Kiat Menjalin Hubungan Baik Dengan Media Massa (Wartawan)
Oleh Drs H Sofyan Harahap (Ketua DKP PWI Sumut/Wapemred Waspada)
Banyak pihak merasa sulit menjalin kerja sama dengan media massa (wartawan/jurnalis). Dan anehnya, belum apa-apa, belum juga dicoba, atau hanya mendengar isu saja, mereka langsung memberi stigma negatif bahwa media massa/wartawan sulit diajak bekerja sama kalau tidak memakai uang…
Pertanyaan: Benarkah stigma seperti itu? Jawabnya: S.A.L.A.H.!!!
Ini dasar ‘’hukum’’nya:
-
Sebab, Kode Etik Jurnalistik (KEJ) mengharamkannya. Tokoh-tokoh pers sepakat bahwa menerima uang/suap/sesuatu dari nara sumber atau objek berita yang terkait masalah adalah satu dari lima pelanggaran berat atau perbuatan tidak termaafkan atau dosa besar bagi wartawan/jurnalis/insan pers (apapun jenis medianya).
-
Media massa atau pers menjalankan fungsi sbb: a. Menyebarluaskan informasi. Dunia terasa gelap tanpa pers (media massa); b. Menjalankan fungsi pendidikan; c. Melakukan sosial kontrol (watch dog). Ini yang membuat pers powerful di mata dunia. Menjadi pilar keempat demokrasi. Napoleon Binaparte bahkan lebih takut pada seorang wartawan ketimbang 1000 tentara bersenjata. H. Rosihan Anwar menyebut, mission sacred wartawan adalah membela wong cilik, yang tertindas, terzalimi oleh penguasa. HM Said-Hj.Ani Idrus menyebut pers membela kebenaran dan keadilan, identik dengan menjalankan misi dakwah amar makruf nahi munkar’; d. Dan fungsi hiburan, maupun fungsi pemberdayaan ekonomi dll.
-
Sekadar informasi, ada lima pelanggaran berat atau ‘’dosa besar’’ media massa/wartawan. Apa saja itu?
1. Menerima uang suap (Pasal 6),
2. Membocorkan identitas narasumber (Pasal 7),
3. Membuat berita bohong, fitnah (Pasal 4),
4. Melakukan plagiat (Pasal 2),
5. Melanggar kehidupan pribadi yang tidak terkait kepentingan publik (Pasal 9).
Oleh karena itu, stigma miring terhadap media massa (sulitnya bekerja sama dengan wartawan) itu salah besar dan perlu kita luruskan pada pertemuan ‘’Rakor Informasi dan Humas’’ Kemenagsu. Senin 21 November 2016.
Tentu saja masih banyak kemungkinan kesalahan lain yang dilakukan para wartawan (dan media massa) tapi tidak masuk dalam kategori kesalahan fatal dan tak termaafkan seperti tersebut di atas. Sanksi internalnya tentu ada, seperti skorsing, mutasi dll. Itu sebabnya, Pasal 10 dan Pasal 11 KEJ merupakan hak masyarakat yang merasa dizalimi oleh media massa/pers/wartawan untuk menggunakan hak jawab dan hak koreksinya. Hak ini semestinya tidak hanya diketahui tapi harus dimanfaatkan oleh seluruh elemen masyarakat secara pribadi maupun lembaga pemerintah dan swasta dll.
Nah, jika anda atau lembaga anda diperlakukan semena-mena oleh media massa (wartawan), diekspos dengan pemberitaan sepihak atau tidak berimbang, maka gunakanlah hak jawab anda (Pasal 1); Atau bila wartawan tidak menguji kebenaran informasinya (Pasal 3); Atau jika media massa menyiarkan identitas korban kejahatan asusila atau menyiarkan secara utuh identitas anak-anak yang terlibat kejahatan (Pasal 5); Atau jika media memberitakan diskriminatif dan berprasangka buruk serta merendahkan martabat anda (Pasal 8); Atau jika wartawan tidak menghormati hak privasi anda sebagai narasumber (Pasal 9).
* * *
Paparan berikut ini penting diketahui, termasuk para pejabat di instansi pemerintahan/kementerian, lembaga pendidikan dll untuk mengenal lebih jauh tentang apa dan bagaimana peranan dan fungsi media massa serta tugas-tugas wartawan.
Kata pepatah: ‘’Tak kenal maka tak sayang’’ maka sebagai praktisi pers saya ingin mengenalkan sepintas apa tugas wartawan sebenarnya. Intinya mulia dan insya Allah masuk surga!
Wartawan adalah orang yang bekerja rutin di media massa cetak, elektronik, online dll. Bekerja di lapangan mencari dan menulis beragam informasi peristiwa yang bernilai berita dan bermanfaat bagi masyarakat pembaca (media cetak), pendengar (radio), pemirsa (televisi), atau media sosial lainnya.
Undang-Undang Pers No 40 tahun 1999 maupun KEJ dengan tegas mewajibkan wartawan melaksanakan tugas reporting dengan memedomani tahapan baku. Tujuannya agar informasinya benar dan akurat. Dalam UU tersebut dijelaskan adalah hak masyarakat/publik untuk mendapatkan informasi yang benar. Bukan yang setengah benar atau berita fiktif hasil karangan/imajiner belaka.
Terkait dengan tugas atau peran utama pers adalah menyebarluaskan informasi, tentunya informasi yang mendidik dan mencerdaskan, melakukan kritik (sosial kontrol) agar tidak terjadi penyimpangan terhadap hal-hal yang bertentangan dengan hukum dan norma-norma yang berlaku di masyarakat dan lembaga negara.
Pers di mana pun wajib melakukan liputan atau membuat karya jurnalistik bernilai tinggi dan bermanfaat bagi masyarakat dengan cara-cara yang etis dalam menjalankan tugas reporting: mencari, mengumpulkan bahan dan membuatnya menjadi beragam karya jurnalistik untuk ditampilkan di medianya masing-masing. Setelah berita dibuat, lalu diserahkan kepada redaktur. Tugas redaktur adalah membina, menugaskan wartawan, dan mengedit berita-berita yang dibuat anak buahnya, untuk diterbitkan/ditayangkan di media masing-masing. Policy media ada di tangan Pemred.
Dalam menjalankan tugasnya wartawan harus jujur, menjaga independensi, bekerja profesional, ulet dan disiplin guna mencari kebenaran atas berita-berita liputannya serta wajib berpihak pada masyarakat (publik). ‘’Output’’nya karya jurnalistik di media massa harus sejalan dengan fungsi pers dan tidak boleh melanggar KEJ dan hukum sehingga masyarakat memperoleh informasi yang benar, bermanfaat, dan mencerdaskan bangsa. Bukan merusak!
Kini, bagaimana dengan Kemenagsu?
Sekali kita sudah menentukan pilihan, terjun dalam profesi yang kita yakini, mendapat amanah sebagai pejabat di bidang informasi dan kehumasan maka totalitas dan kreativitas diperlukan. Sebab, ujian dan tantangannya pasti banyak, dan yang namanya ujian apa pun itu jenisnya harus dihadapi agar kita dapat naik kelas atau tidak gagal. Maka hadapi ujian itu, jangan menghindar. Bukan berarti pasti berhasil, terkadang bisa juga gagal karena banyaknya kendala di lapangan. Namun kita harus optimis dalam meminimalisir kerugian dan kemungkinan terburuk yaitu kegagalan dalam tugas-tugas kita.
Era globalisasi saat ini membuat setiap orang wajib mengikuti kemajuan teknologi informasi, karena semua orang membutuhkan informasi. Apalagi bagi orang-orang pemerintahan sebagai wujud pelayanan kepada masyarakat, termasuk mereka yang bertugas di bidang humas. Tidak bisa tidak harus mengikuti perkembangan zaman agar semakin berkembang, berpengalaman, dan memberi manfaat bagi masyarakat.
