ قَبْلَ أَنْ يَقُولَ " قَالَ اْلخَطَّابِي : مَعْنَاهُ أَنَّ اْلكَافِرَ مُبَاحُ الدَّمِّ بِحُكْمِ الدِّينِ قَبْلَ أَنْ يُسْلِمَ ، فَإِذَا أَسْلَمِ صَارَ مُصَانَ الدَّمِّ كَاْلمُسْلِمِ ، فَإِنْ قَتَلَهُ اْلمُسْلِمُ بَعْدَ ذَلِكَ صَارَ دَمُّهُ مُبَاحاً بِحَقِّ اْلقِصَاصِ كَالْكاَفِرِ بِحَقِّ الدِّينِ

" Sabda beliau (Dan status kamu adalah seperti status dia sebelum dia mengucapkan kalimat yang diucapkannya). Imam Al-Khathabi berkata," Maknanya, seorang kafir itu halal darahnya berdasar hukum dien sebelum ia masuk Islam. Jika ia masuk Islam, darahnya terlindungi seperti seorang muslim lainnya. Jika seorang muslim membunuhnya setelah ia masuk Islam, maka si darah muslim yang membunuh menjadi halal berdasar hukum qisash, sebagaimana seorang kafir halal darahnya berdasar dien."

(9). Hadits shahih dari Usamah bin Zaid :
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ :بَعَثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِلَى الْحَرْقَةَ مِنْ جُهَيْنَةَ فَصَبَّحْنَا الْقَوْمَ فَهَزَمْنَاهُمْ وَلَحِقْتُ اَنَا وَرَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَاِر رَجُلًا مِنْهُمْ فَلَمَّا غَشَيْنَاهُ قَالَ لَا اِلَهَ إِلَّا اللهُ. فَكَفَّ عَنْهُ الْأَنْصَارُ وَطَعَنْتُهُ بِرُمْحِي حَتَى قَتَلْتُهُ. فَلَمَّا قَدِمْنَا بَلَغَ ذَلِكَ النَّبِي صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ليِ : يَا أُسَامَةُ أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ ؟ قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّمَا كَانَ مُتَعَوِّذًا. قَالَ : أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللهُ ؟ فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنِّي لَمْ أَكُنْ أَسْلَمْتُ قَبْلَ ذَلِكَ الْيَوْمِ.

Usamah bin Zaid radiyallahu 'anhuma berkata,” Rosululloh shalallahu ‘alaihi wasallam mengutus kami ke Huroqoh dari Juhainah. Kami menyergap mereka di waktu pagi dan mengalahkan mereka. Lalu saya bersama orang anshor mengejar seseorang dari mereka. Setelah kami menguasainya, ia mengucapkan laa ilaaha illalloh. Orang anshor tersebut tidak menahan dirinya (tidak membunuhnya), maka kutusuk ia dengan tombakku sampai mati.

Ketika kami sampai di Madinah dan berita itu sampai kepada Rosululloh shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda kepadaku:“Wahai Usamah, apakah kau bunuh padahal dia telah mengucapkan laa ilaaha illalloh?” Aku jawab,” Wahai Rosululloh, ia mengatakannya hanya untuk melindungi dirinya.” Beliau bersabda lagi,” Wahai Usamah, apakah kau bunuh padahal dia telah mengucapkan laa ilaaha illalloh?” Rosululloh shalallahu ‘alaihi wasallam terus mengulang-ulangnya sehingga saya berangan-angan seandainya saya tidak masuk Islam sebelum hari itu.79

Dalam riwayat Muslim :

أَقَالَ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَقَتَلْتَهُ ؟ قُلْتُ :بَا رَسُولَ اللهِ إِنَّمَا قَالَهَا خَوْفًا مِنَ السِّلَاحِ. قَالَ : أََفَلَا شَقَقْتَ عَنْ قَلْبِهِ حَتَّى تَعْلَمَ أَقَالَهَا أَمْ لَا.

