Hukum Tatarus Berlaku
[2]. Beberapa pelancong muslim yang sedang berdarma wisata di Bali, beberapa sopir taksi, beberapa karyawan yang bekerja dan beberapa orang Islam yang sedang melintas di depan hotel JW. Mariot atau gedung Kedubes Australia di Kuningan, telah menjadi korban operasi mujahidin, sebagian luka-luka dan sebagian lainnya meninggal.
Dengan mengesampingkan peranan media massa yang memblow up perkara sedemikian rupa, juga berbagai warning yang diabaikan ---sengaja atau tidak sengaja, sadar atau tidak sadar --- oleh sebagian kaum muslimin yang menjadi korban tersebut, sekali lagi ditegaskan di sini bahwa mujahidin sama sekali tidak bermaksud menjadikan mereka sebagai target. Kesalahan ini murni sebuah human error.
Dengan mengesampingkan kedua hal ini, diyakini bahwa hukum tatarus bisa diterapkan dalam operasi yang telah dilakukan mujahidin. Kondisi TATARUS, yaitu pasukan musuh mempergunakan warga sipil yang tidak ikut berperang sebagai pagar betis dan perisai hidup agar kaum muslimin tidak menembak mereka.
Dalam kondisi ini, kaum muslimin boleh menyerang pasukan musuh sekalipun akan jatuh korban dari kalangan wanita dan anak-anak yang dijadikan perisai, dengan dua syarat :
(a) Adanya kebutuhan untuk menyerang mereka ---bila perisai hidup adalah anak-anak dan wanita kafir---, atau kebutuhan yang bersifat darurat ---bila perisai hidup adalah anak-anak dan wanita kaum muslimin---, dan
(b) Niatan hati adalah menembak pasukan musuh, bukan menembak anak-anak dan wanita yang dijadikan perisai.
Musuh-musuh Islam memahami betul, bahwa mujahidin tidak akan membidik kaum muslimin. Untuk itu, musuh-musuh Islam membuat strategi perang kota baru dengan cara membangun kantor-kantor dan pusat-pusat kekuatan strategisnya di tengah kota, di tengah keramaian kaum muslimin. Mereka juga menempatkan dan mempekerjakan banyak kaum muslimin sebagai staf dan karyawan di kantor-kantor dan pusat-pusat kekuatan strategis mereka. Tujuannya jelas, mujahidin akan berfikir seribu kali bila akan menghantam kantor-kantor dan pusat-pusat kekuatan strategis mereka. Mujahidin tidak akan bisa menghantam mereka, kecuali dengan terlebih dahulu jatuh sekian banyak korban kaum muslimin. Bisa jadi, yang menjadi korban adalah kaum muslimin, sementara mereka berhasil lolos.
Tindakan mereka ini tentunya dilakukan setelah mengkaji dan mengaluasi banyak serangan mujahidin sebelumnya. Secara tidak langsung, mereka telah menjadikan keramaian kaum muslimin sebagai perisai hidup-hidup ---sekalipun mereka tidak menawan kaum muslimin secara fisik---.
Para ulama sepakat283 menyatakan, jika yang dijadikan perisai oleh kaum kafir adalah kaum muslimin : musuh tidak boleh ditembak kecuali karena kondisi darurat menuntut demikian. Maksud kebutuhan darurat di sini adalah, bila kerusakan (kerugian) yang ditimbulkan dari tidak menembak musuh lebih besar dari kerusakan (kerugian) yang ditimbulkan oleh terbunuhnya kaum muslimin yang dijadikan perisai.
Misalnya ; musuh menduduki wilayah kaum muslimin, musuh membunuh sejumlah kaum muslimin yang lebih banyak dari jumlah kaum muslimin yang dijadikan perisai, kekhawatiran pasukan Islam akan terbunuh dan dikalahkan, dan kerusakan (kerugian) besar lainnya. Kondisi darurat tentunya diperhitungkan secara wajar, oleh para pakar militer, ekonomi, politik dan kebudayaan umat Islam (ulama dan komandan mujahidin, saat tidak ada Amirul Mukminin).
AS saat ini memimpin sekutu-sekutunya dan 95 % negara anggota PBB dalam melancarkan perang salib modern terhadap Islam dan kaum muslimin. Target perang salib ini bukanlah seorang manusia bernama Usamah bin Ladin, atau sebuah organisasi misterius bernama Al-Qaedah atau Jama'ah Islamiyyah. Target perang salib ini adalah Islam dan kaum muslimin.
Perang salib modern ini tidak terbatas di Iraq, Palestina atau Afghanistan semata, namun telah merata dan mengglobal ke seluruh penjuru dunia. Konsentrasi dan kekuatan AS dan seluruh sekutunya terpencar di seluruh front di seluruh penjuru dunia. AS dan seluruh sekutunya sedang berhadapan dengan kekuatan Islam (mujahidin dengan dukungan kaum muslimin) di seluruh penjuru dunia. Pukulan mujahidin terhadap AS dan sekutunya di sebuah negara tertentu, akan ikut melemahkan dan menekan kekuatan AS dan sekutu-sekutunya. Bagi mujahidin yang berada di negeri-negeri yang diinvasi secara langsung oleh AS dan sekutunya ---Iraq, Afghanistan, Palestina, negara-negara Jazirah Arab---, pukulan mujahidin di ujung dunia yang lain ini akan memompa semangat dan meringankan beban mereka.
Tidak mengadakan operasi jihad memukul kekuatan strategis mereka tersebut akan semakin memberi kesempatan kepada mereka untuk menjajah, merampas dan membunuh kaum muslimin di berbagai belahan dunia dengan penuh arogansi. Iraq, Afghanistan dan Palestina menjadi contoh kecil sebagian wilayah kaum muslimin yang telah mereka jajah secara fisik.
Dari sini, diyakini bahwa maslahat yang akan diraih oleh pelaksanaan operasi jihad tersebut lebih besar dari kerusakan yang timbul. Maslahat meringankan dan membantu jutaan kaum muslimin di dalam negeri dan negara-negara lain yang merasakan kekejaman tentara salibis AS dan sekutunya, lebih besar dari kerugian jatuhnya beberapa gelintir kaum muslimin sebagai korban.
Secara tinjauan maslahat, operasi pengeboman ini telah memenuhi seluruh persyaratan maslahat, yaitu :
-
Dharuriyah : Keuntungan dan maslahat yang akan diraih betul-betul merupakan sebuah kebutuhan yang bersifat darurat, dan tidak bisa diraih dengan cara lain.
-
Kulliyah : Keuntungan dan maslahat yang akan diraih bersifat umum, meliputi seluruh atau mayoritas umat Islam. Operasi diadakan untuk membela jutaan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia.
-
Haqiqiyah (Qath'iyyah) : Keuntungan dan maslahat yang akan diraih, betul-betul sebuah ralita, bukan sekedar khayalan.
Dengan demikian, jatuhnya sebagian kecil kaum muslimin sebagai korban, tidak menghalangi pelaksanaan operasi demi menolong dan membantu sejumlah ratusan juta kaum muslimin yang lain.
Para ulama telah menerangkan hal ini dengan menetapkan beberapa kaedah ushuliyah :
اَلضَّرَرُ اْلأَشَدُّ يُزَالُ بِالضَّرَرِ اْلأَخَفِّ
" Bahaya (kerusakan) yang lebih besar dihilangkan dengan bahaya yang lebih kecil."
إِذَا تَعَارَضَتْ مَفْسَدَتَانِ رُوعِيَ أَعْظَمُهَا ضَرَرًا بِارْتِكَابِ أَخَفَّهِمَا
" Jika dua kerusakan saling berlawanan, kerusakan yang lebih besar bahayanya dihindari dengan mengambil kerusakan yang lebih kecil bahayanya."
يُخْتَارُ أَهْوَنُ الشَّرَّيْنِ
" Bila ada dua keburukan, dipilih yang lebih ringan keburukannya."
يُتَحَمَّلُ الضَّرَرُ اْلخَاصُ لِدَفْعِ الضَّرَرِ اْلعَامِ
" Bahaya yang menimpa sebagian orang ditanggung demi menolak bahaya yang akan menimpa keseluruhan orang."
Korban Muslim, Mati Syahid
[3]. Indonesia, seperti juga Iraq, Afghanistan, Palestina dan Arab Saudi, adalah negara dengan mayoritas penduduknya umat Islam. Operasi jihad di negara-negara ini memang harus dilakukan dengan ekstra hati-hati, demi menjaga keselamatan kaum muslimin. Namun, bila karena kehati-hatian ini operasi jihad harus dihentikan, sama artinya dengan ta'thil jihad (menihilkan jihad), yang justru mengakibatkan kerusakan yang lebih besar.
Dihadapkan kepada kedua pilihan sulit ini, ---sebagaimana disebutkan dalam beberapa kaedah ushuliyah di atas---, tindakan yang paling tepat adalah tetap melaksanakan operasi jihad dengan meminimalisasi jatuhnya korban dari kalangan umat Islam. Ini demi meraih maslahat yang lebih besar dan menolak bahaya yang lebih besar. Dan sebagaimana telah disebutkan di atas, hal ini dilakukan setelah ketiga syarat maslahat (dharuriyah, kulliyah, qath'iyyah/haqiqiyah) terpenuhi.
Bercampur baurnya kaum muslimin dengan musuh-musuh Islam yang menjadi target operasi, tidak mengharuskan kaum muslimin untuk memilah-milah mereka ; yang ini muslim harus dilindungi, yang itu kafir harus dibunuh. Memilah-milah manusia satu persatu seperti ini bukan kewajiban mujahidin, dan juga diluar kemampuan mereka. Maka, mujahidin menghukumi secara dhahir, siapa yang berada di tempat yang menjadi target operasi akan ikut terkena dampak operasi ; baik ia muslim maupun kafir. Urusan batin dan niat, dikembalikan kepada Allah Ta'ala Yang Maha Mengetahui.
Adalah tidak masuk akal, mengharuskan mujahidin untuk memilah dan menanyai mereka satu persatu ; apakah anda muslim atau kafir ? Allah Ta'ala Yang Maha Mengetahui-pun, menghukumi manusia di dunia secara dhahir. Adapun urusan batin, diselesaikan diakhirat. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ أَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ : عَبَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَنَامِهِ. فَقُلْنَا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ! صَنَعْتَ شَيْئًا فِي مَنَامِكَ لَمْ تَكُنْ تَفْعَلُهُ. فَقَالَ : الْعَجَبُ إِنَّ نَاسًا مِنْ أُمَّتِي يَؤُمُّونَ بِالْبَيْتِ بِرَجُلٍ مِنْ قُرَيْشٍ قَدْ لَجَأَ بِالْبَيْتِ, حَتَّى إِذَا كَانُوا بِالْبَيْدَاءِ خُسِفَ بِهِمْ.
فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ الطَّرِيقَ قَدْ يَجْمَعُ النَّاسَ. قَالَ : نَعَمْ فِيهِمُ الْمُسْتَبْصِرُ وَالْمَجْبُورُ وَابْنُ السَّبِيلِ يَهْلِكُونَ مَهْلَكًا وَاحِدًا, وَيَصْدُرُونَ مَصَادِرَ شَتَّى, يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ عَلَى نِيَّاتِهِمْ *
Dari Abdullah bin Zubair bahwa 'Aisyah ummul mu'minin radiyallahu 'anha berkata," Rasulullah menggerak-gerakan badannya saat tidur. (setelah bangun), Saya bertanya : Wahai Rasulullah, saat tidur, anda tadi melakukan sesuatu yang sebelumnya belum pernah anda kerjakan ? Beliau menjawab," Sungguh mengherankan, Ada sekelompok (pasukan) dari umatku yang menggejar seorang laki-laki dari suku Quraisy yang berlindung di Ka'bah. Saat mereka sampai di sebuah tanah lapang, mereka semua ditenggelamkan."
Saya bertanya," Ya Rasulullah ! Bukankah di jalan (menuju Makkah atau Ka'bah) ada banyak manusia yang bermacam-macam ?"
Beliau menjawab," Ya. Di antara mereka ada orang yang mengetahui, orang yang dipaksa dan orang-orang yang sedang bepergian. Mereka semua dihancurkan secara bersamaan, namun dibangkitkan (di akhirat) dalam keadaan berbeda-beda. Mereka akan dibangkitkan berdasar niat masing-masing."284
Dalam riwayat imam Bukhari :
عَنْ نَافِعِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ قَالَ حَدَّثَتْنِي عَائِشَةُ رَضِي اللَّه عَنْهَا قَالَتْ, قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَغْزُو جَيْشٌ الْكَعْبَةَ فَإِذَا كَانُوا بِبَيْدَاءَ مِنَ الْأَرْضِ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ. قَالَتْ : قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ! كَيْفَ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ وَفِيهِمْ أَسْوَاقُهُمْ وَمَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ ؟ قَالَ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ ثُمَّ يُبْعَثُونَ عَلَى نِيَّاتِهِمْ *
Rasulullah bersabda," Akan ada sebuah pasukan yang menyerbu Ka'bah. Jika sudah berada di sebuah tanah lapang, mereka semua --- sejak yang paling depan sampai yang paling belakang--- ditenggelamkan ke dalam perut bumi."
Aisyah bertanya," ya Rasulullah ! Bagaimana orang yang paling depan sampai orang yang paling belakang ditenggelamkan, sedangkan di tengah-tengah mereka ada orang-orang di pasar dan orang-orang yang tidak termasuk pasukan tersebut ?"
Beliau menjawab," Orang yang paling depan sampai orang yang paling belakang di antara mereka ditenggelamkan ke perut bumi, lalu dibangkitkan menurut niat masing-masing."285
Dalam riwayat imam Tirmidzi dan Ibnu Majah :
عَنْ صَفِيَّةَ قَالَتْ, قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَا يَنْتَهِي النَّاسُ عَنْ غَزْوِ هَذَا الْبَيْتِ حَتَّى يَغْزُوَ جَيْشٌ حَتَّى إِذَا كَانُوا بِالْبَيْدَاءِ أَوْ بِبَيْدَاءَ مِنَ الْأَرْضِ خُسِفَ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ, وَلَمْ يَنْجُ أَوْسَطُهُمْ. قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمَنْ كَرِهَ مِنْهُمْ ؟ قَالَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ عَلَى مَا فِي أَنْفُسِهِمْ
Dari Shafiyah ummul mu'minin, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda," Manusia tidak akan berhenti menyerang Ka'bah sampai akan ada sebuah pasukan yang menyerang Ka'bah, namun saat tiba di sebuah tanah lapang, mereka semua ditenggelamkan ke dalam perut bumi ; sejak orang yang paling depan sampai orang yang paling belakang, orang yang berada di tengah-pun tidak akan selamat ?
Saya bertanya," Ya Rasulullah, bagaimana dengan orang yang sebenarnya tidak suka (tidak mau ikut menyerang) ?"
Beliau menjawab," Mereka akan dibangkitkan oleh Allah menurut (niat) yang ada dalam hati masing-masing."286
Dalam riwayat lain dari Hafshah ummul mu'minin :
عَنْ حَفْصَةُ أَنَّهَا سَمِعَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : لَيَؤُمَّنَّ هَذَا الْبَيْتَ جَيْشٌ يَغْزُونَهُ حَتَّى إِذَا كَانُوا بِبَيْدَاءَ مِنَ الْأَرْضِ يُخْسَفُ بِأَوْسَطِهِمْ وَيُنَادِي أَوَّلُهُمْ آخِرَهُمْ ثُمَّ يُخْسَفُ بِهِمْ فَلَا يَبْقَى إِلَّا الشَّرِيدُ الَّذِي يُخْبِرُ عَنْهُمْ.
"…saat mereka sampai di sebuah tanah lapang, orang yang berada di tengah ditenggelamkan ke dalam perut bumi. Orang yang berada di depan memanggil orang yang berada di belakang, lalu mereka semua juga ditenggelamkan ke dalam perut bumi, sehingga tidak tersisa kecuali seorang yang memberitahukan kejadian tersebut."287
Setelah menyebutkan beberapa hadits tentang pasukan yang dibenamkan ke dalam perut bumi saat akan menyerang Ka'bah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Fatawa 28/537 berkata :
وَمَنْ أَخْرَجُوهُ مَعَهُمْ مُكْرَهًا فَإِنَّهُ يُبْعَثُ عَلَى نِيَّتِهِ وَنَحْنُ عَلَيْنَا أَنْ نُقَاتِلَ اْلعَسْكَرَ جَمِيعَهُ، إِذْ لاَ يَتَمَيَّزُ المُكْرَهُ مِنْ غَيْرِهِ. وقد ثبت في الصحيح عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: «يَغْزُو هذا البيتَ جيشٌ من الناس فبينما هم ببيداء من الأرض إذا خُسِفَ بهم. فقيل يا رسول الله: إن فيهم المُكْرَه، فقال: يُبعثون على نياتهم» ...
فَاللهُ تَعَالَى أَهْلَكَ الْجَيْشَ الَّذِي أَرَادَ أَنْ يَنْتَهِكَ حُرُمَاتِهِ وَفِيهِمُ اْلمُكْرَهُ وَغَيرُ الْمُكْرَهِ ، مَعَ قُدْرَتِهِ تعالى عَلَى التَّمْيِيزِ بَيْنَهُمْ مَعَ أَنَّهُ يَبْعَثُهُمْ عَلَى نِيَاتِهِمْ فَكَيفَ يَجِبُ عَلَى اْلمُؤْمِنِينَ الْمُجَاهِدِينَ أَنْ يُمَيِّزُوا بَيْنَ الْمُكْرَهِ وَغَيرِهِ وَهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ ذَلِكَ، بَلْ لَوِ ادَّعَى مُدَّعٍ أَنَّهُ خَرَجَ مُكْرَهًا لَمْ يَنْفَعْهُ ذَلِكَ بِمُجَرَّدِ دَعْوَاهُ كَمَا رُوِىَ أَنَّ اْلعَبَّاسَ بْنَ عَبْدِ اْلمُطَلِّبِ قَالَ لِلنَّبِيِّ لَمَّا أَسَرَهُ اْلمُسْلِمُونَ يَوْمَ بَدْرٍ يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي كُنْتُ مُكْرَهًا فَقَالَ : (أَمَّا ظَاهِرُكَ فَكَانَ عَلَيْنَا وَأَمَّا سَرِيرَتُكَ فَإِلَى اللهِ) بَلْ لَوْ كَانَ فِيهِمْ قَومٌ صَالِحُونَ مِنْ خِيَارِ النَّاسِ وَلمَ ْْ يُمْكِنْ قِتَالُهُمْ إِلاَّ بِقَتْلِ هَؤُلاَءِ لَقُتِلُوا أَيْضًا، فَإِنَّ اْلأَئِمَّةَ مُتَّفِقُونَ عَلَى أَنَّ اْلكُفَّارَ لَوْ تَتَرَّسُوا بِمُسْلِمِينَ وَخِيفَ عَلَى اْلمُسْلِمِينَ إِذَا لَمْ يُقَاتَلُوا فَإِنَّهُ يَجُوزُ أَنْ نَرْمِيَهُمْ وَنَقْصُدَ الْكُفَّارَ ، وَلَوْ لمَ ْنَخَفْ عَلَى الْمُسْلِمِينَ جَازَ رَمْىُ أُولَئِكَ اْلمُسْلِمِينَ أَيضًا فِي أَحَدِ قَولَي اْلعُلَمَاءِ .....
" Allah Ta'ala menghancurkan pasukan yang akan menodai hurumat (hal-hal yang disucikan dan dimuliakan Allah, yaitu Ka'bah), sementara didalam pasukan itu ada orang yang dipaksa untuk berperang dan orang yang tidak dipaksa. Padahal Allah Maha Mampu untuk memilah-milah mereka. Allah akan membangkitkan mereka sesuai niat masing-maasing.
Maka bagaimana kaum mukmin yang berjihad harus memilah-milah antara orang yang dipaksa dengan orang yang tidak dipaksa, padahal mereka tidak mengetahui hal itu ? Bahkan, seandainya ada orang yang mengklaim dirinya keluar karena dipaksa, klaimnya sama sekali tidak akan menolongnya. Sebagaimana diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdul-Muthalib berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam saat ditawan oleh kaum muslimin dalam perang Badar," Ya Rasulullah ! Saya keluar berperang karena dipaksa !" Beliau menjawab," Urusan dhahirmu menjadi urusan kami. Namun urusan batinmu, kami serahkan kepada Allah."
Bahkan, seandainya di antara mereka ada kaum yang shalih dari manusia-manusia pilihan (terbaik), dan tidak bisa memerangi mereka (musuh) kecuali dengan membunuh kaum shalih tersebut, maka kaum shalih tersebut juga dibunuh. Karena para ulama bersepakat, jika kaum kafir menjadikan kaum muslimin sebagai perisai hidup dan ditakutkan kaum muslimin akan terkena bahaya jika kaum kafir tersebut tidak diperangi, maka kita boleh menembak kaum muslimin dengan niatan (target) orang-orang kafir tersebut. Adapun jika kita tidak khawatir kaum muslimin akan terkena bahaya, maka tetap boleh menembak kaum muslimin tersebut menurut salah satu dari dua pendapat ulama…"
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Fatawa 28/547 menegaskan kembali masalah ini :
وَنَحْنُ لاَ نَعْلَمُ المُكْرَهَ، وَلاَ نَقْدِرُ عَلَى التَّمْيِيزِ. فَإِذَا قَتَلْنَاهُمْ بِأَمْرِ اللهِ كُنَّا فِي ذَلِكَ مَأْجُورِينَ وَمَعْذُورِينَ، وَكَانُوا هُمْ عَلَى نِيَّاتِهِمْ، فَمَنْ كَانَ مُكْرَهًا لاَ يَسْتَطِيعُ اْلإِمْتِنَاعَ فَإِنَّهُ يُحْشَرُ عَلَى نِيَّتِهِ يَومَ الْقِيَامَةِ، فَإِذَا قُتِلَ ِلأَجْلِ قِيَامِ الدِّينِ لمَ ْ يَكُنْ ذَلِكَ بِأَعْظَمَ مِنْ قَتْلِ مَنْ يُقْتَلُ مِنْ عَسْكَرِ اْلمُسْلِمِينَ
" Kita tidak mengetahui orang yang dipaksa, kita juga tidak bisa memilah-milah. Jika kita memerangi mereka dengan perintah Allah, maka mendapat pahala dan pemaafan atas hal itu. Sedangkan mereka (kaum muslimin yang terbunuh, pent) dibangkitkan menurut niat masing-masing. Maka barangsiapa dipaksa dan ia tidak bisa melepaskan diri dari paksaan itu, ia dibnagkitkan sesuai niatnya pada hari kiamat nanti. Jika ia terbunuh karena usaha menegakkan dien, terbunuhnya dirinya ini tidak lebih besar dri terbunuhnya pasukan Islam yang terbunuh."
Dalam Majmu' Fatawa 28/538, beliau juga menegaskan bahwa kaum muslimin yang menjadi korban tersebut adalah para syuhada', orang-orang yang mati syahid :
بَلْ لَوْ كَانَ فِيهِمْ قَومٌ صَالِحُونَ مِنْ خِيَارِ النَّاسِ وَلمَ ْْ يُمْكِنْ قِتَالُهُمْ إِلاَّ بِقَتْلِ هَؤُلاَءِ لَقُتِلُوا أَيْضًا، فَإِنَّ اْلأَئِمَّةَ مُتَّفِقُونَ عَلَى أَنَّ اْلكُفَّارَ لَوْ تَتَرَّسُوا بِمُسْلِمِينَ وَخِيفَ عَلَى اْلمُسْلِمِينَ إِذَا لَمْ يُقَاتَلُوا فَإِنَّهُ يَجُوزُ أَنْ نَرْمِيَهُمْ وَنَقْصُدَ الْكُفَّارَ ، وَلَوْ لمَ ْنَخَفْ عَلَى الْمُسْلِمِينَ جَازَ رَمْىُ أُولَئِكَ اْلمُسْلِمِينَ أَيضًا فِي أَحَدِ قَولَي اْلعُلَمَاءِ
وَمَنْ قُتِلَ ِلأَجْلِ اْلجِهَادِ الَّذِي أَمَرَ اللهُ بِهِ وَرَسُولُهُ وَهُوَ فِي الْبَاطِنِ مَظْلُومٌ كَانَ شَهِيدًا، وَبُعِثَ عَلَى نِيَّتِهِ، وَلمَ ْيَكُنْ قَتْلُهُ أَعْظَمَ فَسَادًا مِنْ قَتْلِ مَنْ يُقْتَلُ مِنَ اْلمُؤْمِنِينَ اْلمُجَاهِدِينَ. وَإِذَا كَانَ اْلجِهَادُ وَاجِبًا وَإِنْ قُتِلَ مِنَ اْلمُسْلِمِينَ مَا شَاءَ اللهُ، فَقَتْلُ مَنْ يُقْتَلُ فِي صَفِّهِمْ مِنَ اْلمُسْلِمِينَ لِحَاجَةِ اْلجِهَادِ لَيْسَ أَعْظَمَ مِنْ هَذَا، بَلْ قَدْ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ المُكْرَهَ فِي قِتَالِ اْلفِتْنَةِ بِكَسْرِ سَيْفِهِ، وَلَيسَ لَهُ أَنْ يُقَاتِلَ وَإِنْ قُتِلَ
" Barang siapa yang terbunuh karena operasi jihad yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, sementara sebenarnya (secara batin) ia terzalimi, maka ia adalah seorang yang mati syahid, dan ia akan dibangkitkan sesuai niatnya. Terbunuhnya dirinya tidak lebih besar kerusakannya dari terbunuhnya orang mukmin yang berjihad.
Jika jihad itu wajib sekalipun ada sebagian orang Islam yang terbunuh sesuai kehendak Allah, maka terbunuhnya orang Islam yang berada di barisan mereka (musuh) karena kebutuhan jihad, adalah tidak lebih besar dari terbunuhnya orang ini (mukmin yang berjihad). Bahkan, Rasululah Shallallahu 'alaihi wa salam telah memerintahkan orang yang dipaksa dalam perang zaman fitnah untuk mematahkan pedangnya, ia tidak boleh memerangi sekalipun akibatnya ia dibunuh."
Beliau mengulangi penjelasan ini dalam Majmu' Fatawa 28/546-547.
Imam Ibnu Hajar dalam Fathul Bari Syarhu Shahih Bukhari mengomentari hadits pembenaman pasukan yang menyerang Ka'bah, sebagai berikut :
يُخْسَفُ بِالْجَمِيعِ لِشُؤْمِ ْالأَشْرَارِ ثُمَّ يُعَامَلُ كُلُّ أَحَدٍ عِنْدَ اْلحِسَابِ بِحَسْبِ قَصْدِهِ, قَالَ اْلمُهَلَّبُ : فِي هَذَا اْلحَدِيثِ أَنَّ مَنْ كَثَّرَ سَوَادَ قَوْمٍ فِي اْلمَعْصِيَّةِ مُخْتَارًا أَنَّ اْلعُقُوبَةَ تَلْزِمُهُ مَعَهُمْ . قَالَ وَاسْتَنْبَطَ مِنْهُ مَالِكٌ عُقُوبَةَ مَنْ يُجَالِسُ شَرَبَةَ الْخَمْرِ وَإِنْ لمََ ْ يَشْرَبْ
" Semua orang dibenamkan ke dalam perut bumi karena buruknya kejahatan, lalu masing-masing diperlakukan dalam hisab (di akhirat) sesuai tujuannya (niatnya). Imam Al-Muhalab berkata : Dalam hadits ini ada dalil bahwa siapa secara sukarela memperbanyak jumlah sebuah kaum dalam berbuat maksiat, hukuman akan menimpanya bersama mereka. Dari hadits ini, imam Malik menyimpulkan orang yang duduk-duduk dengan peminum khamr juga harus dihukum, sekalipun ia tidak ikut minum."
Dari penjelasan ini, bisa disimpulkan bahwa :
-
Operasi jihad tidak mesti dihentikan oleh alasan jatuhnya sebagian kecil kaum muslimin sebagai korban. Secara tinjauan syariat, masalah tatarus dan bercampur baurnya umat Islam dengan pasukan musuh tanpa bisa dipilahkan bisa diberlakukan dalam operasi ini. Karena itu, operasi jihad ini telah memenuhi persyaraatan syariat dan maslahat.
-
Kaum muslimin yang jatuh sebagai korban ini dipandang sebagai syuhada' (orang-orang yang mati syahid), dan akan dibangkitkan di hari kiamat menurut niat masing-masing.
-
Syariat Islam tidak akan menihilkan sebuah hukum umum (dalam kasus ini operasi jihad) hanya karena beberapa situasi tertentu yang jarang terjadi.
Jangan Menyerang Bila Musuh Bercampur Baur ?
(4). Secara tinjauan syariat dan maslahat, telah jelas bahwa operasi peledakan yang dilakukan mujahidin sah dan telah memenuhi persyaratan. Memang benar beberapa kaum muslimin tidak sependapat dengan hal ini. Mereka menyatakan operasi terebut tetap tidak boleh dilakukan, dengan dalil firman Allah Ta'ala :
هُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَالْهَدْيَ مَعْكُوفًا أَن يَبْلُعَ مَحِلَّهُ وَلَوْلاَ رِجَالٌ مُّؤْمِنُونَ وَنِسَآءٌ مُّؤْمِنَاتٌ لَّمْ تَعْلَمُوهُمْ أَن تَطَئُوهُمْ فَتُصِيبَكُم مِّنْهُم مَّعَرَّةٌ بِغَيْرِ عِلْمٍ لِّيُدْخِلَ اللهُ فِي رَحْمَتِهِ مَن يَشَآءُ لَوْ تَزَيَّلُوا لَعَذَّبْنَا الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
Merekalah orang-orang yang kafir yang menghalangi kamu dari (masuk) Masjidil Haram dan menghalangi hewan korban sampai ke tempat (penyembelihan)nya. Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mu'min dan perempuan-perempuan yang mu'min yang tiada kamu ketahui, bahwa kamu akan membunuh mereka yang menyebabkan kamu ditimpa kesusahan tanpa pengetahuanmu (tentulah Allah tidak akan menahan tanganmu dari membinasakan mereka). Supaya Allah memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya.Sekiranya mereka tidak bercampur baur, tentulah Kami akan mengazab orang-orang kafir di antara mereka dengan azab yang pedih. (QS. Al-Fath, 48:25).
Alasan ini tentu saja akan menyebabkan penihilan jihad, karena kaum muslimin ada dan bercampur dengan orang-orang kafir di hampir seluruh negara di dunia, terlebih lagi di negara-negara dengan penduduk mayoritas muslim, seperti Indonesia, Iraq, Afghanistan, Pakistan, Chechnya, Palestina, Arab Saudi dan lain-lain. Oleh karenanya, para ulama telah bersepakat boleh menyerang pasukan musuh sekalipun dalam barisan mereka ada kaum muslimin, baik karena pilihan sendiri maupun karena dijadikan perisai hidup.
Alasan ini bisa dibantah dengan beberapa alasan :
(a). Larangan berperang dalam peristiwa Hudaibiyah ---surat Al-Fath :25 di atas--- adalah larangan yang bersifat takdir, sementara manusia tidak boleh beralasan dengan takdir.
Beliau bersama para sahabat berangkat menuju Makkah untuk tujuan umrah, bukan untuk berperang. Namun kaum Quraisy menghalangi beliau dan bahkan menyiapkan pasukan perang. Setelah bermusyawarah dengan para shahabat, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam memutuskan untuk memerangi mereka jika tetap menghalangi niatan umrah.
عَنِ الْمِسْوَرِ بْنِ مَخْرَمَةَ وَمَرْوَانَ بْنِ الْحَكَمِ يَزِيدُ أَحَدُهُمَا عَلَى صَاحِبِهِ قَالَا خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ فِي بِضْعَ عَشْرَةَ مِائَةً مِنْ أَصْحَابِهِ. فَلَمَّا أَتَى ذَا الْحُلَيْفَةِ, قَلَّدَ الْهَدْيَ وَأَشْعَرَهُ وَأَحْرَمَ مِنْهَا بِعُمْرَةٍ, وَبَعَثَ عَيْنًا لَهُ مِنْ خُزَاعَةَ وَسَارَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
حَتَّى كَانَ بِغَدِيرِ الْأَشْطَاطِ أَتَاهُ عَيْنُهُ, قَالَ : إِنَّ قُرَيْشًا جَمَعُوا لَكَ جُمُوعًا وَقَدْ جَمَعُوا لَكَ الْأَحَابِيشَ وَهُمْ مُقَاتِلُوكَ وَصَادُّوكَ عَنِ الْبَيْتِ وَمَانِعُوكَ. فَقَالَ: أَشِيرُوا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَيَّ ! أَتَرَوْنَ أَنْ أَمِيلَ إِلَى عِيَالِهِمْ وَذَرَارِيِّ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يُرِيدُونَ أَنْ يَصُدُّونَا عَنِ الْبَيْتِ, فَإِنْ يَأْتُونَا كَانَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ قَطَعَ عَيْنًا مِنَ الْمُشْرِكِينَ, وَإِلَّا تَرَكْنَاهُمْ مَحْرُوبِينَ.
قَالَ أَبُو بَكْرٍ: يَا رَسُولَ اللَّهِ, خَرَجْتَ عَامِدًا لِهَذَا الْبَيْتِ لَا تُرِيدُ قَتْلَ أَحَدٍ وَلَا حَرْبَ أَحَدٍ, فَتَوَجَّهْ لَهُ. فَمَنْ صَدَّنَا عَنْهُ قَاتَلْنَاهُ. قَالَ امْضُوا عَلَى اسْمِ اللَّهِ.
Miswar bin Makramah dan Marwan bin Hakam berkata : Rasulullah bersama seribu sekian ratus sahabat keluar pada tahun Hudaibiyah. Ketika sampai di Dzul-Hulaifah, beliau mengeluarkan binatang untuk sembelihan haji dan berihram untuk umrah. Beliau lalu mengutus seorang mata-mata dari Bani Khuza'ah, lalu melanjutkan perjalanan.
Ketika sampai di Ghadir Asytath, mata-mata tersebut melapor," Sesungguhnya Quraisy telah mengumpulkan pasukan dan golongan Hasbyah untuk memerangi, mencegah dan menghalang-halangi anda (dari melaksanakan umrah)." Beliau bersabda," Wahai manusia, berilah saya pendapat !."
Sahabat Abu Bakar berkata," Wahai Rasulullah ! Anda sengaja keluar menuju Baitullah, sama sekali tidak ingin membunuh dan memerangi seorangpun. Maka teruskanlah perjalan menuju Baitullah. Siapapun yang menghalangi kita, mari kita perangi."
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam bersabda," Kalau begitu, lanjutkan perjalanan dengan nama Allah."288
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam lantas meneruskan perjalanan, sampai saat unta beliau menderum dan berhenti.
وَسَارَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى إِذَا كَانَ بِالثَّنِيَّةِ الَّتِي يُهْبَطُ عَلَيْهِمْ مِنْهَا بَرَكَتْ بِهِ رَاحِلَتُهُ. فَقَالَ النَّاسُ حَلْ حَلْ فَأَلَحَّتْ, فَقَالُوا خَلَأَتِ الْقَصْوَاءُ خَلَأَتِ الْقَصْوَاءُ.
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا خَلَأَتِ الْقَصْوَاءُ, وَمَا ذَاكَ لَهَا بِخُلُقٍ وَلَكِنْ حَبَسَهَا حَابِسُ الْفِيلِ. ثُمَّ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَسْأَلُونِي خُطَّةً يُعَظِّمُونَ فِيهَا حُرُمَاتِ اللَّهِ إِلَّا أَعْطَيْتُهُمْ إِيَّاهَا...
Para sahabat berkata," Al-Qaswa' mogok ! Al-Qaswa' mogok !"
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda," Al-Qaswa' tidak mogok, dan mogok bukan sifat Al-Qaswa'. Tapi ia ditahan oleh Dzat yang telah menahan pasukan gajah (Allah Ta'ala). Demi Dzat yang nyawaku berada di tangan-Nya, tidaklah mereka mereka meminta dariku sebuah rencana yang di dalamnya hurumat Allah diagungkan, kecuali pasti aku berikan kepada mereka."289
Mogoknya Al-Qaswa' adalah karena ditahan oleh Allah Ta'ala. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam menyadari, ini adalah kehendak dan takdir Allah Ta'ala. Maka beliaupun mengikat perjanjian damai (Shulhu Hudaibiyah). Namun kemudian tersiar berita bahwa Utsman bin Affan yang beliau utus sebagai duta diplomasi kepada kaum Quraisy telah dibunuh.
Maka, beliau mengambil sikap tegas dan membaiat seluruh sahabat untuk berperang sampai titik darah penghabisan atau tidak mundur dari peperangan.
عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي عُبَيْدٍ قَالَ قُلْتُ لِسَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ عَلَى أَيِّ شَيْءٍ بَايَعْتُمْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْحُدَيْبِيَةِ ؟ قَالَ عَلَى الْمَوْتِ
Yazid bin Abi Ubaid berkata,' Saya bertanya kepada sahabat Salamah bin Akwa' : Untuk apa kalian membaiat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam pada hari Hudaibiyah ?" Ia menjawab," Untuk berperang sampai mati."290
Ayat 25 surat Al-Fath dan bahkan seluruh surat Al-Fath sendiri, baru diturunkan setelah kaum muslimin bergerak meninggalkan Hudaibiyah menuju Madinah. Dalam peristiwa ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam telah dua kali bertekad bulat untuk memerangi kaum Quraisy ; pertama saat beliau bergerak dan untanya berhenti, dan kedua ketika mengambil Baiat Ridhwan dari para sahabat. Di saat beliau tetap dua kali bertekad menyerang kaum Quraisy tersebut, beliau juga mengetahui bahwa di Makkah ada sebagian kaum muslimin yang tertindas, mata-mata dan utusan beliau. Bahkan, beliau mendoakan sebagian mereka :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّه عَنْه قَالَ, قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اللَّهُمَّ أَنْجِ عَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ, اللَّهُمَّ أَنْجِ سَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ, اللَّهُمَّ أَنْجِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ, اللَّهُمَّ أَنْجِ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ. اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ. اللَّهُمَّ اجْعَلْهَا سِنِينَ كَسِنِي يُوسُفَ *
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam berdoa," Ya Allah, selamatkan 'Ayyash bin Rabi'ah. Ya Allah, selamatkan Salamah bin Hisyam. Ya Allah, selamatkan Walid bin Walid. Ya Allah, selamatkan kaum muslimin yang tertindas. Ya Allah, keraskan siksamu atas kaum Mudhar. Ya Allah, jadikanlah bagi mereka paceklik seperti paceklik zaman Nabi Yusuf."291
Beliau mengetahui, di tengah kaum Quraisy Makkah terdapat kaum lemah umat Islam. Meski demikian hal ini tidak menghalangi beliau untuk dua kali bertekad memerangi Quraisy. Justru, tekad bulat memerangi Quraisy tersebut untuk menyelamatkan kaum muslim yang tertindas di Makah, sebagaimana firman Allah Ta'ala :
وَمَالَكُمْ لاَتُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَآءِ وَالْوِلْدَانِ
" Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak." (QS. An-Nisa' :75).
Namun, dalam kesempatan tersebut Allah belum mengizinkan berperang secara takdir, bukan secara syariat. Jika tidak adanya izin berperang ini karena syariat, tentu beliau tidak akan bertekad bertempur dan mengambil baiat untuk bertempur. Takdir yang melarang berperang ini mengandung beberapa hikmah yang agung. Di antaranya ; adanya beberapa kaum muslimin yang tertindas di Makkah, perjanjian damai memberi kesempatan untuk melakukan dakwah secara lebih luas, masuk Islamnya banyak bangsa arab (لِّيُدْخِلَ اللهُ فِي رَحْمَتِهِ مَن يَشَآءُ Supaya Allah memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya). Dan hikmah-hikmah lainnya. Allah Ta'ala menyebut perjanjian damai ini sebagai sebuah kemenangan.
Dari keterangan ini, jelaslah bahwa larangan memerangi kaum Quraisy karena di tengah mereka ada sejumlah kaum muslimin adalah larangan karena taqdir, bukan karena syariat. Dan jelas, takdir tidak bisa dijadikan alasan untuk menggugurkan sebuah perintah syariat.
Dostları ilə paylaş: |