Luka Lama”
Icha sangat gelisah malam ini. Entah kenapa 2 hari ini banyak sekali hal yang memaksanya untuk berpikir keras. Mulai dari masalah Dimas kemarin yang mengingatkan kembali apa yang pernah terjadi diantara mereka hingga kejadian hari ini yang benar-benar membuatnya shock berat. Bagaimana bisa orang itu akhirnya melindungi Icha dengan beraninya. Icha masih tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh orang itu. Icha memejamkan matanya sambil terus berusaha melupakan bayangan orang itu. Hanya saja semakin dia ingin melupakan maka Icha semakin terbayang wajahnya.
Icha hanya membolak balikan tubuhnya ditempat tidur, dia ingin tidur dan melupakan kejadian tadi, namun rupanya otaknya tidak dapat diajak kompromi. Icha bangkit lalu mengambil makanan di dalam kulkasnya. Dia mendengar handphonenya berbunyi, Icha membukanya dan apa yang dia lihat di handphonenya membuat matanya terbelalak dan Icha segera menuju jendela kamarnya. Membuka korden putih itu untuk melihat apa yang ada diluar rumahnya.
Tulisan disebuah kertas karton putih yang cukup besar itu membuat Icha bertanya-tanya melihatnya. Orang yang berada diluar itu celingak-celinguk mengamati suasana. Icha mengambil sebuah kertas dan menulis tulisan dikertas itu untuk memberi jawaban kepada orang itu.
“Mas Rezza lagi keluar ama mbk Zulfa, santai aja” jawab Icha dikertas itu.
Senyum merekah dibibir orang itu. Icha masih ditempatnya menunggu balasan dari orang itu, Icha tahu betul kenapa orang itu tidak berani mendatanginya langsung kerumahnya. Icha hapal betul apa yang akan terjadi jika orang itu datang kerumahnya. Icha merasa kasihan meski hatinya masih sangat marah dengan orang itu.
“Turun dong cha... ayo nonton sama aku... :D” tulis orang itu. Sambil memohon pada Icha. Icha sangat ingin menemuinya, namun tiba-tiba bayangan orang yang telah melindunginya tadi tak dapat hilang. Icha menggeleng-gelengkan kepalanya karena ingin menghapus ingatannya terhadap orang itu. Namun orang yang berada dibawah itu menganggap Icha menolak ajakannya. Wajah murungpun terpampang jelas. Dia sudah akan pergi meninggalkan rumah Icha karena merasa ajakannya ditolak oleh wanita yang ditunggunya.
Icha melihat orang itu yang sudah akan pergi, dia segera keluar kamarnya mengambil sepatu flatshoesnya dan keluar rumah menyusul orang itu. Icha berlari mencari orang itu, hingga Icha menemukannya berjalan menunduk, punggungnya yang biasanya tegap tak terlihat karena merasa kecewa.
“Dimas!”
Orang yang sedang berjalan didepan Icha itu menghentikan langkahnya saat merasa namanya dipanggil oleh suara yang tak asing baginya. Saat dia menoleh kebelakang, dilihatnya seorang anak perempuan dengan kaos putih polos, hot pant biru dan flat shoes hitam sedang berdiri dengan napas yang masih sedikit terengah-engah.
Dimas menghampiri Icha yang masih berada ditempatnya. Dia hanya memandangi Icha tanpa mengatakan sepatah katapun, begitu pula dengan Icha. Dia masih sibuk mengatur napasnya dan sambil memandangi anak laki-laki yang berada didepannya itu. Sesekali dia mengibaskan rambutnya dan sesekali membuang pandangan dari tatapan Dimas.
“Ngapain sih kamu lari-lari nyusul aku? Katanya gak mau?” tanya Dimas
“yg bilang gak mau siapa??? Tadi itu aku hanya agak sedikit gak percaya, aku pikir itu cuma mimpi, kamu berani kerumahku dan ngajakin aku pergi, bukanya gak mau” jawab Icha
“Owh... sampek segitunya. Jadi gimana? Jadi nonton sama aku?” tanya Dimas pada Icha
“Aku udah sampek sini capek-capek nyusul kamu terus gak jadi? Kamu minta dijeburin kolam ikan hiu ya?!”
“Hehehehe iya deh... ayo jalan” ajak Dimas sambil menarik tangan Icha
Diperjalanan mereka hanya saling pandang sesaat lalu saling menunduk lagi. Seperti baru pertama kali berkencan. Padahal dulu sebelum memutuskan untuk berpisah, Icha dan Dimas sering sekali berjalan bersama. Karena sudah lama mereka tak sedekat ini lagi, mungkin hal itu yang menyebabkan kecanggungan diantara mereka.
“Cha, sejak kapan kamu suka keluar pakai hot pant?” tanya Dimas mengawali percakapan untuk mengurangi kecangunggan.
“Ehh??? Ahhh ini tadi buru-buru nyusulin kamu Dim... makanya lupa gak ganti baju” jawab Icha sambil sedikit manyun.
“Allah... sampek segitunya??? Kan bisa sms sih Cha... bilang Dim tunggu atau gimana kek... pakek acara lari-lari segala, kayak aku mau pergi jauh aja” jawab Dimas sambil terkekeh melihat tingkah lucu dari mantannya itu.
“Iya juga sih, tadi kalut sih... udah gak inget lagi soal sms” jawab Icha
“Kamu masih kepikiran aku yah Cha?” Goda Dimas
“Ihhh Apaan sih... gak!” jawab Icha mengelak.
“Hahahaha ketahuan tuh... Cha Icha... nih pakek ini... biar gak jadi pusat perhatian orang lewat” sambil memberikan jaketnya yang dilingkarkan dipinggang Icha agar sedikit menutupi tubuh bagian bawahnya agar tak menjadi perhatian banyak orang.
Perhatian Dimas pada Icha itu membuatnya mengingat masa lalu saat bersama dulu. Dimas melihat raut wajah Icha berubah. Dimas tau apa yang dipikirkan Icha saat ini. Rasa kekhawatiran Icha kembali muncul saat ini mengenai apa yang mereka lakukan saat ini benar atau salah. Dimas hanya menghela napas panjang. Icha hanya mengamati Dimas, terlihat tatapannya begitu sayu.
“Aku sudah tidak memiliki hubungan apapun dengan Rima kok Cha..., entah apa yang aku lakukan sama kamu dulu benar atau salah, aku tidak bisa membedakan mana yang salah dan mana yang benar”
“Apa maksudmu?” tanya Icha penasaran dengan kata-kata Dimas yang terakhir tentang benar dan salah.
“Aku tidak tau dulu kamu dan Ridwan hanya sebatas teman biasa, sikap Ridwan kekamu itu sering membuatku cemburu buta... aku tidak tahu jika kalian masih memiliki hubungan keluarga, makanya dia bersikap seperti itu, aku sudah ingin mengungkapkan ini, hanya saja waktu dan tempatnya tidak memungkinkan..., Ridwan pasti tahu persis apa yang aku pikirkan, dia pasti juga tidak mungkin cerita ke kamu soal kesalahpahaman ini, itulah kenapa aku masih ingin mendekatimu, bukan untuk kembali seperti dulu, tapi aku hanya ingin menebus kesalahan yang dulu pernah aku lakukan.”
“Jadi dulu kamu yang mukulin Ridwan sampek babak belur kayak gitu? Tega banget sih kamu kayak gitu, kalau ada masalah itu NGOMONG!!!! Bukannya disimpen sendiri!!! Udah berulang kali kamu kayak gini terus!!! Kamu itu cowok bukan sih??? Gak gentlement banget!!! Apa susahnya sih ngomong langsung ke aku? Kenapa? Ya Allah... bisa gak sih kejujuran jadi landasan hubungan kita??? Bisa gak sih asas kepercayaan ada dalam hubungan kita? Kelakuan kamu yg kayak gini yg bikin aku gak betah sama kamu!”
Setelah mendengar kata-kata Icha itu Dimas hanya tertunduk dan diam. Baginya saat ini tidak tepat jika mereka berjalan-jalan bersama. Konflik yang terjadi diantara mereka benar-benar sudah sangat rumit. Icha sudah membalikan badan, dia berniat kembali dan memutuskan untuk meninggalkan Dimas. Namun Dimas bertindak cepat, saat Icha baru berjalan beberapa langkah, Dimas segera mengejar Icha dan memeluknya dari belakang. Icha terkejut dengan apa yang dilakukan Dimas terhadapnya. Pelukan itu begitu erat dan sangat hangat bagi Icha. Dimas menenggelamkan wajahnya dipunggung Icha. Entah dorongan dari mana Icha mengelus lengan Dimas yang melingkar di pundak dan lehernya. Icha pun juga ikut menundukan kepalanya. Dia merasa bersalah telah mengucapkan kata-kata itu pada seseorang yang dulu pernah mengisi hati dan hari-harinya.
Dimas melonggarkan pelukannya dan kini dia membalikan tubuh Icha untuk menghadapnya. Kontak mata langsung yang terjadi diantara mereka yang begitu dalam itu menghanyutkan suasana malam itu. Meski tak ada sepatah kata yang terucap, tatapan mata itu sudah mewakili semua kalimat yang mereka pendam. Dimas mendekatkan dirinya pada Icha dan menarik tengkuk Icha lalu memeluknya. Icha pun membalas pelukan itu dengan meraih punggung Dimas. Pelukan hangat itu merupakan bayaran atas semua hal yang sudah mereka lalui selama ini. Badai yang begitu lebat yang sudah menerjang hubungan mereka selama ini yang sudah menjadi penghalang hubungan mereka kini rubuh sudah dengan pelukan itu.
Dimas melepas pelukannya, dia kembali menatap wanita yang ada didepannya itu dengan tatapan yang dalam. Icha pun membalas tatapan itu sama hal nya seperti yang Dimas lakukan. Dimas mendekatkan wajahnya pada Icha, Icha sedikit terntunduk namun Dimas mengangkat kembali wajah Icha dengan menaikkan dagunya. Hingga Icha kembali menatap Dimas, hingga jarak antara wajah mereka hanya tinggal beberapa cm lagi. Bibir mereka yang sudah sangat dekat membuat suara detak jantung mereka saling terdengar satu sama lain. Saat bibir Dimas sudah mendekati bibir Icha, Icha segera memejamkan matanya, namun rupanya Dimas tidak mencium Icha dibibirnya melainkan dipipi kirinya sesaat.
Icha terkejut dengan apa yang dilakukan Dimas terhadapnya. Dia pikir Dimas akan mencium bibirnya, ternyata salah. Dimas hanya tersenyum melihat ekspresi Icha yang terkejut seperti itu. Dimas hanya mengusap-usap rambut Icha, icha akhirnya tersenyum lagi. Dia paham Dimas tidak akan melakukan hal-hal diluar kendali. Icha menarik tubuh Dimas lagi dan mereka akhirnya berpelukan lagi. Pelukan kali ini jauh lebih lama dari yang tadi mereka lakukan.
Mungkin rasa sayang dan cinta mereka selama ini tak pernah padam meski hubungan itu sudah lama mereka akhiri. Mereka berdua kini bergandengan tangan menuju ke taman bermain disekitar kompleks rumah Icha itu. Mereka mengurungkan niat mereka untuk pergi nonton.
***
Pagi ini seperti hari pertama masuk sekolah bagi Icha, dia terlihat sangat ceria. Mas Rezza nggodain Icha yang hari ini seperti mendapat hadiah terindah.
“Adeknya mas... seneng banget sih hari ini?”
“Apaan sih mas..., owh iya, mas jadi ngadain penelitian di Surabaya?” Tanya Icha
“Kenapa tiba-tiba nanyain itu? Jadilah... Cuma masih nunggu dananya keluar dulu dek...”
“Gak apa-apa sih mas... pengen banget ikut deh mas” ungkap Icha sambil makan rotinya.
“Yahhh boleh-boleh aja sih, tapi masa’ iya kamu gak masuk sekolah, Bunda pasti marah apalagi ayah, kapan-kapan aja deh Cha” Jawab mas Rezza.
“Ehmm”
Tak lama kemudian suara klakson berbunyi. Icha sudah mengira itu adalah Dhani. Namun anehnya bunyi klakson itu tidak hanya 1 kali. Icha heran kenapa Dhani terlalu terburu-buru hari ini. Icha pun bergegas berpamitan dan keluar, takut Dhani menunggu terlalu lama. Namun saat Icha keluar rumahnya dia sangat terkejut melihat apa yang ada didepan rumahnya itu. Icha pun hanya menganga melihatnya.
“Ka... kalian...???” Icha masih belum sadar, dia masih menganga melihat 2 orang itu ada didepan rumahnya.
“Cha, kamu mau berangkat sama siapa? Aku? Atau sama mantan pacarmu yang udah bikin pacarnya mau nyelakain kamu kemarin? Hah?” tanya Dhani yang masih tak mengalihkan pandangannya dari orang yang berada didepannya.
“Dh...Dhani... ayo berangkat” Jawab Icha sambil menundukkan kepalanya dan berjalan menuju Dhani.
“Sepertinya kamu sudah tahu jawabannya Ichakan?” Tanya Dhani yang langsung menaiki motornya dan menggunakan helmnya untuk segara berangkat sekolah bersama Icha meninggalkan orang itu.
Sementara orang itu hanya memandangi Dhani dan Icha berangkat bersama. Dia memandangnya dengan tatapan sinis. Setelah Icha dan Dhani berangkat lumayan jauh, akhirnya diapun menyusul mereka untuk berangkat. Karena seseorang dari dalam rumah Icha keluar dan menatapnya dengan tatapan tidak suka. Kak Rezza sudah sangat ingin menghajar orang itu hanya saja ini didepan rumahnya, ada Bundanya dan juga Ayahnya, dia tidak mungkin melakukan hal bodoh seperti itu. Makanya mas Rezza mengurungkan niatnya itu dan hanya mengusir orang itu dengan tatapan sinis.
Saat sampai disekolah, setelah turun dari motor, tak lama kemudian seseorang datang dan memarkir motornya didekat motor Dhani. Saat orang itu membuka helmnya dan turun dari motornya, dia menatap Icha dan Dhani. Dhani segera menarik Icha dengan menggandeng tangannya menghindari orang itu. Semua orang yang melihat kejadian itu hanya saling berbisik saja.
Sementara disisi lain, seseorang melaporkan kejadian itu kepada Ridwan yang berada di atas atap sekolah sedang menonton liputan pertandingan bola semalam yang dia lewatkan. Dan saat mendapat berita itu, Ridwan segera bergegas turun untuk memastikan hal itu. Saat sampai dikelas Ridwan melihat 2 sahabatnya itu sudah dikerubungi oleh anak-anak lain. Ridwan membubarkan mereka dan menarik mereka berdua keluar kelas untuk bicara.
Mereka bertiga hanya saling diam tanpa bicara apapun selama beberapa saat. Hingga salah satu diantara mereka akhirnya membuka pembicaraan dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Setelah mendapat penjelasan itu, Ridwan menatap sahabatnya itu sambil bertolak pinggang.
“Sebenarnya otak dan pikiran kamu ini dimana sih Cha? Masih aja ngasih kesempatan sama itu anak?” Tanya Ridwan sambil menghela napasnya.
“Kamu kan tau Wan aku orangnya gak tegaan, apalagi sama dia...” jawab Icha sambil menunjukkan wajah memelasnya.
“Kamu gak tegaan sama dia, tapi kamu tegaan sama diri kamu sendiri untuk selalu disakiti sama dia! Sama aja boong Cha..., gak inget apa yang udah dilakuin sama nenek lampir sama kamu kemarin? Yang kena siapa? Untuk aja bukan kamu, kalo sampek kamu yang kena, apa yang akan dilakuin mas Rezza ke aku? Kamu gak mikir sama sekali sih...” jelas Ridwan Panjang X Lebar X Tinggi= Volume.
Icha hanya terdiam mendengar perkataan Ridwan tadi. Sementara Ridwan sudah tidak tahu lagi apa yang harus dikatakan pada sahabatnya itu agar dia mengerti.
“Dhan, gue percayain Icha sama loe kalo pas gue lagi gak ada, semakin lama gue semakin khawatir nih anak bakalan ngulangin lagi kesalahannya untuk kesekian kalinya, deket-deket ama tuh bajingan lagi” pesan Ridwan pada Dhani lalu meninggalkan mereka berdua. Dhani pun hanya mengiyakannya dengan mengangguk saja.
Saat mata pelajaran bahasa Inggris berlangsung, Icha hanya melamun memandangi keluar jendela kelas, Putri melihat ekspresi Icha sedang tidak baik saat ini. Putri hanya menghela napas panjang melihat kelakuan sahabatnya itu. Dia terlihat sedang menulis sesuatu diselembar kertas dan memberikannya pada Icha. Icha pun menoleh dan melihat sebuah surat ada diatas buku materinya. Icha membuka dan membacanya. “Jangan ngelamun, ntar hantu sekolah ini ngerasukin kamu, Dimas, Dhani dan Ridwan bakalan langsung lari kekamu, hehehehehe Smile Cha... lengkungan senyummu itu manis... ^_^” tulis Putri pada Icha dan membuat Icha sedikit tersenyum membacanya.
Icha kembali melamun setelah membaca kalimat disurat Putri itu “Senyumanmu adalah lengkungan kecil yang membahagiakanku Cha”. Kata-kata Dimas itu sepertinya tidak mau hilang dari benak Icha sampai sekarang. Icha pasti tahu dan paham tentang konsekuensi yang akan dia tanggung jika dia memutuskan untuk kembali dengan Dimas. Icha diambang persimpangan jalan yang menyesatkannya saat ini.
***
Bel pulang sudah berbunyi, semua murid bergeggas pulang. Icha masih dilokernya untuk mengambil beberapa bukunya. Lokernya bersebelahan dengan Rima. Icha tentu tidak bisa menghindar dari Rima jika saat seperti ini, selain ada orang yang menariknya dari situasi itu.
Suara gebrakan pintu loker terdengar sangat keras dan membuat semua murid yang ada disekitarnya terkejut. Rima melipat kedua tangannya dan bersandar pada lokernya. Dia menatap Icha dengan sangat sinis.
“Wahhh ada berapa banyak orang yang akan melindungimu ya Cha? Siapa aja? Perlu aku sebutin? Owhhh iya anak baru itu bukannya sekarang menjadi bodyguardmu yang baru? Owhh tidak, lebih tepatnya supirmu?”
“Hentikan Rima! Kenapa kita jadi seperti ini saat kita masuk SMA? Bukankah kamu yang berjanji akan selalu bersama denganku? Ingat janjimu saat SMP? Rim, kalau ini masalah Dimas lagi, tolong hentikan... aku sudah tidak ada apa-apa lagi dengannya...” Sela Icha sambil menjelaskan apa yang sebenarnya pada Rima.
“Tidak ada apa-apa katamu?! Lalu dengan apa kamu menjelaskan ini!!!!” Bentak Rima sambil melempar beberapa foto pada Icha. Icha terkejut dan langsung mengambilnya untuk melihat apa yang ada difoto itu hingga membuat Rima sangat marah padanya. Icha sangat terkejut melihat foto itu. Dan sukses membuat Rima tersenyum sinis padanya.
Lyly dan Iis yang mengetahui hal ini segera mengirim BBM pada Putri untuk mengatakannya pada salah satu diantara 3 laki-laki itu. Sementara saat Putri membaca pesan BBM dari 2 sahabatnya itu malah menganga sangat lebar hingga sepertinya jangkrikpun bisa memasukinya. Ridwan yang ada didekatnya ikut terheran-heran dengan apa yang dilakukan oleh Putri itu.
“Ada buaya mau gigit Putri.... Ahhhhh” Ridwan sepertinya sudah siap melahap Putri namun sebuah tangan berhasil memukul lengan kiri Ridwan, tangan siapa lagi kalau bukan tangan Putri dan itu berhasil membuat Ridwan kesakitan.
“Jangan coba-coba memakanku sebelum kita menikah, mengerti?!” Ancam Putri.
“Iya... Iya... lagian kamu sihc pakek ngangga segitu lebarnya ada apaan sihc?” tanya Ridwan penasaran.
“Owh iya ampun lupa mau kasih tau, si... si... si... si Nenek lampir cari masalah lagi sama Icha!” jelas Putri pada Ridwan dan langsung mendapat respon dari Ridwan yang menyebabkan Putri akhirnya ditinggal sendirian, meski kesal tapi dia sudah paham bahwa bagi Ridwan Icha adalah orang pertama yang harus dia selamatkan. Makanya Putri selalu diam meski dia cemburu.
***
“Da... da... da... dari mana ka.. ka... kamu dapet... in ini?” tanya Icha sedikit gelagapan.
“Kenapa? Kenapa orang nomor satu disini harus gelagapan gini sihc ngadepin aku? Kenapa? Penasaran dari mana aku dapetin ini?”
“...” Icha hanya diam dan tertunduk, semua mata sekarang tertuju padanya.
“Wahhh kamu takut ya Cha??? Takut Ridwan yang tahu, atau Dhani yang Tahu?!” bentak Rima.
“...” Icha masih dalam diamnya. Sementara Rima sudah tidak tahan lagi, rasanya dia sudah snagat ingin meledak.
“Sini! Teman-teman semuanya, lihat ini, apa yang dilakuin sama siswi nomor satu disini, yang selalu ranking 1 disekolah ini, dan tentunya kalian tahu si aktivis segala organisasi disini! Lihat... dia peluk-pelukan bahkan hampir ciuman sama....” Belum selesai Rima menunjukkan foto-foto itu didepan umum dan berbicara, sebuah tangan sudah menarik Icha pergi dari tempat itu.
Tangan orang itu bisa merasakan tangan Icha bergetar hebat, wajah Icha pun telihat sangat pucat, bulir air mata sudah ada dipelupuk matanya dan sudah siap untuk dijatuhkan layaknya air terjun yang airnya baru mengalir setelah musim kemarau panjang.
Orang itu mengambil sapu tangannya saat air mata Icha akhirnya benar-benar jatuh saat ini. Setelah Icha mengusap air matanya, dia menarik tubuh Icha untuk berada dipelukannya. Icha berusaha menolak, namun orang itu menahannya.
“Tetaplah disini, anggap aku seperti kakak mu sendiri, layaknya Ridwan dan Mas Rezza, agar bisa mengurangi rasa sakitmu” ungkapnya dan membiarkan Icha tetap berada dipelukannya sambil menangis. Di terus membelai rambut serta punggung Icha agar dia merasa lebih tenang. Sementara itu seorang lagi sedang melihat mereka dari sisi lain. Raut wajah sayu terpancar di wajahnya dengan sangat jelas. Bagi orang itu dia sangat ingin sekali menggantikan posisi orang itu agar dirinyalah yang dipeluk oleh Icha. Namun tentu saja akan menggundang masalah baru lagi. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi saja, dari pada dia semakin terluka.
***
Ridwan segera menghampiri Rima yang masih diruang loker. Teman-teman yang lain segera minggir karena melihat ekspresi Ridwan saat ini sedang tidak baik. Dia sudah seperti Harimau yang akan segera menerkam mangsanya. Rima yang melihat Ridwan menuju kearahnya langsung terkejut dan berusaha diam sambil berpura-pura menata rambutnya. Berharap Ridwan akan memaafkannya dan membiarkan dia pergi.
“Loe berharap gue bakalan ngebiarin loe pulang dengan selamat hari ini? Hah!” bentak Ridwan pada Rima. Hingga membuat semua murid yang ada disekitar mereka ketakutan.
“Gak! Gak akan! Loe gak ada capek-capeknya ya gangguin Icha. Hanya karena masalah cowok kalian musuhan selama 2 tahun ini? Owhhh Tuhan... OTAKMU DIMANA?! HAH?!” Bentak Ridwan tepat didepan wajah Rima.
“Lihat sendiri kelakuan saudaramu itu! Lihat sendiri apa yang dia lakukan sama Dimas! Lihat sendiri di foto itu! Selalu aku yang disalahkan!”
Ridwan langsung mengambil foto yang jatuh dibawah dan sekarang Ridwan sedang memandangi Rima dengan tatapan tidak percaya dengan apa yang dia lihat dalam foto itu.
“Lihat, loe aja gak percaya kan? Ya kayak gitu kelakuannya Icha kalo gak lagi sama loe atau Dhani, tuh tadi udah diseret sama ...” belum selesai Rima bicara Ridwan segera pergi meninggalkan Rima.
Ridwan tidak berniat mencari Icha maupun Dhani, dia malah pergi ke parkiran sekolah. Dia melihat orang yang dia cari masih disana dan dia berniat akan segera pulang. Sebelum itu terjadi, Ridwan segera berlari mencegahnya. Tanpa ada aba-aba Ridwan segera melepaskan helm orang itu yang baru saja terpasang dan melemparnya ketanah. Ridwan melonggarkan dasinya dan segera memukul orang itu hingga dia terjatuh. Semua murid yang berada di parkiran itu merasa sangat takut dan menghindar.
Orang yang dihajar Ridwan itu akhirnya bangkit dengan badannya yang sedikit masih sempoyongan. Bagaimana tidak, Ridwan adalah atlet Jujitsu, pukulannya bisa membuat pusing yang cukup lama.
“Kenapa? Masih mau dipukul lagi? Hah?!” Bentak Ridwan dan langsung menendang orang itu hingga terjatuh lagi. Sepertinya orang itu sudah tidak punya tenaga untuk melawan Ridwan, makanya dia hanya diam dan tidak membalas.
“Bangun!”
Dan orang itupun bangun kembali, Ridwan menarik kerah seragam orang itu sambil mentapnya sinis.
“Ridwan!” teriak seseorang dari arah lain. Saat Ridwan menoleh, rupanya dia adalah Icha dan Dhani yang sedang berlari menujunya.
Ridwan pun melepaskan orang itu dan menjatuhkannya. Lalu Ridwan membenarkan seragamnya sambil berjalan menemui Icha dan Dhani.
“Apa sihc yang kamu pikirin?! Aku udah gak tahan Cha, nanti malem jangan salahin aku kalo mas Rezza bakalan ngajar nih anak lagi” kata Ridwan sambil melirik orang yang baru saja dia hajar.
Ridwan pun meninggalkan Icha, dia segera mengambil motornya dan pulang. Sementara orang yang tadi dia hajar masih ditempatnya, sepertinya dia masih kesakitan. Icha pun menghampirinya. Icha melihat luka yang ada diwajahnya yang disebabkan oleh sahabatnya itu. Icha sudah ingin menangis lagi. Dhani menelpon Putri untuk segera keparkiran. Dan saat Putri datang, Dhani segera menarik tangan Icha untuk menghindarkan Icha dari orang itu.
“Put, anterin Icha pulang”
“Aku bisa pulang sendiri, aku masih ingin disini! Lepasin aku!” ronta Icha berusaha melepaskan tangannya dari genggaman tangan Dhani. Tapi rupanya Dhani tidak ingin melepaskan Icha, dia malah menyeret Icha keluar gerbang bersama dengan Putri.
“Put, ajak dia pulang, biar Dimas aku yang urus.” Pinta Dhani sambil memasukkan Icha kedalam mobil Putri.
“Ehmm, serahin Icha sama aku, kamu urus aja tuh si brengsek” jawab Putri sambil masuk mobilnya menemani Icha.
Dhani segera kembali ke parkiran dan melihat orang itu sudah berdiri dan mengambil helmnya yang tadi dijatuhkan oleh Ridwan. Dhani menghampirinya dan sebuah pukulan berhasil mendarat diwajah orang itu hingga membuat mulutnya berdarah.
“Aku tidak akan bertindak sampai seperti ini kalau bukan kamu sendiri yang mulai cari masalah. Urus aja itu nenek lampirmu. Jangan gangguin Icha lagi. Sekali lagi salah satu dari kalian berdua nyakitin Icha, aku, Ridwan dan mas Rezza gak akan tinggal diam. Kamu akan dapet yang lebih dari darah di bibirmu” ancam Dhani padanya. Dhani berniat pulang menyusul Icha. Saat beberapa langkah, dia dihentikan oleh sebuah suara.
“Kamu suka sama Icha? Hah? Gak apa-apa kalau kamu suka sama dia, aku gak akan marah atau ngelarang, aku cuma berpesan jangan jadi pengecut sepertiku, yang tak pernah mau mengakui salahku” katanya sambil berdiri lagi dan segera naik kemotornya lalu pulang mendahului Dhani.
Dhani sedang memikirkan kata-kata yang baru saja dia dengar tadi mengenai Icha. Dia mengurungkan niatnya untuk datang kerumah Icha. Dia hanya mengirim pesan pada Mas Rezza bahwa dia meminta maaf tidak bisa mengantar Icha pulang dan malah orang lain yang mengantarkan adiknya itu.
***
Dhani masuk kedalam rumahnya tanpa mengucapkan salam pada kakaknya yang sedang asyik nonton drama korea yang menguras air matanya setiap kali melihatnya. Dhani hanya melihat sebentar lalu segera masuk kamarnya. Kakaknya hanya menengok siapa yang masuk, ternyata adiknya lalu kakaknya melanjutkan menonton drama koreanya lagi.
Dhani melempar tasnya kekursi belajarnya dan langsung melepaskan jaketnya dan dia lempar ke dalam keranjang pakaian kotornya dan “Strike” masuk tanpa hambatan. Dhani adalah atlet basket, dengan tinggi badannya itu tentu tidak sulit baginya untuk masuk tim basket profesional. Hanya saja slogannya ‘Aku terlalu malas untuk melakukan hal-hal yang membuatku lelah’ begitulah katanya.
Dhani mendengar pintu kamarnya diketuk oleh seseorang dari luar. Dia pun segera membuka pintunya namun hanya sedikit, dia hanya mengeluarkan kepalanya saja. Dan rupanya kakaknya, Mbk Zullfa. Dia menyuruh Dhani untuk segera makan, kakaknya itu bertanya kenapa kakaknya sekarang dilarang masuk kekamar adiknya itu. Mbk Zullfa mencurigai adiknya itu menyimpan kaset-kaset, majalah porno ataupun narkoba. Dan hal itu membuat Dhani kesal, Dhani menjawab bahwa sekarang adiknya itu sudah dewasa jadi tidak baik seorang perempuan masuk kekamarnya meskipun itu ibunya maupun kakaknya sendiri. Mbk Zullfa pun hanya mengangkat bahunya lalu meninggalkan adiknya tanpa mengucapkan apapun.
Dhani menutup pintu kamarnya dan segera merebahkan tubuhnya diatas tempat tidurnya. Lengannya yang panjang itu menutupi matanya. Dia sangat ingin tidur saat ini padahal dia belum melepas sepatunya, dan berganti seragam. Dhani memang sangat malas kalau sudah terlalu kelelahan seperti ini. Bisa saja dia akan terbangun keesokan harinya.
***
Kamar itu terlihat sudah gelap dari celah-celah pintunya, suara lagu korea yang seperti music disco terdengar lumayan keras dari luar. Sementara orang yang berada diluarnya sedang sibuk menggedor-gedor pintu itu berharap orang yang berada didalamnya segera keluar. Namun nihil, meski sebenarnya orang yang berada didalam kamar itu tidak tidur, dia hanya berpura-pura tidak mendengar orang yang ada diluar sana sedang berusaha memintanya untuk keluar. Dia tahu apa yang akan dikatakan orang itu. Jadi dia menghindarinya dengan cara seperti itu.
Setelah hampir ½ jam mencoba membujuk adiknya untuk keluar dan tidak berhasil, akhirnya diapun menyerah dan turun kebawah menemui tamu yang sedang menunggunya sejak tadi.
“Gimana mas? Dia tetep gak mau keluar?” tanya seseorang yang duduk di kursi tamu itu.
“Yah liat sendiri kelakuannya” jawabnya.
“Yahhh Icha emang keras kepala banget mas, aku gak ngerti sama pikirannya dia, dan sebenarnya apa yang membuatnya mempertahankan Dimas segitunya. Dhani aja BBM aku dan bilang setelah aku tinggal pulang, si Icha masih sempet-sempetnya mau nolongin Dimas untung dicegah Dhani.” Jelasnya.
“Wan, mas mau tanya dehc, sebenarnya Dhani itu suka sama Icha atau gak sih?”
“Wahhh mas Rezza belum diceritain mbk Zullfa atau gimana sih? Aku denger mas Rezza lagi deket sama mbk Zullfa?” Godanya.
“Tinggal jawab aja kenapa sih Wan, seneng banget bikin masnya penasaran”
“Iya iya mas..., selama ini dari pandangan Dhani ke Icha, sikapnya yang begitu ngelindungin Icha, kayaknya sih iya, makanya aku percayain dia buat jagain Icha saat aku gak ada, dan saat tadi Icha digangguin si nenek lampir Rima, dia juga yang narik Icha pergi. Yah selebihnya tetep aku penjaganya Icha hehehe” jawabnya sambil bercanda.
“Hehh jangan bilang kamu masih naksir sama saudaramu sendiri ya wan...” sahut Ayah Icha.
“Hehehe gak om... Ridwan kan hanya bercanda... hehehe” elaknya sambil bercanda.
“Wan, apa cuma masalah Icha duluan yang dapetin Dimas, segitu bencinya sih Rima sama Icha?” tanya Mas Rezza lagi pada Ridwan.
“Aku gak ngerti juga sih mas, soalnya dulukan mereka tuh deket banget kan, tapi setelah Icha deket sama Dimas, si nenek lampir itu tiba-tiba jadi jahat banget sama Icha, makanya aku namain dia nenek lampir” jawab Ridwan.
“Iya juga ya... udah lama Rima gak pernah main kesini, emang ada apa antara Icha sama Rima?” tanya Ayah Icha.
“Kurang tahu juga sih yah, soalnya Icha juga ceritanya sedikit-sedikit” jawab Mas Rezza.
“Kalau mereka memang sedang marahan, mending mereka berdua dikunci disuatu ruangan” saran Ayah Icha.
“Wah ide bagus tuh yah!” kata mas Rezza mengiyakan saran ayahnya itu.
“Ampun dah, saya gak ikut-ikut dehc Om, yang ada keluar dari ruangan itu, Icha udah gak sadarkan diri kalee” jawab Ridwan.
“Lhoh emang kenapa?” tanya Mas Rezza keheranan.
“Sejak mereka musuhan, Rima bener-bener berbeda 3600 dari yang dulu, dia jadi jahat banget dan dia berani nyelakain Icha. Untung aja selalu ketahuan aku ataupun Dhani, jadi Icha bisa selamat.” Jawab Ridwan.
“Masa’ iya sampek kayak gitu?” tanya mas Rezza seakan tidak percaya dengan cerita Ridwan itu.
***
Dhani sedang berada diluar rumah seseorang sekarang. Dia memandangi salah satu jendela rumah itu yang lampunya sudah dimatikan sejak tadi. Dhani hanya bisa memandanginya saja. Berharap orang yang berada dalam ruangan itu membuka jendelanya untuk sesaat. Namun sepertinya itu hanya mimpinya saja. Tiba-tiba seseorang datang.
Tatapan orang itu begitu sinis terhadap Dhani. Dhani hanya mengkodekan orang itu untuk naik kemotornya. Akhirnya mereka pergi dari rumah itu untuk bicara ditaman kota.
“Ngapain malem-malem ngajakin gue keluar kesini? Lu mau mesum in gue?” tanya orang itu negatif thingking pada Dhani.
“Gak doyan banget gue ama lu” jawab Dhani tak kalah sinis.
“Terus?” Tanya orang itu penasaran.
“Temen lama” jawab Dhani dengan nada yang misterius kepada orang itu.
“Maksudmu?” tanyanya.
“Kamu temen lama Icha kan? Sekarang katakan padaku sebenarnya apa sih yang bikin kamu benci banget sama Icha Rim? Kalo itu masalah Dimas, kamu gak perlu khawatir, aku dan Ridwan yang urus ini. Dan aku jamin Icha gak akan pernah kembali sama Dimas apapun alasannya” jelasnya.
“Kamu gak ngerti apa yang udah Icha lakuin sama aku Dhan”
“Maksudmu?” tanya Dhani.
“Awalnya kami berdua memang sudah saling tahu bahwa kami menyukai orang yang sama. Aku meminta pada Icha untuk bertaruh siapa yang akan mendapatkan hati Dimas terlebih dahulu. Dan siapapun yang menang maka yang kalah harus menerima dengan lapang dada. Icha menyetujuinya. Saat persaingan diantara kami belum dimulai sesuai kesepakatan kami berdua, rupanya anak-anak disekolah sudah menggosipkan hubungan mereka berdua, Icha telah mendahului ku, dia sudah berpacaran dengan Dimas sebelum aku mengajaknya bertaruh. Aku tidak mempermasalahkan mereka berpacaran atau tidak, aku hanya tidak suka Icha membohongiku dengan berpura-pura dia belum memiliki hubungan apapun dengan Dimas. Aku tahu dia tidak ingin dikalahkan dengan siapapun termasuk denganku. Tapi tidak seperti itu caranya!” jelas Rima pada Dhani.
Dhani hanya termenung setelah mendengarkan cerita Rima itu.
“Sekarang kamu ngertikan Dhan, aku bukanya 100% membencinya, tidak, aku sangat ingin kita kembali seperti dulu, tapi rasa sakitku rasanya belum bisa terbalaskan! Selain itu Ridwan dan mas Rezza selalu underestimate padaku membuatku semakin membencinya!” tambah Rima.
“Aku antar pulang, lain kali kita bicarakan ini lagi, terima kasih atas ceritamu” Jawab Dhani sambil mengajak Rima untuk pulang.
Chapter III
“
Dostları ilə paylaş: |