Apakah ia sudah mengucapkan laa ilaaha illalloh lalu tetap kamu bunuh ?” Usamah menjawab,”Ya Rasulullah, ia mengucapkannya karena takut kepada senjata.” Rasulullah bersabda,” Apakah sudah kau belah dadanya sehingga kamu mengetahui ia mengatakanmnya atau tidak ?.”80

Imam Al-Khathabi menerangkan hadits ini dengan mengatakan :
وَفِيهِ أَنَّهُ لَمْ يُلْزِمْهُ مَعَ إِنْكَارِهِ عَلَيهِ الدِّيَّةَ ، وَيُشْبِهُ أَنْ يَكُونَ الْمَعْنَى فِيهِ أَنَّ أَصْلَ دِمَاءِ الْكُفَّارِ اْلإِبَاحَةُ، وَكَانَ عِنْدَ أُسَامَةَ أَنَّهُ إِنَّمَا تَكَلَّمَ بِكَلِمَةِ التَّوْحِيدِ مُسْتَعِيْذاً لاَ مُصَدِّقاً بِهِ، فَقَتَلَهُ عَلَى أَنَّهُ كَافِرٌ مُبَاحُ الدَّمِّ فَلَمْ تَلْزَمْهُ الدِّيَّةُ، إِذْ كَانَ فِي اْلأَصْلِ مَأْمُوراً بِقِتَالِهِ وَالْخَطَأ ُعَنِ الْمُجْتَهِدِ مَوْضُوعٌ

" Dalam hadits ini disebutkan, sekalipun Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam mengingkari tindakan Usamah, namun beliau tidak mewajibkan Usamah membayar diyat. Maknanya, asal darah orang-orang kafir adalah halal. Karena Usamah mengira orang kafir tersebut mengucapkan kalimat tauhid sekadar untuk menyelamatkan diri, bukan karena mengimani, Usamah tetap membunuhnya dengan menganggapnya sebagai orang kafir yang halal darahnya. Dengan anggapan ini, diyat tidak wajib dibayarkan oleh Usamah, karena hukum asalnya diperintahkan memerangi orang kafir tersebut, sedangkan kesalahan seorang yang berijtihad adalah ditiadakan (dosanya)."81

(10). Hadits Abu Juhaifah :
عَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ رَضِي اللَّه عَنْه قَالَ قُلْتُ لِعَلِيٍّ رَضِي اللَّه عَنْه هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ مِنَ الْوَحْيِ إِلَّا مَا فِي كِتَابِ اللَّهِ ؟ قَالَ لَا. وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ مَا أَعْلَمُهُ إِلَّا فَهْمًا يُعْطِيهِ اللَّهُ رَجُلًا فِي الْقُرْآنِ وَمَا فِي هَذِهِ الصَّحِيفَةِ. قُلْتُ وَمَا فِي الصَّحِيفَةِ ؟ قَالَ الْعَقْلُ وَفَكَاكُ الْأَسِيرِ وَأَنْ لَا يُقْتَلَ مُسْلِمٌ بِكَافِرٍ

Abu Juhaifah radiyallahu 'anhu berkata," Saya bertanya kepada Ali bin Abi Thalib : Apakah engkau mempunyai catatan wahyu selain yang ada dalam kitabullah ?" Ali menjawab," Tidak. Demi Allah yang telah membelah biji dan menumbuhkan tunas. Saya tidak mengetahui catatan wahyu tersebut selain pemahaman Al-Qur'an yang dikaruniakan oleh Allah kepada seseorang, dan apa yang tertulis dalam lembaran-lembaran ini."

Aku bertanya," Apa yang tertulis dalam lembaran-lembaran itu ?" Ali menjawab," Hukuman denda (diyat atas pembunuhan atau melukai), membebaskan tawanan dan seorang muslim yang membunuh seorang kafir tidak bisa dikenai hukuman mati."82

Imam Ibnu Rajab Al-Hambali berkata :

" Dikecualikan dari keumuman firman Allah (nyawa dibalas dengan nyawa, Qs. Al-Maidah :45) beberapa bentuk pembunuhan. Di antaranya :…seorang muslim membunuh seorang kafir. Jika ia seorang kafir harbi, si muslim tidak bisa dihukum bunuh, hal ini tidak ada perbedaan pendapat lagi, karena membunuh seorang kafir harbi adalah boleh tanpa ada keraguan.

