Hukum Mengerjakan Hadits yang Lemah



Yüklə 421,87 Kb.
səhifə10/10
tarix12.09.2018
ölçüsü421,87 Kb.
#81380
1   2   3   4   5   6   7   8   9   10

1 Hal : 29

2 Ishaq Bin Ibrohim Al Hantoly

3 Hal : 34

4 Sedang buku Al Madkhol Al Kabir merupakan pengantar buku Al Sunan Al Kubro

1 beliau adalah Al Hakim Al Naisabury, guru Al Baihaqy beliau meriwayatkan dari gurunya dari bukunya Al Madkhol. Tetapi Al Baihaqy disini meriwayatkan dengan isnadnya sendiri.

2 Inilah yang etrtulis, dengan huruf dali tanpa tasydid.pada akhir katanya. Ada dua segi, menuerut saya aslinya adalah yuhmalu dengan huruf lam . Allah SWT Maha Mengetahui dalam hal ini, apalagi mereka adalah perawi yang lemah menurut Yahya rahimahullahu.

1Jilid 2 : Halaman 3

1 Jilid 1 : Halaman 22

2 Diambil oleh As Sakhowi dalam kitabnya Al Mughits, Bab I Hal : 267

3 Dalam kata pengantar kitab Al Fathu Hal: 465 Fasal Jumlah Hadits yang terdapat dalam Kitab Sahih Bukhari, sebagai sebuah bantahan terhadap Syeikh Muhiddin An Nawawi yang mengadopsi sejumlah hadits dairi kitab sahih bukhari berdasarkan klasifikasi bab dari Abi Al Fadli bin Thohir dalam bukunya Jawab Al Muta’annah

1 Penulis telah mengkaji pernyataannya setelah menulis isinya. No. 5 Silahkan mempercayainya

1 Pengambilan kesimpulan di pengaruhi oleh masalah-masalah ini, demi penjelasan perkara ini, dan telah diteliti dalam statement yang digunakan oleh para ulama mengenai defenisinya. Penulis mengikuti pendapat ini dengan pendirian sebagian para Huffadz yang di sebut dalam statement itu dengan melakukan studi banding dengan faham Imam Nawawi tentang hal ini dan para pengikutnya.

1 Diteliti kembali oleh Dr. Nuruddin ‘Attar

1 Diteliti kembali oleh Dr. Aisah Abd Rahman dan dengan Isinya ‘Mahasin Al Istilah’ Karangan Al Balqini Hal : 217

2 Jilid II Hal : 109-111 dari penjelasan kitab Taudhih Al Afkar karangan Al Sun’ani yang telah diteliti oleh Muhammad Muhiddin Abd Hamid.

1 Lihat statemen Al Allamah As Syatibi tentang bid’ah tambahan yang dijelaskannya dalam buku Al ‘Itisham jilid satu hal : 286

1 Kitab Majmu’ fatawa karya Ibnu Taimiyah Jilid 18 Hal : 65-68 Penerbit, Riyad

1 dengan syarat ukuran ini tidak dikenal dari seseorang yang tidak menguasai ilmu hadits dan dasar-dasarnya, sampai orang lain percaya bahwa siperawi adalah seorang yang adil, tap hal ini bagi ulama yang mengetahui titik kelemahan si perawi berdasarkan jenis perintah dan larangannya, sebagaimana yang dijelaskan penulis juga akan diterangkan seperti apa yang disebutkannya dari Al Hafidz bin Hajar Rahimahullahu, pada fasal ketiga.

2 Kedua hal ini tidak sama , jika itu terjadi pada kasus yang sama akan menjadi batil, maka kita bersandarkan kepada hukum syar’I untuk ukuran pahala dan hukuman yang kadang dilehi-lebihkan. Penulis akan menjelaskannya lagi pada fasal III. Insyaallah.

1 Perhatikan klasifikasi Syeikh Islam Ibnu Taimiyah antara pernyataan Imam Ahmad dengan pernyataan ulam yang menyatakan bolehnya mengamalkan hadits dho’if dalam keutamaan ibadah. Hal ini sesuai dengan apa yang ditetapkan penulis bahwa stateman para ulama tadi sama sekali bukan tentang masalah pengamalan.

2 Buku Ahadits Al Anbiya’ bab : apa yang dikatakan bani Israil. Hadits nomor : 3461

3 hadits shohih denag lafaz “ janganlah kamu mempercayai ahli kitab dan jangan pula mengingkari mereka. Namun katakanlah ,” kami beriman kepada Allah SWT dan apa yang telah diturunkan kepada kami dan apa yang telah diturunkan kepada kalian.” Disebutkan Al Bukhori dalam 3 tempat dikitab shohihnya . Pertama dalam masalah kesaksian, bab : 29 yaitu larangan untuk bertanya kepada golongan yang menyekutukan Allah SWT tentang hal yang berkaitan dengan kesaksian, kemudian beliau sambung dalam tafsir, firman Allah SWT,”katakanlah kami beriman kepada Allah SWT dan kepada apa yang telah diturunkan kepada kami.”hadits nomor: 4485. dalam buku Al I’tisom bab sabda Nabi SAW : Janganlah bertanya kepada ahli kitab tentang sesuatupun. Hadits no. 407 dari surah Al Ankabut, diteribitkan oleh Markaz Al Sunnah Li Al bahtsi Al Ilmi dan keduanya bersumber dari Abi Huraitah RA. Adapun kalimat hadits seperti ini, telah disebutkan oleh Abu Daug dalam Sunannya : Kitab Al Ilmi, pada Bab Permasalahan Periwayatan Hadits oleh Ahl Kitab, Hadits NO. 3627, dan oleh Imam Ahmad di dalam Kitab Masnadnya 4/136 Keduanya bersumber pada Al Zuhri dari Ibnu Abi Namlah, terus dari Abi Namlah Al Anshory yang merupakan seorang sahabat - dalam sebuah cerita – dan Isnadnya masuk dalam katagori sangat Shahih, tanpa Namlah bin Abi Namlah dari sebuah ketidak tahuan, maka tidak ada yang akan mempercayainya kecuali Ibnu Hibban yang menyebutkannya sebagai ulama yang tsiqoh dalam kitab shohihnya. Al Hafiz dalam kitab al Taqrib berkata: dapat diterima dan menyatakan hadits ini dalam kitab Al Isobah nomor : 1157 karya Ibnu Mundih, Ibnu Al Sakan dan Al Harist bin Abi Usamah.

1 Hadits yang menyebutkan tentang pasar ini dijadikan dalil oleh Al Darulquthny di bukunya jilid 2 : tentang Hadits Mudhtorob.Abu Hatim mengatakan dalam bukunya Al Ilal jilid 2 : halaman 171 dan 181 bahwa hadits ini munkar. Sebagaimana yang disebutkan oleh Abdullah bin Yusuf al Jadi’ dalam buku yang sudah diteliti kembali [Fadhlu Tahlil Wa Tsawabuhu Al Jalil] karya Ibnu Al Bana’ dalam buku al Ta’liqoh nomor : 33 . namun ini bukan inti dari pembahasannya.

2 Hadits yang sangat lemah , liwat buku [Al Silsilah Al Dhoifah] karya Imam Al Albany nomor : 671.

1 Buku Majmu’ al Fatawa jilid 1 : halaman 250-251. kemudian menyebutkan istilah Al Thurmudzi dalam pembagian hadits kepada shohih, hasan dan dho’if. Desangkan yang dimaksud dho’if versi Ahmad bin Hanbal adalah hadits hasan.

2 Perhatikan ijma’ ini, didalamnya mengandung bantahan terhadap kelompok yang menjadikan dho’if sebagai dasar hukum dalam keutamaan ibadah dan sebagainya termasuk dalam menetapkan sesuatu sebgai sunah.

1 Jilid 1: halaman 231

2 jilid 2 : halaman 381

3 Di nukil dari buku Qowa’id Liltahdits karya Al Qosimy halaman : 120

2 Halaman : 91. cetakan kedua penerbit Al Islamy.

1 Telah dipaparkan pernyataan beliau pada pasal ketiga.

2 Semoga Allah SWT memperkenankan hadirnya tulisan ini diantara para penuntut ilmu walaupun belum selesai. Sesungguhnya Imam Al Mualimi rahimahullahu dalam hal ini telah melakukan berbagai penelitian yang menjunjung keberadaan ilmu ini pada masa-masa terakhir ini. Penulis telah mengumpulan tulisan-tulisan yang terkenal terutama diantara para pelajar tentang kedudukan beliau yang belum menerima haknya padahal beliau sangat memperhatiakn ilmu ini, penulisannya dan apa yang ditelitinya dari kitab-kitab salaf yang sangat banyak. Maka penulis mengumpulkannya statemen beliau yang berkaitan dengan para perawi, sejarah, kaidah mustolah hadits dan sebagainya dari tulisan-tulisan yang ada.semoga Allah SWT memudahkan dalam menyelesaikan dan menyebarkannya.

1 Ini merupakan pernyataan yang sangat berharga, betapa benar dan kuatnya, yang telah sampai kepada maksudnya dari panjangnya pembahasan penulis. Guna menembah faidah dan petunjuk bagi pembaca.

2 Halaman : 55

1 Fathul mughits jilid 1 : halaman 236

2 halaman : 195

1 halaman ; 23-26. cetakan Qurtobah, telah diteliti oleh saudara kami seagama Thorik Bin Iwadhullah Al Dar’amy

2 syarat ini setahu penulis hanya di nukil oleh Ibnu hajar dan akan dikaji sebentar lagi.

1 Al Albany memahami kalimat ini, bahwa Alhafiz lebih condong tidak membolehkan penagmalan hadits dho;if, tetapi tidak diutarakannya secara gambling hanya mengatakan “ bagi saya tampaknya….”sebagaimana disebutkan dalam kata pengantar buku tamaam al mannar halaman : 37 . yang benar mazhab Al Hafiz dalam masalah ini tidak jelas dan kebanyakan ahli ilmu menukilnya berdasarkan syarat-syarat para imam dalam hal ini dan menyatakan sebagai mazhabnya. Tetapi sekedar menukil tidaklah cukup. Pernyataan Al Hafiz dalam buku Tabyiyn Al Ajib merupakan penyempitan dari kaidah ini, yang mana telah diketahui dari apa yang ditetapkan oleh Aba al Hasan bin Al Qotton bahwa yang boleh diamalkan dari hadits dho'if adalah hadits hasan lighoirihi menurut istilah Al Thurmudzi.ini adalah hadits yang dianggap dho'if menurut ulama yang lain. Beliau berkata dalam al Naktu ala Ibni al Solah jilid 1 : halaman 402. Aba al Hasan bin Al Qotton salah seorang hafiz yang juga pengkritis hadits dari Maghrib mengatakan dalam bukunya bayan al wahmu wa al iham bahwa bagian ini yaitu hadits hasan lighoirihi tidak semuanya dijadikan dasar hukum akan tetapi hanya diamalkan dalam keutamaan ibadah tanpa hal yang berkaitan dengan hukum kecuali ketika banyaknya silsilah rawi , bersambungnya silsilah perawi hadits dan kesesuaian ekstensi hadits tersebut dengan hadits sohih atau arti literal al quran.

1 Kitab al I’tishom jilid 1 halaman 225

1 kemudian beliau disini menyebutkan tentang masalah Imam Ahmad bin Hanbal yang lebih mengutamakan hadits dho'if diatas qiyas dan pendapat . lalu beliau berkata, semua ini adalah hasil usaha seoramg mujtahid yang bisa jadi benar dan bisa jadi salah . maka wajib ditafsirkan sebagai hadits hasan yang baik sanadnya. Masalah in akan dibahas dalam pasal tersendiri.

2 Judul ini diambil dari Al Albany dalam kata pengantar buku sohih al targhib wa al tarhib halaman : 30-31 dan bukan yang merupakan karya Imam Al Syathibi

1 aturan ini telah ditetapkan, kemudian menyebutkan perkataan Ibnu Taimiyah tentangnya. Semua itu harus dilihat kembali karena penting.

2 Sebagian ulama telah berudaha untuk menyatakan kebenarannya, semua itu jauh dari hasil penelitian.

1 Inilah inti dari pernyataan Al Syathibi rahimahuullahu terhadap syarat yang kedua, maka jagalah agar terhindar dari kesalahan –kesalahan dan isu-isu yang disebarkan kaum tertentu.

1 Dalam kitab Al I’thishom : bab solat sunah dan apa yang penulis kira sebagai kesalahan atau sesuatu yang telah diangkat hukumnya[nasikh]

1 berbeda dari yang asli akan tetapi mempunyai kessamaan dari segi lafaz. Disebutkan oleh Al Albany hafizohullahu.

2 Judul tambahan untuk menjelaskan dan menerangkan. Perkataan al Syatibi selanjutnya pernah dipaparkan, namun penulis tidak ingin menghapusnya dari sini karena merupakan suatu yang bernilai sebagaimana dipaparkan.

1 Menurut sebagian ulama besar bahwa maksud Al Syathibi rahimahullahu dalam hal ini adalah Syeikh Muhyiddin Al Nawawi rahimahullahu

2 pada penutup bab kelima dari kata pengantar Al Nawawi rahimahullahu berkata masalah-masalah dan kaidah kaidah yang berkaitan dengan bab ini telah bercabang dari masalah globalnya. Halaman : 125. Inilah masalah ketiga yang ada dalam bab ini.

1 jilid 2: halaman 179

1 Judul ini dan tulisan dibawahnya diambil penulis dari buku Dr. Yusuf Qardawi (Kaifa Nata’amal Ma’a Al Sunnah, Hal : 77-78

1 Dijelaskan dengan lafadznya sendiri : Thohir Al jazairy dalam buku “Taujih Al Nazri Hal : 290 ini merupakan penjelasan yang baik

1 Pada akhir bab kelima dari kata pengantar halaman 123

2 Kutipan ini diambil sebagian ulama yang mengatakan bahwa mazhab Mslim Rahimahullahu yang menyamakan periwatan dan pengambilan dalil antara hadits-hadits keutamaan ibadah tersebut dan hadits hukum.

1 Yaitu shahih secara istilah yang tercakup didalamnya hadits hasan lizatihi dan lighairihi. Maksud dari shahih disini adalah sah dijadikan landasan hukum.

2 Pernyataan beliau ini telah disebutkan dalam bab sebelumnya dengan lebih lengkap, disebutkan secara ringkas disini hanya untuk menunjukan inti sarinya . Sebagaimana yang dikatakan oleh Al Qodami bahwa didalam pernyataan ini terdapat banyak faidahyabg bisa disusun lebih dari satu bab dan ditafsirkan dalam banyak arti

1 jlid 1 : halaman 74

1 penjelasan dari buku Alfiyah Al Hadits karya Al Iroqi , jilid 1 : halaman 268

2 halaman : 113. akan dipaparkan kemudian ulama yang mennyetujui pernyataan beliau adan mengikuti mazhab nya.

3 Lengkapnya ( fi funun Al Maghozi wa Al Syama’il wa Al sair) jilid 1 : halaman 24 , didalamnya terdapat jawaban –jawaban yang dilontarkan oleh Muhammad bin Ishak , pengarang buku Al Maghozi, dari segi kelemahan.

4 Dalam buku Qowa’id Al Tahdits halaman : 113

2 Pernyataan beliau ini telah dipaparkan sebelumnya. Disebutkan lagi disini untuk memperkuat.

3 Pernyataan ini dikutip beliau dari tulisan yang berjudul ( Bazlul Juhdi Fi Tahqiqi Hadaitsi Al Suq Wa Al Zuhdi) halaman: 11, karya Abi Abdillah Adil bin Abdillah Al Sa’idani. Dipresentasikan oleh Syeikh Muqbil Bin Hadi. Penulis buku ini mengutipnya dari kitab Turots karya Al Syaukani. Ini merupakan pernyataan yang panjang dan sebgaian besar sangat bermanfaat. Makna dari pernyataan beliau ini telah dipaparkan oleh para Ulama terutama Syathibi. Penulis hanya menyebutkan inti sarinya. Lihat kembali buku Al Majmu’ halaman: 283

1 Halaman : 75

2 yaitu al Hafiz Ibnu Asakir dalam majlis ke enam setelah ke400 dari pemaparannya yaitu dalam keutamaan bulan rajab menyebutkan didalamnya 3 hadits munkar.

1 Halaman : 94. beliau juga mengatakan hal yang serupa dalam komentar beliau pada kesimpulan buku Ulum Al Hadits karya Al Hafiz Ibnu Katsir, yang berjudul Al Ba’its Al Hatsits halaman : 76.

2 Jilid ke 2 , halaman: 122. Beliau dalam hal ini telah mengungkapkan pernyataan yang sangat baik sesuai dengan apa yang telah penulis tetapkan dalam hal ini. Beliau berkata dalam akhir pembahasannya ,” telah kami jelaskan pembahasan ini dengan sangat jelas , demi menjaga kehormatan para ulama dan agama sehingga tidak bersikap permisif dalam hadits yang mana hal ini sanagt buruk. Karena para ulama inilah orang-orang yang sangat menjaga agama lebih dari apapun. Sebgaimana mereka juga golongan yang banyak menerima caci maki dalam menegakan agama Allah SWT.

1 Yaitu dho’if yang tidak mencapai derajat hasan.

2 Halaman : 51. Tulisan ini adalah ringkasan dari hasi penelitian yang panjang. Diklasifikasikan oleh Syeikh Albany dalam komentarnya dalam buku ulama lain. Dapat dilihat dari sumber bacaan.

3 Lihat catatan kaki no : 22

1 dalil yang paling mendekati dari mazhab ini adalah pendapat yang berkata : (seperti Ibnu Hajar al Haitami dalam buku Al Fath Al Mubin Syarhu Al arba’in halaman : 36, yaitu jika hadits yang ada adalah hadits sohih, pasti telah diamalkan, karena jika tidak maka tidak akan menyebabkan kerusakan dalam hukum yang berkaitan dengan penghalalan sesuatu, pengaharaman.

Segi pendalilan inilah yang diklaim oleh golongan yang ingin menguatkan mazhab ini. Padahal didalamnya tidak mencakup suatu dalil yang besar dan kuat , disebabkan bebeapa hal :



  • Pertama, kemungkinan hadits ini sohih berdasarkan perkiraan yang lemah, sebagaimana halnya hadits dho’if yang tidak mencapai derajat hadits hasan. Perkiraan yang lemah ini bukanlah sesuatu yang bisa dijadikan dalil.

  • Kedua, hukum-hukum syar’I adalah: wajib, mustahab, mubah, makruh dan haram. Semua ini adalah hukum-hukum taufiqiyah yang dengannya kita harus bersikap abstein (tidak bisa ditetapkan) disisi Allah SWT. Tidak boleh menetapkan salah satu dari hukum tersebut kecuali berdasarkan dalil yang bisa dijadikan landasan hukum. Jika dalam pengamalan hadits yang berkaitan dengan anjuran, larangan dan sebagainya tidak menyebabkan suatu kerusakan (berupa penghalalan ataupun pengharaman sesuatu dan hilangnya hak-hak orang lain) maka hadits dho’if dapat menetapkan dua hukum yaitu : istihbab (boleh) dan karohah ( dibenci ). Keduanya merupakan bagian dari hukum-hukum taufiqiyah. Permasalahan seputar ini telah dibahas oleh Syeikh Islam Ibnu Taimiyah.

  • Ketiga, kerusakan yang terjadi akibat menyandarkan suatu perkataan maupun perbuatan kepada Rasulullah Saw , sedangkan ada dalil kuat yang menyatakan bahwa hal tersebut tidak pernah dikatakan atau dilakukan beliau, maka kerusakan yang terjadi bukan sekedar berkaitan dengan penghalalan ataupun pengharaman sesuatu serta hilangnya hak-hak orang lain namun lebih besar dari itu semua. Maka pikirkanlah !!

1Dinukil dari Tohir al Jaza’iri dalam buku Taujih Al Nazri

1 Suyuthi telah menyebutkan suatu sisi tentang pembahasan hadits ini dalam bukunya yang berjudul Al La’I al Masnu’ah ,jilid 1 : halaman 266. Dalam hal ini beliau menyebutkan pembahasannya yang bernama Nasyru Al Ilmiyin Al Munfin Fi Ihya’ Al Abawainial Syarifaini.

Kemudian penulis menemukan sebuah kitab yang tertulis diatasnya Al Rosa’il Al Tis’I, karya imam Jalaluddin, penerbit Dar Ihya’ Ulum Beirut, cetakan kedua 1409 H. tercakup didalamnya 9 tulisan . 6diantaranya berkaitan dengan judul ini, salah satunya Nasyru Al Ilmiyin dan sisanya adalah Masalik Al Hunafa fi walidi Al Mustofa , Adurju Al Manfiyah fi al Abâi al Syarifaini, Subul Al Jaliyah Fi Al Abai Al Iliyah, Al Maqosid Al Sanadsiyah Fi Al Nisbah Al Mustofawiyah, Al Ta’zim Wa Al Minnah Fi Anna Abawai Rasulullah SAW Fi Al Jannah. Naskah yang terakhir ini dicetak tersendiri.

Keenam tulisan ini seakan menjadi satu , hnya berbeda kalimaturutan. Semuanya berisi seputar mengangkat hadits ini dari martabat palsu kemartabat dho’if. Sehingga beliau dapat menerapkan kaidah beliau dalam hadits ini.

Dalam sanad hadits ini versi Suyuthi terdapat beberapa kesalahan. Penulis sendiri telah membuat suatu diskusi atas pernyataan beliau yang berisi bantahan terhadap pernyataan yang bermaksud menguatkan atau menaikan derajat hadits ini yang mana telah ditetapkan sebagai hadits bathil, palsu dan munkar oleh mayoritas huffaz ahli hadits, yang dipimpin oleh Imam Darul Quthni rahimahullahu



Ketika Suyuthi mengkritik sanad hadits ini beliau mengatakan beberapa hal yang tidak mengenakan hati berkaitan dengan para perawi hadits, diantaranya mengangkat tuduhan pemalsu dari para perawinya. Beliau bersikeras bahwa salah satu dari perawi hadits tersebut bukanlah seorang yang dituduh pemalsu hadits.

Hadits ini berkisar kepada tiga orang perawi yaitu :



  1. Abu Bakar Muhammad Bin Hasan Al Nuqosy

  2. Abu Ghoziyah Muhammad Bin Yahya Al Zuhri

  3. Umar Bin Ayub Al Ka’bi

Begitu juga tulisan : Abi Zinad Dari Hisyam Bin Urwah Dari Ayahnya Dari A’isyah ….yang pertama adalah seorang pendusta. Lihat Mizan Al I’tidal jilid 3 : hal 516, jilid 40 : hal 35. Dalam buku Lisan jilid 5 : hal 632. Sedangkan Imam Suyuthi hanya mengutip berdasarkan ilmu pengetahuannya tentang al Quran dan tidak menerangkan kebohongannya. Lihat Al Mizan pada dua sumber bacaan yang lalu.

Perawi nomor dua, Ibnu Al Jauzi menyebutnya dalam buku al Maudhu’at jilid 1 : hal 284, bahwa siperawi tidak dikenal. Kemudoan dikomentari Al Hafiz dalam buku al Lisan jilid 4: halaman 91, beliau berkata : Muhammad bin yahya bukanlah perawi yang tidak dikenal, beliau adalah seseorang yang terkenal yang mempunyai karya berupa ringkasan dari tulisan yang bagus tentang sejarah mesir karya Abi Sa’id bin yunus. Namun Darul Quthni menuduhnya sebagai pemalsu hadits.

Ketika Syuthi membantah perkataan Al Jauzi beliau mengutip pernyataan Al hafiz namun beliau tidak menyebutkan bahwa Darul Quthni menuduhnya sebagai pemalsu hadits! Kemudian dalam buku Midar Al Hadits jilid 1 halaman 276 , beliau berkata, bahwa Muhammad Bin Yahya lemah dan tidak dituduh pendusta.

Perawi yang ketiga,dituduh sebagai pemalsu hadits, DarulQuthni rahimahullahu ragu dalam perawi ini : Abu ghoziyah atau Al Ka’bi, walaupun begitu Suyuthi mengatakannya sebagai perawi yang tiala diketahui. Lihat buku Al Lisan jilid 4 : 192.

Mengomentari tulisan yang telah disebutkan Darul Quthni berkata ,” didalamnya tidak ada yang benar.”lihat buku Al Lisan jilid 4 : 192

Lihat keterangan tambahan pada buku Al Abathil Wa Al Manakir , karya Al Jauzqoni, jilid 1, hadits nomor 207. Telah diteliti oleh Abdurrahman Al Faryuwa’i. Didalamnya ada hasil kajian terhadap hadits oleh Ibnu Syahin dalam buku Al Nasikh wa Al Mansukh dan Al Khotib dalam buku Al Sabiq wa Al lahiq



1 Halaman : 426, cetakan ketiga dan telah diteliti oleh Abdul Fatah Goddah

1 tambahan dari Al Jarhu Wa Ta’dil karya abi Hatim.

1 Jilid 4: halaman, dan lihatlah hadits ini pada pendahuluan buku al majruhin karya Ibnu Hibban halaman 28 dan seterusnya.

1 Hal ini mungkin disebabkan karena Ziyad Bin Muhraq mengetahui kelemahan Syahru bin Hausyib menurut Syu’bah.

1 Berbeda pendapat tenatang keadaan Syahru Bin hausyibn yang kuat : Hasan. Penulis tlah menjelaskannya dalam komentarnya di buku Khowatim Jami’ Al Ushul tentang biografi Syahru dari huruf Syin No. 1327

2 hadits ini sohih dari riwayat Uqbah dari Umar RA tapi bukan melalui car ini, dan dengan lafaz,” tidaklah seseorang diantara kamu berwudhu’ , menyempurnakan wudhu’nya kemudian sholat dua rakaat menghadap Allah SWT kecuali Allah SWT akan memasukannya surga dan mengampuni dosa-dosanya.” Dengan tambahan lafaz ,” sholat dua rakaat mengahadap Allah SWT.” Dalam riwayat yang lain ,” mengahadap Allah SWT.”

Diriwayatkan oelh Ahmad dalam buku Musnadnya ( jilid 4:145-146), Muslim dalam buku sohihnyan (nomor 234/17), Abu Daud Al Sajastany (jilid 1/287) dan tanpa hadits Umar serta cerita tentang unta diriwayatkan oleh Al Nasa’I dalam buku Al Mujtaba (jilid 1 : 95)

Diriwayatkan oleh Abu Daud Al Toyalisi dalam Musnadnya , halaman : 135 dari silsilah periwayatan Thoriq bin Ziyad Bi Muhrok dari Syahru bin hausyib, dari Uaqbah bin Amir dengan lafaz ,” Siapa yang berwudhu , menyempurnakan wudhunya kemudian malksanakan sholat wajib dengan khusyu’ maka dia bagaikan baru dilahirkan ibunya.”


1 Pernyataan ini telah disebutkan pada dalil ke 12 pada Pendahuluan buku ini.

1 Mazhab ini terlepas dari judul asli buku ini, namun tetap dipaparkan untuk mendapatkan faidah yang lebih besar. Penulis tidak memperpanjang kutipan pendapat para ulama karena sudah terkenal.lihat footnote nomor : 1

2 Tohir Al Jaza’iri dalam buku Taujih al Nazr halaman : 292. para ahli kalam terkejut dengan adanya pendapat ini dikarenakan hukum-huum dalam agama haruslah berdasarkan kepada dasar-dasar yang sudah kuat. Golongan ulama selain mereka juga sangat terkejut dengan pernyataan mazhab ini dan menganggap pernyataan ini sebagai tanda-tanda kecerobohan dalam mengikuti sesuatu dan menjauhi bid’ah. Ada juga golongan lain dari ulama yang tidak mengomentari hal ini .

sehingga ada sebuah statemen yang mengatakan ( sebagian dari kami berpendapat bahwa apa yang dikatakan mazhab ketiga baik, namun sebagian yang lain tidak berkomentar)



1 jilid 4; halaman 34. lihat juga buku Majmu’ al Fatawa jilid 1 :251

1 jilid 1 : halaman 31

2 Jilid 1 : halaman 77

* Mizan Al I’tidal (3/653 No. 7969) dan Al Lisan (5/295 No. 1004) Al Jawazir (1/136-137) dan Jail AL Maudhu’at oleh Imam Sayuti.



Yüklə 421,87 Kb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7   8   9   10




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin