وَ قَاتِلُوْا فِي سَبِيْلِ اللهِ الذِيْنَ يُقَاتَلُوْنَكُمْ
“ Dan berperanglah di jalan Alloh melawan orang-orang yang memerangi kalian.” (QS. Al-Baqoroh: 190)
فَإِنِ اعْتَزَلُوكُمْ فَلَمْ يُقَاتِلُوكُمْ وَأَلْقَوْا إِلَيْكُمُ السَّلَمَ فَمَا جَعَلَ اللهُ لَكُمْ عَلَيْهِمْ سَبِيلاً {90} سَتَجِدُونَ ءَاخَرِينَ يُرِيدُونَ أَن يَأْمَنُوكُمْ وَيَأْمَنُوا قَوْمَهُمْ كُلَّ مَارُدُّوا إِلَى الْفِتْنَةِ أُرْكِسُوا فِيهَا فَإِن لَّمْ يَعْتَزِلُوكُمْ وَيُلْقُوا إِلَيْكُمُ السَّلَمَ وَيَكُفُّوا أَيْدِيَهُمْ فَخُذُوهُمْ وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأُوْلاَئِكُمْ جَعَلْنَا لَكُمْ عَلَيْهِمْ سُلْطَانًا مُّبِينًا
“ Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum,yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk melawan dan membunuh) mereka. (90)
Kelak kamu akan dapati (golongan-golongan) yang lain, yang bermaksud supaya mereka aman dari pada kamu dan aman(pula) dari kaumnya. Setiap mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik), merekapun terjun ke dalamnya. Karena itu jika mereka tidak membiarkan kamu dan (tidak) mau mengemukakan perdamaian kepadamu, serta (tidak) menahan tangan mereka (dari memerangimu), maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka dimana saja kamu menemui mereka, dan merekalah orang-orang yang kami berikan kepadamu alasan yang nyata (untuk menawan dan membunuh) mereka. " [QS. An Nisa’ :90-91].
[4]- Diwajibkan memerangi seluruh orang musyrik meskipun mereka tidak memerangi kaum muslimin, termasuk memerangi mereka di negeri mereka, sampai mereka mau masuk Islam atau membayar.
Inilah fase terakhir perintah jihad yang turun sebelum Rasulullah wafat. Fase ini merupakan fase niha’i (final, terakhir) perintah jihad, yang ditandai dengan turunnya ayat saif (pedang), yaitu firman Alloh :
فَإِذَا انْسَلَخَ اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ وَخُذُوْهُمْ وَاحْصُرُوْهُمْ وَاقْعُدُوْا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ
“ Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyirikin di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian.” (At-Taubah: 5).
Allah juga berfirman :
قَاتِلُوا الَّذِينَ لاَيُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَلاَيُحَرِّمُونَ مَاحَرَّمَ اللهُ وَرَسُولُهُ وَلاَيَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
“ Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) pada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah Dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (At-Taubah: 29)
Dalam hadits shahih Rasulullah bersabda :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ
“ Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka menyaksikan tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Bila mereka telah melakukan hal itu, maka mereka telah menjaga darah dan harta mereka, sementara perhitungan amal mereka di sisi Allah.”44
اغْزُوا بِاسْمِ اللَّهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تَغْدِرُوا وَلَا تَمْثُلُوا وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا
“ Berperanglah di jalan Allah, dengan nama Allah, perangilah orang yang kafir (tidak beriman kepada Allah), berperanglah dan janganlah kalian mengambil harta rampasan perang sebelum dibagikan, jangan mengkhianati perjanjian, jangan mencincang, jangan membunuh anak-anak!.”45
Imam Ibnu Qoyyim meringkasnya dalam perkataan beliau :
وَكَانَ مُحَرَّماً ثُمَّ مَأْذُوناً بِهِ ثُمَّ مَأْمُوراً بِهِ لِمَنْ بَدَأَهُمْ بِالْقتِاَلِ ثُمَّ مَأْمُوراً بِهِ لِجَمِيعِ اْلمُشْرِكِينَ
“ Jihad itu awalnya diharamkan, lalu diijinkan, lalu diperintahkan melawan orang yang menyerang terlebih dahulu, lalu diperintahkan untuk memerangi seluruh orang-orang musyrik.”46
Ibnu Qoyyim berkata,“ Maka keadaan orang kafir setelah turun surat At-Taubah ditetapkan menjadi tiga kelompok, yaitu Muharibin, Ahlu ‘Ahdin dan Ahlu Dzimmah. Ahlul ‘Ahdi wash Shulhi (dianggap) tergabung ke dalam negara Islam, maka orang kafir tinggal dua macam saja yaitu Muharibin dan Ahludz Dzimmah.”47
Ketika menafsirkan firman Alloh (فَإِذَا انْسَلَخَ اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ) Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu..”(At-Taubah: 5), imam Ibnul ‘Arobi berkata,“ Ayat ini menasakh seratus empat belas ayat.”48
Imam Ibnu Athiyah berkata tentang ayat saif :
وَهَذِهِ اْلآيَةُ نَسَخَتْ كُلَّ مُوَادَعَةٍ فِي اْلقُرْآنِ أَوْ مَا جَرَى مَجْرَى ذَلِكَ، وَهِيَ عَلَى مَا ذُكِرَ مِائَةُ آيَةٍ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ آيَةً
“ Ayat ini menaskh seluruh ayat Al Qur’an yang memerintahkan perjanjian damai dan hal yang semakna dengannya, yang menurut para ulama berjumlah 114 ayat.”49
Imam Ath Thabari mengatakan tentang QS. Al Baqarah :109 :
فَنَسَخَ اللهُ جَلَّ ثَنَاؤُهُ الْعَفْوَ عَنْهُمْ وَالصَّفْحَ بِفَرْضِ قِتَالِهِمْ حَتىَّ تَكُونَ كَلِمَتُهُمْ وَكَلِمَةُ اْلمُؤْمِنِينَ وَاحِدَةً أَوْ يُؤَدُّوا اْلجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ صِغَاراً
“ Allah Ta’ala menaskh perintah memaafkan dan membiarkan dengan mewajibkan mereka memerangi orang-orang musyrik sampai kalimat (dien) mereka dan kalimat (dien) kaum muslimin satu atau mereka membayar jizyah dalam keadaan hina.” Beliau kemudian menyebutkan bahwa perkataan Ibnu Abbas, Qatadah, dan Rabi’ bin Anas yang menunjukkan ayat saif telah menaskh ayat-ayat yang memerintahkan untuk memaafkan."50
Imam Al Qurthubi mengatakan tentang QS. Al Baqarah ;109 :
هَذِهِ اْلآيَةُ مَنْسُوخَةٌ بِقَوْلِهِ : قَاتِلُوا الَّذِينَ لاَيُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَلاَيُحَرِّمُونَ مَاحَرَّمَ اللهُ وَرَسُولُهُ وَلاَيَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ، عَنِ بْنِ عَبَّاٍس وَقِيلَ : النَّاسِخُ لَهَا: فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ
“ Ayat ini telah dinaskh oleh ayat “ Perangilah orang-orang yang tidak beriman..dalam keadaan hina.” [QS. At Taubah :28]. Inilah pendapat Ibnu Abbas. Ada juga yang berpendapat bahwa yang menaskh adalah firman Allah,” Maka bunuhlah orang-orang musyrik.” [QS. At Taubah :5].51
Tentang firman Allah QٍS. At Taubah 73 :
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
“ Wahai nabi, berjihadlah melawan orang-orang kafir dan munafik dan perlakuan mereka secara keras (tegas).” Imam Al Qurthubi mengatakan :
وَهَذِهِ اْلآيَةُ نَسَخَتْ كُلَّ شَيْءٍ مِنَ اْلعَفْوِ وَالصَّفْحِ
“ Ayat ini menaskh setiap ayat yang memerintahkan untuk memaafkan dan membiarkan.”52
Begitu juga dengan imam Ibnu Katsir. Setelah menyebutkan pendapat Ibnu Abbas yang menyatakan ayat saif telah menaskh seluruh ayat yang memerintahkan bersabar dan tidak melawan, beliau berkata :
وَكَذَا قَالَ أَبُو ْالعَالِيَةَ وَالرَّبِيعُ بْنُ أَنَسٍ وَقَتَادَةُ وَالسُّدِّيُّ :إِنَّهَا مَنْسُوخَةٌ بِآيَةِ السَّيْفِ،وَيُرْشِدُ إِلَى ذَلِكَ أيَْضاً قَولُهُ تَعَالَى: حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ
“ Demikian juga pendapat imam Abu Aliyah, Rabi’ bin Anas, Qatadah dan As Sudi bahwa ayat-ayat memaafkan telah dinaskh oleh ayat saif. Hal ini juga ditunjukkan oleh ayat,” Sampai datangnya perintah Allah.”53
Imam Ibnu Hazm juga mengatakan :
وَنُسِخَ اْلمَنْعُ مِنَ الْقِتَالِ بِإِيجَابِهِ
“ Larangan berperang telah dinaskh oleh perintah yang mewajibkan perang.”54
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan ;
… فَأَمْرُهُ لَهُمْ بِالْقِتَالِ نَاسِخٌ ِلأَمْرِهِ لَهُمْ بِكَفِّ أَيْدِيهِمْ عَنْهُمْ
“ Perintah Allah kepada mereka untuk berperang merupakan naskh atas perintah-Nya untuk menahan tangan mereka.”55
Tentang QS. Ali Imran ayat 186, beliau berkata ;
إِنَّ هَذِهِ اْلأَيَةَ وَمَا شَابَهَهَا مَنْسُوخٌ مِنْ بَعْضِ الْوُجُوهِ
“ Ayat ini dan ayat-ayat serupa telah dinaskh dari berbagai alasan.”56
Imam As Suyuthi di dalam kitabnya Al-Iklil fis Timbatit Tanziil dan At-Tahbir Fii ‘ilmit Tafsiir juga menyatakan ayatus saif telah menasakh ayat-ayat yang memerintahkan untuk memaafkan, berlapang dada dan berdamai. Ketika menerangkan QS. At Taubah :5 “…maka bunuhlah orang-orang musyrik di mana saja kalian jumpai mereka.” beliau berkata:
هَذِهِ آيَةُ السَّيْفِ النَّاسِخَةِ ِلآيَاتِ اْلعَفْوِ وَالصَّفْحِ وَاْلإِعْرَاضِ وَالْمُسَالَمَةِ، وَاسْتَدَلَّ بِعُمُومِهَا اْلجُمْهُورُ عَلَى قِتَالِ التُّرْكِ وَالْحَبَشَةِ
” Ayat ini adalah ayatus saif yang telah menasakh ayat-ayat yang berkenaan dengan memberikan maaf, berlapang dada, berpaling dan berdamai. Berdasar keumuman ayat ini, mayoritas ulama berpendapat untuk memerangi bangsa Turki dan Habasyah.”57
Para ulama salafu sholih yang menyatakan bahwa ayat saif telah menasakh (menghapus seluruh fase ayat-ayat jihad sebelumnya) adalah :
-
Imam Adh-Dhohak bin Muzahim (Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’anul Adzim 4/134),
-
Imam Ar-Robi’ bin Anas (Al-Baghowi, Ma’alimu Tanzil 2/269, Multan, Idaarotu Ta’lifat Asyrafiyah, tahqiq ; Marwan Suwar dan Khalid Abdurahman Al ‘Ak),
-
Imam Mujahid dan Abul ‘Aliyah (Asy-Syaukani, Fathul Qodir 1/162, Beirut, Daarul Kutub Al Ilmiyah, cet 1:1415 /1994),
-
Imam Al-Hasan ibnul Fadl (Al-Qurthubi, Al Jami’u li Ahkamil Qur’an 13/73, Al Baghawi 2/269),
-
Imam Ibnu Zaid (Al-Qurthubi, 2/339),
-
Imam Musa bin ‘Uqbah, Ibnu ‘Abbas, Al-Hasan, ‘Ikrimah, dan Qotadah (Asy Syaukani, Fathul Qodir I/497, Mahmud Al Alusi, Ruuhul Ma’ani Fi tafsiri Al Qur’anil Adzim wa Sab’il Matsani 1/357, Beirut, Daarul Fikr, 1408 /1987),
-
Imam Ibnul Jauzi dan ‘Atho’ (Al-Baghowi 3/122).
Pendapat ini juga dikatakan oleh ;
-
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Ibnu Taimyah, Al-Ihtijaj bil Qodar hal. 36),
-
Imam Asy-Syaukani (Fathul Qodir 1/162),
-
Imam Al-Qurthubi (Tafsir Al-Qurthubi 2/331),
-
Imam As Suyuthi (Ad Durul Mantsur fi Tafsir Al Ma’tsur 1/262, Beirut, Daarul Fikr, 1993/1414), dan para ulama’ dari berbagai masa.
Beberapa ulama’ salaf sholih bahkan telah menyatakan adanya ijma’ (kesepakatan seluruh ulama mujtahidin) tentang mansukh (telah dihapusnya) hukum-hukum jihad sebelum hukum yang terakhir.
Imam Al Jashash mengatakan tentang QS. An Nisa’ 90:
وَلاَ نَعْلَمُ أَحَداً مِنَ الْفُقَهَاءِ يَحْظَرُ قِتَالَ مَنِ اعْتَزَلَ قِتَالَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، وَإِنَّمَا اْلخِلاَفُ فِي جَوَازِ تَرْكِ قِتَالِهِمْ لاَ فِي حَظَرِهِ. فَقَدْ حَصَلَ اْلاِتِّفَاقُ مِنَ اْلجَمِيعِ عَلَى نَسْخِ حَظَرِ الْقِتَالِ لِمَنْ كَانَ وَصْفُهُ مَا ذَكَرْنَا
“ Kami tidak mengetahui ada seorang ulamapun yang melarang memerangi orang-orang kafir yang tidak memerangi kita. Justru yang diperselisihkan adalah boleh tidaknya tidak memerangi mereka, bukan larangan memerangi mereka. Karena telah menjadi kesepakatan semua ulama tentang dinaskhnya larangan memerangi orang kafir yang keadaannya seperti kami sebutkan tadi.”58
Imam Shodiq Hasan Khan Al-Bukhori mengatakan :
وَمَا وَرَدَ فِي مُوَادَعَتِهِمْ أَوْ فِي تَرْكِهِمْ إِذَا تَرَكُوا اْلمُقَاتَلَةَ فَذَلِكَ مَنْسُوخ ٌباِتِّفَاقِ الْمُسْلِمِينَ
“ Adapun riwayat tentang berdamai dan membiarkan (tidak memerangi) orang-orang kafir apabila mereka tidak memerangi (kaum muslimin), maka hal itu telah mansukh berdasar kesepakatan seluruh kaum muslimin.” 59
Syaikhul mufasirin imam Ibnu Jarir ketika menafsirkan QS. Al Jatsiyah 14, berkata :
وَهَذِهِ اْلآيَةُ مَنْسُوخَةٌ بِأَمْرِ اللهِ بِقِتَالِ اْلمُشْرِكِينَ، وَإِنَّمَا قُلْنَا هِيَ مَنْسُوخَةٌ ِلإِجْمَاعِ أَهْلِ التَّأْوِيلِ عَلَى أَنَّ ذَلِكَ كَذَلِكَ
” Ayat ini telah mansukh dengan perintah Alloh untuk memerangi orang-orang musyrik, sesuai dengan ijma’ ulama takwil (mufasirin) atas hal itu.”60
Imam Asy-Syaukani mengatakan :
أَمَّا غَزْوُ الْكُفَّارِ وَمُنَاجَزَةُ أَهْلِ الْكِتَابِ وَحَمْلُهُمْ عَلَى ْالإِسْلاَمِ أَوْ تَسْلِيمِ الْجِزْيَةِ أََوِ الْقَتْلِ فَهُوَ مَعْلُومٌ مِنَ الضَّرُوْرَةِ الدِّيْنِيَّةِ ... وَمَا وَرَدَ فِي مُوَادَعَتِهِمْ أَوْ تَرْكِهِمْ إِذَا تَرَكُوا ْالمُقَاتَلَةَ فَذَلِكَ مَنْسُوخٌ بِإِجْمَاعِ اْلمُسْلِمِينَ بِمَا وَرَدَ مِنْ إِيْجَابِ الْمُقَاتَلَةِ لَهُمْ عَلَى كُلِّ حَالٍ مَعَ ظُهُورِ الْقُدْرَةِ عَلَيهِمْ وَالتَّمَكُّنِ مِنْ حَرْبِهِمْ وَقَصْدِهِمْ إِلَى دِيَارِهِمْ
” Menyerang orang-orang kafir dan ahli kitab serta membawa mereka (untuk memilih salah satu dari tiga pilihan, pent) : masuk kepada agama Islam, atau membayar jizyah atau bunuh (perang), merupakan al-ma'lum min ad-dien bi-dharurah (perkara yang sangat jelas dalam agama, diketahui oleh orang awam maupun ulama) … dalil yang menyebutkan meninggalkan dan membiarkan mereka jika mereka tidak memerangi, sudah mansukh berdasar ijma’ kaum muslimin dengan dalil yang mewajibakn memerangi mereka apapun kondisinya selama memiliki kemampuan dan sanggup memerangi mereka di negeri mereka.”61
Catatan Penting
Perlu dipahami bahwa yang dimaksud dengan naskh ketiga fase jihad pertama, adalah wajib hukumnya memerangi orang-orang musyrik setelah sebelumnya dilarang atau diperbolehkan sekedar untuk membela diri saja.
Jadi, yang dimansukh adalah mencukupkan diri dengan dakwah lisan dan jihad membela diri semata (jihad defensif). Dengan adanya hukum naskh ini, maka memerangi orang-orang musyrik hukumnya wajib sekalipun mereka tidak memerangi umat Islam. Meski demikian, hukum berdakwah dengan lisan dan jihad defensif tetap berlaku, hanya saja ditambah dengan satu kewajiban baru yaitu memerangi orang-orang musyrik sekalipun mereka tidak memerangi umat Islam (jihad ofensif).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan :
“ Sebagian orang mengatakan ayat-ayat yang memerintahkan mendebat orang kafir telah dinaskh oleh ayat saif karena mereka meyakini bahwa perintah untuk memerangi berarti meniadakan perintah mendebat. Pendapat ini salah, karena sebuah naskh terjadi bila hukum yang menaskh bertolak belakang dengan hukum yang dimansukh, sebagaimana perintah menghadap ke masjidil haram dalam sholat bertolak belakang dengan perintah menghadap ke Masjidil Aqsho, dan seperti firman Allah (tahanlah tangan-tangan kalian…) yang bertolak belakang dengan perintah (perangilah mereka…),
Sebagaimana firman Allah (Tidakkah kau melihat orang-orang yang diperintahkan untuk menahan tangan-tangan mereka, mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Ketika diwajibkan atas mereka berperang, mereka takut kepada manusia sebagaimana takutnya mereka kepada Allah atau bahkan lebih takut lagi…” (QS. An Nisa’ :77). Perintah Allah Ta’ala untuk berperang menaskh perintah-Nya untuk menahan tangan-tangan mereka.
Adapun perintah Allah,” Serulah mereka kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan peringatan yang baik dan debatlah mereka dengan debat yang lebih baik” (QS. An Nahl :125) dan firman-Nya,” dan janganlah kalian mendebat ahlu kitab kecuali dengan cara yang lebih baik…” (QS. Al Ankabut :46), maka kedua ayat ini tidak bertolak belakang dengan perintah berjihad melawan orang-orang yang diperangi. (Yang ada) Perintah jihad itu bertolak belakang dengan larangan berjihad dan perintah untuk sekedar berdebat saja.”
Beliau lalu menyebutkan beberapa cara mengkompromikan antara perintah berjihad dan perintah berdebat. Cara kelima adalah :
“ Cara kelima : Yang dimasukh adalah (perintah untuk) mencukupkan diri dengan sekedar berdebat saja.”62
[3].
'Ilah (Sebab) diperintahkan Jihad
Definisi 'Ilah (Sebab Hukum)
‘Ilah adalah sebuah sifat yang nampak dan terindrai, yang menjadi dasar ada atau tidaknya sebuah hukum. Dalam kaedah ushul disebutkan :
Dostları ilə paylaş: |