Fathimah berkata kepada khalifah Abu Bakar, “Berikan tanah Fadak itu kepadaku, karena Rasulullah telah menyimpannya untukku!” Fathimah mengajukan Ali sebagai saksi tetapi Abu Bakar meminta saksi lain. la menghadirkan Ummu Aiman- Abu Bakar berkata, “Wahai, putri Rasullullah! Engkau mengetahui bahwa bukti ini tidak kuat kecuali diberikan oleh satu lelaki dan dua orang perempuan.”
Mendengar hal ini Fathimah pergi. Dari pernyataan ini, Fathima berkata kepada Abu Bakar, “Berikanlah Fadak itu kepadaku karuna Rasulullah telah menyimpannya untukku!” Sebagai jawabannya Fathima diminta menghadirkan saksi yang kemudian ditolak.
Fathimah berkata kepada Abu Bakar, “Berikan Fadak kepadaku karena Rasulullah telah memberikannya padaku!” Abu Bakar meminta bukti. Fathimah menghadirkan Ummu Aiman dan Rubab, gadis budak yang dibebaskan Nabi Muhammad dan kuduanya memberi kesaksian. Abu Bakar berkata, “Bukti ini tidak mencukupi. Saksi harus terdiri dari satu orang laki-laki dan dua orang perempuan.
Dari kisah ini Fathimah berkata pada Abu Bakar, “Berikan Fadak kepadaku karena Rasulullah telah memberikanya padaku!” Artinya bahwa harta ini milik Fathimah dan berada di bawah kuasanya sejak Nabi Muhammad masih hidup dan tidak ada seorangpun yang menghilangkan hak Fathimah atas harta ini.
Fathimah menemui khalifah Abu Bakar dan bertanya, “Siapa yang akan menjadi pewarismu jika engkau wafat?” Abu Bakar menjawab, “Anak-anakku!” Fathimah berkata, “Lalu mengapa meski aku masih hidup, engkau telah menjadi pewaris ayahku?” Abu Bakar menjawab, “Wahai, putri Rasulullah! Demi Allah, aku tidak mewarisi emas atau perak atau harta benda lain dari ayahmu.” Fathimah berkata, “Khaibar adalah bagian kami dan tanah Fadak adalah hadiah bagi kami!” Abu Bakar berkata, “Wahai putri Rasulullah! Aku mendengar Rasulullah berkata, ‘Sumber penghidupan hanya diberikan ketika aku masih hidup. Sepeninggalku, semuanya akan aku berikan kepada kaum Muslimin.”‘
Dari kisah ini Fathimah bertanya kepada Abu Bakar, “Apa bila engkau wafat siapa yang menjadi pewarismu?” Abu Bakar menjawab, “Anak-¬anakku!” Fathimah yang berada di sana berkata, “Lalu mengapa engkau menjadi pewaris Rasulullah meski aku masih hidup?” Abu Bakar berkata, ‘ Aku mendengar Rasulullah berkata, `Sumber penghasilan ini diberikan ketika aku masih hidup. Sepeninggalku, harta ini harus diberikan kepada kaum Muslimin.”‘ Beberapa pertanyaan muncul dari dari kisah ini. Apakah setelah Nabi Muhammad wafat kebutuhan ekonomi keluarganya pun terhenti? Apakah Allah memberi kekecualian kepada keluarga Nabi Muhammad dalam ayat tentang warisan? Apakah ada ketentuan dalam Quran bahwa jika Abu Bakar wafat anak-anaknya mendapat warisan darinya sedangkan ketika Nabi wafat, putra-putrinya tidak mendapat warisan darinya?
Ayat ‘Karena engkau tidak mengerahkan kuda-kuda dan unta-unta (bahkan tidak berperang)....’ wilayah Fadak dan daerah-daerah Arab lainnya, secara khusus diberikan kepada Nabi Muhammad.
Menurut ayat ini, tanah Fadak dan beberapa wilayah Arab lainnya secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad.
Pada tahun 210 H Khalifah Makmun bin Harun Rasyid memberi perintah untuk menyerahkan Fadak kepada keturunan Nabi Muhammad dan menuliskan hal ini kepada Qasim bin Ja’far yang saat itu menjadi gubenur Madinah. Sebagai ulama agama dan keturunan Nabi Muhammad, Khalifah Makmun mematuhi dan melaksanakan sunnah. la keluarkan harta yang menjadi warisannya kepada orang lain sebagai sedekah. Khalifah Makmun hanya meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah agar setiap perbuatan yang ia lakukan senantiasa mendapatkan ridha¬Nya. Nabi Muhammad telah menghadiahkan tanah Fadak kepada putrinya, Fathimah.
Hadis ini terkenal dan tidak ada perbedaan di antara keturunan Nabi Muhammad. Berdasarkan hadis ini, Amirul Mukminin meminta tanah Fadak. Masalah ini sangat harus diselesaikan karena kecintaannya kepada Nabi Muhammad. Oleh karenanya, Amirul Mukminin menganggap penyerahan tanah Fadak kepada keturunan Fathimah, adalah wajib dan mempercayakan tanah ini kepada mereka agar Allah senantiasa ridha dengan menegakkan kebenaran dan keadilan dan menjaga keridhaan Nabi dengan melaksanakan perintahnya. Khalifah Makmun lalu meme¬rintahkan untuk mencatat hal ini dalam catatannya dan memberitahu para pegawainya.
Karena di setiap ibadah haji, sejak Nabi Muhammad wafat, diumumkan bahwa siapapun yang telah diberi sedekah atau dijanjikan sesuatu, ia harus datang dan permintaannya akan di terima, dan janjinya akan dipenuhi, maka Fathimah lebih berhak akan hal itu dan tuntutan atas harta yang telah diberikan kepadanya adalah benar.
Amirul Mukminin telah memerintahkan budaknya yang telah dibebaskan, Mubarak Thabari, agar tanah Fadak dengan seluruh hatas wilayah yang sesungguhnya, hak-hak yang ada di dalamnya, hara budak yang bekerja di sana, serta pajaknya harus diserahkan kohada keturunan Fathimah yaitu Muhammad bin Yahya bin Husain bin Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib karena Amirul Mukminin telah mempercayakan pengurusan permasalah ini kepada mereka.
Ketahuilah, ini adalah keputusan Amirul Mukminin dan Allah SWT telah mengingatkannya karena ketaatan dan ketundukan kepada¬Nya serta ketentuan yang Allah berikan melalui kedekatan yang ia rasakan dengan Allah dan Rasul-Nya. Anda harus menghargai Mubarak Thabari dan berurusan dengan Muhammad bin Yahya dan Muhammad bin yang telah ditunjuk Amirui Mukminin sebagai orang yang dipercaya dalam masalah yang sama sebagaimana anda berurusan dengan Mubarak Thabari, dan bekerja sama dengan mereka dalam, jika Allah menghendaki, pertumbuhan, kemajuan dan peningkatan hasil-hasil Fadak.
Maklumat ini ditulis pada hari Rabu, 2 Zulqaidah 210 H. Tetapi ketika Mutawakil menjadi khalifah. la mengambil alih tanah Fadak. Dari kisah ini, Khalifah Makmun telah mengeluarkan maklumat. la menulis kepada Gubenur Madinah Qasim bin Jafar untuk menyerahkan Fadak kepada keturunan Fathimah. Dalam maklumatnya ia menyatakan bahwa Nabi Muhammad telah menghadiahkan tanah Fadak kepada Fathimah. la juga menuliskan bahwa selama bulan Haji, diumumkan bahwa jika Nabi Muhammad telah menjanjikan sesuatu, ia harus memberitahunya dan ucapan orang-orang yang mengatakan hal tersebut akan diterima tanpa perlu menghadirkan saksi. Pada kasus yang sama, Fathimah berargumen bahwa tuntutannya harus diterima dan harus diberikan atas apa yang telah menjadi haknya dari Nabi Muhammad. Tetapi, hal tersebut tidak dilakukan. Setiap orang dipenuhi permintaannya atas dasar tuntutannya tanpa harus menghadirkan saksi, tetapi putri Rasullullah yang keutamaamya telah disebutkan oleh ayat pensucian (QS. al-Ahzab : 33) diminta untuk menghadirkan saksi, dan saksi-saksi yang ia hadirkan tidak diterima.
Kisah Singkat Tanah Fadak Setelah Wafatnya Fathimah
Motif yang melatarbelakangi kami menjelaskan lebih jauh sejarah tanah Fadak dan menyarikan kelanjutan kisah peristiwa-peristiwa setelahnya selama tiga abad dari teks sejarah adalah untuk menjelaskan tiga perkara berikut :
Pertama, aturan pembatalan warisan dari Nabi yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW, dengan kata lain harta benda Nabi Muhammad merupakan sebagian dari harta masyarakat dan milik seluruh kaum Muslimin. Hal ini pertama kali dilakukan oleh Abu Bakar, tetapi ditolak oleh penerus-penerusnya, baik oleh Umar dan Utsman, apalagi oleh Bani Umayyah serta Bani Abbasiah. Kita harus mempertimbangkan bahwa keabsahan dan kebenaran kekhalifahan mereka bergantung pada kebenaran dan kesahan khalifah pertama dan tindakannya.
Kedua, Ali dan keturunan Fathimah tidak pernah merasa ragu dengan kebenaran tuntutan mereka. Mereka menegaskan dan berkeras bahwa Fathimah senantiasa benar dan tuntutan Abu Bakar salah, dan mereka tidak pernah menuntut sesuatu yang salah.
Ketiga, ketika salah satu khalifah memutuskan sesuatu untuk menjalankan perintah Allah sehubungan dengan persoalan Fadak, ukuran keadilan seorang khalifah dan perlindungannya atas hak orang lain menurut hukum Islam, ditunjukkan dengan dipulangkan dan diserahkannya tanah Fadak kepada keturunan Fathimah.
Berikut ini adalah kejadian-kejadian yang berkenaan dengan tanah Fadak:
l) Umar adalah orang yang paling menentang memberikan warisan tanah Fadak kepada Fathimah, sebagaimana yang ia akui sendiri;
“Ketika Rasulullah wafat aku bersama Abu Bakar menemui Ali bin Abi Thalib dan bertanya padanya, ‘Bagaimana pendapatmu tentang harta yang Rasulullah tinggalkan?’ Ali menjawab, `Kami adalah orang-orang yang paling berhak atas peninggalan Nabi Muhammad.’ Aku menambahkan, ‘Bahkan dengan harta Khaibar?’ Ali menjawab lagi, ‘Ya, bahkan harta Khaibar.’ Aku bertanya kembali, ‘Juga Fadak?’ Ali menjawab, ‘Ya, bahkan tanah Fadak.” Kemudian aku berkata, ‘Demi Allah, kami tidak akan memberikannya walaupun engkau tobas leher-leher kami dengan kampak!”
Sebagaimana yang telah dibahas sebulumnya, Umar menganulir dokumen Fadak dan merobeknya. Tetapi ketika Umar menjadi khalifah (13/643-23/644), ia menyerahkan tanah Fadak kepada pewaris Nabi Muhammad. Yaqut Hamawi, sejarah dan ahli geografi kenamaan, menceritakan peristiwa Fadak berikut,
“Kemudian, ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah dan mendapatkan kemenangan demi kemenangan, dan kaum Muslimin memiliki harta yang melimpah (harta masyarakat telah memenuhi kebutuhan khalifah), ia membuat keputusan yang bertentangan dengan khalifah sebelumnya dan memberikan kembali tanah Fadak kepada pewaris Nabi Muhammad. Lalu Ali bin Abi Thalib berdebat dengan Ibn Abbas mengenai Fadak. ,
Ali berkata bahwa Nabi Muhammad telah memberikan tanah itu kepada Fathimah ketika masih hidup. Abbas menyangkalnya dengan berkata, ‘Fadak adalah milik Nabi Muhammad dan aku merupakan bagian dari pewarisnya.’ Mereka memperdebatkan persoalan itu dan meminta Umar untuk menyelesaikan masalah tersebut. Umar berkata, ‘Kalian paling mengetahui masalah kalian sedang aku hanya memberikannya kepada kalian.”52
Catatan: Bagian akhir peristiwa sejarah ini telah ditambah-tambahi agar terlihat masalah dipersoalkannya warisan oleh saudara yang wafat atau oleh pamannya ketika orang yang wafat tidak memiliki anak lelaki. Persoalan ini merupakan masalah yang diperdebatkan di antara aliran¬aliran Islam.
Abbas tidak berhak menuntut harta ini karena tidak ditunjukkan kalau ia memiliki bagian dalam harta ini, demikian pula dengan keturunannya. Mereka tidak menganggapnya sebagai salah satu harta mereka bahkan ketika mereka berkuasa dan menjadi khalifah. Biasanya mereka memberikan harta ini saat menjabat khalifah atau mengembalikannya kepada ketunman Fathimah. Contohnya ketika mereka menjadi gubernur .
2) Ketika Utsman menjadi khalifah setelah Umar wafat, ia memberikan tanah Fadak itu kepada Marwan bin Hakam, sepupunya. Inilah salah satu penyebab timbulnya sikap oposisi di kalangan kaum Muslimin yang berujung pada pemberontakkan dan pembunuhan terhadap dirinya.
Demikianlah, akhirnya Fadak jatuh ke tangan Marwan. Ia menjual hasil panen dan produk-produknya paling sedikit 10 ribu dinar per tahun, dan apabila ada penurunan dalam beberapa tahun ia tidak mengumumkannya. Itulah laba keuntungan yang biasa dihasilknn hingga masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz.
3) Ketika Muawiyah bin Abu Sufyan menjadi khalifah, ia membagi-bagi hasil Fadak kepada Marwan dan lainnya. la membagi 1/3 hasilnp kepada Marwan, 1/31agi kepada keluarga Utsman bin Affan, dan 1/3 kepada anaknya, Yazid. Inilah yang terjadi setelah wafatnya Imam Hasan. Menurut sejarahwan Sunni, Ya’qubi, hal ini dilakukan untuk membuat marah keturunan Nabi Muhammad SAW.”
Harta tersebut dimiliki ketiga orang di atas hingga ketika Marwan menjadi khalifah, ia mengambil alih semua harta tersebut. Kemudian ia memberikannya kepada kedua putranya, Abdul Malik bin Marwan dan Abdul Aziz bin Marwan. Abdul Aziz bin Marwan memberikan bagiannya kepada putranya, Umar bin Abdul Aziz bin Marwan.
4) Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah, ia menyampaikan khutbah berikut.
sesungguhnya, Fadak adalah salah satu harta yang telah Allah berikan kepada Utusan-Nya, dan tiada kuda ataupun unta yang dikerahkan untuk mengambilnya.
la menyebutkan persoalan Fadak yang dipegang oleh khalifah-¬khalifah sebelumnya;
Marwan memberikan tanah Fadak kepada ayahku: Tanah itu menjadi milikku, Walid, dan Sulaiman (dua putra Abdul Malik). Ketika Wahid menjadi khalifah, aku meminta bagiannya dan ia berikan kepadaku. Lalu aku gabungkan ketiga harta ini sehingga aku memiliki harta yang tidak lebih aku cintai selainnya. Saksikanlah bahwa aku kembalikan harta ini kepada pemilik sahnya!
Ia menulis surat ini kepada Gubernur di Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amri bin Hazm, dan Memerintahkannya untuk melaksanakan apa yang ia nyatakan dalam khutbahnya. Fadak kembali menjadi milik keturunan Fathimah. Inilah pertama kalinya penindasan dihilangkan dengan mengembalikan tanah Fadak kepada putra-putri Ali bin Abi Thalib.
5) Tatkala Yazid bin Abdul Malik menjadi khalifah (101/720-105/724), ia merampas Fadak sehingga lepas dari tangan putra-putri Ali bin Abi Thalib. Harta tersebut jatuh ke tangan keluarga Marwan seperti sebelumnya. Mereka mewariskan dari satu keluarga ke keluarga lainnya hingga kekhalifahan mereka berakhir dan pindah kepada Bani Abbasiah.
6) Ketika Abu Abbas Saffah menjadi kalifah pertama dari dinasti Abbasiah (132/749-136/754) ia mengembalikan tanah Fadak pada keturunan Fathimah.
7) etika Abu Ja’far Mansyur Dawaniqi (136/754-158/775) menjadi khalifah, ia merampas Fadak dari keluarga Fathimah.
8) Ketika Muhammad Mahdi bin Mansyur menjadi khalifah (158/775¬169/785), ia mengembalikan Fadak kepada putra-putri Fathimah.
9) Musa Hadi bin Mahdi (169/785-170/786) dan saudaranya Harun Rasyid (170/786-193/809) merampasnya dari keturunan Fathimah yang saat tanah Fadak berada di tangan Bani Abbasiah hingga Makmun menjadi khalifah (193/831-218/833).
10). Makmun Abbas mengembalikan tanah Fadak kepada keturunan Fathimah. I-Ial ini diriwayatkan dari Mahdi bin Sabiq,
suatu hari Makmun duduk mendengarkan keluhan orang-orang dan menyelesaikan persoalan. Keluhan pertama yang ia dengar menyebabkannya menangis ketika melihatnya. la bertanya di mana wakil putri Nabi Muhammad. Seorang lelaki tua berdiri dan maju ke depan. la berdebat dengannya mengenai Fadak dan Makmun juga berdebat dengannya hingga ia mengalahkan Makmun.”
Makmun mengumpulkan ahli-ahli fikih Islam dan menanyai mereka tentang tuntutan Bani Fathimah. Mereka meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad memberikan Fadak kepada Fathimah dan setelah Nabi wafat, Fathimah minta Abu Bakar mengembalikan Fadaknya padanya. Abu Bakar memintanya untuk menghadirkan saksi atas tuntutannyn berkenaan dengan pemberian itu, dan ia menghadirkan Ali, Hasan, Husain dan Ummu Aiman sebagai saksi. Mereka bersaksi untuk Fathimah tetapi Abu Bakar menolak saksi-saksi tersebut.
Kemudian Makmun bertanya kepada para ulama, `Bagaimana pendapat kalian mengenai Ummu Aiman?’ Mereka menjawab, ‘Ia adalah perempuan yang mendengar Nabi Muhammad bersaksi bahwa dirinya adalah salah satu penghuni surga.’ Makmun berdebat panjang lebar dengan mereka dan memaksa agar argumen-argumen mereka disertai bukti-bukti sampai akhirnya mereka mengakui bahwa Ali, Hasan, Husain dan Ummu Aiman sungguh-sungguh memberi kesaksian yang benar. Ketika mereka sepakat menerima bukti ini, Makmun menyerahkan Fadak kepada keturunan Fathimah.”
11) Selama masa kekhalifahan Makmun, tanah Fadak kembali ke tangan keturunan Fathimah, dan terus berlanjut hingga kekhalifahan Mu’tashim (218/833-277/842) dan Watin (227/842-232/847).
12) Ketika menjadi khalifah, Ja’far Mutawakil memberi perintah untuk mengambil kembali tanah Fadak dari keturunan Fathimah.
13) Saat Mutawakil terbunuh dan Mu’tashim, putranya, menggantikan dirinya (247/861-248/862), ia memerintahkan agar tanah Fadak dikembalikan kepada keturunan Husain dan Hasan, dan memberikan derma Abu Thalib kepada mereka. Peristiwa ini terjadi pada 248/ 862.
14) Nampaknya Fadak dirampas kembali dari tangan Fathimah setelah wafatnya Mu’tashim, karena Abdul Hasan Ali bin Isa Iribili (w. 692/1293) menyebutkan bahwa Muntadid (279/892-289/ 902) mengembalikan tanah Fadak kepada keturunan Fathimah. Kemudian ia bercerita bahwa Muqtafi (829/902-295/908) merampas tanah Fadak. Diriwayatkan juga bahwa Muqtadir (295/908-320/932) mengembalikan kembali pada mereka.
15) Setelah begitu lama diambil alih dan dikembalikan, tanah Fadak kembali menjadi milik perampasnya serta para keturunannya. Hal ini tidak disebutkan lebih jauh dalam sejarah dan tirai kenyataan pun ditutup.
Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini? (QS. al-Maidah : 50).
Sumber hadits shahih sunni dan syi'i mengenai tanah fadak
1. Lihat Shahih Bukhari, versi Arab-Inggris, jilid 8, hadis 8.17
2. Referensi hadis Sunni: Bukhari, Arab-Inggris, vol. 8, hadis 8.17.
3. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 55; Sirah aai-Nabawiyyah oleh Ibnu Hisyam, jilid 4, ha1.309; Tarikh ath-Thabari, jilid 1, hal. 1822; Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 192.
4. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, ha1.188-189.
5. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari (bahasa Arab), jilid 1, hal. 1118-1120; Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 325; al-Isti’ab oleh Ibnu Abdil Barr, jilid 3, hal. 975; Tarikh al-Khulafa oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 20; al-Imamah wa as-Siyasah oleh Qutaibah, jilid 1, ha1.19-20.
6. Referensi hadis: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, ha1.186¬187. Pada catatan kaki di halaman yang sama (ha1.187) penerjemahnya memberi komentar, “Meskipun waktunya tidak jelas, nampaknya Ali dan kelompoknya mengetahui tentang peristiwa di Saqifah setelah apa yang terjadi di sana. Para pendukungnya berkumpul di rumah Fathimah. Abu Bakar dan Umar sangat menyadari tuntutan Ali. Karena takut ancaman serius dari pendukung Ali, Umar mengajaknya ke masjid untuk memberi sumpah setia. Ali menolak, sehingga rumah tersebut dikelilingi oleh pasukan pimpinan Abu Bakar-Umar, yang mengancam akan membakar rumah sekiranya Ali dan pengikutnya tidak keluar dan memberi sumpah setia kepaLta Abu Bakar. Keadaan bertambah panas dan Fathimah marah. Lihat Ansab Asyraf oleh Baladzuri dalam kitabnya jilid 1, ha1.582-586; Tarikh Ya’qubi, jilid 1, ha1.116, al-Imamah wn as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 19-20.
7. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, pada peristiwa tahun 11 H; al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, pengantar isi, dan ha1.19-20; Izalat al-Khalifah oleh Syah Wahuilah Muhaddis Dehlavi, jilid 2, hal. 362; Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdurrabbah Malik, jilid 2, bab Saqifah.
8. Referensi hadis Sunni: Kanz al-Ummal, jilid 3, hal. 140.
9. Referensi hadis Sunni: al-Faruq oleh Syibli Numani, hal. 44.
10. Referensi hadis Sunni: Tarikh al-Ya’qubi, jilid 2, ha1.115-116; Asab Asyraf oleh Baladzuri, jilid 1, hal. 582, 586.
11. Referensi hadis Sunni: al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 3, 19-20.
12. Referensi hadis Sunni: al-Ansab Asyraf oleh Baladzuri, jilid 1, ha1.582, 586.
13. Referensi hadis Sunni: Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdurrabbah, bagian 3, ha1.63; al-Ghurar oleh Ibnu Khazaben, bersumber dari Zaid Ibnu Aslam.
14. Al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal.4.
15. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, bab Perang Khaibar, Arab ¬Inggris jilid 5; Tarikh Thabari, jilid IX, ha1.196 (peristiwa tahun 11, versi bahasa Inggris); Tabaqat ibn Sa’d, jilid. VIII, ha1.29; Tarikh, Ya’qubi, jilid II, hal.117; Tanbih, Mas’udi, hal. 250 (kalimat ketiga terakhir disebutkan di catatan kaki kitab Thabari); Baihaqi, jilid 4, hal. 29; Musnad, Ibnu Hanbal, jilid 1, hal. 9; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 5, hal. 285-86; Syarh ibn al-Hadid, jilid 6, hal. 46. 546, hal. 381-383 juga pada jilid 4, hadis 325.
16. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, Arab-Inggris, jilid 5, hadis 61 dan 111; Shahih Muslim, bab Keutamaan Fathimah, jilid 4, ha1.1904-5.
17. Shahih Bukhari, hadis 4.819.
18. Referensi hadis Sunni: Ibnu Asakir, sebagaimana yang dikutip dalam a1-Durr al-Mantsur.
19. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, bab Perang Khaibar, Arab ¬Inggris, jilid 5, hadis #5.46, hal. 381-383, juga pada jilid 4, hadis 3.25 (lihat lampiran untuk mengetahui keseluruhan hadis).
20. Lihat Shahih Muslim, edisi 1980, Arab, jilid 4, hal. 1883, hadis 61.
21. Al-Bihar, jilid 48, hal. 144, hadis 20.
22. Shahih Bukhari, hadis 4.327, hal. 213.
23. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad, jilid 5, ha1.45; Musnad Ahmad, jilid 6, ha1.155; Kanz al-Ummal, jilid 6, ha1.153,155, 404.
24. Kanz al-Ummal, jilid 6, ha1.401.
25. Musnad Ahmad, jilid 4, ha1.174.
26. Kanz al-Ummal, jilid 4, hal. 60.
27. Shahih Bukhari, hadis 4.325 (hal. 208).
28. Referensi hadis Sunni: Thabari, jilid IX, hal. 196 (peristiwa tahun 11, versi bahasa. Inggris); Tabaqaf ibn Sa’d, jilid VIII, hal. 29; Tarikh Ya’qubi, jilid II, ha1.117; Tanbih Mas’udi, hal. 250 (kalimat ketiga terakhir disebutkan di catatan kaki kitab T’habari); Baihaqi, jilid 4, hal. 29; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 9; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 5, hal. 285-86; Syarah, Ibnu Hadid, jilid 6, hal. 46.
29. Referensi hadis Sunni: Hilyat al-Awliya, jilid 2, ha1.43; as-Sunan al-¬Kurba, jilid 3, ha1.396; Ansab al-Asyraf, jilid 1, ha1.405; al-Isti’ab, jilid 4, ha1.1897-98; Usd al-Ghabah, jilid 5, ha1.524; al-Ishabah, jilid 4, ha1. 378-¬89.
30. Referensi hadis Sunni: Mustadrak al-Hakim, jilid 3, ha1.162-163; Ansab al-Asyraf jilid 1, hal. 402, 405; al-Isti’ab, jilid 4, ha1.1898; Usd al-Ghabah, jilid 5, hal. 524-25; al-Ishabah, jilid 4, hal. 379-80; Tabaqat ibn Sa’d, jilid 8, ha1.19-20; Syarh ibn al-Hadid, jilid 16, ha1.179-81.
31. Referensi hadis Sunni: Tarikh Khulafa oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, ha1.120.
32. Referensi hadis Sunni: Thabari, jilid IX, ha1.196 (tahun-tahun terakhir Nabi Muhammad, versi bahasa Inggris); Futuh al-Buldan, hal. 42;Tarekh-e Khamis, jilid 2, hal. 64; Tarikh-e Kamil (Ibnu Atsir), jilid 2, hal. 5; Sirah ibn Hisyam, jilid 3, hal. 48; Tarikh ibn Khaldun, jilid 2, bagian 2.
33. Futuh al-Baldan, jilid l, hal. 33
34. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, jilid 4, hal. 46, jilid 7, hal. 82, jilid 9, ha1.121-22; Shahih Muslim, jilid 5, ha1.151; Sunan Abu Daud, jilid 3, ha1.139-41; Musnad Ahmad ibn Hanbal, hal. 25, 48, 60, 208; Sunan al-Kubra, Baihaqi, jilid 6, hal. 296-99.
35. Tafsir mengenai ayat di atas ini diriwayatkan melalui Bazzar, Abu Yala, Ibnu Hatim, Ibnu Marduwaih, dan lainnya dari Abu Said Khudri dan melalui Ibnu Marduwaih dari Ibnu Abbas. Referensi hadis Sunni: Tafsir Durr al-Mantsur, jilid 4, hal.l77; Kanz al-Ummal, jilid 2, hal. 158; Sawaiq al-Muhriqah, bab 15, hal. 21-22; Razat ash-Shafa, jilid 2, ha1.135; Syarah-e Muwaqif, hal. 735; Tarikh Ahmadi, hal. 45; Ruh al-Ma’ani, jilid 15, hal. 62.
36. Referensi hadis Sunni: Syarah, jilid 16, hal. 219; Wafa al-Wafa, Samshudi, jilid 3, ha1.1000; Sawaiq al-Muhriqah, hal. 32.
37. Tafsir Quran oleh Fakhruddin Razi, jilid 8, ha-1.125 (tafsir Surah Hasyr); Sawaiq al-Muhriqah oleh Ibnu Fajar Haitsami, hal. 21.
38. Referensi hadis Sunni: al-Mustadrak, jilid 4, ha1.63; Tarikh ath-Thabari, jilid 3, hal. 3460; al-Isti’ab, jilid 4 ha1.1793; Usd al-Ghabah, jilid 5, hal. 567; Tabaqat, jilid 8, ha1.192; al-Ishabah, jilid 4, hal. 432.
39. Referensi hadis Sunni: Futuh al-Buldan, jilid l, hal. 3; al-Tarikh Ya’qubi, jilid 3, ha1.195; Muruj adh-Dhahab, Mas’udi, jilid 3, hal. 273; al-Awail, Abu Hilal Askari, hal. 209; Wafa al-Wafa, jilid 3, hal. 99-1001; Mujam al-Buldan, Yaqut Hamawai, jilid 4, hal. 239; Syarh ibn al-Hadid, jilid 16, hal. 216, 219-220, 274; a1-Muhalla, Ibnu Hazm, jilid 6, hal. 507; as-Sirah al-Halabiyah, jilid 3, hal. 261; at-Tafsir, Fakhruddin Razi, jilid 29, hal. 284. -
40. Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, jilid 3, bab 719, hal. 956, hadis # 4.350
41. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa’d, bagian 1, hal. 39; Sirat an-Nabi oleh Maulana Syilbi Mouman, jilid 1, hal. 122; Fath al-Bari, jilid 3, hal. 360-361 (menyebutkan, sebuah rumah dari Bani Hasyim, sebilah pedang, beberapa kambing dan lima ekor unta); Sirah al-Halabiyah, jilid 1, hal. 56; Ansab al-Asyraf, jilid 1, hal. 96.
Dostları ilə paylaş: |