Mereka meminta kepadamu supaya azab dipercepat, tetapi Allah tidak akan menyalahi janji-Nya. Sungguh, satu hari menurut Allah seperti seribu tahun dalam perhitungan kamu. (Surat al-Hajj, 47)
Para malaikat dan roh naik kepada-Nya pada suatu hari yang ukurannya limapuluh ribu tahun. (Surat al-Ma’aarij, 4)
. (Surat as-Sajdah, 5)
Ayat-ayat ini merupakan ungkapan jelas tentang relativitas waktu. Bahwa hasil ini, yang baru saja dipahami oleh ilmuwan abad 20, dikomunikasikan kepada manusia 1.400 tahun lalu dalam al-Qur'an merupakan suatu indikasi wahyu Al-Qur'an oleh Allah, yang meliputi seluruh waktu dan ruang.
Terdapat banyak ayat al-Qur'an lain yang menunjukkan bahwa waktu adalah cerapan. Ini merupakan bukti khas dalam kisah-kisah itu. Contohnya, Allah telah menjaga Ashhaabul Kahfi, sekelompok orang beriman yang disebutkan dalam Al-Qur'an, yang tidur lelap selama lebih dari tiga abad. Ketika mereka bangun, orang-orang ini mengira bahwa mereka telah tinggal dalam keadaan itu sebentar saja, dan tidak bisa menghitung berapa lama mereka tertidur:
Lalu Kami tarik (sehelai tabir) ke telinga mereka, dalam gua selama beberapa tahun, (sehingga mereka tidak mendengar). Kemudian Kami bangkitkan mereka, untuk Kami uji, mana dari kedua golongan menghitung lebih baik: berapa lama mereka tinggal. (Surat al-Kahfi, 11-12)
Demikianlah Kami bangkitkan mereka (dari tidur) supaya mereka saling bertanya. Salah seorang dari mereka bertanya, “Berapa lama kamu tinggal (di sini)?” Mereka menjawab, “Kami tinggal (barangkali) sehari atau sebagian dari sehari.” (Akhirnya) mereka (semua) berkata, “(Hanya) Tuhan yang mengetahui (berapa lama) kamu tinggal (di sini).... (Surat al-Kahfi, 19)
Situasi yang dikisahkan dalam ayat di bawah ini juga merupakan bukti bahwa waktu sebenarnya merupakan cerapan psikologis.
Atau seperti orang yang melewati sebuah dusun yang sudah runtuh sampai ke atap-atapnya, ia berkata: "Oh, bagaimana Allah menghidupkan semua ini setelah mati?" lalu Allah membuat orang itu mati selama seratus tahun kemudian membangkitkannya kembali. Ia (Allah) berfirman: "Tidak, bahkan seratus tahun, maka lihatlah makananmu dan minumanmu, tidak rusak. Tetapi lihatlah keledaimu; dan akan Kami jadikan engkau suatu tanda bagi manusia; dan lihatlah tulang-belulang itu bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging. Maka setelah jelas kepadanya ia pun berkata: "Aku tahu bahwa Allah berkuasa atas segalanya." (Surat al-Baqarah, 259)
Ayat di atas jelas menekankan bahwa Allah, Yang menciptakan waktu, tidak dibatasi oleh waktu. Sebaliknya, manusia dibatasi oleh waktu, yang ditakdirkan Allah. Seperti dalam ayat itu, manusia bahkan tidak mampu mengetahui berapa lama ia tertidur. Dalam keadaan demikian, pernyataan bahwa waktu adalah mutlak (sebagaimana pernyataan para penganut materialisme dalam pemikiran mereka yang menyimpang) sangat tidak masuk akal.
TAKDIR
Relativitas waktu ini mejernihkan masalah yang sangat penting. Relativitas begitu berubah-ubah sehingga suatu periode yang tampaknya berdurasi milyaran tahun bagi kita mungkin berlangsung hanya beberapa detik dalam perspektif lain. Lagipula, suatu periode waktu yang sangat lama yang membentang dari permulaan dunia sampai akhir dunia mungkin tidak berlangsung walau sedetik saja di dimensi lain.
Inilah intisari konsep takdir—suatu konsep yang tidak dipahami dengan baik oleh kebanyakan orang, khususnya para materialis yang sepenuhnya menolak [konsep] ini. Takdir ialah pengetahuan Allah yang sempurna tentang semua peristiwa masa lalu atau pun masa datang. Kebanyakan orang mempertanyakan bagaimana Allah telah mengetahui peristiwa-peristiwa yang belum dialami dan menyebabkan mereka gagal dalam memahami keotentikan takdir. Bagaimanapun, "peristiwa yang belum dialami" hanya demikian bagi kita. Allah tidak dibatasi oleh waktu atau pun ruang karena Ia sendiri yang menciptakannya. Karena alasan ini, masa lalu, masa datang, dan masa sekarang semuanya sama bagi Allah; bagi-Nya segala sesuatu telah terjadi dan berakhir.
Dalam bukunya The Universe and Dr. Einstein, Lincoln Barnett menerangkan bagaimana Teori Relativitas Umum sampai pada kesimpulan ini. Menurut Barnett, alam semesta dapat "tercakup dengan seluruh kemegahannya hanya oleh intelek kosmik”.47 Kehendak yang oleh Barnett disebut “intelek kosmik” merupakan bijaksanaan dan pengetahuan Allah, yang berlaku bagi segenap alam. Sama sebagaimana kita dapat dengan mudah melihat pangkal, tengah, dan ujung penggaris, dan semua satuan di antara [pangkal-ujung] sebagai satu keutuhan, Allah mengetahui waktu yang kita patuhi seolah-olah waktu merupakan satu peristiwa mulai dari awal hingga akhir. Akan tetapi, manusia mengalami insiden hanya ketika waktu mereka sampai, dan mereka menyaksikan takdir yang telah Alah ciptakan bagi mereka.
Perlu pula diperhatikan dangkalnya pemahaman yang menyimpang mengenai takdir yang berlaku di masyarakat kita. Keyakinan yang menyimpang tentang takdir ini merupakan suatu takhyul bahwa Allah telah menentukan "takdir" bagi setiap manusia tetapi bahwa takdir-takdir ini terkadang bisa diubah oleh manusia. Contohnya, orang memberikan pernyataan semu tentang seorang pasien yang kembali dari pintu kematian seperti "ia mengalahkan takdirnya". Tiada seorang pun yang dapat mengubah takdir. Orang yang kembali dari pintu kematian sesungguhnya tidak meninggal karena ia tidak ditakdirkan untuk meninggal pada saat itu. Ironisnya, inilah takdir orang-orang itu yang membohongi diri mereka sendiri dengan mengatakan "Saya mengalahkan takdir saya" bahwa mestinya mereka katakan demikian dan tetap berpola pikir demikian.
Takdir adalah pengetahuan yang abadi dari Allah dan bagi Allah, Yang mengetahui waktu seperti satu kejadian saja dan yang berlaku atas seluruh waktu dan ruang; segala sesuatu ditentukan dan diakhiri dalam takdir. Kita juga memahami dari sesuatu yang Allah hubungkan dalam Al-Qur'an bahwa waktu itu satu bagi Allah: banyak kejadian yang dalam pandangan kita akan terjadi di masa datang dikaitkan dalam Al-Qur'an dengan cara sedemikian seolah-olah [kejadian-kejadian] itu telah berlangsung jauh-jauh sebelumnya. Contohnya, ayat-ayat yang memerikan catatan bahwa manusia harus menyerahkan diri kepada Allah di akhirat dihubungkan sebagai peristiwa-peristiwa yang telah terjadi lama sekali:
Sangkakala ditiup, maka segala yang ada di langit dan yang ada di bumi pingsan, kecuali yang dikehendaki oleh Allah (dikecualikan). Kemudian itu ditiup sekali lagi, tiba-tiba mereka berdiri tegak dan menunggu. Dan bumi memancarkan cahaya Tuhannya; Kitab (catatan segala perbuatan) akan diletakkan (terbuka); para nabi dan saksi-saksi akan didatangkan, dan dijatuhkanlah keputusan yang adil di antara mereka, dan mereka pun tak akan dirugikan. (Surat az-Zumar, 68-69)
Dostları ilə paylaş: |