Ilmu al-qur'an pengertian pertumbuhan dan perkembangannya



Yüklə 128 Kb.
səhifə2/5
tarix02.11.2017
ölçüsü128 Kb.
#27333
1   2   3   4   5
Pada masa ini penulisan masih pada pelepah kurma, lempengan batu, lontar, kulit atau daun kayu, pelana dan potongan tulang-belulang  binatang. Dan apa yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki oleh yang lainnya.
Pada saat Rasulullah wafat, Al Qur'an telah dihafal dan ditulis dalam bentuk diatas, ayat-ayat dan surah dipisah-pisahkan, atau di tertibkan ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembaran yang terpisah dan dalam tujuh huruf. Tetapi Al Qur'an belum terkumpul dalam satu mushaf yang menyeluruh (lengkap).
•    Pengumpulan A Qur'an pada masa Abu Bakar.
Pada  perang Yamamah tahun 12 H. terjadi peperangan melawan kaum murtad. Pada peperangan ini 70 sahabat yang hafal Al Qur'an gugur. Umar bin Khatab merasa khawatir melihat kenyataan ini lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukaan usul agar mengumpulkan Al Qur'an karena  dikhawatirkan  akan musnah.
Pada  awalnya Abu Bakar menolak usulan ini karena hal ini belum pernah dilakukan oleh Rasulullah, namun pada akhirnya iapun menerima   usulan umar tersebut. Lalu ia memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk melaksanakan tugas ini mengingat kedudukannya dalam qiraat, penulisan, kecerdasan  dan kehadirannya dalam pembacaan yang terakhir kali.
Zaid memulai tugasnya dengan sangat teliti dengan bersandar pada hafalan yang ada didalam hati para qura dan catatan yang ada pada para penulis. Ia menuturkan: "kukumpulkan ia dari pelepah kurma, kepingan-kepingan batu dan dari hafalan para penghafal, sampai akhirnya aku mendapatkan akhir surat Taubah berada pada Abu Huzaimah Al Anshary, yang  tidak kudapatkan dari orang lain". Hal ini bukan berarti tidak mutawatir, Zaid sendiri hafal dan demikian pula para sahabat lainnya. Tapi ini dilakukan sebagai bentuk kehati-hatiannya.
Diriwayatkan bahwa ia tidak mau menerima dari seseorang mengenai hafalan Al Qur'an sebelum disaksikan oleh dua orang saksi.
Kemudian hasil penulisan ini disimpan di tangan Abu Bakar sampai beliau wafat. Setelah beliau wafat lembaran-lembaran itu berpindah ketangan umar dan tetap berada ditagannya hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu berpindah ketangan Hafshah,putri Umar. Pada permulaan khalifah Usman, Usman memintanya dari tangan hafshah.

•    Pengumpulan Al-Qur'an pada masa Ustman


Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk irak, Abu Hudzaifah  melihat banyak perbedaan dalam caara-cara mambaca Al Qur'an. Sebagian bacaan bercampur dengan kesalahan. Tapi masing-masing mempertahankan dan memegangi bacaannya, hingga mereka saling mengkafirkan. Melihat kejadian ini ia menghadap khalifah Usman dan melaporkan apa  yang dilihatnya.
Utsman kemudian mengirimkan utusan ke Hafsah (untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar yang ada padanya). Kemudian Utsman memanggil Zaid bin tsabit Al nshary, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin As, dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam, ketiga orang terakhir adalah suku Quraisy; lalu memerintahkan mereka untuk menyalin dan memperbanyak mushaf, serta memrintahkan pula agar apa yang diperselisihkan oleh Zaid dan ketiga Quraisy itu ditulis dalam bahasa Quraisy, karena Al Quran turun dengan logat mereka.
Setelah selesai menyalinnya, Utsman mengembalikan lembaran-lembaran aslinya kepada Hafshah. Selanjutnya Usman mengirimkan kesetiap wilayah mushaf yang baru tersebut dan memerintahkan agar semua Mushaf / Qur'an lain di bakar.

•    Perbedaan antara pengumpulan Abu Bakar dengan  Utsman


    Pengumpulan yang dilakukan Abu Bakar bermotif kehawatiran beliau akan hilangnya Al Qur'an karena banyaknya hufadz yang gugur dalam peperangan. Sedangkan pada priode Utsman bermotif karena banyaknya perbedaan bacaan Al Qur'an yang disaksikannya sendiri di daerah yang saling menyalahkan satu dengan yang lainnya.
    Pada masa Abu Bakar pengumpulan  dalam bentuk memindahkan semua tulisan atau catatan aslinya kemudian di kumpulkan dalam satu mushaf, dengan surah-surah dan ayatnya yang  tersusun serta terbatas pada bacaan-bacaan  yang tidak mansukh dan masih mencakup ketujuh huruf sebagaimana ketika Al Qur'an diturunkan. Sedangkan pada masa Utsman menyalinya dari tujuh huruf menjadi satu mushaf dan satu huruf diantara tujuh huruf itu, untuk mempersatukan kaum muslimin dalam satu mushaf dan satu huruf yang mereka baca tanpa keenam yang lainnya.

•    Syubhat dan bantahannya

Meraka mengatakan bahwa dalam Al Qur'an terdapat sesuatu yang bukan dari Al Qur'an ? mereka berdalail dengan riwayat yang menyebutkan bahwa Abdullah bin Mas'ud mengingkari An ns dan Al Falq termasuk dari Al Quran.
Jawab, riwayat ini tidaklah benar karena bertentangan dengan kesepakatan umat. An nawawi mengatakan dalam Syarhul Muhadzab, "Kaum muslimin sepakat bahwa kedua surah (An Naas dan Al falq) itu dan surat fatihah termasuk Al Qur'an dan siapa saja yang mengingkarinya, sedikitpun ia telah kafir.
Ibnu Haazm berpendapat: "riwayat tersebut merupakan pendustaan dan pemalsuan atas nama Ibnu Mas'ud.

TERTIB AYAT DAN SURAT

Para ulama berbeda pendapat tentang tertib surat dalam Al Qur'an:
    Dikatakan bahwa tertib surat itu tauqifi dan di tangani langsung oleh nabi sebagaimana di beritaukan oleh jibril kepadanya atas perintah Allah.
    Dikatakan pula bahwa tertib surat itu berdasarkan ijtihad para sahabat, mengingat adanya perbedaan dalam mushaf mereka
    Dikatakan pula sebagian surat tertibnya tauqifi dan sebagian lainnya berdasarkan ijtihad sahabat, hal ini karena adanya tedapat dalil yang menunjukan adanya penertiban sebagian surah pada masa Nabi saw.
Ibnu hajar mengatakan, "Tertib sebagian surah atau sebagian besarnya itu tidak dapat di tolak sebagai bersifat tauqifi. Rasulullah saw bersabda :
"Rasulullah berkata kepada kami, telah dating kepadaku waktu untuk mencari hizb (bagian) Al Qur'an, maka aku tidak ingin keluar sebelum aku selesai. Lalu kami tanyakan kepada sahabat-sahabat Rasulullah: “bagaimana kalian membuat pembagian Al Qur'an? Mereka menjawab: kami membaginya menjadi 3 surah, 5 surah, 7 surah, 9 surah, 11 surah, 13 surah, dan bagian Al Mufashal dari Qaaf sampai khatam.
Ini menunjukan bahwa tertib surah seperti dalam mushaf sekarang adalah tertib surah pada masa Rasulullah. "

Pembagian Surah-surah dan ayat Al qur'an

1)    At Tiwal, ada tujuh yaitu : AL Baqarah, Ali Imran , Al maidah , al an'am , Al A'raf dan Al Anfal.
2)    Al Miun. Yaitu surah-surah yang ayatnya lebih dari seratus atau sekitar itu, seperti Al Kahfi, dan Al Isra'
3)    Al Matsani, yaitu surah-surah yang jumlah ayatnya dibawah Al Miun, karena surah ini diulang-ulang bacaannya lebih banyak dari At Tiwal dan Al Miun.
4)    Al Mufashal, terbagi menjadi tiga yaitu: tiwal, aushat dan Qishar.

Rasm utsmani

Para ulama berbeda pendapat tentang setatus hukumnya, apakah dia tauqifi atau bukan. Berikut perinciannya:
1)    Merupakan tauqifi, dan wajib untuk jadi pegangan.
2)    Ada yang berpendapat Rasmu Utsmani bukan tauqifi dari Nabi, tetapi hanya merupakan satu cara penulisan yang disetujui Utsman dan diterima umat dengan baik. Sehingga menjadi suatu yang wajib untuk dijadikan pegangan dan tidak boleh dilanggar. Ini merupakan pendapat yang paling rajih.
3)    Ada yang berpendapat rasm usmani hanyalah sebuah istilah, tatacara dan tidak ada salahnya menyalahi bila orang telah menggunakan satu rasm tertentu untuk itu dan rasm itu tersirat luas dikalangan mereka.

Fasilah dan ra'sul ayat

Ra'sul ayat adalah akhir ayat yang  padanya diletakan tanda fashl (pemisah) antara satu ayat dengan ayat lain.
Fashilah adalah kalam (pembicaraan ) yang terputus dengan kalam sesudahnya, jadi setiap ra'sul ayat adalah fashilah, tetapi tidak setiap fashilah itu ra'sul ayat.
Pembagian fashilah di dalam Al Qur'an :
1)    Fashilah Muthamatsilah
Qs : Ath Thur :1-3
2)    Fasilah Mutaqaribah. Qs : Al Fathihah: 1-4
3)    Fasilah Muthawaziyah. Al Ghasiyah : 13-14
4)    Fasilah Mutawazin. Al Ghasiyah : 15-16

TURUNNYA AL QUR'AN  DENGAN TUJUH HURUF

Perbedaan pendapat tentang pengertian tujuh huruf
Para ulama berbada pendapat dalam menafsirkan tujuh huruf ini dengan perbedaan bermacam-macam:
1)    sebagian besar ulama berpendapat bahwa yang ia adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab mengenai satu makna.
Dikatakan bahwa tujuh bahasa tersebut adalah Quraisy, Huzail, saqif, Hawazin, Kinanah dan Yaman. Namun dalam riwayat lain yang menyebutkan berbeda.
2)    Suatu kaum berpendapat bahwa bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab dengan nama Al Qur'an diturunkan.
Maksudnya adalah bahwa tujuh huruf yang betebaaran di berbagai macam surat Al Qur'an, bukan tujuh bahasa yang berbeda dalam kata tetapi sama dalam makna.
3)    Sebagian ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud tujuh huruf yaitu : Amr (perintah), Nahyu (larangan), Wa’ad (janji), Wa'id ( ancaman), jadal (perdebatan), Qashas ( cerita ) dan Masal (perumpamaan). Atau Amr, nahyu, halal, haram, muhkam,mutsyabih dan masal.
4)    Segolongan ulama berpendapat bahwa yang dimaksud tujuh huruf yaitu:
a. Ikhtilaful Asma' ( perbedaan kata benda)
b. Perbedaan dalam tashrif.
c. Perbedaan taqdim dan ta'hir
d. Perbedaan dalam segi ibdal (pengantian )
e. Perbedaan karena penambahan dan pengurangan
f. Perbedaan lajah, seperti idzhar dan idham, fathah dan imalah dll.
5). Menurut sebagian ulam yaitu tujuh itu tidak diarikan harfiyah (bukan bilangan enam sampai delapan) tetapi bilangan tersebut hanya lambang kesempurnaan  menurut kebiasaan orang arab.
6). Segolongan ulama berpendat bahwa yang dimaksud tujuh huruf adalah tujuh qiraah.
Pendapat terkuat dari semua pendapat tersebut adalah pendapat pertama.

Hikmah Diturunkannya Al-Qur'an Dengan Tujuh Huruf     


Hikmah yang dapat diambil dengan kejadian turunnya Al-Qur'an dengan tujuh huruf
1)    Untuk memudahkan  bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi, tidak bisa baca tulis, setiap kabilah yang mempunyai dialek masing-masing, namun tidak biasa menghafal sya’ir, aplagi mentradisikannya.
2)    Bukti kemukjizatan Al Qur'an  terhadap fitroh kebahasaan orang arab.
3)    Kemukjizatan Al Qur'an dalam aspek makna dan hukum-hukumnya.

Hikmah Diturunkannya Al-Qur'an Dengan Tujuh Huruf


Mempermudah ummat Islam khususnya bangsa Arab yang dituruni Al-Qur'an sedangkan mereka memiliki beberapa dialeks (lahjah) meskipun mereka bisa disatukan oleh sifat ke-arabannya. Kami ambil hikmah ini dengan alasan sabda Rasulullah saw: "Agar mempermudah ummatku, bahwa ummatku tidak mampu melaksanakannya", dan lain-lain.
Seorang ahli tahqiq Ibnu Jazry berkata: "Adapun sebabnya Al-Qur'an didatangkan dengan tujuh huruf, tujuannya adalah untuk memberikan keringanan kepada ummat, serta memberikan kemudahan sebagai bukti kemuliaan, keluasan, rahmat dan spesialisasi yang diberikan kepada ummat utama disamping untuk memenuhi tujuan Nabinya sebagai makhluk yang paling utama dan kekasih Allah v ".
Dimana Jibril datang kepadanya sambil berkata: "Bahwa Allah Swt telah memerintahkan kamu untuk membacakan Al-Qur'an kepada ummatmu dengan satu huruf". Kemudian Nabi n menjawab: "Saya akan minta 'afiyah (kesehatan) dan pertolongan dulu kepada Allah karena ummatku tidak mampu". Beliau terus mengulang-ulang pertanyaan sampai dengan tujuh huruf.
Menyatukan ummat Islam dalam satu bahasa yang disatukan dengan bahasa Quraisy yang tersusun dari berbagai bahasa pilihan dikalangan suku-suku bangsa Arab yang berkunjung ke Makkah pada musim haji dan lainnya.

QIRAAT QUR'AN  DAN PARA AHLINYA.

Qira'ah secara bahasa adalah jamak dan masdar dari qira'ah yang artinya bacaan. Sedangkan menurut istilah ia adalah suatu madzhab aliran bacaan Al Qur'an yang dipilih oleh salah satu imam Qura' sebagai suatu madzhab yang berbeda dengan madzhab yang lainnya.
Adz Dzahabi menyerebutkan, sahabat yang terkenal dengan Ahli Qiraat ada tujuh:   Utsman, Ubai, Ali, Zaid bin tsabit, Abu Darda  ( dalam redaksi hadits yang lain bukan Abu darda, tetapi Abdullah bin mas'ud ) dan Abu musa Al Asy'ari.

Ketujuh Qiraah yang masyhur


Sedangkan ulama pada masa berikutnya  pada abad ketiga hijriyah yang terkenal dari qura’ sab'ah adalah:
1.    Abu 'Amr bin A'la ( Zabban bin"A'la bin Ammar al Mazani al Basri )
2.    Nafi' al Madani ( Abu Ruwaih Nafi' bin Abdurrahman )  
3.    'Asim al Kufi ( 'Asim bin Aun Najud )
4.    Hamzah Al Kufi ( Hamzah bin Habib bin Imarah Az Zayyat Al Fardli At Tamimi. Kunyahnya Abu Imarah).
5.    Al Kisa'i al Kufi ( 'Ali bin Hamzah kunyahnya Abu Hasan ).
6.    Ibnu Amir asy Syami (Abdullah bin 'Amir Al Yahshabi).
7.    Ibnu Karsir ( Abdulah bin Kasir Al Maliki).

Sedangkan tiga imam qiraah yang menyempurnakan imam yang tujuh :


1.    Abu Ja'far Al Madani (Yazid bin Qa'qa)
2.    Ya'qub Al Basri (Abu Muhamad Ya'qub bin Ishaq bin Yazid al Hsrami).
3.    Khalaf (Abu Muhamad khlaf bin Hasyim bin sa'lab al Bazzar al baghdadi).

Macam-macam qira'at.


1)    Mutawatir, yaitu qira'at yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, dari sejumlah orang yang seperti itu dan sanadnya bersambung hingga perngahabisannya.
2)    Masyhur, yaiut qira'at yang sahahih sanadnya tetapi tidak mencapai derajat mutawatir.
3)    Ahad, yaitu qira'at  yang shahih sanadnya tetapi menyalahi rasm utsmani, menyalahi kaidah bahas aarab atau tidak terkenal.
4)    Syadz, yaitu qira'at yang tidak shahih sanadnya.
5)    Maudhu', yaitu qira'at yang tidak ada asalnya.
6)    Mudraj, yaitu yang ditambahkan dalam qira'ah sebagai penafsiran.

Faidah beraneka ragam Qiraah yang shahih


1)    Menunjukan betapa terjaga dan terpeliharanya kutab Allah dari perubahan dan penyimpangan padahal kitab ini mempunyai sekian banyak  segi bacaan yang berbeda-beda.
2)    Meringankan umat islam dan memudahkan mereka untuk membaca Al Qur'an.
3)    Bukti kemukjizatan Al Qur'an dari segi kepadatan maknanya, karena setiap Qira’ah menunjukan hukum syara' tertentu tanpa ada pengulangan lafadz.
4)    Penjelasan apa yang mungkin masih global dalam qira’ah lain.

Al waqaf dan Al Ibtida'

Waqaf dan ibtida mempunyai peranan sangat penting dalam pengucapan Al Qur'an untuk menjaga keselamatan makna ayat dan meghindari kesalahan.

Macam-macam waqaf :


1)    Tamm. Yaitu waqaf pada lafadz yang berhubungan sediktpun  dengan lafad sesudahnya.
2)    Kafin ja'iz. Yaitu waqaf pada suatu lafadz yang dari segi lafadz terputus dari lafadz sesudahnya.
3)    Hasan. Yaitu lafadz yang dipandang baik pada lafadz itu  tetapi tidak memulai dengan lafaz yang sesudahnya karena masih berhubungan dengan lafaz dan maknanya.
4)    Qabih. Yaitu lafadz yang  tidak dapat difahami maksud sibenarnya.

Tajwid dan adab  tilawah.

Tajwid sebagai suatu disiplin ilmu mempunyai kaidah-kaidah tertentu yang harus dipedomani dalam pengucapan huruf-huruf dari makhrajnya disamping pula harus pula diperhatikan hubungan setiap huruf  dengan yang sebelum dan yang sesudahnya dalam cara pengucapan.
Kaidah tajwid berkisar pada waqaf, imalah, tarqiq, tafhim,idham, penguasaan hamzah dan makharijul huruf.

Adab membaca Al Qur'an

    Membaca Al Qur'an sesudah berwudlu.
    Membacanya ditempat yang bersih dan suci, untuk membaca keagungan membaca Al Qur'an.
    Membacanya dengan khusyu tenang  dan poenuh hormat
    Bersiwak sebelum membaca.
    Membaca taawudz pada permulaanya
    Membaca basmalah pada permulaan setiap surah kecuali surah Al Baraah
    Membacanya dengan tartil
    Memikirkan ayat-ayat yang dibacanya.
    Meresapi makna dan maksud ayat-ayat Al Qur'an yang berhubungan dengan janji dan ancaman.
    Membaguskan suara
    Mengeraskan bacaan Al Qur'an karena membacanya dengan suara jahr lebih utama.

Ulama'  berbeda pendapat tentang membaca Al Qur'an dengan mushaf atau tidak ?


•    Membacanya dengan mushaf lebih utama. Sebab melihat mushafpun merupakan ibadah.
•    Membaca diluar kepala lebih utama, karena dapat mendorong untuk melakukan tadabur terhadap maknanya.
•    Bergantung pada situasi indifidu masing –masing.

Qawaid yang dibutuhkan oleh Mufassir

1.    Damir (kata benda).
2.    Tarif dan Tankir ( isim makrifat dan Nakirah ).
3.    Pengulangan kata benda (isim).
4.    Mufrad dan jamak.
5.    Membagi jamak dengan jamak atu dengan mufrad.
6.    Kata-kata yang dikira mutaradif (sinonim), tetapi bukan.
7.    Pertanyaan dan jawaban.
8.    Jumlah isim dan jumlah fi'liyah.
9.    Athaf.
10.    Perbedaan antara al ilata dengan al I'lata.
11.    Lafadz fa'ala.
12.    Lafadz kana.
13.    Lafadz kada.
14.    Lafadz ja'ala.
15.    Lafadz la'alla dan 'Asa.

MUHKAM DAN MUTSYABIH

Muhkam dan Mutsyabih dalam artian umum
Muhkam bearti (sesuatu) yang dikokohkan. Ihkam Al Kalam berati mangokohkan perkataan dengan memisahkan berita yang benar dari yang salah, dan urusan yang lurus dari yang sesat.
Mutasyabih secara bahasa berarti tasyabuh. Dan syubhah ialah keadaan diaman salah satu dari dua hal itu tidak dapat di bedakan dari yang lain karena adanya kemiripan diantara keduanya secara kongkrit maupun abstrak.

Muhkam dan mutsyabih dalam arti khusus


Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat. Yang terpenting adalah sebagaimana berikut :
1)    Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedangkan mutayabih hanyalah dapat di ketahui  maksudnya oleh Allah sendiri.
2)    Muhkan hanyalah ayat-ayat yang  mangadung satu wajah, sedangkan mutsyabih mengandung banyak wajah.
3)    Muhkam adalah ayat-ayat yang maksudnya dapat di ketahui secara langsung , tanpa memerlukan keterangan lain. Sedangkan mutyabih tidak demikian, ia memerlukan penjelasan merujuk kepada ayat-ayat lain.
Ulama memberikan contoh  ayat-ayat yang muhkam dalam Al Qur'an dengan ayat-ayat nasih, ayat-ayat tentang halal, haram, hudud, kewajiban, janji dan ancaman. Semantara itu ayat-ayat mutasyabih mereka mencontohkan ayat- ayat manskuh dan ayat tentang asma Allah dan surat sifatnya.

Perbedaan pendapat tentang kemngkinan mengetahui yang mufasyabih


Sumber perbedaan pendapat ini berpangkal pada masalah waqaf dalam ayat
والراسخون في العلم  .

Pendapat pertama di ikuti oleh sejumlah ulama, seperti ubai, ibnu mas'ud dan sejumlah sahabat, tabiin dan lainnya. Bahwa wawu disitu diperlakukan sebagai isti'naf.


Ibnu ma'sud menyatakan celaan terhadap orang-orang yang mengikuti mutsyabih dan mensifatinya sebagai orang-orang yang hatinya "condong kepada kesesatan dan berusaha menimbulkan fitnah "
Pendapat kedua menyatakan bahwa "wawu" sebagai huruf athaf bukan isti'naf.Pendapat ini anut oleh sebagian ulama yang dipelopori oleh Mujahid.
Pendapat ini dipilih juga oleh Imam Nawawi.  Ia mengatakan dalam shahih muslim " ini pendapat yang paling shahih"

Amm dan khas

Pengertian amm dan sighat umum.
Amm adalah lafadz yang menghabiskan makna atau mencakup segala apa yang pantas baginya tanpa ada ada pembatasan.
Am mempunyai sihgat-sighat tertentu yang menunjukannya. Diantaranya:
a)    Kull, sebagaimana dalam firman  Allah  Ali inran :  185
b)    Lafadz-lafadz yang dimakrifahkan dengan “Al” yang  bukan al 'ahdiyah
Al Asr : 1-2.
c)    Isim nakirah dalam konteks nafyi dan nahyi.  Al Baqarah: 197.
d)    Al lati dan al lazi serta cabang-cabangnya.  At thalaq : 4.
e)    Semua jenis isim isyarat. Al baqarah : 197.
f)    Ismul jinsi (kata jenis ) yang di    idafatkan. An nisa' : 11

Macam-macam amm


a)    Amm yang tetap  dalam keumumannya.
والله علي كل شيء عليم ( البقرة: 176)
b).  Amm yang dimaksud khusus
ااذين قال لهم ااناس ان الناس  قد جمعو ا الكم  فاخشوهم (ال عمران : 173)
c).  Amm yang di khususkan
وكلو واشربو حتي يتبين لكم الخيط الآبيض من الخييط الاسود  من الفجر ( البقرة : 187)

Perbedaan antara amm al murad bihil khusus dengan al amm al makhsus'


1)    Dimaksudkan untuk mencakup semua satuan atau indifidu yang dicakup sejak semula, baik dari segi cangkupan makna maupun lafaz maupun hukumnya.
2)    Yang  pertama adalah majaz secara pasti, karena ia telah beralih dari makna aslinya dan dipergunakan untuk sebagai satuan-satuannya saja.
3)    Qarinah yang pertama pada umumnya bersifat 'aqliyah  dan  tidak  pernah  terpisah, sedangkan qarinah bagi yang kedua bersifat lafdziyah dan terkadang terpisah.

Pengertian khass dan mukhasis


Khas adalah lawan kata dari Amm. Sedangkan takhsis adalah mengeluarkan bagian yang dicangkup lafadz Amm. Dan mukhasis adalah  ada kalanya ia muttasil, yaitu yang antara amm dengan mukhasis tidak dipisahkan  oleh suatu hal, dan ada kalanya ia munfasil yaitu kebaikan dari muthasil.
Mukhasis muttasil ada lima:
1)    Istisna (pengecualian ). Al maidah : 33-34
2)    Sifat . An nisa : 23
3)    Syarat. An nur: 33
4)    Gayah (batasan sesuatu). Al baqarah : 196
5)    Badal ba'dmin kull. Ali imran : 97

Sedangkan mukhasis munfasil adalah mukhasis yang di tempat lain, baik


ayat, hadist maupun qiyas.

Tahsis sunnah dengan Qur'an


Separti hadist tentang " apa saja yang dipotong dari binatang  terak sedang ia masih hidup, maka ia adalah bangkai.( Abu daud dan tirmidzi)
Hadist ini di tahsis oleh ayat ( an nahl : 80 ).
Para ulama  berbeda pendapat  tentang sah tidaknya berhujah dengan lafad amm yang sudah di tahsis, juga terhadap sisanya.
Pendapat yang dipilih Ahli Ilmu menyatakan "sah berhujah dengan amm terhadap apa (makna yang  termasuk dalam ruang lingkupnya) yang diluar katagori yang di khususkan.

Cakupan khitab


Ulama berselisih pendapat tentang khitab yang ditujukan khusus untuk nabi apakah ia  mencakup seluruh umat atau tidak?
1)    Segolongan ulama berpendapat, mencakup seluruh umat karena Rasulullah adalah panutan (qudwah) mereka.
2)    Golongan lain berpendapat, tidak mencakup mereka, karena sighatnya menunjukan kehususan bagi Rasulullah.
Sama halnya tentang lafadz ya ayuhannas atau ya ayuhalladzina amanu. Maka  pndapat yang shahih khitab itu mencakup rasulullah juga mengingat maknanya yang umum.

NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QUR'AN

A.    Definisi Dan Syarat-Syaratnya

    Naskh menurut bahasa dipergunakan untuk arti izalah (menghilangkan) atau memindahkan sesuatu dan mengalihkannya dari satu kondisi ke kondisi lain. Sementara ia sendiri tetap seperti sedia kala. Sedang secara istilah adalah seruan pembuat syari'at yang menghalangi keberlangsungan hukum seruan pembuat syari'at sebelumnya yang telah ditetapkan. Adapun nasikh (penghapus), kadang digunakan untuk menyebut Allah.


    Mansukh adalah hukum yang diangkat atau yang dihapuskan. Seperti hukum iddah setahun penuh bagi wanita yang ditingggal mati suaminya. Dalam naskh, hukum yang dinaskh secara syar'I wajib ditunjukkkan oleh dalil yang menjelaskan dihilangkannya hukum secara syar'I, yang datangnya setelah khitab yang hukumnya dinaskh.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam naskh diperlukan syarat-syarat berikut:
1)    Hukum  yang dimansukh adalah hukum syara'.
2)    Dalil penghapusan hukum tersebut adalah khitab syar'I yang datang lebih kemmudian dari khitab yang hukumnya mansukh.
3)    Khitab yang mansukh hukumnya tidak terikat (dibatasi) dengan waktu tertentu. Sebab jika tidak demikian maka hukum akan berakhir dengan berakhirnya waktu tersebut. Dan yang demikian tidak dinamakan naskh.

B.    Dalil-dalil Mengenai Keberadaan Naskh

Allah swt berfirman:

"Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?." Qs. Al-Baqarah: 106

"Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja". Bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui." (Qs. An-Nahl: 101)


Yüklə 128 Kb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin