Khusus Untuk Peristiwa Hudaibiyah
(b). Sebagian ulama berpendapat292, bahwa larangan memerangi orang kafir karena di tengah mereka terdapat kaum muslimin, berlaku khusus untuk peristiwa Hudaibiyah, dan tidak berlaku untuk kasus-kasus serupa. Penapat ini berdasar beberapa dalil :
* Allah Ta'ala melarang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam memerangi Makkah pada hari Hudaibiyah (tahun 6 H) dengan larangan takdir, lalu mengizinkan beliau memerangi Makkah dua tahun kemudian (tahun 8 H) dengan izin syar'i. Padahal negerinya satu, Makkah, dan kaum muslimin yang tertindas juga masih berada di Makkah pada saat penaklukan Makkah (tahun 8 H).
قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّه عَنْه : لَمَّا فَتَحَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَّةَ, قَامَ فِي النَّاسِ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ: إِنَّ اللَّهَ حَبَسَ عَنْ مَكَّةَ الْفِيلَ وَسَلَّطَ عَلَيْهَا رَسُولَهُ وَالْمُؤْمِنِينَ, فَإِنَّهَا لَا تَحِلُّ لِأَحَدٍ كَانَ قَبْلِي, وَإِنَّهَا أُحِلَّتْ لِي سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ, وَإِنَّهَا لَا تَحِلُّ لِأَحَدٍ بَعْدِي.
Abu Hurairah berkata," Ketika Allah menaklukkan Makkah untuk Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa salam, Rasulullah berdiri di hadapan manusia, memuji nama Allah dan bersabda," Sesungguhnya Allah menahan pasukan gajah dari (menaklukkan Makah), namun Allah menguasakan Rasul-Nya dan kaum beriman atas Makkah. Sesungguhnya Makkah belum pernah halal atas seorangpun sebelumku, kini ia dihalalkan untukku beberapa saat di waktu siang, dan sesudahku ia tidak akan halal untuk seorangpun…"293
Dari sini jelas, larangan pada peristiwa Hudaibiyah berlaku khusus, karena setelah itu negeri yang sama (Makkah) dihalalkan, padahal di dalamnya masih terdapat kaum muslimin yang tertindas.
* Ada beberapa kondisi di mana kaum muslimin bercampur baur dengan orang-orang kafir atau orang-orang fasik, namun adzab atau peperangan tetap mengenai mereka semua, dan larangan Allah (yang bersifat takdir) untuk memerangi mereka tidak turun. Ini menunjukkan larangan memerangi kaum kafir dikarenakan di tengah mereka ada kaum muslimin, berlaku khusus dalam peristiwa Hudaibiyah semata.
Di antara kondisi bercampur baurnya umat Islam dengan kaum kafir atau fasiq, namun tetap diperbolehkan memerangi kaum kafir, atau adzab tetap turun menimpa mereka semua, adalah :
-
Hadits-hadits tentang pasukan yang akan menyerbu ka'bah, ditenggelamkan ke alam perut bumi.
-
Hadits Bukhari, Muslim dan Ahmad dari Ibnu Umar :
عَبْدُاللَّهِ بْنُ عُمَرَ رَضِي اللَّه عَنْهمَا يَقُولُ, قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِقَوْمٍ عَذَابًا أَصَابَ الْعَذَابُ مَنْ كَانَ فِيهِمْ ثُمَّ بُعِثُوا عَلَى أَعْمَالِهِمْ
Abdullah bin Umar berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda," Jika Allah menurunkan adzab atas sebuah kaum, adzab akan menimpa seluruh orang yang berada dalam kaum tersbut. Mereka akan dibangkitkan sesuai amal masing-masing."294
-
Hadits Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad dari Zainab bintu Jahsy :
قَالَتْ زَيْنَبُ بِنْتُ جَحْشٍ, فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ؟ قَالَ نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الْخَبَثُ *
Zainab bintu Jahsy ummul mu'minin bertanya," Ya Rasulullah, apakah kita akan hancur padahal di tengah kita banyak orang shalih ?' Beliau menjawab," Ya, jika telah banyak kekejian (kemaksiatan)."295
Beberapa dalil ini menguatkan pendapat ulama yang menyatakan bahwa larangan memerangi kaum kafir yang bercampur baur dengan kaum muslimin adalh khusus untuk peristiwa Hudaibiyyah. Wallahu a'lam bish Shawab.
Maksud larangan ini hanya berlaku untuk peristiwa Hudaibiyah, bukan berarti nyawa kaum muslimin boleh dilanggar dan dihilangkan. Nyawa kaum muslimin sendiri harus dilindungi dan tidak boleh dibunuh, di manapun mereka berada, baik bercampur baur dengan orang-orang kafir maupun tidak.
Maksud kekhususan larangan ini untuk peristiwa Hudaibiyah, adalah bercampur baurnya kaum muslimin dengan orang-orang kafir tidak menghalangi untuk memerangi orang-orang kafir, jika maslahat menuntut peperangan, sekalipun secara tidak sengaja akan mengakibatkan sebagian kaum muslimin menjadi korban. Dan hal ini, sekali lagi, telah disepakati oleh mayoritas ulama. (Lihat kembali pembahasan tatarus).
(c). Imam Al-Qurthubi menyebutkan dalam tafsir ayat 25 surat Al-Fath, bahwa imam Malik tidak memperbolehkan memerangi orang-orang kafir jika di tengah mereka ada kaum muslimin, beliau berdalil dengan ayat ini. Sementara imam Abu Hanifah memperbolehkannya. Imam Al-Qurtubi lalu menjelaskan :
" Kadang boleh membunuh perisai hidup, dan dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat ulama, insya Allah. Yaitu jika maslahatnya dharuriyah, kulliyah dan qath'iyah.
Maksud dharuriyah adalah, tidak bisa mencapai (memerangi) orang-orang kafir kecuali dengan terlebih dahulu membunuh perisai hidup.
Maksud kulliyah adalah, maslahat amengenai seluruh umat Islam. Terbunuhnya perisai hidup membawa maslahat bagi seluruh umat Islam yang lain. Sebab, bila perisai hidup tidak dibunuh, musuh akan membunuh mereka dan lalu menaklukkan seluruh umat Islam.
Maksud qath'iyah adalah, maslahat tersebut pasti akan teraih bila perisai hidup dibunuh.
Para ulama kami menyatakan, maslahat dengan beberapa persyaratan seperti ini tidak semestinya diperselisihkan lagi. Karena perisai hidup pasti akan terbunuh; baik lewat tangan musuh sehingga timbul kerusakan besar dengan berkuasanya musuh atas seluruh kaum muslimin, maupun lewat tangan kaum muslimin sehingga musuh dihancurkan dan seluruh kaum muslimin yang lain selamat.
Seorang yang berakal tidak akan berpendapat perisai hidup tidak boleh dibunuh dengan alasan apapun, karena konskuensi pendapatnya ini adalah kehancuran perisai hidup, Islam dan kaum muslimin.
Persoalannya, maslahat ini disertai oleh kerusakan, sehingga jiwa yang tidak mengkaji mendalam masalah ini menolaknya. Padahal, nilai kerusakan tersebut bila dibandingkan dengan maslahat yang akan diraih adalah nihil (tidak ada), atau seperti tidak ada. Wallahu A'lam."296
Penjelasan imam Al-Qurthubi ini menjawab secara tuntas keberatan pihak-pihak yang melarang operasi jihad melawan orang-orang kafir dengan alasan sebagian kaum muslimin bercampur baur dengan mereka sehingga akan jatuh sebagai korban.
Syariat Islam hadir untuk menjaga lima kepentingan pokok ; agama, nyawa, kehormatan (keturunan), akal dan harta. Seluruh ulama sepakat, kepentingan agama adalah kepentingan tertinggi yang harus didahulukan atas seluruh kepentingan lainnya. Oleh karenanya, Islam mensyariatkan jihad untuk membela kepentingan agama, sekalipun mengakibatkan hilangnya nyawa, keturunan dan harta.
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنْ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمْ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعداً عَلَيْهِ حَقاً فِي التَّوْرَاة وَالإِنْجِيل وَالقُرْآن
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al-Qur'an.[QS. At-Taubah :111].
كُتِبَ عَلَيْكُمْ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; (QS. Al-Baqarah :216).
Bahaya yang menimpa keseluruhan umat Islam jauh lebih besar dari terbunuhnya beberapa kaum muslimin yang bercampur baur dengan orang-orang kafir. Bahaya tersebut adalah kekafiran dan kesyirikan (demokrasi sekuler) dengan segala buahnya ; perekonomian kapitalisme dan sosialisme yang dzalim, kebejatan moral, tingginya angka kejahatan, dan seterusnya dan seterusnya. Semua kerusakan ini jauh lebih besar dari beberapa umat Islam yang jatuh sebagai korban operasi jihad.
وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنْ الْقَتْلِ
"Dan fitnah (kekafiran dan kesyirikan) lebih kejam dari pembunuhan." QS. Al-Baqarah :191
وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنْ الْقَتْلِ
" Dan fitnah (kekafiran dan kesyirikan) lebih besar (dosa dan bahayanya) dari pembunuhan." QS. Al-Baqarah :217
Bahaya yang lebih besar (kekafiran dan kesyirikan) harus ditolak dengan mengambil resiko bahaya yang lebih ringan (dampak-dampak jihad ; hilangnya nyawa, rusaknya harta benda). Beberapa kaedah fikih yang menyebutkan hal ini telah disebutkan sebelumnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :
وَذَلِكَ أَنَّ اللهَ تَعَالىَ أَبَاحَ مِنْ قَتْلِ النُّفُوسِ مَا يُحْتَاجُ إِلَيْهِ فِي صَلاَحِ الْخَلْقِ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: {وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنْ الْقَتْلِ} أي أَنَّ اْلقَتْلَ وَإِنْ كَانَ فِيْهِ شَرٌّ وَفَسَادٌ فَفِي فِتْنَةِ الْكُفَّارِ مِنَ الشَّرِّ وَالْفَسَادِ مَا هُوَ أَكْبَرث مِنْهُ
" Allah Ta'ala memperbolehkan pembunuhan nyawa jika memarng diperlukan untuk memperbaiki manusia, sebagaimana firman Allah وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنْ الْقَتْلِ (Dan fitnah (kekafiran dan kesyirikan) lebih besar (dosa dan bahayanya) dari pembunuhan), maksudnya sekalipun dalam pembunuhan ada kerusakan dan kejahatan, namun kerusakan dan kejahatan kekafiran itu jauh lebih besar."297
Kebolehan, Bukan Larangan
(d). Ayat 25 surat Al-Fath tidak menunjukkan larangan memerangi kaum kafir jika di tengah mereka ada kaum muslimin. Ayat tersebut "sekedar" menunjukkan kebolehan tidak memerangi kaum kafir tersebut.
Imam Al-Jasash dalam Ahkamul Qur'an V/275 menerangkan hal ini :
" Adapun alasan sebagian orang dengan ayat (وَلَوْلاَ رِجَالٌ مُّؤْمِنُونَ وَنِسَآءٌ مُّؤْمِنَاتٌ ...) untuk melarang menembak kaum kafir karena adanya sebagian umat Islam di tengah mereka : Ayat ini tidak menunjukkan persoalan yang diperselisihkan ini, karena maksimal (maksud ayat ini) adalah Allah menahan kaum muslimin dari memerangi mereka, karena di tengah mereka ada sebagian kaum muslimin. Jika para sahabat masuk ke Makkah dengan pedang (peperangan), ada kemungkinan mereka membunuh sebagian kaum muslimin di Makkah. Maka, ayat ini menunjukkan kebolehan tidak menembak dan menyerang mereka, bukan berarti menunjukkan larangan menyerang mereka setelah mengetahui di barisan mereka ada sebagian kaum muslimin.
Karena boleh saja tidak memerangi mereka demi menjaga keselamatan sebagian kaum muslimin yang bersama mereka. Namun boleh juga menyerang mereka. Dalam hal ini boleh memilih. Maka, ayat ini tidak menunjukkan larangan memerangi mereka."
Tidak memerangi mereka adalah sebuah langkah kehati-hatian, agar tidak jatuh korban dari kaum muslimin. Hal ini juga ditegaskan oleh imam Syafi'i dalam Al-Umm 4/244 :
وَإِنْ كَانَ فِي الدَّارِ – أي دَارِ الْحَرْبِ – أُسَارَى مِنَ الْمُسْلِمِينَ، أَوْ تُجَّارٌ مُسْتَأْمِنُونَ كَرِهْتُ النُّصْبَ عَلَيهِمْ بِمَا يَعُمُّ مِنَ التَّحْرِيقِ، وَالتَّغْرِيقِ وَمَا أَشْبَهَهُ، غَيْرَ مُحَرَّمٍ لَهُ تَحْرِيماً بَيِّناً، وَذَلِكَ أَنَ الدَّارَ إِنْ كَانَتْ مُبَاحَةً فَلاَ يَبِينُ أَنْ تُحَرَّمَ بِأَنْ يَكُونَ فِيهَا مُسْلِمٌ يُحْرَمُ دَمُّهُ ، وَإِنَّمَا كَرِهْتُ ذَلِكَ اِحْتِيَاطاً، ِلأَنَّ مُبَاحاً لَنَا لَوْ لَمْ يَكُنْ فِيهَا مُسْلِمٌ أَنْ نُجَاوِزَهَا فَلاَ نُقَاتِلَهَا. وَإِنْ قَاتَلْنَاهَا بِغَيرِ مَا يَعُمُّ مِنَ التَّحْرِيقِ، وَالتَّغْرِيقِ
" Jika dalam negeri tersebut ---darul harbi--- terdapat kaum muslimin yang ditawan, atau para pedagang yang mendapat jaminan keamanan, saya tidak menyukai (makruh) memerangi mereka dengan cara perusakan masal, seperti membakar, menenggelamkan dan lain-lain. Namun (kemakruhannya) tidak mencapai keharaman secara tegas.
Alasannya, karena negeri tersebut adalah halal, sehingga tidak bisa ditegaskan keharaman (menyerangnya) hanya karena di dalamnya ada orang Islam yang darahnya terlindungi.
Saya berpendapat makruh menyerangnya, sebagai langkah kehati-hatian. Karena bila di dalamnya tidak ada orang Islam, kita boleh melewatkan dan tidak memeranginya, sebagaimana boleh pula memerangi dengan cara yang tidak menimbulkan kehancuran masal seperti pembakaran dan penenggelaman."
Vonis Terberat, Setengah Diyat
(5). Berdasar seluruh keterangan ini, secara tinjauan syariat dan maslahat, operasi yang dilakukan oleh mujahidin sudah benar, sekalipun beberapa kaum muslimin jatuh sebagai korban. Atas dasar ini, mujahidin tidak melakukan kesalahan, sehingga tidak ada konskuensi hukum apapun terhadap kaum muslimin yang jatuh sebagai korban ; baik hukum qisash, diyat maupun kafarat.
Namun taruhlah ada pihak-pihak yang tidak bisa menerima seluruh penjelasan ini, maka maksimal jatuhnya sebagian kaum muslimin dalam operasi tersebut disebut sebagai sebuah pembunuhan tidak sengaja. Sebagian ulama menyatakan mujahidin tidak perlu membayat diyat dan kafarah, sebagian ulama menyatakan mujahidin perlu membayar kafarah dan pendapat yang paling berat menyatakan mujahidin membayar setengah diyat.298
Demikian konskuensi hukum bila operasi jihad ini dianggap sebagai pembunuhan tidak sengaja. Meskipun menurut tinjauan syariat dan masalahat, mujahidin meyakini operasi tersebut sudah benar, kondisi tatarus berlaku, syarat-syarat maslahat telah terpenuhi, dan peringatan akan adanya serangan sudah berkali-kali disampaikan ---baik oleh AS dan sekutu-sekutunya, maupun oleh para ulama mujahidin---, sehingga mereka tidak terkena kewajiban qisash, diyat maupun kafarah.
Pendapat paling berat yang menerangkan kewajiban membayar setengah diyat bila membunuh kaum muslimin yang bercampur baur dengan kaum kafir, adalah hadits riwayat At-Tirmidzi dan Abu Daud :
عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ سَرِيَّةً إِلَى خَثْعَمٍ فَاعْتَصَمَ نَاسٌ بِالسُّجُودِ فَأَسْرَعَ فِيهِمُ الْقَتْلَ, فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَ لَهُمْ بِنِصْفِ الْعَقْلِ, وَقَالَ أَنَا بَرِيءٌ مِنْ كُلِّ مُسْلِمٍ يُقِيمُ بَيْنَ أَظْهُرِ الْمُشْرِكِينَ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلِمَ ؟ قَالَ لَا تَرَايَا نَارَاهُمَا.
Dari Jarir bin Abdilah bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam mengirim sebuah ekspedisi perang ke suku Kats'am. Sebagian penduduk menyelamatkan diri dengan sujud, namun ekspedisi tersebut segera membunuh mereka. Berita itu sampai kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam, maka beliau memerintahkan membayar setengah akal (diyat). Beliau bersabda," Saya berlepas diri dari seorang muslim yang tinggal di tengah-tengah kaum musyrik."
Para sahabat bertanya," Ya Rasulullah, kenapa ?" Beliau menjawab," Agar api (asap dapur) keduanya (muslim dan musyrik) tidak saling terlihat."299
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ أَمَّا بَعْدُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ جَامَعَ الْمُشْرِكَ وَسَكَنَ مَعَهُ فَإِنَّهُ مِثْلُهُ. وفي رواية الترمذي : لَا تُسَاكِنُوا الْمُشْرِكِينَ وَلَا تُجَامِعُوهُمْ فَمَنْ سَاكَنَهُمْ أَوْ جَامَعَهُمْ فَهُوَ مِثْلُهُمْ.
Dari Samurah bin Jundab, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda,"Barang siapa berkumpul dan tinggal bersama aorang musyrik, ia seperti sorang musyrik tersebut."
Dalam riwayat Tirmidzi tanpa sanad," Jangan tinggal bersama orang-orang musyrik ! Jangan pula berkumpul bersama mereka ! Barang siapa tinggal atau berkumpul bersama mereka, ia seperti mereka."300
Imam Al-Mubarakfuri301 dalam Tuhfatul Ahwadzi Syarhu Sunan Tirmidzi V/189 menerangkan makna hadits Jabir di atas dengan menulis :
" (Sebagian penduduk menyelamatkan diri dengan sujud) maksudnya penduduk muslim yang tinggal di tengah orang-orang kafir. Mereka bersujud dengan asumsi pasukan Islam akan membiarkan dan tidak membunuh kita saat melihat kita bersujud, karena shalat adalah tanda keimanan.
(Beliau memerintahkan membayar setengah akal) maksudnya setengah diyat. Pengarang Fathul Wadud menyatakan, karena mereka membantu (pembunuhan) diri mereka dengan tinggal di tengah orang-orang kafir. Maka mereka seperti orang yang terbunuh karena perbuatan diri sendiri dan perbuatan orang lain, sehingga setengah diyatnya gugur.
(Agar api (asap dapur) keduanya (muslim dan musyrik) tidak saling terlihat) Pengarang An-Nihayah (fi Gharibil Hadits, pent) menyatakan, maksudnya rumah seorang muslim harus berjauhan dari sumah seorang musyrik. Ia tidak boleh tinggal di sebuah tempat, di mana bila ia menyalakan api dapur, asapnya membumbung dan terlihat oleh orang musyrik yang sedang menyalakan api dapur rumahnya. Seharusnya, ia tinggal bersama kaum muslimin. Hadits ini menghasung untuk hijrah.
Imam Al-Khatabi berkata," Makna hadits ini ada tiga :
-
Hukum keduanya tidak sama.
-
Allah membedakan negeri Islam (darul Islam) dengan negeri kafir (darul-kufri). Maka seorang muslim tidak boleh tinggal bersama orang-orang kafir di negeri mereka. Sehingga ketika mereka menyalakan api dapur, ia bisa melihatnya sehingga dianggap sebagai bagian dari mereka.
-
Seorang muslim tidak boleh memiliki sifat orang musyrik, dan tidak boleh menyerupai perangai dan penampilan fisik mereka."
Imam Ibnu Qayyim dalam Hasyiyah 'Ala Sunan Abi Daud (dicetak dibawah 'Aunul Ma''bud) 7/218 berkata :
" Sebagian ulama menyatakan, Rasulullah memerintahkan membayar setengah diyat bagi mereka setelah beliau mengetahui keislaman mereka, karena mereka telah membantu pembunuhan atas diri mereka sendiri dengan tinggal di tengah orang-orang kafir. Maka, mereka seperti orang yang terbunuh karena perbuatan diri mereka sendiri dan perbuatan orang lain. Penjelasan sebagian ulama ini sangat bagus.
Hal yang nampak jelas dari makna hadits ini, bahwa api dapur merupakan lambang saat singgah dan alamat sebuah kaum. Api dapur mengundang orang lain untuk mendatangi mereka. Seorang yang datang di waktu malam (musafir) akan akrab kepadanya. Jika ia telah tersisa dengannya (dengan kedinginan dan tiadanya api), ia akan bertetangga dan berdamai dengan mereka.
Api orang-orang musyrik mengajak kepada setan dan api neraka akhirat, karena ia dinyalakan dalam bermaksiat kepada Allah. Sementara api orang-orang beriman mengajak kepada Allah, ketaatan kepada-Nya dan meninggikan dien-Nya. Lantas, bagaimana kedua api yang demikian keadaannya ini bisa bersatu ?
Sabda beliau ini termasuk perkataan yang paling fasih dan agung, mengandung makna yang agung dan banyak dalam ungkapan yang pendek. Imam Nasai telah meriwayatkan sebuah hadits dari Bahz bin Hakim dari bapaknya (Hakim bin Mu'awiyah) dari kakeknya (Mu'awiyah bin Haidah) :
قُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ, مَا أَتَيْتُكَ حَتَّى حَلَفْتُ أَكْثَرَ مِنْ عَدَدِهِنَّ لِأَصَابِعِ يَدَيْهِ, أَلَّا آتِيَكَ وَلَا آتِيَ دِينَكَ, وَإِنِّي كُنْتُ امْرَأً لَا أَعْقِلُ شَيْئًا إِلَّا مَا عَلَّمَنِي اللَّهُ وَرَسُولُهُ. وَإِنِّي أَسْأَلُكَ بِوَجْهِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ. بِمَا بَعَثَكَ رَبُّكَ إِلَيْنَا؟ قَالَ بِالْإِسْلَامِ.
قُلْتُ وَمَا آيَاتُ الْإِسْلَامِ؟ قَالَ أَنْ تَقُولَ أَسْلَمْتُ وَجْهِي إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَتَخَلَّيْتُ وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ كُلُّ مُسْلِمٍ عَلَى مُسْلِمٍ مُحَرَّمٌ أَخَوَانِ نَصِيرَانِ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ مُشْرِكٍ بَعْدَمَا أَسْلَمَ عَمَلًا أَوْ يُفَارِقَ الْمُشْرِكِينَ إِلَى الْمُسْلِمِينَ
Mu'awiyah bin Haidah," Wahai Nabiyullah ! Saya tidak mendatangi anda kecuali setelah bersumpah sebanyak jari-jari tanganku bahwa aku tidak akan mendatangi anda dan agama anda. Saya ini seorang yang tidak memahami apapun selain yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya kepada saya. Saya bertanya kepada anda dengan wajah Allah, dengan apa Rabb anda mengutus anda ?
Rasulullah," Dengan Islam."
Mu'awiyah," Apa tanda-tanda Islam ?"
Rasulullah," Engkau ucapkan "aku serahkan wajahku kepada Allah dan aku lepaskan (seluruh kesyirikan)", engkau tegakkan shalat dan engkau tunaikan zakat. Setiap muslim atas muslim yang lain adalah haram (darah, harta dan kehormatannya). Seorang muslim atas muslim yang lain adalah dua saudara yang saling menolong. Allah tidak akan menerima amalan apapun yang dilakukan oleh seorang musyrik yang masuk Islam, sampai ia memisahkan diri dari orang-orang musyrik dan bergabung dengan kaum muslimin."302
Respon yang Proporsional
Inilah petunjuk Rasulullah Shallalahu 'alahi wa salam. Beliau memerintahkan para sahabat membayar setengah diyat bagi kaum muslimin yang menjadi korban. Namun, beliau juga memberi peringatan keras terhadap kaum muslimin yang tinggal bersama kaum kafir.
" Saya berlepas diri dari seorang muslim yang tinggal di tengah-tengah kaum musyrik."
Beliau tidak mencela, menyalahkan, menghujat, mengutuk atau berlepas diri dari para sahabat yang berperang dan membunuh sebagian kaum muslimin yang tinggal bersama orang-orang kafir Bani Khats'am tersebut.
Padahal beliau pernah mencela dengan keras sahabat Usamah bin Zaid yang membunuh seorang musyrik yang mengucapkan dua kalimat syahadat saat terjepit dalam peperangan.
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ :بَعَثَنَا رَسُوْلُ اللهِ اِلَى الْحَرْقَةَ مِنْ جُهَيْنَةَ فَصَبَّحْنَا الْقَوْمَ فَهَزَمْنَاهُمْ وَلَحِقْتُ اَنَا وَرَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَاِر رَجُلًا مِنْهُمْ فَلَمَّا غَشَيْنَاهُ قَالَ لَا اِلَهَ إِلَّا اللهُ. فَكَفَّ عَنْهُ الْأَنْصَارُ وَطَعَنْتُهُ بِرُمْحِي حَتَى قَتَلْتُهُ. فَلَمَّا قَدِمْنَا بَلَغَ ذَلِكَ النَّبِي صلى الله عليه وسلم فَقَالَ ليِ : يَا أُسَامَةُ أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ ؟ قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّمَا كَانَ مُتَعَوِّذًا. قَالَ : أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللهُ ؟ فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنِّي لَمْ أَكُنْ أَسْلَمْتُ قَبْلَ ذَلِكَ الْيَوْمِ.
Dari Usamah bin Zaid ia berkata,” Rosululloh shalallahu ‘alaihi wasallam mengutus kami ke Huroqoh dari Juhainah. Lalu kami menyergap mereka di waktu pagi dan mengalahkan mereka. Lalu saya bersama orang anshor mengejar seseorang dari mereka. Setelah kami menguasainya, ia mengucapkan laa ilaaha illalloh. Orang anshor tersebut tidak menahan dirinya (tidak membunuhnya), maka kutusuk ia dengan tombakku sampai mati.
Ketika kami sampai di Madinah dan berita itu sampai kepada Rosululloh shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda kepadaku:“Wahai Usamah, apakah kau bunuh padahal dia telah mengucapkan laa ilaaha illalloh?” Lalu kujawab,” Wahai Rosululloh, ia mengatakannya hanya untuk melindungi dirinya.” Beliau bersabda lagi,” Wahai Usamah, apakah kau bunuh padahal dia telah mengucapkan laa ilaaha illalloh?” Rosululloh shalallahu ‘alaihi wasallam terus mengulang-ulangnya sampai-sampai saya berangan-angan seandainya aku tidak masuk Islam sebelum hari itu.303
Dalam riwayat Muslim :
أَقَالَ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَقَتَلْتَهُ ؟ قُلْتُ :بَا رَسُولَ اللهِ إِنَّمَا قَالَهَا خَوْفًا مِنَ السِّلَاحِ. قَالَ : أََفَلَا شَقَقْتَ عَنْ قَلْبِهِ حَتَّى تَعْلَمَ أَقَالَهَا أَمْ لَا.
“ Apakah ia sudah mengucapkan laa ilaaha illalloh lalu tetap kamu bunuh ?” Usamah menjawab,”Ya Rasulullah, ia mengucapkannya karena takut kepada senjata.” Rasulullah bersabda,” Apakah sudah kau belah dadanya sehingga kamu mengetahui ia mengatakanmnya atau tidak.”304
Beliau juga berlepas diri dari Khalid bin Walid saat membunuh orang-orang musyrik Bani Judzaimah yang tidak bisa mengucapkan "kami masuk Islam". Beliau membayar diyat penuh atas peristiwa itu, dan bahkan berdoa," Ya Allah, aku berlepas diri kepada-Mu dari apa yang dilakukan Khalid."
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ : بَعَثَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم خَالِدَ بْنَ الْوَلِيْدِ اِلَى بَنِي جُذَيْمَةَ فَدَعَاهُمْ اِلَى الْإِسْلَامِ فَلَمْ يُحْسِنُوا أَنْ يَقُوْلُوْا أَسْلَمْنَا. فَجَعَلُوا يَقُوْلُوْنَ صَبَأْنَا صَبأْنَا. فَجَعَلَ خَالِدٌ يَقْتُلُ فِيْهِمْ وَ يَأْسِرُ وَدَفَعَ اِلَى كُلِّ رَجُلٍ مِنَّا أَسِيْرَهُ. حَتَّى إِذَا كَانَ يَوْمٌ أَمَرَ خَالِدٌ أَنْ يَقْتُلَ كُلُّ رَجُلٍ مِنَّا أَسِيْرَهُ. فَقُلْتُ : وَاللهِ لَا أَقْتُلُ أُسِيْرِي وَلَا يَقْتُلُ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِي أَسِيْرَهُ حَتَّى قَدِمْنَا عَلَى النَّبِي فَذَكَرْنَاهُ. فَرَفَعَ النَّبِي يَدَيْهِ فَقَالَ : اَللَّهُمَّ إِنِّي أَبْرَأُ إِلَيْكَ مِمَّا صَنَعَ خاَلِدٌ.
Dari Abdullah Ibnu Umar ra. Ia berkata,” Rasulullah mengutus Kholid bin Al-Walid ke Bani Judzaimah. Ia mengajak mereka untuk masuk Islam.Mereka tidak bisa mengucapkan أَسْلَمْنَا (Kami masuk Islam), Mereka hanya bisa mengucapkan ” صَبَأْنَا صَبأْنَا “. Maka Khalid membunuh sebagian mereka dan menawan sebagian lainnya. Ia menyerahkan seorang tawanan kepada masing-masing kami. Suatu hari Khalid memerintahkan setiap kami untuk membunuh tawanan masing-masing, namun kukatakan,” Demi Allah, saya tidak akan membunuh tawananku dan setiap sahabatku tak akan membunuh tawanannya.” (Perkara itu kami tangguhkan) hingga kami datang kepada nabi dan kami menceritakannya kepada beliau. Ketika itu Rosululloh mengangkat kedua tangannya dan berdoa,” Ya Allah. Aku berlepas diri dari perbuatan Khalid.”305
Sungguh berbeda sekali apa yang dilakukan kaum muslimin zaman sekarang dengan petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam. Saat mujahidin melakukan serangan kepada orang-orang kafir dan sebagian kaum muslimin jatuh sebagai korban, para tokoh masyrakat, pemerintahan, organisasi dan partai Islam berlomba-lomba untuk mengecam, mengutuk dan mengharamkan operasi tersebut. Bahkan, mereka bahu membahu dengan orang-orang kafir dan murtad untuk memberantas dan memerangi mujahidin. Ironsinya, mereka sama sekali tidak mencela, mengutuk dan memerangi orang-orang kafir tersebut. Pun, tidak mencela, mengutuk dan berlepas diri dari kaum muslimin yang tinggal, membantu dan bekerja untuk orang-orang kafir tersebut.
Bagaimana sebuah ibadah yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya dicela, dikutuk, dimusuhi dan diperangi ? Sementara kekafiran, kezaliman terhadap umat Islam di seantero dunia, tinggal dan bekerja untuk orang-orang kafir tidak perangi ? Bahkan dicela dan dikutukpun tidak ? Sungguh, akal dan agama manusia sudah berubah.
Wallahu a'lam bish shawab.
Dostları ilə paylaş: |