Jika ia seorang kafir dzimmi atau mu'ahid, mayoritas ulama berpendapat si muslim juga tidak bisa dihukum bunuh. Dalam ash-shahih, sahabat Ali meriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam, beliau bersabda " Seorang muslim tidak bisa dihukum bunuh karena membunuh seorang kafir."83


Kesimpulan :

  1. Ayat-ayat dan hadits-hadits ini dengan jelas menerangkan, bahwa sebab disyariatkannya jihad adalah adanya kekafiran dan kesyirikan.

  2. Hukum asal harta dan nyawa seorang kafir adalah halal. Artinya, orang-orang kafir boleh diperangi sekalipun mereka tidak memerangi umat Islam.

  3. Jika seorang kafir telah masuk Islam, harta dan nyawanya dilindungi, sebagaimana kaum muslimin lainnya.



[4].

Dasar Hubungan Umat Islam

dengan

Orang-Orang Kafir

Dasar Hubungan Adalah Perang
(1). Berdasar dalil-dalil syar'i dan penjelasan para ulama di atas, para ulama Islam menyimpulkan bahwa dasar hubungan antara umat Islam dengan umat non muslim adalah hubungan perang, bukan hubungan damai. Artinya, umat Islam boleh ---bahkan wajib kifayah--- berjihad melawan orang-orang kafir, sekalipun mereka tidak memerangi kaum muslimin.

Dr. Abdul Karim Zaidan berkata,” Asal dari hubungan antara negara-negara Islam dengan selain negara Islam adalah hubungan perang, bukan damai. Negara Islam berhak untuk menundukkan selain negara Islam ke dalam kekuasaan politik negara Islam dan qanun Islam, meskipun untuk itu harus perang jika memang selain negara Islam menolak untuk tunduk…

Sesungguhnya perdamaian antara negara Islam dan negara kafir (daaru harb) tidak terjadi kecuali dengan mu’ahadah (gencatan senjata/perjanjian damai selama masa tertentu), keislaman daaru harb atau menyerahnya daaru harb…karena itu seluruh fuqaha’ menamakan selain negara-negara Islam dengan istilah daaru harbi, dan mereka menganggap asal hubungan antara daaru harb dengan daaru Islam adalah hubungan perang.

Adapun perdamaian, maka tidak terjadi kecuali dengan (1) aman (jaminan keamanan) atau (2) iman, yaitu masuk Islam. Di antara pendapat seluruh fuqaha’ yang mereka bangun di atas asas ini adalah pendapat mereka bahwa ahlu kitab dan orang-orang Majusi diperangi sampai mereka masuk Islam atau membayar jizyah.”84

Tidak Sembarang Berdamai
(2). Selain berdasar ayat-ayat dan hadits-hadits di atas, para ulama juga menyimpulkan hal ini dari berbagai dalil yang menunjukkan tidak boleh berdamai dengan orang kafir kecuali karena kebutuhan dan maslahat menuntut untuk berdamai. Allah Ta'ala berfirman :
فَلاَتَهِنُوا وَتَدْعُوا إِلَى السَّلْمِ وَأَنتُمُ اْلأُعْلَوْنَ وَ اللهُ مَعَكُمْ

“ Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yanng lebih tinggi kedudukannya. Dan Allah bersama kalian.” (QS. Muhammad: 35).

Ayat ini menunjukkan bahwa perdamaian bukan dasar hubungan dengan orang kafir. Perdamaian diperbolehkan dengan syarat terbatas dalam jangka waktu tertentu dan merealisasikan maslahat bagi kaum muslimin.

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata :

" (فَلاَتَهِنُوا) maksudnya janganlah kalian lemah melawan musuh (وَتَدْعُوا إِلَى السَّلْمِ) maksudnya meminta gencatan senjata, perjanjian damai dan pemberhentian perang antar kalian dengan orang-orang kafir, di saat kalian kuat, banyak personal dan perbekalan. Oleh karenanya Allah berfirman (فَلاَتَهِنُوا وَتَدْعُوا إِلَى السَّلْمِ وَأَنتُمُ اْلأُعْلَوْنَ), maksudnya di saat kalian berada di atas (menang atas) musuh kalian.

Adapun bila kaum kafir lebih kuat dan lebih banyak dari keseluruhan kaum muslimin, dan imam berpendapat dalam perjanjian damai dan gencatan senjata ada maslahat, maka imam boleh mengadakan perjanjian damai. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam ketika kau kafir Quraisy menghalangi beliau dari Makkah. Mereka mengajak beliau berdamai dan menghentikan peperangan selama sepuluh tahun, maka beliau menerima ajakan mereka. Firman Allah (وَ اللهُ مَعَكُمْ) mengandung kabar gembira yang besar akan teraihnya kemenangan atas musuh."

Imam An-Nawawi berkata :

" Tidak boleh mengadakan perjanjian damai dengan sebuah wilayah atau daerah, kecuali oleh Imam atau orang yang diserahi wewenang oleh imam. Jika hak mengadakan perdamaian ini diserahkan kepada setiap orang, tidak akan aman dari kemungkinan seseorang mengadakan perjanjian damai dengan sebuah wilayah, padahal sebenarnya maslahat terletak dalam perang melawan mereka. Akibatnya akan terjadi bahaya yang besar. Oleh karenanya, wewenang ini hanya di tangan Imam atau wakilnya.

Jika imam dalam posisi dominan (kuat), perjanjian damai harus dikaji. Jika dalam perjanjian damai tidak ada maslahat, Imam tidak boleh mengadakan perjanjian damai. Berdasar firman Allah (فَلاَتَهِنُوا وَتَدْعُوا إِلَى السَّلْمِ وَأَنتُمُ اْلأُعْلَوْنَ وَ اللهُ مَعَكُمْ)."85

Imam Al-Qusyairi berkata ;


إِذَا كَانَتِ اْلقُوَّةُ لِلْمُسْلِمِينَ فَيَنْبَغِي أَلاَّ تَبْلُغَ اْلهُدْنَةُ سَنَةً. وَ إِذَا كَانَتِ الْقُوَّةُ لِلْكُفَّارِ جَازَ مُهَادَنَتُهُمْ عَشْرَ سِنِينَ وَلاَ تَجُوزُ الزِّيَادَةُ.

“ Jika kaum muslimin mempunyai kekuatan, maka tidak sewajarnya mengadakan perjanjian damai (gencatan senjata) melebihi satu tahun. Adapun jika kekuatan berada di tangan orang-orang kafir, maka boleh mengadakan perjanjian damai selama sepuluh tahun, dan tidak boleh lebih dari itu.”

Imam Syafi’i berkata:

لاَ تَجُوزُ مُهَادَنَةُ الْمُشْرِكِينَ أَكْثَرَ مِنْ عَشْرِ سِنِينَ عَلَى مَا فَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَإِنْ هُوْدِنَ اْلمُشْرِكُونَ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُوَ مُنْتَقَضَةٌ ِلأَنَّ اْلأَصْلَ فَرْضُ قِتَالِ اْلمُشْرِكِينَ حَتىَّ يُؤْمِنُوا أَوْ يُعْطُوا اْلجِزْيَةَ.


” Perjanjian damai dengan orang-orang musyrik itu tidak boleh melebihi sepuluh tahun sebagaimana yang pernah dilakukan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam pada tahun Hudaibiyah."86

Imam Muwafaqudin bin Qudamah Al-Hambali berkata :


وَلاَ يَجُوزُ ذَلِكَ إِلاَّ عَلَى وَجْهِ النَّظَرِ لِلْمُسْلِمِينَ وَتَحْصِيلِ اْلمَصْلَحَةِ لَهُمْ لِقَولِ اللهِ تَعَالَى ((فَلاَتَهِنُوا وَتَدْعُوا إِلَى السَّلْمِ وَأَنتُمُ اْلأُعْلَوْنَ وَ اللهُ مَعَكُمْ )) َوِلأَنَّ هُدْنَتَهُمْ مِنْ غَيرِ حَاجَةٍ , تَرْكٌ لِلْجِهَادِ الْوَاجِبِ لِغَيْرِ فَائِدَةٍ ".

" Tidak boleh mengadakan perjanjian damai kecuali dengan mengkaji kondisi kaum muslimin dan merealisasikan maslahat untuk mereka. Berdasar firman Allah (فَلاَتَهِنُوا وَتَدْعُوا إِلَى السَّلْمِ وَأَنتُمُ اْلأُعْلَوْنَ). Karena berdamai dengan orang-orang kafir tanpa tuntutan kebutuhan berarti meningggalkan kewajiban jihad tanpa mendapat faedah apapun."87



Yüklə 3,86 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   ...   4   5   6   7   8   9   10   11   ...   30




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin