Hukum Mengerjakan Hadits yang Lemah



Yüklə 421,87 Kb.
səhifə1/10
tarix12.09.2018
ölçüsü421,87 Kb.
#81380
  1   2   3   4   5   6   7   8   9   10

Nama buku : Hukmu al ‘Amal Bi al Hadîts al Dha’îf

Judul terjemah : Hukum Mengamalkan Hadits Yang Lemah

Penulis : Dr Asyrif bin Sa’id

Penerjemah : Neni Kurniati, Lc

Penerbit : Maktabah as Sunnah

Jumlah Halaman : 146



Bismillahirrahmanirrahim




Sambutan dari Pusat Riset dan Studi Ilmiah Ilmu Hadits


Segala puji bagi Allah SWT, Kami memujinya, meminta pertolongannya dan memohon ampunan-Nya, Kami berlindung kepada Allah SWT dari kejahatan jiwa dan perbuatan yang tercela. Siapa yang diberi hidayah Allah SWT maka tidak akan sesat. Dan siapa yang sesat tidak akan mendapatkan hidayah-Nya. Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah SWT dan tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah hamba dan Rasul-Nya.

Allah SWT berfirman, “ Wahai orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah SWT dengan taqwa yang benar dan janganlah kamu meninggal kecuali kamu berada dalam keadaan muslim.” QS Ali Imran : 102. Allah SWT berfirman, “ Wahai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari satu jiwa dan menciptakan darinya pasangan-pasangannya dan dari pada keduanya Allah SWTmemperkembang biakan laki-laki dan perempuan yang banyak, dan bertakwalah kamu kepada Allah SWT yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain , peliharalah tali silaturahmi sesungguhnya Allah SWT selalu menjaga dan mengawasi kamu.” QS An Nisa’ : 1. Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah lepada Allah SWT dan berkatalah perkataan yang benar niscay Allah SWT memperbaiki bagi kamu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu dan barang siapa mentaati Allah SWT dan rasulnya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan.” QS Al Ahzab: 70-71.

Sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah yang ada dalam Al Qur’an dan hidayah yang paling baik, hidayah Muhammad SAW. Perkara yang paling buruk adalah perkataan baru yang direkayasa. Segala sesuatu yang baru adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan ada dalam neraka.

Segala puji bagi Allah SWT yang telag memerintahkan kita untuk menaatinya dan menaati Nabi-Nya SAW, mengikuti sunnahnya yang mulia, menjauhi bid’ah dan hawa nafsu. Allah SWT berfirman, “Taatilah Allah SWT dan Rasul-Nya supaya kamu sekalin dikasihi oleh Allah SWT.” QS Ali Imran: 132. Allah SWT berfirman, “Dan apabila kamu taat kepada-Nya, kamu akan mendapatkan hidayah. Dan tidak lain kewajiban Rasulullah SAW kecuali untuk menyampaikan amanat Allah SWT yang jelas.” QS An Nur : 54. Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah SWTdan Rasul-Nya dan janganlah kamu merusak pahala amal-amalmu.” QS Muhammad : 33. Allah SWT berfirman, “Taatilah Allah SWT dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu saling berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu mejadi gentar dan hilang kekuatan.” QS Al Anfal : 46. Allah SWT berfirman, “Siapa yang menaati Rasulullah SAW maka telah menaati Allah SWT.” QS An Nisa’ : 80.

Allah SWT berfirman, “Segala perintah Rasulullah SAW kepadamu, kerjakanlah! dan segala larangannya, jauhilah!” QS Al Hashar : 7. Allah SWT berfirman, “Apabila kamu berbeda pendapat dalam suatu hal maka kembalikanlah kepada Allah SWT dan Rasul-Nya jika kamu benar-benar beriman kepada Allah SWT dan hari akhir.” QS An Nisa’ : 59. Ayat-ayat yang berhubungan dengan masalah ini sangat banyak.

Allah SWT memerintahkan untuk mengikuti rasul-Nya, memperingati dan mengancam orang-orang yang mengingkari-Nya. Allah SWT berfirman, “Katakanlah, apabila kamu benar-benar mencintai Allah SWT maka taatilah Aku, maka Allah SWT akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, sesungguhnya Allah SWT maha pengampun dan maha penyayang.” QS Ali Imran : 31. Allah SWT berfirman, “ Sesungguhnya pada diri Rasulullah SAW terdapat suri tauladan yang baik.” QS Al Ahzab : 21. Allah SWT berfirman, “Demi Allah, sesungguhnya mereka pada hakekatnya tidak akan beriman sampai mereka menjadikanmu sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak keberatan dalam hati terhadap keputusanmu dan mereka menerima sepenuhnya.” QS An Nisa’ : 65. Allah SWT berfirman,” Sesungguhnya jawaban orang-orang yang beriman apabila mereka dipanggil Allah SWT dan Rasulullah SAW agar Rasul mengadili mereka ialah ucapan kami mendengar dan kami patuh dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” QS An Nur : 51. Setiap orang yang memahami ilmu syariah menyakini bahwa hadits adalah sebagai pentafsir al qur’an, penjelas segala sesuatu dalam al qur’an berupa hukum-hukum dan permasalahan agama. Keduanya harus ditaati.

Sunnah tidak dapat dipisahkan dari al qur’an, bahkan keberadaannya adalah sebagai penjelas bagi al qur’an, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT, “Dan kami telah menurunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” QS An Nahl : 44. Rasulullah SAW bersabda, “Bukankah aku telah diberikan al qur’an dan yang serupa dengannya1.” Dalam sebuah riwayat,” bukankah segala sesuatu yang diharamkan oleh Rasulullah SAW itu sama dengan apa yang diharamkan oleh Allah SWT. “

Bentuk ketaatan kepada Nabi, setelah beliau wafat, adalah dengan mengikuti sunnah dan hidayahnya. Karena seandainya tanpa loyalitas tersebut, akan berakhirlah risalah Nabi terakhir bersamaan dengan wafatnya. Hal ini dapat mengancam eksistensi ajaran agama Islam sampai hari kebangkitan.

Sumber dari segala kebaikan adalah dengan mengikuti Al Quran dan sunah, mengikuti petunjuk keduanya, menyelam di lautan keduanya dan kebaikan keduanya yang global. Tidak ada yang lebih memberi petunjuk, membahagiakan dan mensucikan bagi jiwa dari memahami Al Quran dan sunah , mengetahui pengetahuan didalam keduanya, memikirkan makna-makna yang terkandung didalamnya dan melaksanakan tujuannya. Disemua inilah akan didapatkan kesucian hati , kemurnian akal dan kesempurnaan jiwa.

Semua orang tahu bahwa sunah pada awalnya belum disusun dalam buku akan tetapi dihafalkan didalam hati. Bahkan awal pertama akan disusunnya sunah terjadi perselisihan pendapat yang akhirnya ditetapkan kebolehan untuk menyusun sunah berdasarkan bukti yang ada sesuai tempatnya.

Ketika islam mulai tersebar, meluas negara islam, berpencarnya para sahabat diberbagai negri, banyaknya yang meninggal diantara mereka, menyebarnya bid’ah dan semakin sedikitnya yang mempunyai hafalan yang baik menyebabkan pentingnya untuk menyusun dan menulis hadits, karena akal menghafal dan tulisan menjaga. Pada masa kekhalifahan Imam yang terkenal adil Umar bin Abdul Aziz beliau menulis surat kepada Abu Bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazm Al Anshory pegawai dan hakim di kota yang berisi, lihatlah apa yang ada pada hadits Rasulullah SAW maka tulislah sesungguhnya aku takut hilangnya ilmu dan meninggalnya ulama.1

Para sahabat muslim sangat berhati- hati dan teliti dalam menerima hadits dan riwayat, menyandarkan setiap perkataan kepada yang mengatakannya. Muhammad bin Sirin mengatakan,” Sesungguhnya ilmu ini (hadits) adalah agama, maka lihatlah kepada siapa kamu menyandarkan agamamu.”1

Karena itu Isnad (rantai periwayatan hadits) yang merupakan salah satu keistimewaan umat ini merupakan agama, tanpa isnad orang akan mengatakan apa yang dia suka.2

Ketika terjadi banyaknya fitnah, tersebarnya berbagai kejahatan dan pendapat-pendapat yang merusak isnad merupakan pelindung khusus. Muhammad bin Sirin mengatakan,” Pada awalnya mereka tidak menanyakan tentang isnad, ketika terjadi banyak fitnah, mereka berkata : beritahukan kepada kami perawi yang baik. Maka lihatlah kepada ahli sunah dan ambillah hadits dari mereka serta lihatlah ahli bid’ah dan jangan mengambil hadits dari mereka.”3 Mulailah adanya ilmu al-jarhu wa at ta’dil (ilmu untuk mengetahui kebenaran hadits yang dikeluarkan oleh perawi sekaligus mengetahui keadaan perawi hadits), menetapkan dasar-dasar dan kaidah atau aturannya, tanpa nepotisme, karena para sahabat nabi tidak takut akan celaan orang yang dengki.

Diantaranya Ali Al Madani, guru Al Bukhori beliau menyatakan lemah hadits yang diriwayatkan orang tuanya Abdullah bin Ja\far dan mengatakan,” Ini adalah agama.”. Abu Daud penulis kitab Al Sunan juga menyatakan lemah hadits yang diriwayatkan anaknya sebagai nasehat untuk umat islam. Zaid bin Abi Unaisah mengatakan,” Janganlah kalian meriwayatkan hadits dari saudaraku Yahya.” Dan sebagainya yang dilakukan ulama lain.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menjadikan sunah sebagai penjelas Al Quran , cahaya petujuk bagi orang-orang yang berilmu, mentakdirkannya dari orang-orang bertakwa yang menghafal Al Quran, perawi-perawi yang benar , para pengeritik hadits yang berilmu yang benar-benar mengkhidmahkan dirinya untuk agama, menjaganya dengan kehormatannya yang dengannya mencegah penyelewengan dari orang-orang fanatik, klaim para pendusta, kebohongan para perusak kerusakan para dajjal, pentafsiran orang –orang yang bodoh. Maka mereka mengkualifikasikan penulisan hadits, memisahkan yang shohih dari yang palsu erdasarkan apakah hadits-hadits tersebut bisa diterima ataupu ditolak.

Para ulama telah meletakan kaidah-kaidah dan aturan-aturan untuk masalah ini, yaitu ilmu ushul (dasar-dasar )hadits untuk menerima perawi dan menerima hadits yang diriwayatkanya, apabila memenuhi syarat-syarat yang ada maka haditsnya diterima dan ditolak apabila tidak memenuhi syarat.

Telah tersebar luas diantara kebanyakan ulama dan murid-muridnya tentang kebolehan mengamalkan hadits yang lemah dalam keutamaan ibadah, dan mereka mengira tidak adanya perbedaan pendapat dalam hal ini bahkan berkayakinan bahwa Imam Nawawy menyebutkan kesepakatan ulama dalam hal ini.

Para peneliti dari ulama menyatakan ketidakbolehan mengamalkan hadits lemah (dho’if) baik dalam hukum maupun dalam keutamaan ibadah. Golongan yang membolehkan mengamalkan hadits dalam keutamaan ibadah walaupun hadits dho’if, selama bukan merupakan hadits palsu ataupun benar-benar lemah telah menetapkan syarat-syarat penting yang harus dipenuhi dalam mengamalkan hadits tersebut.

Sayangnya banyak orang yang terlalu meudahkan syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam hal ini, mereka mengamalkan hadits tanpa mengetahui kebenaran dan kelemahan hadits, apakah kelemahan yang ada dalam hadits tersebut ringan ataupun berat.

Saudaraku tesis yang berisi seputar judul penting ini, ditulis oleh saudara kita yang mulia Asyrof Bin Sa’id .Terhimpun didalamnya pendapat-pendapat para ulama dan menerangkan mazhab yang benar dalam hal ini yang harus kita ikuti. Jelas dari pendapat-pendapat para ulama yang ada dalam tesis ini bahwa tidak ada ijma’ dan kesepakatan yang menyatakan bolehnya mengamalkan hadits dho’if dalam keutamaan ibadah. Semua ini akan menjadi satu-satunya tulisan yang lengkap, penuh dengan faidah, banyak manaat, dan mulia.

Tesis ini sangat penting pada zaman kita dimana telah benyak pendapat yang mengatakan bolehnya mengamalkan hadits dho’if dalam keutamaan ibadah bahkan mengenggapnya sebagai suatu kaidah yang dapat diterima. Kebanyakan mereka melampaui pengamalan hadits dho’if diatas keutamaan ibadah dan membolehkan pengamalan hadits dho’if dalam menetapkan hukum selain hukum syar’I dan sebagainya. Bahkan sebagian yan lain ada yang menolak hadits shohih hanya karena bertentangan dengan pendapat mereka yang rusak dan tercela kemudian mereka mengambil hadits dho’if dalam keutamaan ibadah dengan alasan bahwa hadits tersebut sesuai dengan apa yang tersirat dalam Al Quran, demi kebenaran arti dan semacam alasan yang mereka buat.

Tesis ini bertambah penting ketika banyak pengingkaran terhadap ekstensi agama, tingkatan kebodohan dari kebanyakan perawi, banyaknya hukum cabang (far’u) yang mengenyampingkan hukum asli, sehingga kemulian jiwa sudah hampir hilang, masalah berlalu begitu saja tanpa hukum, perginya hukum syar’I yang mengatur kepentingan individu dengan lainnya dan hilangnya nilai-nilai luhur. Segala sesuatu hanya milik Allah SWT dan kepada-Nya lah semua kembali

Hal ini merupakan suatu aklamasi yang benar dalam berpegang teguh dengan Al Quran dan sunah yang benar, mempelajari keduanya dan mengamalkan apa yang terkandung dengan niat yang ikhlas dan tulus sebagaimana yang diajarkan dalam syari’at . Barang siapa yang tidak mempunyai ilmu tentang Al Quran dan sunah tidak mempunyai sinar hidayah dan cahaya kenabian yang telah menerangi dajâjir1 syubhat dan kegelapan turuhât2. Walaupun hal ini ada karena kebodohan akal seseorang, akalnya sulit mencapai kebenaran yang jelas, hatinya kosong dari keimanan dan rasa takut terhadap agama.

Saya memohon kepada Allah SWT untuk menjadikan kita semua digolongan orang-orang yang mendengarkan petunjuk dan mengerjakan kebaikan dan Allah SWT menunjukan kita semua kepada hal yang diridhinya. Sesungguhnya Allah SWT Maha kuasa atas segala sesuatu

Maha suci Allah SWT Tuhan yang Mulia dengan segala sifat-Nya, salam kepada para rasul, dan segala puji bagi Allah SWT.

Ditulis

Abu Abdullah



Sayid bin Abbas bin Ali Al Jalimi

Pusat Riset dan Studi Ilmiah Keillmuan

Cairo 4 / 3 / 1411 H, 24 / 9 / 1990 M

Bismillahirrahmannirahim





Yüklə 421,87 Kb.

Dostları ilə paylaş:
  1   2   3   4   5   6   7   8   9   10




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin