Putus Asa”
Dhani sudah tidak pernah mendengar kabar dari Icha lagi. Begitu pula dengan Icha, Icha juga sudah tahu kabar dari Dhani. Icha melanjutkan lagi pendidikannya ke jenjang S2 di Universitas yang sama. Dia mengambil konsentrasi Hukum Pidana Khusus seperti yang disarankan profesor Aarnout.
Sementara Dhani saat ini sedang bekerja disebuah kantor akuntan publik. Sambil belajar bisnis bersama dengan Anita. Dhani sekarang juga sudah tidak terlalu memikirkan Icha meski terkadang rasa rindu itupun mendera Dhani habis-habisan.
Icha bekerja di kantor konsulat jendral Indonesia untuk Belanda. Dia menangani bidang perlindungan hukum bagi masyarakat Indonesia yang berada di Belanda. Berbagai masalah sudah mulai Icha tangani saat ini. Seperti saat ini, ada kasus yang mendera salah satu mahasiswa baru dari Indonesia yang bersekolah di Belanda.
“Icha, neem zorg van Indonesische studenten die werden gearresteerd door de politie33”
“Neem de rapportage dossier in te dienen34”
Setelah mendapatkan berkas-berkasnya, Icha segera meluncur ke kantor polisi dimana mahasiswa itu ditahan. Icha sebenarnya sudah sangat bosan jika harus bolak-balik kantor dan kantor polisi. Setiap kali dia kekantor polisi selalu saja masalah mahasiswa yang bermasalah.
“Goodnight, daar kan ik helpen?35” tanya seorang polisi pada Icha
“Ik Ifha Nurisya consulaat-generaal van Indonesië naar Nederland in Amsterdam, wil ik de zorg van de studenten die werden gearresteerd op het politiebureau nemen deze36”
“Gewoon aan deze kant37”
Setelah mendapat penjelasan lengkap mengenai kasus mahasiswa itu Icha segera membuat surat jaminan dan penangguhan penangkapan untuk mahasiswa itu. Setelah semua urusan selesai, Icha kembali kekantor untuk menyerahkan surat bahwa kasus sudah dia selesaikan.
Karena malam sudah semakin larut, Icha segera pulang keapartemennya. Malam ini begitu sangat melelahkan bagi Icha. Icha masih disibukkan dengan kuliah S2 nya, namun dia juga harus bekerja seperti ini. Rasanya sudah lama dia tidak pulang ke Indonesia. Ingin rasanya saat itu juga dia pulang. Namun rasanya sayang sekali.
***
Dhani sedang mengerjakan tugas lemburnya. Dia begitu serius saat ini, angka-angka dalam kertas yang ada dimejanya itu membuatnya tidak bisa beranjak dari tempat duduknya. Bahkan makanpun dia lakukan ditempat itu. Mungkin ini juga salah satu untuk tidak terlalu pusing memikirkan Icha.
Dedekat komputer kerjanya, masih terpampang foto saat mereka berdua berada di Bromo beberapa tahun lau. Kenangan tidak bisa membuat Icha kembali kedalam pelukannya, namun kenangannya dengan Icha lah yang membuatnya tegar selama ini hidup jauh dari orang yang dikasihinya.
Telpon yang berada disamping kiri komputernya itupun berbunyi. Membuyarkan konsentrasinya sejenak. Dia mengangkat gagang telpon itu dan suara seseorangpun terdengar. Suara yang sudah tak asing bagi Dhani lagi yaitu Jane.
“Bagaimana? Sudah temukan kesalahan dalam legal audit laporan keuangan PT. 2 Menara Konstruksi?” tanyanya dalam telepon itu.
“Masalahnya tidak segampang itu, hampir semua keuangannya carut marut, aku yakin malam ini aku tidak bisa tidur dibuatnya, semua laporan keuangannya tidak masuk akal” Jawab Dhani sambil memijat pelipis matanya karena pusing dengan pekerjaan yang sedang dia kerjakan saat ini.
“Baiklah, lanjutkan kerjamu, kalau terasa berat, lebih baik cari kesalahannya saja, nanti malah mempersulitmu” Kata Jane pada Dhani untuk mengurangi pekerjaannya.
“Terima kasih sudah mengizinkanku cepat tidur malam ini Jane” jawab Dhani. Sambil menutup telponnya. Setelah menutup telpon itu Dhani segera merebahkan punggungnya ke kursi. Dia sangat lelah sekali hari ini. Kelelahan yang datang menghampiri Dhani tidak hanya lelah bekerja, namun dia juga berpikir bagaimana caranya dia bisa menghubungi Icha.
Meski kadang rasa putus asa itu membuat Dhani berpikir untuk melepaskan Icha, namun hati kecilnya tidak bisa berbohong. Hati kecil itu masih mengatakan keyakinannya untuk dapat kembali kepada Icha suatu saat nanti. Meski Dhani sendiri tidak tahu kapan hal itu akan terjadi.
***
Jam bekker dikamar itu berbunyi sangat keras, menunjukkan pukul 06.00, Dhani pun bergegas bangkit dari mimpinya dan mematikan jam itu agar tidak berbunyi lagi. Dhani beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi. Air hangat itu menyapu tubuh Dhani. Kelelahan semalam membuatnya sedikit pusing pagi ini.
Usai mandi, Dhani segera membuat sarapan berupa sereal dan susu untuknya. Sarapan itulah sebagai sumber tenaganya saat akan berangkat kerja setiap pagi. Usai makannannya habis, Dhani segera menuju wastafle untuk menyikat gigi.
Dia menuju kamar wardrobe nya untuk memakai baju kerjanya hari ini. Dia memilih kemeja warna biru tua dengan jas berwarna hitam. Dhani tidak begitu suka menggunakan dasi, makanya hanya hari-hari tertentu saja dia menggunakan dasinya.
Setelah selesai dia menggunakan jam tangan hitam di tangan kirinya dan merapikan rambutnya. Setelah itu tak lupa parfum kesukaannya menjadi penutupnya. Dhani merapikan dokumen yang ada dimeja kerjanya untuk dia bawa kekantor hari ini. Setelah siap Dhani segera memakai kaos kaki dan sepatunya untuk segera melesat berangkat kekantor.
Mobilnya sudah berada didepan lobby apartemennya. Setelah mendapatkan kunci dari valet parking, dia segera masuk kedalam mobilnya dan menjalankan mobilnya. Dhani sudah terbiasa dengan rutinitasnya yang seperti itu setiap harinya. Meski terkadang jenuh, tapi Dhani bisa apa selain menerimanya.
Setelah sampai di kantor, dia segera masuk kedalam ruangannya, baru saja duduk dia sudah dihampiri oleh Jane menanyakan pekerjaannya. Dhani sering mengeluh karena hal ini. Bukannya disiapkan kopi atau minuman yang lain malah pekerjaan baru yang datang setiap paginya ketika dia baru saja sampai dikantor.
“Tidak bisakah buatkan aku kopi dulu? Hah? Semalam aku kurang tidur karena menyelesaikan ini...” keluh Dhani.
“Iya... iya nanti aku bawakan kopi, sudah tidak usah bawel, kerjakan ini dulu, kopi akan datang setelah ini” jawab Jane sambil memberikan beberapa map kepada Dhani untuk dia kerjakan.
“Astaga..., iya iya... hahhhh” Keluhnya lagi.
“Udah... gak usah banyak ngeluh, lagian nanti kamukan bisa pulang cepet, Ibu Jessica lagi gak ditempat, jadi bawa pulang aja yang belum selesai oke?” kata Jane.
“Beneran?” tanya Dhani meyakinkan.
“Iya... udah kerjakan sekarang kopinya nanti aku antar” jawab Jane.
“Oke....” Jawabnya dengan penuh semangat 45.
Kalau ibu Jessica tidak ada ditempat, Dhani dan Jane bisa pulang tepat jam pulang kantor meski pekerjaannya belum selesai. Jam pulang kantor normal adalah jam 7, tetapi kedua orang pekerja itu terkadang pulang hingga pukul 9 -10 malam. Belum lagi pekerjaan yang mereka bawa pulang. Pekerjaan Dhani dan Jane selalu menumpuk setiap harinya.
***
Di Indonesia sendiri, mas Rezza dan mbk Zullfa sudah menggelar acara lamaran. Kedua insan yang berada diluar negeri itu sengaja tidak diberi tahu. Meskipun tidak diberi tahu, Rasyid dan Anita yang mewakili mereka hadir dalam acara tersebut dan memberikan kabar kepada mereka berdua. Pada akhirnya Icha dan Dhani pun harus mengalah untuk kedua kakaknya itu. Icha sudah tahu hal ini akan terjadi makanya dia berusaha untuk menahan dirinya.
Begitu pula dengan Dhani, sudah hampir 3 tahun ini dia tidak tahu kabar mengenai Icha. Mbk Zullfa pun seakan menutupinya. Mungkin karena mas Rezza yang memintanya untuk tidak memberi tahukan kepada Dhani mengenai Icha.
Mereka berdua bingung harus melakukan apa sekarang, mereka tidak bisa menghindari acara pernikahan mereka lagi karena baik Mas Rezza dan Mbk Zullfa sudah mengambil alih beberapa perusahaan milik keluarga. Dan kini saatnya mereka melangsungkan pernikahan mereka. Mereka tahu hal ini akan menyakiti hati kedua adik mereka. Namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa saat ini.
Hari pernikahan itupun juga sudah ditentukan. Keluarga mereka berniat meminta Dhani dan Icha untuk pulang, namun Mas Rezza dan Mbk Zullfa melarangnya, sebaiknya jangan menganggu konsentrasi kerja dan kuliah Icha dan Dhani disana, begitu katanya Mas Rezza dan Mbk Zullfa memberi alasan mereka agar adik mereka tidak terluka hatinya.
***
Berita pernikahan kakaknya itupun sudah sampai ditelinga Icha dan Dhani. Mereka berdua sama-sama sudah mengetahui tanggal pernikahan kakak mereka. Saat ini mereka berdua sama-sama tidak tahu haruskah bahagia ataukah malah bersedih.
Icha seharian ini melamun dikantor dan juga dikampusnya. Icha tidak bisa berkonsentrasi mengerjakan tugas kantornya. Dia sampai ditegur oleh Bossnya yaitu Meneer Jason. Icha beralasan dia kurang enak badan.
Hal yang serupa juga menimpa Dhani. Seharian dia malah tidak makan apapun. Jane merasa khawatir, dia bertanya pada Ruben dan Sam mengenai keadaan Dhani ini. Mereka berdua menjelaskan hal yang sedang menimpa sahabatnya itu dan Jane pun dapat memahaminya. Dia merasa Dhani sebaiknya dibiarkan untuk tenang.
***
Rasyid sampai di bandara Schipol untuk mengajak Icha pulang ke Indonesia. Dia menuju apartemen Icha setelah mendarat di Belanda, namun sayangnya dia tidak ada di sana saat ini. Rasyid berpikir Icha mungkin masih dikantornya.
“Icha, ada orang Indonesia yang nyariin kamu tuh” Kata Asri yang bekerja bersama Icha. Dia orang Indonesia juga.
“Ehh? Siapa?” tanya Icha.
“Katanya tunangan kamu” jawab Asri.
“Rasyid???” tebak Icha. Dan benar saja tiba-tiba seseorang dengan tampang sok cool itu datang menemui Icha, dengan senyuman khasnya dia menyapa Icha.
“Aku datang...” salam Rasyid pada Icha.
“Kamu ngapain kesini? Aihhh” keluh Icha.
“Kamu gak suka aku disini? Aku udah gak dateng pas kamu wisuda kemaren, makanya aku datang sekarang” jelas Rasyid.
“Bentar lagi jam pulang, tunggu sebentar ya, nanti kita makan malam bersama” kata Icha
“Ehmm aku tunggu diluar ya” jawab Rasyid.
***
Di Australia, Dhani sudah tidak makan 3 hari ini. Sam, Ruben dan Jane sangat mengkhawatirkan keadaan Dhani saat ini. Mereka akhirnya memberi kabar kepada Anita mengenai keadaan Dhani itu. Anita segera datang setelah mendengar kabar mengenai Dhani.
Anita melihat keadaan Dhani yang sangat mengenaskan, badannya sangat panas, wajahnya pucat pasi, dan juga keringat yang bercucuran. Anita berterima kasih mereka sudah memberinya kabar mengenai Dhani. Anita meminta Ruben, Sam dan Jane untuk pulang saja, biar dia yang merawat Dhani.
Anita tahu apa yang membuat Dhani seperti ini. Namun Anita membiarkan saja, mungkin ini adalah awal dari titik baliknya. Anita menyeka keringat Dhani, kemudian memberinya kompres dengan air hangat, dan memberikan obat menurun panas pada Dhani dengan membuka sedikit mulutnya dan memasukkan obat cairan itu agar demamnya segera turun.
Anita dengan sangat lembut membasuk tangan dan kaki Dhani dengan air hangat agar bersih dan tidak lengket. Setelah selesai, Anita kembali menyelimuti tubuh Dhani agar suhu tubuhnya segera normal. Anita menuju dapur apartemen Dhani untuk membuatkannya bubur hangat. Agar ketika Dhani bangun nanti dia segera makan untuk mengisi tenanganya.
Dhani terus mengigau menyebut nama Icha meski lirih. Dia seakan tidak punya tenaga untuk mengucap kata dari bibirnya. Dia sangat lemah saat ini, dalam bayangannya dia yang lemah itu yang bahkan tidak bisa berkata apa-apa, bagaimana bisa dia melindungi Icha dan membahagiakannya.
“Bagaimana bisa aku melindungi kamu Cha..., menggapaimu saja aku tak sanggup” Ucapnya dalam hati.
Hati Dhani seperti tersayat pedang ribuan kali. Sakit tentu sakit, sesak rasanya dada Dhani saat ini. Bagaimanapun juga cintanya tidak pernah berubah meski terpisahkan jarak dan waktu dengan orang yang sangat dia cintai. Kini dia benar-benar sudah tidak bisa bersama Icha lagi.
Perlahan tapi pasti Dhani mulai membuka matanya lagi. Kepalanya masih sangat pusing saat ini namun dia mencoba untuk kembali membuka mata dan memfokuskan pandangannya. Ahhh masih ditempat yang sama rupanya katanya setelah melihat langit-langit kamarnya. Dhani mencoba untuk duduk, namun pusingnya membuat dia kesulitan untuk bangkit.
“Kamu udah baikan?” tanya seseorang setelah membuka pintu kamar itu. Rupanya Anita yang melihat Dhani sudah membuka matanya. Anita menghampiri Dhani dan membantunya untuk duduk dan bersandar.
“Jam berapa sekarang?” tanya Dhani dengan suara yang masih lirih.
“Jam 3 sore” jawab Anita.
“Hahhh... hari apa ini?” tanyanya lagi.
“Hari jum’at, udah gak usah banyak bergerak, gak usah macem-macem dulu yang penting kamu sehat dulu, 3 hari gak makan apa kamu pengen mati? 2 hari 1 malam gak sadar kamu pikir kamu ini supermen yang bisa kuat tanpa makan apapun? Hah?” tanya Anita kesal melihat sikap Dhani seperti itu.
“Iya...” jawab Dhani, dia melihat sekeling kamarnya yang sudah rapi, dia melihat dimeja dekat tempat tidurnya ada baskom dan handuk putih kecil didalamnya beserta obat juga disana. Dia juga melihat bajunya sudah berganti.
“Kamu yang ngurusin ini semala aku sakit?” tanya Dhani.
“Ehm, dibantu Ruben yang gantiin baju kamu” jawab Anita
“Owh” kata Dhani singkat.
“Aku ambilkan bubur dulu” sambil pergi keluar kamar untuk mengambil bubur yang tadi dia masak untuk Dhani.
“Kamu gak perlu repot-repot kayak gini” kata Dhani saat Anita kembali kekamarnya dengan membawa semangkuk bubur yang masih hangat kepadanya.
“Makan aja apa susahnya sih? Kamu bukan Poppye yang hanya dengan makan bayam kalengan langsung kuat, kamu juga bukan robot yang hanya perlu di charger dayanya untuk kembali hidup, kamu itu hanya manusia, manusia biasa perlu makan Dhan” kata Anita menceramahi Dhani lagi.
“Iya iya... aku makan... makasih ya udah mau ngerawat aku selama aku sakit” kata Dhani dengan tersenyum dan memulai makan buburnya. Sepertinya 3 hari tidak makan sudah membuat Dhani kelaparan saat ini. Dia dengan cepat sudah menghabiskan seluruh bubur dalam mangkuk tersebut berserta dengan teh hangat yang juga disediakan Anita bersama bubur itu. Setelah selesai makan Anita menyodorkan obat yang harus diminum oleh Dhani. Setelah meminum obat itu, Anita kembali merebahkan tubuh Dhani untuk beristirahat lagi. Dhani harus istirahat yang banyak agar segera pulih kata Anita sambil membenarkan selimut untuk menutupi tubuh Dhani.
“Terima kasih ya, atas perhatianmu” kata Dhani pada Anita yang masih setia disampingnya.
“Ehm” Jawab Anita.
“Maukah kamu menikah denganku?” tanya Dhan.
“Ehm?” tanya Anita dengan ekspresi bertanya-tanya tentang apa yang baru saja diucapkan oleh Dhani. Sesaat mereka berdua terdiam dalam tatapan mata mereka.
“Hahahahahahaha... hei mau ngelamar gak gini caranya” lanjut Anita sambil tertawa.
“Apa lucu?” tanya Dhani sambil kesal dan membuang mukanya.
“Hahaha... Hei.. jangan marah gitu dong Dhan...” kata Anita sambil mengarahkan wajah Dhani agar menatapnya. Anita tersenyum pada Dhani.
“Jadi mau apa tidak?” tanya Dhani lagi.
“Jangan membohongi perasaanmu, membohongi perasaan itu sama halnya menyakiti dirimu sendiri” jawab Anita.
“Aku.... hanya.... tidak tahu harus berbuat apa sekarang” kata Dhani sambil berusaha menahan tangisnya. Dia tidak ingin terlihat lemah didepan perempuan.
Anita memeluk Dhani, dia mengelus punggung Dhani agar dia merasa tenang, Anita membiarkan Dhani menangis dalam pelukannya. Dia tahu dia sendiri juga tersakiti jika seperti ini, namun orang yang berada dalam pelukannya saat ini rupanya lebih sakit lagi.
Anita tahu Dhani tidak benar-benar bermaksud melamarnya saat ini. Dia tahu hal ini Dhani lakukan untuk membunuh perasaannya sendiri kepada Icha. Anita menjadi merasa bersalah, Anita tidak tahu harus memperbaikinya dengan cara apa lagi. Anita tidak tahu bagaimana membuat Dhani berubah, dia selama ini telah salah, apa yang dia perbuat rupanya telah menyakiti orang yang dia cintai yaitu Dhani.
Anita pun akhirnya melepas pelukannya pada Dhani, Anita mengiyakan ajakan Dhani untuk segera menikah. Dhani kembali memeluk Anita, mungkin Dhani selama ini juga salah memperlakukan Anita. Dhani berkata dalam hatinya untuk memulai semuanya dari awal dengan Anita mulai sekarang.
Dia sudah ikhlas jika memang Icha bukan masa depan untuknya. Dhani memutuskan untuk tidak bertahan lagi. Setelah dia sehat kembali dia akan kembali ke Indonesia untuk mengatakan hal ini dengan ayah dan bundanya bahwa dia akan menikah dengan Anita secepatnya.
***
Icha sedang sibuk saat ini, banyak sekali hal yang harus dia kerjakan, Thesisnya saja baru ½ jalan dia kerjakan. Saat ini adalah tahun ajaran baru, sebentar lagi akan banyak warga negara Indonesia yang akan dia urus. Mereka menuju Belanda untuk belajar kebanyakan mahasiswa S2, beberapa diantaranya juga S1.
Icha sedang menerima banyak tamu hari ini. Dia juga harus bolak-balik kekantor keduataan Indonesia yang ebrada di Belanda. Siang ini dia baru saja kembali kekantornya setelah 3 kali bolak-balik kekantor kedutaan. Saat dia baru saja beristirahat dikursinya seseorang datang. Sambil membawa sebuah amplop.
“Icha, heb je de e-mail uit Australië38” katanya sambil memberikan amplop yang tadi dia bawa kepada Icha.
“Ehm..” jawab Icha dnegan senyuman dan menerima amplop itu. Didepan amplop itu bertuliskan namanya ‘IFHA NURISYA’. Dari siapa ya? Tanyanya dalam hati. Icha membuka amplop itu dengan penasaran. Namun setelah membuka amplop itu, dia melihat selembar foto pre-wedding seseorang yang dia kenal. Dia membaca tulisan dilembar satunya.
Benar, amplop itu berisi undangan pernikahan Dhani dan Anita. Anita tidak berniat mengirim undangan itu, namun Dhanilah yang meminta Anita untuk mengirimnya. Anita pun akhirnya mengirim undangan itu kepada Icha di Belanda.
Icha sangat terpukul dengan apa yang baru saja dia terima. Dia tidak percaya Dhani mengkhianati janji yang pernah dia ucapkan. Icha menahannya selama hampir 4 tahun ini tidak pulang karena dia ingin menyelesaikan S2nya.
Setelah selesai, dia baru akan kembali dan memberi kabar Dhani bahwa dia sudah siap berjuang dengannya sesuai dengan yang dia janjikan dulu. Icha tidak percaya dengan yang Dhani lakukan kepadanya. Icha memasukkan undangan itu kedalam laci meja kerjanya. Icha kembali berusaha fokus dengan pekerjaanya lagi. Air matanya sudah hampir jatuh saat ini, dia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh.
Namun sekuat apapun dia berusaha, air matanya kembali mengalir karena orang yang dangat dia sayangi. Bagaimana bisa ini terjadi kepada mereka berdua, bagaimana bisa Dhani memilih Anita saat ini. Icha berusaha menahan rasa sakit yang menyesakkan dadanya saat ini. Dia tidak bisa fokus mengerjakan sisa pekerjaaanya saat ini.
Icha mengemasi semua barang-barangnya dan pergi meninggalkan kantornya sebelum jam pulang. Icha tidak berpamitan dengan bossnya bahkan kepada sekretarisnya. Dia melesat pergi keluar kantor karena dia tidak ingin satu orangpun melihatnya yang sedang menangis itu.
Icha menuju stasiun kota dan segera membeli tiket perjalanan menuju ke Jerman. Icha sedang kalut saat ini, dia memutuskan untuk pergi ke Jerman untuk menenangkan pikiran. Icha bahkan tidak bisa berhenti menitikan air matanya selama dijalan menuju ke Jerman.
“Kamu... bagaimana kamu bisa seperti ini? Aku berharap banyak padamu... sakit Dhan..., baiklah jika kita memang harus berpisah dengan cara seperti ini, kamu akan jadi hal bahagia yang tak ingin aku hapuskan meskipun kamu sudah melukaiku dengan cara seperti ini” katanya dalam hati.
***
Dhani dan Anita rencananya kan menikah di Australi saja. Dhani meminta hanya orang-orang tertentu saja yang diundang. Dhani beralasan bahwa dirinya tidak bisa meninggaklan pekerjaannya terlalu lama. Padahal sebenarnya dia tidak ingin mengingat kenangannya dengan Icha lagi. Jika dia menikah di Indonesia, dia akan mudah goyah karena mengingat kembali kenangannya dengan Icha.
Persiapan mereka semakin matang hari demi hari. Seluruh keluarga besar dan juga sahabat terdekat juga sudah datang seperti Putri, Ridwan, Dimas, Rima dan teman-teman yang lain. Dhani mencoba menjelaskan keadaannya kepada Dimas dan Ridwan. Karena mereka berdua sudah sangat ingin menghajar Dhani saat ini karena telah mengingkari janjinya terhadap Icha.
Dhani mengatakan kepada mereka berdua, dia sudah mencoba bertahan tanpa satu kabarpun dari Icha. Dia juga sudah mencoba berpikir positif bahwa Icha tidak mungkin meninggalkannya begitu saja, namun selama hampir 4 tahun ini Icha tidak pernah membalas postcardnya lagi. Hal itulah yang membuat Dhani akhirnya memutuskan untuk menyerah.
“Hanya postcard kenapa sampai seperti ini?” tanya Ridwan.
“Jika, dia tidak membalasnya untuk 3-6 bulan gue masih bisa memaklumi, gue bahkan masih percaya dia akan membalasnya ketika gue terus mengiriminya postcard selama beberapa bulan selanjutnya, kalau dia lupa mungkin dengan gue mengiriminya postcard lagi, dia akan ingat dan membalasnya, namun kenyataannya tak satupun postcardku selama 1 tahun ini dia balas.” Jawab Dhani dengan wajah memelas.
“Baiklah... ini keputusanmu, kami tidak bisa berbuat apa-apa saat ini” kata Dimas.
“Apa loe ngundang dia juga?” tanya Ridwan ragu.
“Gue ngundang dia, tapi gue gak yakin dia datang” jawab Dhani.
“Ya udahlah Wan... lagian mau gimana lagi, hidup harus terus berjalan, jalan ini yang sudah dipilih Dhani. Kata Dimas menenangkan.
***
Meneer Jason berjalan mengelilingi kantor, dia terlihat berjalan terburu-buru. Dia seperti sedang mencari seseorang, dia melihat kesana-kemari namun orang yang dicarinya sepertinya tidak ada.Meneer Jason akhirnya bertemu dengan sekretaris Asri.
“Icha gaan?39” Tanyanya.
“Ik weet niet de meester40” jawab Asri.
Icha tidak memberi kabar seharian, dia tidak bisa dihubungi seharian ini. Pekerjaannya menumpuk di atas meja kerjanya. Asri menata semua berkas-berkas yanga da di meja Icha itu. Namun tanpa sengaja dia menemukan amplop yang kemarin datang dari pos. Karena penasaran, Asri membukanya dan membacanya. Undangan pernikahan Dhani dan Anita itu dibaca oleh Asri beserta dengan foto pre-weddingnya. Asri melihat dengan seksama orang yang ada didalam foto tersebut lalu dia menoleh ke pojok meja kerja Icha itu dan Asri menghela napasnya panjang.
Asri mungkin tahu kalau Icha saat ini mungkin sedang sterss. Asri mengembalikan lagi amplop itu pada tempatnya. Asri duduk dikursi kerja Icha itu dan mengambil figura di pojok kiri meja Icha itu dan melihat betapa bahagianya Icha dalam foto tersebut bersama seorang laki-laki yang juga tersenyum bersama Icha. Foto laki-laki yang bersama Icha itu sama dengan foto yang ada di foto pre-wedding dalam amplop tadi.
#FlashBack
“Cha, katanya orang tadi tunangan kamu, tapi kenapa foto orang lain yang kamu pasang disini?” tanya Asri saat dia menghampiri Icha yang sedang beres-beres bersiap pulang bersama Rasyid yang sudah menunggunya didepan.
“Heemm... kamu bingung ya? Orang yang berada diluar itu memang tunanganku, tapi kami ini dijodohkan, kami tidak memiliki perasaan apapun selain suka sebagai sahabat saja, dia sudah punya orang yang dia sayang begitu pula denganku, dan orang dalam foto itulah yang aku sayang” jawab Icha dengan tersenyum pada Asri.
“Ahh??? Apa tunanganmu juga tahu?” tanya Asri.
“Tahulah... mereka juga berteman baik koq” jawab Icha sambil meninggalkan ruangan kantornya.
#FlashBack End
***
Sudah hampir 3 hari Icha berada ditempat itu. Icha hanya melihat keluar jendela ruang kamarnya, melamun seharian, kadang sampai dia lupa makan. Dia meraih tasnya dan mengambil handphonenya. Sudah lama dia tidak menyalakannya. Icha menghidupkan handphonenya itu lalu meletakkannya, lalu kembali lagi melamun.
Tak lama kemudian, setelah handphonenya menyala kembali, dering handphone itu membuat Icha kembali dari lamunannya. Dia menengok kelayar handphonenya untuk tahu siapa yang menghubunginya. Ahhh rupanya Mrs. Kathrina kepala departemen kedutaan Indonesia sekaligus seniornya yang menghubunginya.
“Icha heb je 2 dagen vrij werk en college, ga je?41” Tanyanya dalam telepon.
“Vergeef me,42” Jawab Icha.
“U is waarom? 43“ Tanya Kathrina pada Icha.
“Ik onwel 2 vandaag44” Jawab Icha sambil menundukkan wajahnya dan memaninkan jarinya diatas kasur.
“Waar ben je nu?45”
“Ik besta nu in Duitsland, binnenkort zal ik terug naar Nederland te zijn, zal ik u laten weten wanneer het is in het appartement46” Jawab Icha menjelaskan lalu menutup teleponnya.
Icha memang sedang berada di Jerman saat ini tepatnya di apartemen Rasyid. Dia sedang magang disalah satu perusahaan industri yang bekerja sama dengan kampusnya. Icha melarikan diri kesana untuk menenangkan pikirannya. Rasyid sudah mendengar kabar penikahan Anita dengan Dhani di Australia. Rasyid hanya membiarkan Icha beristirahat ditempatnya untuk menenangkan diri.
Suara seseorang masuk kekamar itu membuat Icha menoleh untuk melihatnya. Ahhh rupanya Rasyid baru saja pulang. Icha kembali melihat keluar jendela. Melihat keadaan Icha yang terus seperti ini Rasyid sudah tidak tahan lagi.
“Kamu belum makan kan?” tanya Rasyid.
“Aku.... tidak nafsu makan” jawab Icha.
“Cha... kamu tuh bukan wonder women Cha... kamu itu mudah rapuh, jangan buat dirimu sendiri terluka semakin dalam, makan Cha... makan...” kata Rasyid mencoba meyakinkan Icha.
“...” Icha terdiam dan tidak menjawab Rasyid.
“Jangan menyesali kepergian Dhani, sesalilah kenapa kamu sendiri yang tidak bisa mempertahankan dia disisimu, ketika cinta datang sambutlah dengan suka cita, namun ketika cinta pergi, cepat-cepatlah menata hati.” Lanjutnya.
“Awalnya aku yakin dia adalah takdirku...” kata Icha menghentikan langkah Rasyid yang sudah berniat meningalkan Icha.
“Tapi Masalahnya Cha.... Dia BUKAN TAKDIRMU!!!” Jawab Rasyid dengan kesal dengan sikap Icha ini.
***
Hari yang dinanti kini sudah tiba, Dhani dan Icha melangsungkan pernikahan di sebuah ballrom hotel mewah di Australia. Meski sederhana, namun pesta berjalan sangat khusuk dan khitmat. Guratan bahagia terpancar diwajah Dhani meski tidak terlihat jelas. Setelah ini Dhani benar-benar harus melupakan Icha dan meninggalkannya sebagai sebuah kenangan yang indah.
Dia harus segera memulai kenangan barunya dengan Anita. Dia sudah menjadi suami dari Anita dan dia harus bertanggung jawab penuh kepada Anita. Dia tidak boleh main-main lagi saat ini. Dia juga tidak boleh memikirkan Icha lagi.
Dhani berjanji kepada dirinya sedniri sebelum menikah, bahwa dia akan menjadi lelaki sejati yang tidak akan cengeng. Dia tidak akan menangis demi Icha lagi. Saat ini tidak ada lagi ‘Dhani, Icha’ yang ada, ‘Dhani, Anita dan keluarga yang bahagia’. Itulah yang Dhani inginkan saat ini.
Usai pesta berakhir, Dhani dan Anita menuju apartemennya yang sudah dihias untuk malam pengantin baru mereka. Dhani segera membuka pintu kamarnya lalu melepas sepatunya dibantu oleh Anita. Senyuman itu merekah tatkala Anita mengambilkan baju tidur untuk Dhani. Saat Anita sedang memilih baju mana yang akan dia gunakan malam ini. Dhani menghampirinya dan memeluk Anita dari belakang. Meski sempat terkejut, namun anita senang Dhani sudah kembali menjadi Dhani yang dulu dia kenal.
Pelukan itupun sangat lama hingga tanpa mereka sadari, saat ini mereka sudah berada didekat tempat tidur. Dhani memapah Anita untuk berbaring ditempat tidur, Dhani membelai Anita lembut, Dhani mendekatkan wajahnya kepada Anita, dan merekapun akhirnya berciuman.
***
Icha tertidur ditempat tidurnya, diluar sedang hujan lebat, memang jika sedang hujan seperti ini, enaknya adalah tidur. Rasyid menengok Icha, dan sepertinya Icha sudah tertidur lelap saat ini. Rasyid menghampiri Icha dan menarik selimut untuk menutupi tubuh Icha agar dia tidak merasa kedinginan. Rasyid membelai lembut rambut Icha yang baru saja dia potong itu. Rasyid merasa sangat kasihan kepada Icha, betapa lelahnya dia saat ini.
“Kasihan sekali kamu Cha..., waktu... yang kamu butuhin cuma waktu sebagai obat luka hatimu saat ini, jangan tutupi luka hatimu dengan tanganmu, nanti infeksinya akan semakin melebar, biarkan saja terbuka dan biarkan waktu yang akan sembuhkannnya” kata Rasyid sambil terus membelai rambut Icha agar dia merasa tenang.
***
Bahkan dalam tidurnya pun Icha menangis, sakit yang dia rasakan dalam hatinya sudah membuatnya hampir mati karena tidak dapat bernapas. Icha masih terus berusaha untuk dapat merelakan Dhani. Icha tahu hari ini adalah hari pernikahan Dhani dan Anita. Icha mengirim kado pernikahan untuk mereka bersama dengan Rasyid. Icha tidak berniat datang ke Australia, selain jauh, dia juga tidak ingin terlihat menyedihkan didepan Anita dan teman-temannya. Kini Icha juga sudah mulai berusaha untuk merelakan Dhani lepas dari genggaman dan pelukannya. Sudah saatnya Icha tidak berharap pada janji Dhani lagi yang pernah dia katakan kepada Icha.
“Janji itu... tidak berlaku lagi Dhan... anggap saja, sudah lunas, aku rela Dhan” Kata Icha dalam hatinya.
***
Chapter X
“
Dostları ilə paylaş: |