Episode I (60-64): perjalanan nabi musa dengan ditemani yusa’ bin nun untuk menemukan khidir.
Episode II (65-70): pertemuan pertama antara musa dengan khidir.
Episode III (71-77): perjalanan musa dan khidir
Episode IV (78-82): perpisahan antara musa dengan khidir.
Epidode I: al-kahfi: 60-64 perjalanan musa ditemani yusa’ menemukan khidir
Artinya:
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun".
Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.
Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah ke mari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini".
Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.“
Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.
Asbabun nuzul (al-kahfi: 60-62)
Ayat ini turun berkaitan dengan teguran Allah kepada Rasulullah karena kesedianya terhadap sikap pemuda-pemuda quraish dan sebagai peringatan agar apabila berjanji hendaknya selalu mengucapkan insyaallah.
Dalam suatu riwayat diterangkan bahwa para pemuda quraish mencoba menguji nabi dengan mengajukan beberapa pertanyaan yg apabila rasul dapat menjawabnya, maka mereka akan yakin kalau muhammad itu benar-benar seorang nabi, namun jikka tidak, berarti muhammad benar-benar pendusta. Atas pertanyaan tersebut, beliau menyatakan, “ Aku akan menjawab tentang hal-hal yang kalian tanyakan”. Tanpa diiringi ucapan insyaallah. Setelah itu rasulpun menantikan turunnya wahyu hingga 40 hari lamanya. Selama itu pula Jibril tak kunjung sehingga membuat nabi resah. Dalam kondisi seperti itulah Jibril datang seraya membawa surah al-kahfi.
mufradat
Lifatahu: pada awalnya lafal tersebut mengandung arti remaja. Menurut mayoritas mufasir, yang dimaksud fata pada ayat tersebut adala yusa’ bin nun.(pengganti musa setelah meninggal dunia/karena mengikutin, membantu dan belajar pada musa.
Laabraha: aku masih tetap berjalan. Kata ini menunukkan keteguhan dan kesungguhan nabi musa untuk bertemu gurunya.
Nashaba: semakna dengan ta’ab (lelah) setelah melakukan perjalanan yang cukup jauh.
Majma’al bahrain: tempat bertemunya dua luatan (Laut persi dan laut romawi di babil mandib / laut romawi dan samudra atlantik di tanjah)
Hukuba: waktu, tahun atau zaman (abdullah ibnu umar huqub=80 tahun, mujahid huqub=70 tahun)
mufradat
Nasiyahutahuma: pembantu nabi musa itu lupa membawanya setelah mereka beristirahat di suatu tempat. Ada juga yang berpendapat pembantunya itu lupa menceritakan ihwal ikan yang dilihatnya mencebur ke laut.
Saraba: lubang atau jurang yg sangat dalam di bawah tanah.
‘ajaba: menakjubkan (keajaiban cara ikan meluncur ke laut) dan keadaannya di sana yang sungguh mengherankan. Ada pula yang menceritakan keheranan yusa’ bin nun terhadap kealpaannya menyampaikan kisah itu.a
Qasasa: jejak semula, maksudnya musa dan yusa’ bin nun kembali berjalan menuju tempat semula dengan mengikuti rute perjalanan awal.
Pada suatu hari musa ditanya salah seorang bani isra’il ,”adakah di dunia ini yang jauh lebih alim dari anda? Musapun menjawab ,” tidak ada. Atas jawaban itulah Allah menegur musa seraya menginformasikan kepadanya bahwa Allah mempunyai seorang hamba yang jauh lebih alim dari musa dan ia berada di pertemuan dua lautan.
Peristiwa ini menjadi teguran buat siapa saja yang terlalu membanggakan spesialisasi ilmu yang dimilikinya, sehingga ia cenderung menganggap bahwa spesifikasi imunya itulah yang paling tepat untuk memecahkan problem yang dihadapi masyarakat.
Proses musa menemukan khidir
Musa menyadari kesalahannya dan kekurangan yang ada pada dirinya.
Membulatkan tekad untuk berguru dengan menempuh perjalanan yang jauh dan melelahkan.
Menetapkan kriteria orang yang akan diguruinya (nabi khidir sebagai sosok orang alim yang ditunjuk Allah)
Menetapkan tempat yang akan dituju (majma’al bahrain)
Memposisikan dirinya sebagai murid (yang dulunya seorang guru)
Pengertian majm’al bahrain
Tempat bertemunya dua lautan, yang letaknya diperdebatkan para ulama tafsir
Makna simbolis: pertemuan antara dua karakter ilmu (Ilmu dzahir dan ilmu bathin)
Hatta ablugha majma’al bahrain: sehingga aku mampu memadukan antara ilmu dhahir yang aku miliki dan ilmu bathin yang dimiliki khidir.
Nilai pendidikan: target dari pendidika itu adalah keterpaduan secara sinergi antara ilmu lahir dan ilmu bathin.
Nilai pendidikan pada perjalanan musa mencari khidir
Setelah musa dan yusak bin nun (asisten musa) sampai di petemuan dua lautan mereka lupa akan ikannya. Dan ajakan musa untuk makan, memberi kesan bahwa rasa lelah itu bukan kali pertama, sebab sebelumnya mereka pernah beristirahat di bawah sebuah batu yang ditempat itu pula ikan yang dibawanya melompat ke lautan. Namun musa dan asistennya segera kembali mengikuti langkah-langkah sebelumnya dengan harapan ketemu hamba Allah (khidir)
Peristiwa di atas memberikan peringatan pada para pencari ilmu bahwa dalam perjalanan mencari ilmu pastilah terdapat halangan dan rintangan, dan bahkan sesuatu yang sudah berada di hadapan mata pun terlepas begitu saja karena ketidak tahuannya.
Dalam kisah tersebut tidak digambarkan musa beristirahat dahulu, sehingga redaksi yang digunakan fartadda (penggunaan fa tersebut menunjukkan sesuatu yang bersifat langsung) ini bermakna seorang pencari ilmu harus bersikap optimis dan tidak mudah putus asa karena kegagalan dan menjadikan ilmu pengetahuan sebagai skala prioritas.
Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.
Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?“
Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku.
Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?“
Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun".
Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu".
Mufradat
abdan:
pada ayat tersebut tidak disebutkan nama hamba Allah, dan para mufasir sepakat hamba tersebut dalah khidir, seorang nabi yang telah mampu mereguk air kehidupan. Bahkan dalam pengikut tarekat tertentu ia dianggap sebagai guru yang kasat mata. Kata khidir bermakna hijau, menurut nabi’ penamaan tersebut disebabkab suatu ketika beliau duduk di atas bulu yang berwarna putih, tiba-tiba warnanya berubah menjadi hijau. Penamaan dan warna itu sebagai simbol keberkatan yang menyertai hamba Allah yang istimewa.
‘indina ….ladunna
Menurut Abu hasan al-harali kata inda dalam bhs arab menyangkut sesuatu yang jelas dan tampak sedangkan minladunna bermakna untuk sesuatu yang tidak tampak. Dengan demikian yang dimaksud dengan rahmat dalam ayat tersebut apa yang tampak dari kerahmatan hamba Allah yang salih itu. Sedangkan yang dimaksud dengan ilmu adalah ilmu bathin yang tersembunyi yang kesemuanya bersumber dari Allah
Attabi’uka:
Berasal dari kata attabi’u (mengikuti) mengandung arti keinginan seseorang untuk menjadikan dirinya sebagai pengikut, yang kosekuensinya harus selalu tunduk dan patuh tanpa banyak membantah pada orang yang diikuti. dengan demikian ungkapan tersebut merupakan ungkapan yang halus dari bolehkah aku menjadi muridmu. Sedangkan penggunaan lafa hal yang merupakan kata tanya sebagai konfirmasi dan merupakan salah satu huruf istifham yang dimaksudkan untuk mencari dan memperjelas pemahaman atas suatu hal yang belum diketahui.
Menurut al-qurtuby kalimat hal attabi’uka bermakna permohonan kepada orang yang diajak bicara, dengan jalan merendahkan hati sebagai bagian dari kesopanan.
‘ala antu’allimani:
supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar. Hal ini merupakan pengakuan akan kebodohan seorang murid dihadapan gurunya.
Mimma ‘ullimta:
di antara ilmu yang diajarkan kepadamu. Dengan menggunakan kata min menunjukkan suatu permintaan untuk mengajari sebagian ilmu yang dimiliki guru sebagai isyarat endah hati. Hal ini juga sebagai isyarat seluruh ilmu seseorang tidak mungkin dapat ditransfer.
Rusyda:
merupakan permintaan petunjuk atau hidayah akan sesuatu. Kata irsyad merupakan suatu petunjuk yang apabila tidak didapatkan patilah akan terjerumus pada kesesatan.
Khubra:
Pengetahuan yang mendalam. Nabi musa memiliki ilmu lahiriyah, tetapi pada setiap hal yg lahir terdapat pula sisi batin yang mempunyai peranan besar. Sisi batin inilah yang tidak terjangkau nabi musa.
Nilai-nilai pendidikan
Kode etik yang berhubungan dengan permohonan menjadi murid.
a. hendaknya seorang calon murid memperlihatkan keseriusan dengan ungkapan sopan dan tawadhu’.
b. seorang calon murid dituntut memposisikan diri sebagai orang yang butuh.
c. seorang murid harus menyadari bahwa ia tidak mungkin mampu menyerap semua ilmu gurunya.
d. Seorang guru harus melakukan tes awal guna melacak minat dan bakat yang dimilki calon muridnya. (untuk menjaga konsistensi belajar).
Kalimat inilah yang menjadi petunjuk agar guru melakukan tes minat dan bakat. Khidirpun baru menerima musa sebagai murid setelah ia mendengar keseriusan musa, walaupun ia memprediksi, musa tidak mempunyai bakat dalam bidang ilmu yang dimilikinya.
Kesimpulan:
yang harus menjadi prioritas seorang guru dalam menerima murid itu bukan bakat dulu tetapi minat. Sebab, bisa jadi walaupun seseorang tidak mempunyai bakat, tetapi karena ia mempunyai minat yang tinggi akhirnya ia akan berhasil. Walaupun dalam kasus ini musa tidak berhasil.
Melakukan kontrak belajar dengan murid.
jika kamu mengikutiku, janganla kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya.
kontrak belajar ini pada proses pembelajaran selanjutnya akan menjadi peraturan yang mengikat antara guru dan muridnya. Jika dalam proses pembelajaran tanpa ada kontrak belajar, bisa jadi akan menjadi penyebab ketidak seriusan baik guru/murid.
Seharusnya seorang murid menyadari bahwa untuk mengetahui rahasia dari sesuatu memerlukan waktu cukup panjang, sehingga tidak selayaknya ia ingin segera tahu dengan menobral pertanyaan
ketika seorang guru menunaikan hajatnya (untuk tugas belajar atau tugas lainnya) maka ia harus mengangkat seorang asisten yang mempunyai kualifikasi memadahi (setingkat dibawahnya) agar muridnya tidak terbengkalai. Dalam kasus ini yusa’ bin nun segera kembali ke bani isra’il setelah musa ketemu sama khidir untuk mendampingi bani isra’il dalam kehidupan sehari-hari.
Episode III: al-kahfi: 71-77 perjalanan musa dan khidir
Artinya:
Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.
Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku“
Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku".
Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar".
Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?"Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?"
Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku".
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".
mufradat
Imra : sesuatu yang dianggap besar, hebat tetapi dianggap buruk
Zakiyyatan : bersih dari dosa (yang menunjukkan anak yang belum ihtilam)
Nukra : suatu perbuatan munkar yang tidak bisa diterima akal sehat.
Qaryatin : menurut ibnu abbas, ia adalah daerah yang bernama antakiya atau abilla.
Istath’ama : meminta sesuatu yang dapat dimakan.
Yudhayyifu : mempersilahkan mereka agar singgah sebagai tamu.
An-yanqadha : benteng
Jidaaran : dinding yang akan roboh dengan segera karena kelabilannya.
Isi kisah di dalam ayat dan nilai pendidikan di dalamnya
1. Perbuatan khidir dan penilaian musa.suatu masalah yang sama jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda akan melahirkan pemahaman yan berbeda pula.oki khidir mengajarkan pada musa agar dalam menilai suatu perbuatan tidak hanya didasarkan pada paradigma lahir (hukum) tetapi juga harus dilihat dari paradigma batin.
Setiap kali musa melakukan pelanggaran, maka setiap itu pula dia minta maaf, ini menunjukkan betapa seriusnya musa untuk berguru dan belajar pada khidir dan sebagai seorang murid dia tahu diri dengan memperlihatkan kesungguhan dan tobat.
Kisah tersebut merupakan seruan pada guru agar dalam mengingatkan muridnya dilakukan dengan bijaksana. Khidir tidak menyatakan bahwa penilian musa terhadap dirinya salah tetapi ia mengatakan:’bukankah aku telah katakan bahwa sekali-kali engkau tidak akan pernah sabar…”. Pernyataan ini menyiratkan khidir mengingatkan kontrak belajarnya dan ia sesunguhnya mengakui kenbenaran musa yang melihat dari sisi lahir.
Ketika seorang murid melakukan pelanggaran, hukuman yang diberikan harus disesuaikan dengan pelanggarannya:
a. pelanggaran pertama: diperingatkan dg lemah lembut (alam aqul….)
b. pelanggaran kedua: diperingatkan dengan agak keras (alam aqul laka…)
c. pelanggaran ketiga: khidir menghukum musa dengan perpisahan/dikeluarkan sebagai murid dengan kata (hadza firaq…..)
5. Khidir menjelaskan rahasia atau hikmah semua peristiwa satu persatu
Episode IV qs al-kahfi: 78-82 perpisahan antara musa dan khidir
Artinya:
Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.
Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.
Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mu'min, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).
Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya".
mufradat
Ya’lamuna fil bahri : nelayan
A’ibaha : aku membuatnya cacat
Ghulamaini : dua anak
Yatimaini : yatim
Kanzahuma : harta karun
Ta’wilahu : pejelasan
Shabra : sabar.
Nilai pendidikan
Argumen khidir melubangi perahu mengandung arti bahwa seorang guru seharusnya berupaya mengajarkan kepada murid-murid mengenai bagaimana cara membantu orang-orang lemah. Dengan kata lain seorang guru harus mengajarkan tidak hanya masalah kognitif, tetapi juga masalah afektif dan psikomotorik yang akan menjadikan murid semakin peka terhadap realitas sosial.
Pembunuhan anak dapat diartikan secara majaz, yang bermakna seorang guru dituntut agar mampu memahami psikologi muridnya seraya membunuh karakter jelek yang terdapat dalam diri murid-muridnya.
Pembangunan dinding secara tidak langsung menuntut sorang guru agar memperhatikan anak didik yatim, sebab ia merupakan kanzun yang jika dipelihara dengan baik kelak dia akan menjadi mutiara, dan jika dibiarkan kelak akan menjadi beban sosial karena jauh dari kasih sayang.
Dalam kasus membangun kembali tanpa meminta upah, secara langsung memberikan kesan bahwa seorang guru hendaknya ikhlas dalam perjuangannya sehingga ia dapat berbuat adil terhadap muridnya, apapun kedudukan sosialnya.
Perkataan khidir yang perlu diatat adalah :’dan ingatlah, aku tidak melakukannya menurut kemauanku sendiri”. Pernyataan ini mencerminkan bahwa apa yang dilakukan khidir adalah semata menjalankan perintah Allah. Walaupun secara lahiriyah terlihat absurd dan bertentangan dengan syari’at, akan tetapi karena perintah Allah maka tetap dilaksanakan dan tentu ada hikmahnya.