Imam Al Qurthubi mengatakan :
كُلُّ مَنْ عَلِمَ بِضَعْفِهِمْ عَنْ عَدُوِّهِمْ وَعَلِمَ أَنَّهُ يُدْرِكُهُمْ وَيُمْكِنُهُ غِيَاثُهُمْ لَزِمَهُ أَيْضاً الْخُرُوجُ إِلَيهِمْ
“ Siapa saja mengetahui kelemahan kaum muslimin dalam menghadapi musuh, dan ia mengetahui bahwa ia bisa membantu mereka; maka ia juga wajib keluar berperang mengusir musuh.”230
3. Hukum Jihad Melawan Orang-Orang Kafir yang Menawan Sebagian Kaum Muslimin
Ketika musuh menawan sebagian kaum muslimin, umat Islam berkewajiban membebaskannya, baik dengan cara diplomasi damai, tukar menukar tawanan, membayar tebusan, maupun cara-cara damai lainnya yang dibenarkan oleh syariat. Bila semua cara gagal, umat Islam wajib berjihad untuk membebaskan kaum muslimin yang tertawan. Para ulama menyebutkan, hukum jihad melawan orang-orang kafir yang menawan sebagian kaum muslimin ini, adalah fardhu kifayah. Namun bila ia tidak terlaksana dengan tuntas, dan tawanan tidak bisa dibebaskan, hukum jihad menjadi fardhu 'ain.
Hal ini berdasar kepada beberapa dalil :
(a). Firman Allah Ta'ala :
وَمَالَكُمْ لاَتُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَآءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَآأَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ وَلِيًّا وَاجْعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ نَصِيًرا
“ Mengapa kalian tidak mau berperang di jalan Allah dan membela orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita maupun anak-anak yang semuanya berdo’a,” Ya Allah, keluarkanlah kami dari negeri yang penduduknya dzalim ini dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu dan berilah kami penolong dari sisi-Mu”. (QS. AnNisa’: 4:75).
Imam Abu Bakar ibnu al Araby al Maliky berkata :
[قَالَ عُلَمَاؤُنَا : أَوْجَبَ اللهُ سُبْحَانَهُ فِي هَذِهِ ْالآيَةِ اْلقِتَالَ ِلاسْتِنْقَاذِ اْلأَسْرَى مِنْ يَدِ اْلعَدُوِّ مَعَ مَا فِي اْلقِتَالِ مِنْ تَلَفِ النُّفُوسِ ، وَكَانَ بَذْلُ اْلمَالِ فِي فِدَائِهِمْ أَوْجَبَ لِكَوْنِهِ دُونَ النَّفْسِ وَأَهْوَنَ مِنْهَا ، وَقَدْ رَوَى اْلأَئِمَّةُ أَنَّ النَّبِيَّ قَالَ : (أَطْعِمُوا اْلجَائِعَ ، وَعُودُوا ْالمَرِيضَ ، وَفَكُّوا ْالعَانِي) ، وَقَدْ قَالَ مَالِكٌ : (عَلَى النَّاسِ أَنْ يَفْدُوا ْالأُسَارَى ِبجَمِيعِ أَمْوَالِهِمْ ، وَلِذَلِكَ قَالَ : عَلَيهِمْ أَنْ يُوَاسُوهُمْ ، فَإِنَّ اْلمُوَاسَاةَ دُونَ اْلمُفَادَاةِ]
" Dalam ayat ini ada beberapa masalah;
Pertama. Para ulama kami menyatakan, dalam ayat ini Allah mewajibkan perang untuk membebaskan tawanan dari tangan musuh meskipun dalam perang itu ada nyawa yang melayang. Adapun mengeluarkan harta untuk menebus mereka, hukumnya lebih wajib lagi karena lebih ringan dari mengorbankan nyawa. Para ulama telah meriwayatkan bahwasanya Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berilah makan orang yang lapar, jenguklah orang yang sakit dan bebaskanlah tawanan !.” Imam Malik mengatakan,” Manusia wajib membebaskan tawanan (meskipun menghabiskan–pent) dengan seluruh harta mereka." Karena itu, imam Malik mengatakan," Kaum muslimin harus menyantuni (menolong) mereka, karena menyantuni (menolong) lebih ringan dari menebus."231
Keempat. Jika terjadi mobilisasi umum karena musuh telah menguasai daerah umat Islam atau menguasai tawanan, maka mobilisasi itu menjadi umum dan wajib keluar perang baik dalam keadaan ringan maupun berat, berjalan kaki maupun berkendaraan, merdeka maupun budak, orang yang mempunyai bapak keluar tanpa harus minta izin bapaknya demikian juga yang tak mempunyai bapak, sampai agama Allah menang, daerah umat Islam terlindungi, musuh terkalahkan dan tawanan terbebaskan. Dan dalam hal ini tak ada perbedaan pendapat."232
Imam Al-Qurthubi berkata :
قَولُهُ تَعَالَى ( وَمَا لَكُمْ لا تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ) : حَضٌّ عَلَى الْجِهَادِ ، وَهُوَ يَتَضَمَّنُ تَخْلِيصَ اْلمُسْتَضْعَفِينَ مِنْ أَيْدِي اْلكَفَرَةِ اْلمُشْرِكِينَ الَّذِينَ يَسُومُونَهُمْ سُوءَ الْعَذَابِ وَيَفْتِنُونَهُمْ عَنِ الدِّينِ ، فَأَوْجَبَ تَعَالَى اْلجِهَادَ ِلإِعْلاَءِ كَلِمَتِهِ وَإِظْهَارِ دِينِهِ وَاْستِنْقَاذِ اْلمُؤْمِنِينَ الضُّعَفَاءِ مِنْ عِبَادِهِ وَإِنْ كَانَ فِي ذَلِكَ تَلَفُ النُّفُوسِ ، وَتَخْلِيصُ اْلأُسَارَى وَاجِبٌ عَلَى جَمَاعَةِ اْلمُسْلِمِينَ إِمَّا بِالْقِتَالِ وَإِمَّا بِاْلأَمْوَالِ وَذَلِكَ أَوْجَبُ لِكَوْنِهَا دُونَ النُّفُوسِ إِذْ هِيَ أَهْوَنُ مِنْهَا ، قَالَ مَالِكٌ : وَاجِبٌ عَلَى النَّاسِ أَنْ يَفْدُوا اْلأُسَارَى بِجَمِيعِ أَمْوَالِهِمْ ، وَهَذَا لاَ خِلاَفَ فِيهِ"
" Ini merupakan sebuah hasungan untuk berjihad, dan mengandung (perintah) untuk membebaskan orang-orang yang tertindas (lemah) dari tangan orang-orang kafir musyrik yang menyiksa dengan keji dan menghalang-halangi (fitnah) mereka dari melaksanakan ajaran dien. Allah Ta'ala mewajibkan jihad untuk meninggikan kalimat-Nya, memenangkan dien-Nya dan membebaskan hamba-hamba-Nya yang beriman dan lemah. Sekalipun dalam jihad tersebut akan ada nyawa yang melayang. Membebaskan para tawanan adalah wajib atas jama'ah mulimin, baik dengan perang maupun dengan harta, yang juga wajib karena lebih ringan dari perang. Imam Malik berkata," Masyarakat wajib menebus para tawanan dengan seluruh harta mereka." Dan dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat."233
Imam Al Qarafy berkata," Sebab (jihad) keempat. Imam Al Lakhmy berkata: Membebaskan tawanan berdasar firman Allah (Mengapa kalian tidak mau berperang di jalan Allah dan membela orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita maupun anak-anak yang semuanya berdo’a,” Ya Allah, keluarkanlah kami dari negeri yang penduduknya dzalim ini dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu dan berilah kami penolong dari sisi-Mu." QS. An Nisa’: 75).
Pengarang Shahibul Bayan menyatakan,” Wajib bagi imam untuk membebaskan tawanan dengan harta baitul mal. Jika harta baitul mal kurang, maka wajib membebaskan mereka dengan seluruh harta kaum muslimin, masing-masing sesuai dengan kemampuannya."234
(b). Juga firman Allah Ta'ala :
ثُمَّ أَنتُمْ هَآؤُلآءِ تَقْتُلُونَ أَنفُسَكُمْ وَتُخْرِجُونَ فَرِيقًا مِّنكُم مِّن دِيَارِهِمْ تَظَاهَرُونَ عَلَيْهِم بِاْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَإِن يَأْتُوكُمْ أُسَارَى تُفَادُوهُمْ وَهُوَ مُحَرَّمٌ عَلَيْكُمْ إِخْرَاجُهُمْ أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَاجَزَآءُ مَن يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنكُمْ إِلاَّ خِزْيُُ فيِ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلىَ أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
“ Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir segolongan daripada kamu dari kampung halamannya, kamu bantu-membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagimu. Apakah kamu beriman kepada sebagian dari Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (QS. Al Baqoroh: 85).
Dalam ayat ini, Allah Ta'ala mengambil perjanjian dari Bani Israil untuk tidak melakukan tiga kejahatan : memerangi saudara sebangsa sendiri, mengusir saudara sebangsa sendiri dari negeri mereka dan bahu membahu dengan musuh dalam memerangi saudara sebangsa sendiri. Ketiga larangan ini mereka langgar, namun mereka masih menyisakan satu kebaikan, yaitu apabila ada saudara sebangsa sendiri yang tertawan oleh musuh dan dijadikan budak, mereka masih mau membeli dan membebaskan si tawanan tersebut. Meski demikian, Allah menegur mereka dengan keras dan menyatakan mereka mengimani sebagian Al-Kitab dan mengkufuri sebagian lainnya.
Imam Al Qurthubi mengatakan tentang makna ayat ini (tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, Al-Baqarah :85):
[وَلَعَمْرُ اللهِ لَقَدْ أَعْرَضْنَا نَحْنُ عَنِ اْلجَمِيعِ بِالْفِتَنِ فَتَظاهَرَ بَعْضُنَا عَلَى بَعْضٍ ، لَيْتَ بِالْمُسْلِمِينَ بَلْ بِالْكَافِرِينَ حَتَّى تَرَكْنَا إِخْوَانَنَا أذِلاَّء َصَاغِرِينَ ، يَجْرِي عَلَيهِمْ حُكْمُ اْلمُشْرِكِينَ ، فَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيمِ . قَالَ عُلَمَاؤُنَا : فِدَاءُ اْلأُسَارَى وَاجِبٌ وَإِنْ لَمْ يَبْـقَ دِرْهَمٌ وَاحِدٌ .
قَالَ ابْنُ خُوَيزِمِنْدَادَ : (تَضَمَّنَتِ اْلآيَةُ وُجُوبَ فَكِّ اْلأَسْرَى وَبِذَلِكَ وَرَدَتِ اْلآثاَرُ عَنِ النَّبِيَّ أَنَّهُ فَكَّ اْلأُسَارَى وَأَمَرَ بِفَكِّهِمْ ، وَجَرَى بِذَلِكَ عَمَلُ اْلمُسْلِمِينَ وَانْعَقَدَ بِهِ اْلإِجْمَاعُ)
“ Demi Allah, kita telah berpaling dari seluruh perintah Allah (keempat perintah dalam ayat ini, pent) dengan berbagai fitnah (perang saudara, pent), maka sebagian kita bekerja sama memusuhi sebagian yang lain. Bukan bekerja sama dengan kaum muslimin, namun dengan kaum kafir (dalam memusuhi saudara seiman, pent), sehingga kita membiarkan saudara-saudara kita hina dan tertundukkan (terjajah), atas diri mereka diberlakukan hukum-hukum kaum musyrik. La haula walaa quwwata illa billahil 'aliyyil 'adzim. Para ulama kami mengatakan,” Menebus para tawanan itu wajib meski akhirnya tak tersisa harta satu dirhampun.”
Imam Ibnu Khuwaizi Mindad mengatakan:
" Ayat ini mengandung perintah wajibnya membebaskan tawanan. Dalam hal ini ada hadits-hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam yang menyatakan beliau menebus para tawanan dan menyuruh membebaskan mereka. Itulah yang diamalkan oleh kaum muslimin dan telah tercapai ijma’ dalam hal ini.” Wajib membebaskan tawanan dengan harta baitul mal, kalau tidak ada maka wajib bagi seluruh kaum muslimin. Siapa di antara mereka sudah melakukannya berarti telah menggugurkan kewajiban itu atas yang lain.”235
قَالَ مَالِكٌ رَحِمَهُ اللهُ : يَجِبُ عَلَى النَّاسِ فِدَاءُ أَسْرَاهُمْ وَإِنِ اسْتَغْرَقَ ذَلِكَ أَمْوَالَهُمْ. وَهَذَا إِجْمَاعٌ أَيْضًا
Imam Malik rahimahullah berkata,” Manusia wajib menebus tawanan-tawanan mereka sekalipun menghabiskan seluruh harta mereka. Ini juga sudah menjadi ijma’."236
(c). Hadits Ibnu Umar :
عَنِ عَبْدِاللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِي اللَّه عَنْهمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,” Seorang muslim adalah saudara bagi seorang muslim lainnya. Ia tidak akan menzaliminya atau menyerahkannya kepada musuh. Barangsiapa mengurus keperluan saudaranya, Allah akan mengurus keperluannya. Barang siapa menghilangkan kesulitan seorang muslim, Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di hari kiamat. Dan siapa menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aib)nya di hari kiamat."237
(d). Hadits Abu Hurairah :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَنَاجَشُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ *
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda," Janganlah kalian saling iri ! Janganlah kalian saling jual beli menipu ! Janganlah kalian saling membenci ! Janganlah kalian saling membelakangi ! Janganlah kalian menawar barang yang sedang ditawar orang lain ! Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara ! Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain. Ia tidak akan menzaliminya, mentelantarkannya ataupun merendahkannya."238
Imam An Nawawi berkata :
" وَأَمَّا لاَ يَخْذُلُهُ : فَقَالَ اْلعُلَمَاءُ : اَلْخَذْلُ تَرْكُ اْلإِعَانَةِ وَالنَّصْرِ ، وَمَعْنَاهُ : إِذَا اسْتَعَانَ بِهِ فِي دَفْعِ السُّوءِ وَنَحْوِهِ لَزِمَهُ إِعَانَتُهُ إِذَا أَمْكَنَهُ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ عُذْرٌ شَرْعِيٌّ"
" Laa yakhdzuluhu" para ulama berkata, al-khadzlu adalah tidak membantu dan tidak menolong, Maknanya, jika seorang muslim meminta bantuannya untuk menolak keburukan dan hal yang serupa dengannya, ia wajib memberi bantuan selama memungkinkan dan tidak mempunyai udzur syar'i."239
(e). Hadits Abu Musa Al-Asy'ari :
عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَطْعِمُوا الْجَائِعَ وَعُودُوا الْمَرِيضَ وَفُكُّوا الْعَانِيَ
Dari Abu Musa ia berkata, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,” Beri makan orang yang lapar, jenguklah orang yang sakit dan bebaskanlah orang yang ditawan musuh.”240
(f). Hadits Abu Juhaifah Wahab bin Abdillah :
عَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ رَضِي اللَّه عَنْه قَالَ قُلْتُ لِعَلِيٍّ رَضِي اللَّه عَنْه هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ مِنَ الْوَحْيِ إِلَّا مَا فِي كِتَابِ اللَّهِ ؟ قَالَ لَا. وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ مَا أَعْلَمُهُ إِلَّا فَهْمًا يُعْطِيهِ اللَّهُ رَجُلًا فِي الْقُرْآنِ وَمَا فِي هَذِهِ الصَّحِيفَةِ. قُلْتُ وَمَا فِي الصَّحِيفَةِ ؟ قَالَ الْعَقْلُ وَفَكَاكُ الْأَسِيرِ وَأَنْ لَا يُقْتَلَ مُسْلِمٌ بِكَافِرٍ
Abu Juhaifah radiyallahu 'anhu berkata," Saya bertanya kepada Ali bin Abi Thalib : Apakah engkau mempunyai catatan wahyu selain yang ada dalam kitabullah ?" Ali menjawab," Tidak. Demi Allah yang telah membelah biji dan menumbuhkan tunas. Saya tidak mengetahui catatan wahyu tersebut selain pemahaman Al-Qur'an yang dikaruniakan oleh Allah kepada seseorang, dan apa yang tertulis dalam lembaran-lembaran ini." Aku bertanya," Apa yang tertulis dalam lembaran-lembaran itu ?" Ali menjawab," Hukuman denda (diyat atas pembunuhan atau melukai), membebaskan tawanan dan seorang muslim yang membunuh seorang kafir tidak bisa dikenai hukuman mati."241
Imam Ibnu Bathal berkata:
فَكَاكُ اْلأَسِيرِ وَاجِبٌ عَلىَ الْكِفَايَةِ وَبِهِ قَالَ اْلجُمْهُورُ
” Membebaskan tawanan hukumnya fardhu kifayah, dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama."242
Imam Ibnu Abidin Al-Hanafy berkata :
وَفِي اْلبَزَّازِيَّةِ : مُسْلِمَةٌ سُبِيَتْ بِالْمَشْرِقِ وَجَبَ عَلَى أَهْلِ اْلمَغْرِبِ تَخْلِيصُهَا مِنَ اْلأَسْرِ مَا لَمْ تَدْخُلْ دَارَ اْلحَرْبِ
” Dalam Al-Fatawa Al-Bazaziyah disebutkan: jika seorang muslimah ditawan di bumi belahan Timur, maka wajib bagi umat Islam di bumi belahan Barat untuk membebaskannya selama belum masuk negara kafir. Bahkan dalam kitab Adz Dzakhirah disebutkan wajib bagi setiap yang mempunyai kekuatan untuk mengejar mereka demi membebaskan anak-anak dan wanita yang tertawan meskipun telah masuk negara kafir."243
Imam Abu Yahya Zakaria Al-Anshari (926 H) mengatakan :
” Kalau mereka menawan seorang muslim dan kita masih mempunyai harapan bisa membebaskannya dari tangan mereka, maka wajib ‘ain jihad melawan mereka sekalipun mereka tidak masuk negara kita karena kehormatan seorang muslim lebih besar dari kehormatan negara. Juga karena hadits Imam Bukhari, ”Bebaskan tawanan.” Jika kita tidak mempunyai harapan bisa membebaskannya maka jihad tidak menjadi fardhu ‘ain tetapi kita akhirkan karena dharurah (terpaksa).” 244
Imam Abi Zaid al Qairawany menyatakan:" Jihad ada dua: fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Fardhu ‘ain untuk membebaskan tawanan, memenuhi nadzar, mobilisasi dari imam dan musuh yang menyerang suatu kaum (daerah umat Islam). "245
Imam Ibnul Juzi Al-Maliki berkata,” Jihad menjadi fardhu ‘ain dengan tiga sebab :
-
Perintah Imam. Siapa saja ditunjuk oleh imam wajib berangkat.
-
Musuh menyerang sebagian wilayah kaum muslimin. Penduduk wilayah yang diserang wajib melawan. Jika mereka tidak mampu mengatasinya, maka wajib atas kaum muslimin yang terdekat dengan mereka untuk membantu. Jika ternyata juga tidak teratasi, maka wajib bagi segenap kaum muslimin memberikan bantuan hingga musuh dapat diatasi.
-
Membebaskan tawanan-tawanan muslim dari tangan orang-orang kafir.246
Syaikh Ibrohim bin Abdur Rohim Al-Hudzri berkata,” Jihad akan menjadi fardlu ‘ain pada situasi dan kondisi sebagai berikut:
-
Bila musuh menyerang negeri kaum muslimin sebagaimana yang banyak terjadi pada hari ini.
-
Saat Imam menyerukan seruan jihad secara umum.
-
Sewaktu berhadapan dengan musuh, maka ketika itu tidak boleh meninggalkan medan perang.
-
Wajib bagi orang yang telah ditunjuk oleh Imam.
-
Wajib bagi tentara sebuah negeri.
-
Ketika mulai pertempuran.
-
Ketika orang kafir menawan beberapa kaum muslimin dan menjadikannya tebusan.247
Syaikh Yusuf bin Sholih Al-'Ayiri mengatakan," Memerangi orang kafir di negeri mereka berubah menjadi fardhu 'ain, dalam beberapa bentuk yang disebutkan oleh para ulama, sebagai berikut :
a). Jika imam kaum muslimin menunjuk personal muslim tertentu untuk berjihad.
b). Jika terjadi mobilisasi umum, yaitu saat imam kaum muslimin memerintahkan penduduk sebuah negeri atau daerah.
c). Jika sebagian kaum muslimin menjadi tawanan di tangan orang-orang kafir, sampai mereka terbebaskan.
d). Jika seorang muslim hadir dalam barisan tentara Islam yang sedang bertempur melawan tentara kafir, maka wajib baginya turut berjihad.248
[9].
Membunuh Rakyat Sipil Tak Berdosa
Pada pembahasan sebelum ini telah dijelaskan keharaman memerangi dan membunuh kaum wanita, anak-anak, orang tua dan orang yang semisal dengan mereka dari kalangan kaum kafir yang tidak ikut berperang. Namun, hukum asal ini tidak bersifat mutlak. Hukum asal ini bisa berubah sehingga mereka boleh diperangi dan dibunuh --- baik secara sengaja maupun tidak sengaja ---, dalam beberapa keadaan. Bila salah satu keadaan tersbut terjadi, maka hukum asal keharaman memerangi mereka berubah menjadi boleh. Keadaan-keadaan tersebut, adalah sebagai berikut.
Keadaan Pertama
Ketika kaum muslimin membalas perbuatan kaum kafir. Jika kaum kafir memerangi dan membunuh kaum wanita, anak-anak, orang tua dan masyarakat sipil muslim yang tidak ikut berperang, maka saat itu kaum muslimin diperbolehkan membalas perbuatan mereka dengan melakukan hal yang serupa dengan apa yang mereka lakukan terhadap rakyat sipil kaum muslimin.
Berdasarkan firman Alloh :
فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُم
“Jika mereka meyerangmu, maka seranglah mereka sebagaimana mereka menyerang kalian.” (QS. Al-Baqoroh : 194)
وَالَّذِينَ إِذَآ أَصَابَهُمُ الْبَغْىُ هُمْ يَنتَصِرُونَ {39} وَجَزَآؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةً مِّثْلَهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللهِ إِنَّهُ لاَيُحِبُّ الظَّالِمِينَ {40} وَلَمِن انتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ فَأُوْلَئِكَ مَاعَلَيْهِم مِّن سَبِيلٍ {41} إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي اْلأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُوْلَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ {42} وَلَمَن صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ اْلأُمُورِ {43}
Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri.(39) Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa mema'afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. (40) Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosapun atas mereka. (41) Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak.Mereka itu mendapat azab yang pedih. (42) Tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS. Asy-Syuro: 39-43)
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَاعُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِن صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ {126} وَاصْبِرْ وَمَاصَبْرُكَ إِلاَّبِاللهِ وَلاَتَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلاَتَكُ فِي ضَيْقٍ مِّمَّا يَمْكُرُونَ {127} إِنَّ اللهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ {128}
Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (126) Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. (127) Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An-Nahl: 126-128)
Ayat-ayat ini berlaku umum, sedangkan asbabun nuzulnya tidak bisa dijadikan sebagai alasan untuk mentakhshishnya, sebagaimana disebutkan dalam kaidah fikih
اَلْعِبْرَةُ بِعُمُومِ اللَّفْظِ لاَ بِخُصُوصِ السَّبَبِ
“Yang dijadikan pegangan adalah umumnya lafadz bukan sebab yang khusus.”
Asbabun nuzul ayat 194 surat Al-Baqarah :
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَاعُوقِبْتُمْ بِهِ
“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu…..”
adalah berkenaan dengan hukum mencincang mayat. Imam At-Tirmidzi meriwayatkan dengan sanad shohih dari Ubay bin Ka’ab :
قَالَ أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ : لَمَّا كَانَ يَوْمُ أُحُدٍ أُصِيبَ مِنَ الْأَنْصَارِ أَرْبَعَةٌ وَسِتُّونَ رَجُلًا وَمِنَ الْمُهَاجِرِينَ سِتَّةٌ فِيهِمْ حَمْزَةُ فَمَثَّلُوا بِهِمْ فَقَالَتِ الْأَنْصَارُ لَئِنْ أَصَبْنَا مِنْهُمْ يَوْمًا مِثْلَ هَذَا لَنُرْبِيَنَّ عَلَيْهِمْ قَالَ فَلَمَّا كَانَ يَوْمُ فَتْحِ مَكَّةَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى ( وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ ). فَقَالَ رَجُلٌ لَا قُرَيْشَ بَعْدَ الْيَوْمِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُفُّوا عَنِ الْقَوْمِ إِلَّا أَرْبَعَةً.
" Ketika perang Uhud, enam puluh empat (64) orang sahabat Anshar dan enam (6) orang sahabat muhajirin terbunuh, di antaranya adalah Hamzah (bin Abdul Muthalib). Orang-orang kafir mencincang mayat-mayat tersebut (syuhada' Uhud). Maka orang-orang Anshor mengatakan:”Jika suatu saat nanti kami dapat membunuh mereka, pasti akan kami perlihatkan kepada mereka bahwa kami akan mencincang mereka.” Maka pada hari Fathu Makkah, Allah menurunkan ayat :
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ
“Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.”
Maka orang-orang Anshor mengatakan:” Tidak adalagi orang Qurasy setelah hari ini.” Maka Rosululloh Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda," Tahanlah diri kalian (dari membunuh dan mencincang) mereka (orang-orang Quraisy), kecuali empat orang !.”249
Imam Ibnu Hisyam meriwayatkan dalam As-Sirah An-Nabawiyah-nya,” Ketika Rosululloh Shallallahu 'alaihi wa salam melihat pamannya Hamzah dicincang, beliau bersabda :
لَوْلاَ أَنْ تَحْزَنَ صَفِيَّةُ وَيَكُونَ سُنَّةً مِنْ بَعْدِي لَتَرَكْتُهُ حَتىَّ يَكُونَ فِي بُطُونِ السِّبَاعِ وَحَوَاصِلِ الطَّْيْرِ ، وَلَئِنْ أَظْهَرَنِيَ اللهُ عَلىَ قُرَيشٍ ، فِي مَوْطِنٍ مِنَ الْمَوَاطِنِ َلأُمَثِّلَنَّ بِثَلاَثِينَ رَجُلاً مِنْهُمْ
“ Kalau bukan karena kesedihan Shofiyyah (binti Abdul Muthalib, saudari Hamzah, pent) dan dijadikan sunnah (kebiasaan) setelahku, pasti akan kubiarkan ia sehingga berada di perut-perut binatang buas dan tembolok-tembolok burung. Jika Alloh memenangkanku atas kaum Quraisy dalam sebuah pertempuran, aku pasti akan mencincang tiga puluh orang Quraisy sebagai gantinya.”
Ketika kaum muslimin melihat kesedihan dan kemarahan Rosululloh Shallallahu 'alaihi wa salam terhadap perbuatan kaum Quraisy tersebut, mereka mengatakan :
وَاللهِ لَئِنْ أَظْفَرَنَا اللهُ بِهِمْ يَوْماً مِنَ الدَّهْرِ لَنُمَثِّلَنَّ بِهِمْ مُثْلَةً لَمْ يُمَثِّلْهَا أَحَدٌ مِنَ الْعَرَبِ
”Demi Alloh ! Jika suatu saat nanti Alloh memenangkan kita terhadap mereka, pasti kami akan cincang mereka dengan cara yang belum pernah dilakukan sebelumnya oleh seorang arabpun.”
Imam Ibnu Ishaq berkata:”….dan aku diberihu orang yang tidak aku tuduh (ketsiqahannya) dari Ibnu Abbas, beliau berkata:” Lantaran perkataan Rosululloh Shallallahu 'alaihi wa salam dan para sahabat tersebut, Alloh menurunkan ayat:
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَاعُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِن صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ {126} وَاصْبِرْ وَمَاصَبْرُكَ إِلاَّبِاللهِ وَلاَتَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلاَتَكُ فِي ضَيْقٍ مِّمَّا يَمْكُرُونَ
“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (126) Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.”
Maka Rosulullohpun memaafkan dan melarang mutslah (mencincang mayat musuh).”
Imam Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushanaf (7/366) berkata :
لمَاَّ كَانَ يَوْمَ أُحُدٍ وَانْصَرَفَ الْمُشْرِكُونَ فَرَأَى الْمُسْلِمُونَ بِإِخْوَانِهِمْ مُثْلَةً سَيِّئَةً جَعَلُوا يَقْطَعُونَ آذَانَهُمْ وَآناَفَهُمْ وَيَشُقُّونَ بُطُونَهُمْ, فَقَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ لَئِنْ أَنَالَنَا اللهُ مِنْهُمْ لَنَفْعَلَنَّ فَأَنْزَلَ اللهُ وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَاعُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِن صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ( بَلْ نَصْبِرُ ) .
" Pada hari perang Uhud dan kaum musyrikin meninggalkan medan perang, kaum muslimin memandangi saudara-saudara mereka yang dicincang dengan keji. Kaum musyrikin telah memotong telinga, hidung dan membedah perut mereka (syuhada' Uhud). Maka para sahabat berkata," Jika Allah memenangkan kami atas mereka, kami pasti akan melakukan hal yang sama."
Maka Allah menurunkan ayat 126 surat An-Nahl. "
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda," Kita akan bersabar."
Hukum asal mutslah adalah dilarang, berdasar hadits yang diriwayatkan oleh imam Al-Bukhori250 :
عَنْ عَبْدِاللَّهِ بْنِ يَزِيدَ الْأَنْصَارِيَّ قَالَ نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ النُّهْبَى وَالْمُثْلَةِ
Abdullah bin Yazid Al-Anshari berkata," Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam melarang nuhbah (merampas harta orang lain) dan mutslah (mencincang mayat musuh)."
Imam Muslim meriwayatkan dari Buroidah bin Hasib Al-Anshari bahwa Rosululloh shalallahu alaihi wasallam memberikan wasiyat kepada para pemimpin pasukan dengan bersabda:
عَنْ بُرَيْدَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَمَّرَ أَمِيرًا عَلَى جَيْشٍ أَوْ سَرِيَّةٍ أَوْصَاهُ فِي خَاصَّتِهِ بِتَقْوَى اللَّهِ وَمَنْ مَعَهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ خَيْرًا ثُمَّ قَالَ اغْزُوا بِاسْمِ اللَّهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تَغْدِرُوا وَلَا تَمْثُلُوا وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا
" Berperanglah dengan nama Allah, di jalan Allah. Perangilah orang yang kafir kepada Allah. Berperanglah, namun jangan mencuri harta rampasan sebelum dibagi ! Jangan berkhianat ! Jangan mencincang ! Jangan membunuh orang tua !..."251
Namun jika musuh melakukan mutslah terhadap kaum muslimin, kaum muslimin boleh juga melakukannya sebagai tindakan pembalasan setimpal. Allah berfirman :
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَاعُوقِبْتُمْ بِهِ
" Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu."
Meskipun boleh membalas, namun jika kaum muslimin memilih sabar, maka hal itu lebih utama. Bersabar dan tidak membalas mutslah adalah wajib bagi Rosululloh shallallahu 'alaihi wa salam, karena Alloh berfirman kepada beliau :
وَاصْبِرْ وَمَاصَبْرُكَ إِلاَّبِاللهِ
“Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah.”
Sedangkan kepada kaum muslimin Alloh berfirman :
وَلَئِن صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ
“Akan tetapi jika kalian bersabar …….”
Sebagai sebuah anjuran untuk bersabar, bukan sebuah perintah.
Kesimpulannya, hukum asal mutslah adalah haram. Namun berdasar ayat ini (QS. An Nahl 16-128, juga Al-Baqarah :194 dan Asy Syura : 39-43), kaum muslimin boleh melakukan mutslah sebagai balasan atas mutslah yang dilakukan oleh musuh mereka.
Asbabun nuzul ayat ini berbicara tentang mutslah. Namun berdasar kaedah syariah yang disepakati اَلْعِبْرَةُ بِعُمُومِ اللَّفْظِ لاَ بِخُصُوصِ السَّبَبِ (kesimpulan makna ayat atau hadits adalah berdasar keumuman lafadz, bukan berdasar sabab nuzul yang khusus), ayat ini berlaku umum berdasar keumuman lafalnya, sekalipun asbabun nuzulnya khusus tentang mutslah. Ayat ini umum, memperbolehkan membalas tindakan musuh dengan tindakan yang sama dan setimpal. Maka ayat ini bersifat umum terhadap apa saja yang mereka lakukan terhadap kaum muslimin. Jika mereka membunuh anak-anak, kaum wanita dan orang tua kaum muslimin, kaum muslimin pun boleh melakukan hal yang serupa sebagai balasan terhadap apa yang mereka lakukan.
Imam Ibnu Muflih Al-Hambali dalam kitab Al-Furu’ 6/218 mengutip perkataan syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :
إِنَّ الْمُثْلَةَ حَقٌّ لَهُمْ ، فَلَهُمْ فِعْلُهَا لِلْاِسْتِيفَاءِ وَأَخْذِ الثَّأْرِ ، وَلَهُمْ تَرْكُهَا ، وَالصَّبْرُ أَفْضَلُ ، وَهَذَا حَيْثُ لاَ يَكُونُ فِي التَّمْثِيلِ بِهِمْ زِيَادَةً فيِ الْجِهَادِ ، وَلاَ يَكُونُ نَكاَلاً لهَمُ ْعَنْ نَظِيرِهاَ ، فَأَمَّا إِذَا كَانَ فيِ التَّمْثِيلِ الشَّائِعِ دُعَاءً لهَمُ ْ إِلَى اْلإِيْمَانِ أَوْ زَجْراً لهَمُ ْعَنِ الْعُدْوَانِ ، فَإِنَّهُ هُنَا مِنْ بَابِ إِقَامَةِ الْحُدُودِ وَالْجِهَادِ الْمَشْرُوعِ
“ Perbuatan mencincang menjadi hak mereka. Mereka boleh melakukannya untuk menuntut hak dan balasan setimpal. Mereka juga boleh tidak melakukannya, dan bersabar (dengan tidak balas mencincang) itu lebih utama. Hal ini jika perbuatan mencincang tidak membawa nilai tambah bagi jihad, atau tidak membuat mereka (musuh) jera dari melakukan tindakan serupa (mencincang kaum muslimin). Namun jika perbuatan mencincang yang menyebar (banyak dilakukan) justru lebih mengajak mereka untuk beriman atau mencegah mereka untuk mengadakan permusuhan (terhadap kaum muslimin), maka perbuatan mencincang termasuk dalam ktegori penegakan hudud dan jihad yang disyari’atkan.”252
Ibnu Qoyyim mengatakan dalam Hasyiyah-nya 12/180 :
“Alloh telah memperbolehkan kaum muslimin untuk mencincang orang-orang kafir, jika mereka mencincang kaum muslimin, meskipun (hukum asal) mencincang itu dilarang.. Alloh berfitman," Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu." Ayat ini menjadi dalil bahwa memotong hidung dan telinga, membelah perut dan hal-hal yang semacam itu adalah balasan setimpal, bukan perbuatan melampaui batas, dan balasan setimpal adalah sebuah keadilan. Adapun (hukum asal) larangan mencincang adalah berlandaskan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari hadits Samuroh bin Jundab dan Imron bin Hushain, ia berkata:
عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ قَالَ مَا خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُطْبَةً إِلَّا أَمَرَنَا بِالصَّدَقَةِ وَنَهَانَا عَنِ الْمُثْلَةِ
” Rosululloh shallallahu 'alaihi wa salam tidak berkhotbah kepada kami kecuali pasti memerintahkan kami untuk bersedekah dan melarang kami mencincang.”253
Jika ditanyakan," Jika ia tidak mati bila dibalas sesuai dengan apa yang ia kerjakan, maka berarti kalian membunuhnya, dan itu berarti menambah atas apa yang ia lakukan. Kalau begitu, di mana letak pembalasan yang semisal itu ?"
Dijawab, ini terbantahkan (tergugurkan) dengan dibunuh dengan pedang. Jika ia memukul (menebas) leher seseorang dengan pedang namun tidak sampai mati (sekedar luka parah, pent), maka kita boleh menebas lehernya untuk kali kedua atau ketiga sampai ia mati, berdasar kesepakatan ulama, sekalipun si pelaku hanya memukul korbannya sekali saja.
Hal ini dianggap sebagai pembalasan setimpal, dengan dua cara. Pertama : menganggap (hukum) sesuatu dengan hal yang serupa atau sama sepertinya. Ini adalah qiyas 'ilah, di mana sesuatu digabungkan dengan hal yang serupa atau semisal dengannya. Kedua : Qiyas dilalah, yaitu menggabungkan (hukum) masalah pokok dan masalah cabang dengan dalil 'ilah dan lazim(sebab)nya.
Jika salah satu dari kedua cara ini ditambah dengan keumuman lafal (nash ayat atau hadits, pent), maka ia termasuk dalil yang paling kuat karena berkumpulnya dua keumuman ; keumuman lafal dan keumuman makna; dan bersatunya dua dalil ; dalil sam'i (nash Al-Qur'an atau as sunah) dan dalil i'tibari (qiyas, ijtihad). Maka, alasan yang mewajibkan dari Al-Qur'an, al-mizan (keadilan) dan qisash dalam masalah kita ini termasuk dalam bab ini (bertemunya dua keumuman dan dua dalil, pent), sebagaimana sudah diterangkan di depan. Hal ini sudah jelas, tidak ada yang tersembunyi, segala puji bagi Allah."
Penjelasan imam Ibnu Qayyim ini membantah dengan telak alasan orang-orang yang menyatakan," Bagaimana diperbolehkan membunuh kaum wanita, anak-anak dan orang tua kaum kafir, sementara mereka tidak membunuh kaum muslimin ? Bukankah yang membunuh kaum muslimin adalah para tentara mereka ? Kenapa orang yang tidak membunuh, dijadikan korban ? Bukankah ini bertentangan dengan firman Allah :
أَلاَّ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
" Seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain," (QS. 53 An- Najm:38)
Sanggahan ini batil, bahkan untuk para tentara yang tidak memerangi kaum muslimin sekalipun.
Kenapa Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam memerangi pasukan (kaum laki-laki yang bisa berperang) Quriasy, padahal yang membatalkan perjanjian Hudaibiyah adalah Bani Bakr bin Wail (sekutu Quraisy), atau beberapa pemimpin Quraisy ?
Kenapa Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam membunuh kaum laki-laki, orang tua dan para pekerja Bani Quraizhah, padahal yang membatalkan perjanjian adalah sebagian pemimpin mereka ? Beliau membunuh 700 orang dan menawan sisanya, kaum wanita dan anak-anak.
Kenapa para ulama memperbolehkan mencincang musuh secara umum, tanpa mensyaratkan pencincangan dilakukan kepada para pelakunya semata ?
Dalam kasus pembunuhan, kenapa keluarga si pembunuh terkena kewajiban membantu membayar diyat, padahal mereka tidak terlibat membunuh ?
Dalam hukum Islam, dikenal istilah Al-Qasamah. Yaitu, ahli warus dari keluarga korban pembunuhan bersumpah sebanyak 50 kali bahwa si fulan (seorang tertuduh, biasanya orang yang mempunyai sengketa masalah dengan korban) adalah pelaku pembunuhan. Si tertuduh harus diserahkan dan dihukum qisash atau membayar diyat. Kenapa syariat Islam memperbolehkan hal ini, padahal tuduhan mereka tidak sekuat pengakuan si pelaku atau adanya barang bukti ?
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan :
عَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ رَضِي اللَّه عَنْهم قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذِي الْحُلَيْفَةِ مِنْ تِهَامَةَ فَأَصَبْنَا غَنَمًا وَإِبِلًا فَعَجِلَ الْقَوْمُ فَأَغْلَوْا بِهَا الْقُدُورَ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَ بِهَا فَأُكْفِئَتْ *
Dari Rafi' bin Khudaij, ia berkata," Kami bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam di Dzul-Hulaifah, sebuah daerah di kawasan Tihamah. Kami mendapatkan rampasan perang berupa kambing dan unta, maka sebagian kami bersegera (menyembelih, menyalakan api) dan memenuhi periuk-periuk dengannya (memasak). Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam pun datang, maka beliau memerintahkan agar periuk-periuk itu ditumpahkan."254
Kenapa Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam menghukum seluruh shahabat dengan memerintahkan untuk membuang dan menumpahkan seluruh daging yang dimasak ? Padahal daging-daging tersebut adalah ghanimah yang belum dibagi, sehingga secara hukum seluruh anggota pasukan berhak memakannya ? Bukankah yang bersalah hanya orang-orang yang memasak semata ? Kenapa semua dapat hukuman ???
Sanggahan dengan ayat 38 surat An-Najm yang maknanya seseorang tidak menanggung dosa atas perbuatan orang lain di atas, tidak bisa diterapkan dalam kasus pembalasan setimpal ini.255 Sanggahan tersebut digugurkan oleh ayat-ayat dan hadits-hadits yang baru saja disebutkan di atas.
Sanggahan ini juga digugurkan oleh ayat-ayat berikut ;
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لاَتُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنكُمْ خَآصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja diantara kamu. [QS. Al-Anfal :25].
وَإِذَآ أَرَدْنَآ أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (suatu mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. [QS. Al-Isra' :16].
Syariat Allah memberikan hukuman kolektif atas kejahatan seperti ini, karena kejahatan seperti ini dipandang sebagai kejahatan kolektif. Manakala anggota kelompok mengetahui bahwa bila sebagian di antara mereka melakukan kejahatan ini, hukuman akan ditimpakan kepada mereka semua, maka mereka bisa mencegah orang yang akan melakukan kejahatan tersebut. Oleh karena itu, syariat menghukum seluruh anggota kelompok dengan tindakan kejatan satu atau beberapa gelintir kelompok tersebut, supaya kelompok tersebut terhasung untuk mencegah anggotanya melakukan kejahatan jenis ini. Wallahu a'lam bish shawab.
Silahkan memperhatikan kembali penjelasan imam Ibnu Qayyim di atas, insya Allah anda akan memahami hikmah ini.
Ayat-ayat Al-Baqarah, An-Nahl dan Asy Syura di atas tidak berlaku sebatas pembalasan setimpal dalam hal qisash semata, namun juga berlaku dalam pembalasan setimpal kepada orang Islam, kafir dzimmi, kafir mu'ahid dan kafir harbi, dengan beberapa syarat yang disebutkan oleh dalil-dalil lain.
Imam Al-Qurthubi berkata dalam Al-Jami' fi Ahkamil Qur'an 2/357 :
" Firman Allah فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُم dan firman-Nya وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَاعُوقِبْتُمْ بِهِ, para ulama menyatakan ayat ini umum berlaku dalam seluruh perkara. Mereka menguatkannya dengan hadits yang menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam menahan piring yang dipecahkan dirumah istri yang memecahkannya, dan menggantinya dengan piring baru, lalu beliau bersabda,"Tempat makanan dengan tempat makanan, dan makanan dengan makanan." Diriwayatkan oleh Abu Daud.256…Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama, bahwa ayat ini merupakan pokok masalah pembalasan setimpal dalam masalah qisash. Barang siapa membunuh dengan suatu alat (cara), ia dihukum bunuh dengan alat (cara) yang ia pergunakan untuk membunuh. Demikian pendapat mayoritas ulama, selama ia tidak membunuh dengan suatu hal yang fasiq seperti perbuatan liwath (homoseks) atau memberi minuman keras. Bila ia membunuh dengan cara fasiq ini, menurut mayoritas ulama ia dibunuh dengan pedang. Namun menurut sebagian ulama Syafi'iyah, ia dibunuh dengan cara yang sama, dengan mengambil kayu dan ditusukkan ke dalam pantatnya sampai mati. Juga dengan diminumi air ---sebagai ganti khamr---sampai mati. Imam Ibnu Majisyun berpendapat, siapa yang membunuh dengan api atau racun, tidak dibunuh dengannya karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam telah bersabda,"Tidak (jangan) ada yang mengadzab dengan api selain Allah." Sedang racun pada dasarnya adalah api. Namun mayoritas ulama menyatakan ia dibunuh dengan hal itu (api atau racun), berdasar keumuman ayat-ayat."
Jika pembalasan setimpal ini boleh dilakukan terhadap orang Islam yang berbuat kejahatan dalam hukum qisash, maka kebolehan pembalasan setimpal terhadap orang kafir harbi yang memerangi umat Islam adalah lebih kuat. Imam An-Nawawi mengatakan dalam kitab Al-Muhadzab 2/186:
Pasal : Jika seseorang membunuh dengan pedang, ia tidak boleh dibalas bunuh kecuali dengan pedang, berdasarkan firman Alloh:” Jika mereka menyerangmu maka seranglah mereka sebagaimana mereka menyerang kalian.” Juga karena pedang adalah alat yang paling cepat membunuh. Jika ia membunuh dengan pedang, lalu dibalas bunuh (diqishosh) dengan selain pedang, berarti ia telah dihukum melebihi kadarnya. Karena haknya adalah dibunuh, sementara bila dibalas bunuh dengan selain pedang, ia telah dibunuh dan disiksa.
Jika ia membunuh dengan cara membakar, menenggelamkan, melempari dengan batu, melemparkan dari tempat ketinggian, memukul dengan kayu atau menahan dan dan tidak memberinya makanan dan minuman sampai mati, maka wali korban boleh menuntut qishos dengan perbuatan yang sama, berdasarkan firman Alloh:“ Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu.” Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Al-Barro’ bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Salam bersabda :
مَنْ حَرَّقَ حَرَّقْنَاهُ وَمَنْ غَرَّقَ غَرَّقْنَاهُ
” Barangsiapa membakar, maka kami bakar pula dan barangsiapa menenggelamkam maka kami tenggelamkan pula.”
Dan juga karena qishos itu dibangun atas balasan yang setimpal, sedangkan balasan yang setimpal dapat dilakukan dengan cara-cara tersebut, maka ia boleh melakukan qishos dengan cara tersebut. Meski demikian, ia boleh juga melakukan qisash dengan pedang, karena haknya adalah membunuh dan menyiksa. Jika ia membunuh dengan pedang, berarti ia telah meninggalkan sebagian haknya, dan itu boleh-boleh saja.”
Imam Asy-Syaukani berkata dalam Nailul Author VI/39 :
“ Firman Alloh وَجَزَآؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةً مِّثْلَهَا (Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa), firman Allah وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَاعُوقِبْتُمْ بِهِ (Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian) dan firman Allah فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُم (Maka barang siapa menyerangmu, seranglah mereka sebagaimana mereka menyerang kalian)
Kesimpulannya, keumuman ayat-ayat yang menyatakan haramnya harta, darah dan kehormatan manusia telah ditakhshish (dikhususkan) oleh tiga ayat tersebut.”
Imam Ibnu Qoyyim berkata dalam I’lamul Muwaqqi’in 1/328:
“Firman Alloh فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُم (Jika mereka meyerangmu, maka seranglah mereka sebagaimana mereka menyerang kalian),
firman-Nya وَجَزَآؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةً مِّثْلَهَا (Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa)
dan firman-Nya وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَاعُوقِبْتُمْ بِه (Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu)
Ayat tersebut menyatakan kebolehan hal tersebut --- yaitu memberikan balasan setimpal baik dalam masalah nyawa, kehormatan maupun harta ---. Para ulama’ telah menyatakan dengan tegas kebolehan membakar ladang orang-orang kafir dan menebangi tanamannya, jika orang-orang kafir melakukan hal itu kepada kita. Ini adalah masalah sebenarnya. Allohpun telah membenarkan para sahabat yang menebangi pohon-pohon korma Yahudi, karena hal tersebut dapat menghinakan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa Alloh menyukai dan mensyariatkan kehinaan orang yang melakukan kejahatan dan berbuat zalim.”
Pernyataan para ulama tersebut menerangkan bahwasanya pembalasan setimpal yang tersebut dalam ayat-ayat tersebut tidaklah terbatas pada masalah mencincang musuh yang menjadi sababun nuzul ayat, namun juga berlaku umum ; mencakup qishos, hudud, mu’amalah dengan orang-orang kafir dan orang muslim yang fasik atau zalim. Jika kaum muslimin boleh melakukan pembalasan setimpal terhadap kejahatan seorang muslim, maka kebolehan melakukan pembalasan setimpal terhadap kejatan orang-orang kafir adalah lebih kuat dan layak.
Mari kita timbang Bom Bali, Hotel JW Mariot dan Kuningan dengan kaedah ini.
(*) Kasus Iraq.
Amerika Serikat dengan dukungan negara-negara NATO dan sekutu lainnya, dengan payung pasukan multinasional telah melakukan serangan militer terhadap pasukan Saddam Husain yang berbuah perang Teluk 1991 M. Charles Kambell, guru besar studi agama pada Universitas Wake Forest, AS dalam bukunya When Religion Become Evil (Kala Agama Menjadi Bencana, Mizan, Bandung, cet 1:Desember 2003 M) menyebutkan, bombardier tentara kafir multinasional pimpinan AS selama perang Teluk 1991 M ini menewaskan lebih dari 150.000 warga Irak (kaum muslimin).
Setelah mengalahkan pasukan Iraq, AS dan sekutu-sekutunya berhasil menekan PBB sehingga menjatuhkan hukuman embargo ekonomi kepada bangsa Iraq. Mereka menyatakan, embargo ekonomi ini untuk menghukum dan menjatuhkan Saddam Husain. Sejak 1991 M, embargo ini dilaksanakan. Namun Saddam tambah gemuk dan sehat saja, sementara rakyat jelata (kaum muslimin) yang menjadi korban ; kekurangan makanan, obat-obatan, kemiskinan, wabah penyakit, sulitnya mata pencaharian dan akibat-akibat buruk lainnya. Setiap hari, satu persatu umat Islam mati kelaparan atau karena kekurangan obat-obatan. Menurut data PBB sendiri, tak kurang dari 1,5 juta kaum muslimin meninggal akibat embargo ini. Belum lagi mereka yang meninggal dan cacat karena bombardier tentara kafir multanasional dalam Perang Teluk 1991 M.
Setelah lebih dari 12 tahun embargo, tahun 2003 M yang lalu kembali AS memimpin sekutu-sekutunya (Inggris, Australia, Jepang, Korea Selatan, Filipina, Spanyol, Italia dan lain-lain) mengadakan invasi militer ke Iraq, menjatuhkan pemerintahan Saddam, menjajah Iraq, dan membentuk pemerintahan boneka. Dalam Perang Teluk 2003 M ini, bombardier tentara AS dan sekutunya telah membunuh ribuan kaum muslimin, baik anak-anak, orang tua maupun kaum wanita. Merekalah korban terbanyak, jauh lebih banyak dari korban di kalangan tentara Saddam.
(*) Kasus Afghanistan
Sejak masa pemerintahan Thaliban (1994-2001 M), AS dan sekutu-sekutunya melalui PBB menerapkan embargo ekonomi yang membuat bangsa muslim Afghanistan mengalami kekurangan pangan dan obat-obatan. Ribuan umat Islam mati perlahan-lahan, data PBB dan media massa menyebutkan angka 70.000 rakyat sipil. Semua ini dikarenakan bangsa muslim Afghanistan ingin hidup merdeka, beribadah kepada Rabbnya dengan menerapkan syariat Islam, suatu hal yang sangat dibenci dan dimusuhi oleh bangsa-bangsa kafir di seluruh dunia. Pada masa-masa akhir kekuasaan Bill Clinton, 1998 M, AS membombardir Afghanistan dengan 70 rudal tomhawk yang menewaskan ribuan rakyat sipil tak berdosa ; anak-anak, orang tua dan kaum wanita. Pasca 11 Septermber 2001 M, dengan mengatas namakan perburuan kepada Usamah bin Ladin, AS dan Inggris melakukan agresi militer ke Afghanistan. AS bekerja sama dengan Aliansi Utara, membombardir Afghanistan, menggulingkan pemerintah berdaulat Afghanistan dan membentuk pemerintahan boneka yang loyal kepada AS. Bombardir AS ini telah menewaskan ribuan umat Islam (mayoritas kaum wanita, anak-anak dan orang tua), meluluh lantakkan rumah penduduk dan bangunan-bangunan umum (masjid, rumah sakit, sekolah, kantor-kantor pemerintahan), merusak lahan-lahan pertanian dan memaksa jutaan penduduk Afghanistan untuk mengungsi ke perbatasan Iran dan Pakistan.
(*) Kasus Palestina
Israel, adalah negara aggressor. Ia berdiri di atas negara Palestina, tahun 1948 M. Ia tegak di atas fondasi terror ; pengusiran kaum muslimin Palestina, perampasan tanah kaum muslimin, penghancuran desa-desa kaum muslimin dan pembantaian terus menerus secara sistematis. Penangkapan terhadap para pemuda dan remaja, pembunuhan terhadap para ulama dan tokoh masyarakat, peluluh lantakan kamp-kamp pengungsian dan serangkaian bentuk terror Israel lainnya menjadi menu harian media massa. Duniapun paham, bahwa AS adalah negara utama dibalik eksistensi Israel. AS lah negara yang menjadi backing utama Israel. Setiap tahun, AS memberikan bantuan ekonomi kepada Israel tak kurang dari $ 3 Miliar dolar USA. Ini belum terhitung bantuan militer yang dipergunakan untuk melakukan politik terornya kepada bangsa muslim Palestina yang tak bersenjata. Selama lebih dari setengah abad sejak berdirinya, AS lewat Israel telah memerangi kaum muslimin Palestina, dengan korban begitu besar : 5 juta terusir ke luar negeri, 262.000 syuhada' ---bi-idznillah---, 186.000 luka-luka, 161.000 cacat dan lumpuh, dan seterusnya.
Ini belum terhitung kejahatan AS dan sekutu-sekutunya di negara-negara lain, seperti jazirah Arab, Filipina, Somalia, Sudan, dan Indonesia. Sekedar contoh kasus dalam negeri, dalam satu malam pembantaian terhadap umat Islam di Galela, 3500 kaum muslimin terbunuh (menurut laporan wartawan harian Pikiran Rakyat, Bandung). Belum lagi pembantaian-pembantaian dan kejahatan lain, di mana AS turut berperan dan terlibat, baik langsung maupun tidak langsung.
Apa yang terjadi di Bali, Mariot maupun Kuningan hanyalah sedikit solidaritas yang belum bisa dihitung sebagai pembalasan setimpal. Bahkan, pembalasan 1 % pun belum. Bukankah umat Islam yang menjadi korban kebengisan AS dan sekutu-sekutunya mencapai angka jutaan ??? Jika umat Islam "memukul" 10.000 orang kafir, misalnya, bukankah belum mencapai 0,00 sekian persennya korban umat Islam ???
Dostları ilə paylaş: |