“Dengarlah! Aku adalah penghulu surga dan aku akan menjadi saksi atas kalian maka barhati-hatilah kalian memperlakukan dua hal. yang sangat berharga itu sepeninggalanku. Janganlah kalian mendahului mereka karena kalian akan binasa, dan jangan pula engkau jauh dari mereka karena kalian akan binasa!”
“Hai, kaum Muslimin! Tahukah kalian bahwa aku memiliki hak atas kalian lebih dari pada diri kalian sendiri?” Orang-orang berseru: “Ya, Rasulullah.” Lalu Rasul mengulangi: “Hai, kaum Muslimin? Bukankah aku memiliki hak atas kaum beriman lebih dari ada diri mereka sendiri?” Mereka berkata lagi: “Ya, Rasulullah.”
Kemudian Rasul berkata :” hai Kaum Muslim! Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan aku adalah Maula semua orang-orang beriman,” Lalu ia merengkuh tangan A1i dan mengangkatnya ke atas. la berseru:
“Barang siapa mengangkatku sebagai Maula, maka Ali adalah Maulanya pula (ia mengulang sampai tiga kali) Ya, Allah! Cintailah orang yang mencintainya dan musuhilah orang-orang yang memusuhinya. Bantulah orang-orang yang membantunya. Selamatkanlah orang-orang Yang menyelamatkannya, dan jagalah kebenaran dalam dirinya ke mann pun ia berpaling! (artinya, jadikan ia pusat kebenaran).
Ali adalah putra Abu Thalib, saudaraku, Washi-ku, dan penggantiku (khalifah) dan pemimpin sesudahku. Kedudukannya bagiku bagaikan kedudukan Harun bagi Musa, hanya saja tidak ada Nabi setelahku. la adalah pemimpin kalian setelah Allah dan Utusan-Nya.”
“Hai, kaum Muslimin! Sesungguhnya Allah telah menunjuk dia menjadi pemimpin kalian. Ketaatan padanya wajib bagi seluruh kaum Muhajirin dan kaum Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan dan penduduk kota dan kaum pengembara, orang-orang Arab dari orang-orang bukan Arab, para majikan dan budak, orang-orang tua dan muda, besar dan kecil, putih dan hitam.”
“Perintahnya harus kalian taati, dan kata-katanya mengikat serta perintahnya menjadi kewajiban bagi setiap orang yang meyakini Tuhan yang satu. Terkutuklah orang-orang yang tidak mematuhinya, dan terpujilah orang-orang yang mengikutinya, dan orang-orang yang percaya kepadanya adalah sebenar-benarnya orang beriman. Wilayahnya (keyakinan kepada kepemimpinannya) telah Allah, Yang Maha kuasa dan Maha tinggi, wajibkan.”
“Hai kaum Muslimin, pelajarilah Quran! Terapkanlah ayat-ayat terapkanlah ayat – ayat yang jelas maknanya bagi kalian dan janganlah kalian mengirang – ngira ayat – ayat yang bermakna ganda ! Karena, Demi Allah, tiada seorang pun yang dapat menjelaskan ayat – ayat secara benar akan makna serta peringatannya kecuali aku dan lelaki ini (Ali), yang telah aku angkat tangannya ini di hadapan diriku sendiri.”
“Hai kaum Muslimin, inilah terakhir kalinya aku berdiri di mimbar ini. Oleh karenanya, dengarkan aku dan taatilah dan serahkan diri kalian kepada kehendak Allah. Sesungguhnya Allah adalah Tuhan kalian. Setelah Allah, Rasulnya, Muhammad yang sedang berbicara kepada kalian, adalah pemimpin kalian. Selanjutnya sepeninggalku, Ali adalah pemimpin kalian dan Imam kalian atas perintah Allah. Kemudian setelahnya kepemimpinan akan dilanjutkan oleh orang-orang yang terpilih dalam keluargaku hingga kalian bertemu Allah dan Rasulnya.”
“Lihatlah, sesungguhnya, kalian akan menemui Tuhanmu dan ia akan bertanya tentang perbuatan kalian. Hati-hatilah! Janganlah kalian berpaling sepeninggalku, saling menikam dari belakang! Perhatikanlah! Adalah wajib bagi orang-orang yang hadir saat ini untuk menyampaikan apa yang aku katakan kepada mereka yang tak hadir karena orang-orang yang terpelajar akan lebih memahami hal. ini daripada beberapa orang yang hadir dari saat ini. Dengarlah! Sudahkah aku sampaikan ayat Allah kepada kalian? Sudahkah aku sampaikan pesan Allah kepada kalian?” Semua orang menjawab, “Ya.” Kemudian Nabi Muhammad berkata, “Ya, Allah, saksikanlah.”
Pengertian Wali, Maula dan Wilayah
Tidak ada seorang ulama Muslim mana pun pernah ragu tentang sejarah hadis Ghadir Khum, karena hadis ini telah diriwayatkan oleh perawi dari mazhhab Sunni sendiri sebanyak 150 perawi yang shahih. Sebuah riwayat yang mutawatir adalah sesuatu yang diriwayatkan tanpa putus dan secara bebas oleli begitu banyak orang sehingga tiada keraguan sedikitpun terbetik tentang kesahihannya.
Bahkan murid-murid Ibnu Taimiyah seperti Dzahabi dan Ibnu Katsir yang telah memperlihatkan kebenciannya kepada Syi’ah, menegaskan bahwa hadis Ghadir Khum itu mutawatir dan otentik (shahih). Akan tetapi, ada orang-orang yang berusaha menafsirkan hadis ini dengan cara lain. Mereka secara khusus berusaha menerjemahkan kata wali (pemimpin/penjaga), ‘maula’ (pemimpin/pembimbing) dan ‘wilayah’ (kepemimpinan/penjaga/bimbing,) dengan artian sahabat dan persahabatan.
Kamus memberi 20 makna untuk istilah bahasa arab, wali tergantung kepada konsep, sebagian besar maknanya berkaitan dengan arti kepemimpinan atau perwalian. Hanya satu contoh saja yang, maknanya dapat berarti seorang sahabat.
Beberapa orang mengemukakan bahwa sesuatu yang benar-benar ingin Rasulullah SAW katakan adalah “Barang siapa yang mengangkatku sebagai sahabat, Ali adalah sahabatnya pula.”
Tiada keraguan sedikitpun bahwa Ali memiliki kedudukan yang sangat tinggi di bandingkan orang lain. la laki-laki pertama yang memeluk Islam. la mendapat panggilan ‘saudara’ Rasul. Ialah yang oleh Nabi Muhammad dinyatakan, “Mencintai Ali adalah bukti keimanan dan memusuhi Ali adalah bukti kemunafikan.” Oleh karenanya, nampak tidak logis, Rasul menahan lebih dari seratus ribu orang di tempat yang sangat tak tertahankan panasnya, dan membuat mereka menunggu dalam keadaan demikian hingga orang-orang yang masih berada di belakang tiba di tempat itu, dan kemudian menyampaikan bahwa, Ali adalah sahabat arang-orang beriman..
Lebih jauh lagi, bagaimana kita membenarkan turunnya surah al-Maidah ayat 67 yang diturunkan sebelum khutbah Nabi:
Hai Rasulullah, sampaikanlah apa yang telah di turunkan kepadamu dari Tuhanmu; Jika engkau tidak melakukannya, engkau tidak menyampaikan sama sekali ayat-ayat-Nya; Dan Allah akan melindungi engkau dari orang-orang.
Masuk akalkah untuk menyatakan bahwa ketika Allah memperingatkan NabiMuhammad SAW,dianggap telah menyia-nyiakan apa yang telah ia perjuangkan apabila tidak menyampaikan pesan `sahabat Ali’? Dan bahaya apa yang Nabi Muhammad bayangkan jika ia menyatakan Ali adalah sahabat kaum beriman ? Menurut ayat tersebut di atas, bahaya apa yang akan muncul dari orang – orang ?
Lebih jauh, bagaimana kalimat Ali adalah sahabat orang – orang beriman’ dapat menyempurnakan agama Islam ? Apakah ayat mengenai kesempurnaan agama Islam (QS. al-Maidah :3) yang turun setelah Rasul berkhutbah menyiratkan bahwa tanpa berkata: “Ali adalah sahabat orang beriman,” maka agama Islam belum sempuma?
Selain itu, sebagaimana yang kami kutip pada bagian pertama, Umar dan Abu Bakar memberi ucapan selamat kepada Ali, dengan berkata: “Selamat, wahai putra Abu Thalib. Hari ini engkau menjadi Maula seluruh orang-orang beriman baik laki-laki maupun perempuan.” Apabila, kata ‘maula’ di sini bermakna sahabat, mengapa ada ucapan selamat? Apakah Ali musuh orang-orang beriman sebelum saat itu sehingga Umar berkata bahwa saat ini engkau ‘menjadi’ sahabat mereka?
Sebenarnya, setiap wali adalah seorang sahabat, namun seorang sahabat belum tentu seorang wali. Itulah mengapa orang-orang Arab menggunakan kata-kata wali al -Amr untuk sebutan penguasa, yang artinya pemimpin atas segala urusan. Maka logisnya, kata ‘maula’ tidak dapat diartikan sebagai sahabat, dan kita harus menggunakan kata lain yang sering digunakan, yakni pemimpin dan wali.
Mungkin orang akan bertanya mengapa Nabi Muhammad SAW tidak menggunakan kata lain untuk lebih menjelaskan maksudnya. Sebenarnya, orang saat itu pun bertanya padanya dengan pertanyaan yang sama. Riwayat berikut ini merupakan jawaban Nabi Muhammad SAW:
1. Ketika Rasulullah ditanya mengenai arti dari kalimat: “Barang siapa yang mengangkat aku sebagai Maulanya, Ali adalah Maulanya pula.” la menjawab: ‘Allah adalah Maulaku. la lebih berhak dari atas diriku sendiri dan aku tidak membantah-Nya. Aku adalah Maula orang¬-orang beriman. Aku lebih berhak daripada. diri mereka sendiri dan mereka tidak membantahku. Maka, barangsiapa yang mengangkatku sebagai maulanya, aku lebih berhak daripada diri mereka dan tidak membantahku, Ali adalah maulanya, dan ia berhak atas diri mereka dari pada diri mereka sendiri dan ia tidak membantahnya.”
2. Selama masa kekhalifahan Utsman, Ali memprotes dengan meng¬ingatkan orang-orang kepada hadis Nabi. Demikian juga, ia meng¬ingatkan mereka kembali pada perang Shiffin. Ketika Rasulullah berbicara ….. (hadis Ghadir), Salman berdiri dan berkata : “Ya Rasulullah, apa artinya Walaa, dan bagaimana?” Rasul menjawab “Walaa artinya aku adalah Wali (waala’un kawala’i). Barang siapa menganggapku sebagai maulanya, aku lebih berhak atas dirinya dan pada dirinya sendiri, dan Ali lebih berhak atas dirinya daripada dirinya sendiri.”
3. Ali bin Abi Thalib ditanya tentang ucapan Nabi Muhammad, “Barang siapa mengangkatku sebagai maulanva, maka Ali adalah maulanya.” la menjawab, “la mengangkatku menjadi pemimpin (alaman). Pada saat aku menjadi pemimpin, siapa saja yang menentangku maka ia telah tersesat (tersesat dalam agamanya).”
4. Pada tafsiran ayat: “Dan hentikanlah mereka, mereka harus ditanya” (QS. as-Shaffat : 24), Dailami meriwayatkan bahwa Abu Sa’id Khudri berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Dan hentikanlah mereka, mereka akan ditanya mengenai wilayah Ali.” Selain itu, Hafizh Wahidi menafsirkan ayat di atas: “Wilayah yang Rasulullah serahkan kepada Ali akan ditanyakan pada hari pembalasan.” Dinyatakan bahwa wilayah-lah yang Allah maksud dalam Surah as-Shaffat ayat 24, ‘Dan hentikanlah mereka, mereka harus ditanya ‘. Artinya bahwa mereka akan ditanya tentang wilayah Ali, apakah mereka benar¬benar menerimanya sebagai wali mereka sebagaimana yang Nabi Muhammad perintahkan kepada mereka atau apakah mereka akan berpaling darinya?
Para penafsir Quran yang tidak tehitung jumlahnya, ahli bahasa Arab, dan ahli sastra, telah menafsirkan arti kata ‘matila’ dengan aula yang artinya memiliki kekuasaan yang lebih banyak
Dengan demikian kata ’wali’ atau’maula’ dalam hadis Ghadir Khum artinya bukan sahabat, tetapi pemimpin dan wali yang memiliki banyak hak atas orang-orang beriman daripada diri mereka sendiri sebagaimana yang dinyatakan oleh Nabi Muhammad. “Bukankah aku memiliki hak atas orang-orang beriman daripada diri mereka sendiri?” Sedikitnya 64 perawi hadis Sunni telah mengutip pernyataan Nabi Muhammad tersebut diantara mereka adalah Turmudzi, Nasa’I, Ibnu Majah, Ahmad bin Hanbal. Oleh karenanya pendapat para Ulama Sunni di atas sesuai dengan apa yang Nabi Muhammad katakan dengan kata ‘aula’ sebelum kata ‘maula’. Sebenarnya, ketika sebuah kata memiliki makna lebih dari satu, cara terbaik mencari kanotasinya yang benar adalah memperhatikan hubungannya (qariah) dengan kanteksnya. Kata awala (mempunyai banyak kekuasaan) yang digunakan Nabi Muhammad memberikan sebuah kanotasi yang baik untuk kata ‘maula’.
Selain itu, doa Rasulullah yang ia panjatkan setelah ia menyampaikan berita: “Ya Allah, cintailah orang-orang yang mencintainya dan musuhilah orang-orang yang memusuhinya. Bantulah mereka yang membantunya dan tinggalkanlah mereka yang meninggalkannya!” Menunjukkan bahwa Ali pada saat itu diberi tanggung jawab kepemimpinan yang secara alami, akan ada orang-orang yang memusuhinya, dan dalam memikul tanggung jawab, ia membutuhkan orang yang membantu dan mendukungnya. Apakah orang yang membantunya perlu dilakukan atas nama ‘persahabatan’?
Lebih jauh lagi, pernyataan Rasulullah: “Nampaknya waktu kian dekat saat aku akan di panggil (Allah) dan aku menyambut panggilan itu.” Dengan jelas menunjukkan bahwa ia membuat rencana tentang siapa pengganti kepemimpinan bagi kaum Muslimin sepeninggalnya.
Dan pernyataan Nabi yang ia ulang dua kali, “Dengarlah! Bukankah telah aku sampaikan kepada kalian pesan Allah?” atau “Wajiblah bagi setiap orang yang hadir saat ini untuk memberitakan kepada orang-¬orang yang tidak hadir karena mereka mungkin lebih memahami dari pada orang-orang yang hadir”; menunjukkan bahwa Nabi tengah menyampaikan pesan yang sangat penting yang akan ia sampaikan pada generasi mendatang. Hal. ini tentu artinya bukan sekadar sahabat.
Perlu disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW menggunakan istilah khalifah dalam khutbahnya di Ghadir khum, tetapi kata ini tidak muncul pada mayoritas catatan Sunni karena tidak ada cara merusak makna kata tersebut. Namun Nabi Muhammad juga menggunakan kata maula dalam khutbahnya untuk menghidupkan peristiwa ini agar tidak dihapus dari catatan sejarah tanpa meninggalkan jejak.
Menariknya, kata ‘wali’ dan ‘maula’ juga sering di gunakan dalam Quran dengan arti pemimpin atau wali, contohnya Quran menyatakan : “ Allah adalah wali orang – orang yang beriman ia mengeluarkan mereka dari kegelapan (dan membawa mereka) kepada cahaya” (QS. Al-Baqarah : 257)
Ayat di atas mengandung maksud bahwa sahabat Allah hanyalah orang- orang beriman, karena sahabat saja tidak memiliki hak untuk membawa seseorang kepada cahaya. Allah adalah pemimpin orang-orang beriman dan itulah mengapa la mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dalam ayat lain Allah bersabda: “Sesungguhnya Aulia Allah tidak memiliki rasa takut ataupun duka cita” (QS. Yunus : 62).
Kata aulia adalah bentuk jamak dari kata wali. Ayat di atas tidak berarti bahwa siapa pun yang menjadi sahabat Allah tidak merasa takut. Banyak kaum Muslimin yang merasa takut pada beberapa kejadian dalam hidup mereka padahal mereka bukan musuh Allah. Dengan demikian ayat di atas memberi arti tidak sekadar sahabat. Pada ayat ini, kata ‘wali’ adalah bentuk fa’il dengan makna mafud. Oleh karenanya ayat di atas bermakna: “Orang-orang yang wali serta pemimpin urusan mereka adalah Allah, mereka tidak merasa takut dan berduka cita. Jika seorang beriman secara total menyerahkan diri pada Allah, ia tidak akan merasa takut sedikit".
Akan tetapi, orang beriman umumnya yang penyerahan dirinya tidak sempuma mungkin akan merasa takut akan hal. ini atau hal. itu, padahal mereka masih sahabat-sahabat Allah. Meskipun demikian, Allah menggunakan kata aulia dalam arti yang umum, yaitu ‘pelindung’. Quran menyatakan: “Orang-orang beriman, laki-laki dan peremptcan, adalah awliya satu sama lainnya, mereka saling menganjurkan berbuat baik dan melarang berbuat jahat.” (QS. at-Taubah : 71).
Melihat terjemahan yang berbeda-beda, orang dapat menemukan mereka menggunakan kata ‘pelindung’ untuk makna ‘aulia’. Ayat tadi tidak ingin menyatakan bahwa orang-orang beriman sahabat – sahabat yang saling berbuat baik. Akan tetapi maknanya adalah bahwa orang-orang beriman berkewajiban dan SAW sama lain dibebani urusan satu sama lain. Akibat kewajiban ini mereka saling menganjurkan untuk berbuat baik dan melarang berbuat jahat sebagaimana yang di nyatakan dalam ayat di atas.
Pada ayat ini, maka makna ‘aulia’ meski lebih tinggi dari ‘sahabat’, akan tetapi jelas-jelas lebih rendah daripada makna ’pemimpin dan ‘wali’. Makna ‘aulia’ pada ayat ini digunakan dalam arti yang luas. Tetapi makna khusus wali dapat dilihat pada ayat berikut. “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-nya, dan orang-orang yang beriman, yang menjaga shalatnya dan menunaikan zakat ketika mereka dalam keadaan ruku” (QS. al-Maidah : 55). ayat ini turun berkaitan dgn datangnya seorang pengemis yang meminta sedekah ketika para sahabat sedang shalat berjama'ah. Satu persatu dihampiri namun tidak ada yg memberi. Ketika sang pengemis menghampiri 'Ali yg sedang ruku, 'Ali pun dalam keadaan ruku memberikan sedakah kepadanya.
Ayat ini dengan jelas menyatakan bahwa tidak semua orang-orang beriman adalah wali kita dengan makna khusus dalam ayat ini yang bermakna pemimpin atau petunjuk. Pada ayat ini pula, wali di sini jelas¬jelas bukan berarti sahabat yang benar, karena semua orang-orang beriman satu sama lain merupakan sahabat. Ayat di atas menyebutkan bahwa hanya 3 hal. yang merupakan wali khusus kalian: Allah, Nabi Muhammad dan Imam Ali, satu-satunya orang pada zaman Rasul yang memberi sedekah ketika ia dalam keadaan ruku. Para ulama sepakat dalam meriwayatkan peristiwa ini.
Mengeluarkan zakat sambil ruku bukan sunnah. Hal. ini disepakati oleh semua ulama Muslim. Dengan demikian ayat di atas tidak menetapkan pentingnya membayar zakat pada saat ruku, ataupun menjadikannya tugas atau sesuatu yang dianjurkan secara sah dalam Islam sebagai hukum Ilahi (syariat). Akan tetapi, peristiwa tersebut merupakan Rujukan sebuah perbuatan yang terjadi ketika seseorang memberi sesuatu di dunia ekstemal, dan Quran menunjukkan perbuatan tersebut untuk memperlihatkan orangnya. Secara tidak langsung, ayat tersebut ingin menyampaikan bahwa wali di sini merupakan wali khusus yang kuasanya telah disejajarkan dengan kuasa Nabi Muhammad karena mereka disebutkan berkaitan.
Orang mungkin berkeberatan, bahwa meskipun Ali yang melakukan perbuatan tersebut, ayat tersebut mungkin melibatkan beberapa orang lain karena ayat tersebut menggunakan bentuk jamak, pertama, sejarah menceritakan kepada kita bahwa tidak ada seorang pun yang melakukan hal ini ketika Rasul masih ada. Kedua, cara Quran menggunakan bentuk jamak untuk merujuk hanya pada satu orang yang melakukan perbuatan yang khusus, merupakan hal. yang biasa dalam Quran. Contohnya, Allah numyebutkan: “Mereka berkata: ‘Jika kami kembali ke Madinah, orang yang kuat akan segera mengusir orang-orang yang lemah”‘ (QS. al-Munafiqun : 8).
Adanya ayat ini Quran merujuk sebuah kisah yang terjadi dengan menggunakan frase ‘mereka berkata’ dan orang yang mengucapkan kalimat tersebul adalah Abdullah bin Ubay bin Salul.
Quran berusaha semaksimal mungkin menghindari menyebutkan nama seseorang. Hal. ini di lakukan karena berbagai alasan. Contohnya agar kitab ini menjadi kitab yang universal, terhindar dari kemungkinan untuk diubah oleh orang-orang yang membenci orang-orang tertentu yang telah dipuji Quran atau oleh orang yang mencintai seseorang yang telali dicela dalam Quran.
Menggunakan bentuk jamak untuk menunjuk bentuk tunggal, memiliki kegunaan lain. Kadang-kadang perbuatan seseorang lebih mulia daripada perbuatan orang seluruh negeri. Hal. itu terjadi seperti halnya Nabi Muhammad, Imam Ali dan juga Nabi Ibrahim. Quran menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim as adalah sebuah negeri (ummah), yang artinya perbuatannya lebih mulia daripada perbuatan semua orang. Allah berfirman: “Lihatlah! Ibrahim adalah sebuah negeri (ummah) yang tunduk kepada Allah, jujur, dan ia bukan tergolong orang musyrik.” (QS. Nahl : 12U).
Sahabat Nabi terkemuka, Ibnu Abbas berkata: “Tidak ada ayat Quran dimana istilah ‘orang-orang beriman’ disebut kecuali bagi Ali sebagai pemimpin mereka dan lebih baik di antara mereka: Sesungguhnya Allah menegur sahabat -sahabat Nabi dalam Quran, tetapi la tidak menyebut kepada Ali Kecuali dengan hormat.
Lebih jauh, bin Abbas berkata: “Tidak diturunkan ayat dalam kitab Allah mengenai seseorang seperti yang diturunkan mengenai Ali dan 300 ayat telah diturunkan berkenaan dengannya.”
Dengan demikian, surah al-Maidah ayat 55 sebenarnya menyatakan bahwa Allah adalah wali kalian, kemudian Nabi Muhammad, dan Ali. Dapat kita simpulkan bahwa wilayah (kepemimpinan/wali) Imam Ali serupa dengan wilayahnya Nabi Muhammad SAW karena Allah telah menyejajarkan mereka. Kuasa Nabi Muhammad yang dijelaskan oleh ayat Quran berikut:
Nabi Muhammad memiliki hak lebih atas orang-orang beriman daripada diri mereka sendiri (QS. al-Ahzab : 6).
"Hai orang-orang beriman! Taatlah kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang di antara kalian yang telah diberi kuasa (oleh Allah)” (QS. an-Nisa : 59).
Orang mungkin melihat ayat lain berkenaan dengan kuasa Nabi Muhammad SAW seperti al-Maidah : 56, al-Hasyr : 7, at-Taubah : 103, al¬Ahzab : 21. Dengan meletakkan semua ayat ihi bersama-sama dengan QS. 5:55, orang dapat merujukkan kuasa dan prioritas ini juga kepada Ali setelah Rasul tiada.
Nasa’i dan Hakim juga mencatat versi lain hadis Ghadir Khum dengan kata-kata berbeda yang lebih memberikan kejelasan pada makna hadis tersebut. Mereka meriwayatkannya dari sumber Zaid bin Arqam bahwa Rasulullah menambahkan: “Sesungguhnya Allah adalah Maulaku dan aku adalah Wali (pemimpin) orang-orang beriman.” Kemudian ia mengangkat tangan Ali dan berkata: “la (Ali) adalah wali semua orang-orang yang menganggapku sebagai walinya. Ya, Allah cintailah orang-orang yang mencintainya dan musuhilah orang-orang yang memusuhinya!”
Dalam ucapan lainnya, Nabi Muhammad bertanya tiga kali: “Hai kaum Muslimin! Siapakah Maula kalian?” Mereka menjawab: “Allah dan Rasul-Nya.” Kemudian ia mengamit tangan Ali dan mengangkatnya: “Barang siapa yang mengangkat Allah dan Rasul-Nya sebagai wali, maka lelaki ini adalah walinya juga.”
Apabila wali artinya sahabat, lalu mengapa orang-orang menjawab hanya Allah dan utusan-Nya sebagai wali mereka? Mereka seharusnya berkata bahwa semua orang beriman adalah wali. Hal. ini dengan jelas menunjukkan bahwa orang-orang mengerti bahwa hal itu benar, tetapi kemudian mereka berbuat sebaliknya. Sekarang mari kita lihat hadis berikut.
Ali tiba di dataran Rahbah, dan beberapa orang berkata padanya “Sejahtera senantiasa atas Maula kami!” Ali bertanya: “Bagaimana dapat aku menjadi Maula kalian sedang kalian adalah bangsa Arab (orang merdeka).” Mereka menjawab: ‘Aku mendengar Rasulullah pada hari Ghadir Khum berkata: “Barangsiapa menganggapku sebagai Maula, Ali adalah maulanya.”
Jika ‘maula’ berarti sahabat, mengapa Ali mengajikan pertanyaaa di atas?
Apakah kata persahabatan merupakan istilah baru bagi bahasa Arab?
Sebenarnya, Imam Ali ketika bertanya, ingin mengulang pentingnya kata ‘maula’ dan menunjukkan bahwa orang-orang pada saat itu tidak niengartikan `maula’ sebagai sahabat, dan agar mereka mengartikannya, berbagai pemimpin orang-orang beriman.
Dengan menyimpulkan diskusi di atas, jelaslah bahwa setiap orang yang berusaha meremehkan hadis Ghadir Khum dengan mengatakan bahwa Nabi Muhammad hanya ingin menyatakan bahwa: “Ali adalah sahabat orang-orang beriman,” telah mengabaikan hadis Nabi di atas yang jelas diterangkan maksudnya sebagai wali, serta mengabaikan ayat Quran (ayat yang diturunkan di Ghadir Khum dan ayat yang menerangkan pentingnya wali). Terakhir, hadis dari referensi Sunni berikut lebih jauh menjelaskan kenyataan bahwa Wali artinya Imam karena hadis tersebut menggunakan frase `Ikuti mereka’ dan ’imam’.
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:
Barangsiapa yang ingin hidup dan mati seperti diriku dan tinggal di surga setelah ia meninggal, ia harus mengakui Ali sebagai Wali sesudahku, dan mengangkatnya sebagai Wali (Imam setelahnya) dan harus mengikuti Imam setelahku karena mereka adalah Ahlulbaitku dan tercipta dari dagingku, dan dianugerahi ilmu serta pemahaman yang sama seperti diriku. Barangsiapa yang menyangkal kebaikan mereka dan tidak menghormati hubungan serta kedekatannya denganku, aku tidak akan pernah memberikan syafaatku kepadanya “
'Ali dan Kebenaran
Dalam beberapa versi hadis Ghadir khum, terdapat kalimat tambahan di mana Nabi Muhammad berkata: “Wa dara al-Haqq ma’ahu haithu dar” Artinya : “Dan kebenaran (jalan yang benar) mengikutinya (Ali) kemanapun ia pergi.”
Hal. yang sama pada Shahih at-Turmudzi, diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: “Ya Allah, limpahkanlah karuniamu pada Ali, jadikanlah kebenaran senantiasa bersama Ali di manapun ia berada.”
Secara struktur bahasa Arab, pembentukan kata (balaghah) dapat menipu pendengar. Secara logis, kebenaran adalah absolut dan tidak berubah-ubah. Seseorang yang tidak yakin pada kebenaran, perbuatannya akan berubah-ubah.
Dalam kasus ini, Ali-berada pada poros absolut pada peristiwa yang terjadi. Jika sesuatu mengubah keputusan seseorang, peristiwa tersebut merupakan hal. yang akan mengubah jalannya-kebenaran dalam hal. ini. Karena perubahan tersebut secara rasional tidak mungkin terjadi karena fitrahnya yang benar secara absolut, maka orang dapat menyimpulkan bahwa keduanya menyatu dan tidak terpisahkan. Ali, oleh karena itu, senantiasa bersama kebenaran sepanjang waktu. Ucapan Nabi Muhammad SAW, oleh karenanya, adalah ungkapan kiasan untuk menekankan pentingnya dan kedekatan Ali pada kebenaran dan jalan yang benar’ tidak dapat di beda-bedakan.
Dostları ilə paylaş: |