Yang namanya informasi harus sampai ke masyarakat. Itu berarti, keberadaan media massa harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, apakah media cetak: surat kabar, majalah, tabloid dll, maupun media elektronika: radio, televisi, termasuk media online yang kini semakin menjamur (berkembang pesat), menjangkau pelosok dan pedalaman sehingga semua usia bisa mengaksesnya. Artinya, dengan berkembangnya media online jarak antarwilayah kini semakin dekat. Apa yang terjadi di belahan dunia, termasuk yang kita kerjakan dapat diketahui masyarakat luas dalam hitungan menit saja lewat publikasi media massa (online). Apalagi UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mengamanatkan pentingnya keterbukaan informasi agar transparan tanpa ditutupi lagi. Semangat ini positif bagi media massa untuk mengakomodir keinginan masyarakat mendapatkan informasi-informasi terkait kebijakan penyelenggara negara sehingga warga bisa memainkan peran pengawasan dan partisipasi.
* * *
Tips jitu bekerja sama
Para penggiat kehumasan sudah sepatutnya anda tahu bahwa masing-masing media massa memiliki kelebihan dan juga kelemahan. Jadi, kita harus tahu tipikal atau karakteristik media massa sebelum maju untuk melakukan kerja sama dengan jajaran awak medianya yang disebut wartawan di wilayah kerja masing-masing.
Untuk itulah anda harus tahu dulu fungsi media massa, yaitu menyiarkan informasi terbaru dan bernilai bagi publik, menyusul fungsi dan peran-peran lainnya. Jangan heran kalau ada pejabat tertentu selalu dikejar-kejar para wartawan, atau giliran anda sebagai humas yang dikejar jurnalis untuk mendapatkan informasi dan konfirmasi. Di mana saja ada berita penting pasti ada wartawan. Awak media akan mengejar anda di kantor, di rumah atau di mana saja. Berapa pun biaya yang harus dikeluarkan dalam meliput berita penting tidak menjadi soal bagi wartawan profesional. Itu yang pertama.
Kalau ada pihak menilai bahwa media massa akhir-akhir ini kelihatannya cenderung komersial, hal itu ada benarnya. Ini yang kedua, perusahaan pers memang memerlukan modal/investasi cukup besar untuk membangun industri media massa yang standar, apalagi modern dan profesional. Sehingga tak jarang ada media mengedepankan kepentingan aspek bisnisnya ketimbang idealisme pers yang disandangnya. Secara tersamar maupun terang-terangan kita bisa tahu, dapat dirasakan/terlihat dengan kasat mata dalam pemberitaan dan konten isi rubrik-rubriknya. Yang ketiga adalah kelompok media abal-abal. Ini musuh bagi Dewan Pers, Organisasi Pers dan anggotanya karena merusak citra dan menjatuhkan kewibawaan pers di mata masyarakat.
Untuk bisa bekerja sama dengan media massa (wartawan) kiat utamanya saling menguntungkan (simbiosis mutualisme). Medianya untung mendapat berita, sedangkan kita (humas) sebagai corongnya kementerian untung karena semua kegiatan-kegiatan dan siaran pers kita terpublikasikan di banyak media massa. Biasanya, semua pihak, termasuk media massa bisa diajak bekerja sama untuk saling membantu, --tentu sejalan dengan fungsi dan perannya masing-masing.
Justru itu, siapa pun bisa memanfaatkan media massa, termasuk pejabat informasi dan kehumasan di Kemenagsu dengan menjalin kerja sama dengan awak media massa dengan mengedepankan prinsip simbiosis mutualisme.
Pada hakikatnya media massa sebagai institusi publik memerlukan peran masyarakat dan pemerintah. Itu sebabnya, pengelola media massa khususnya cetak berkepentingan sekali dekat dengan berbagai elemen masyarakat sebagai pembacanya. Oleh karenanya siapa pun yang ingin bekerja sama harus positive thinking bahwa media massa bukan musuh, tidak perlu ditakuti, jadikan media dan wartawan sebagai mitra kerja atau partner yang harus dijaga supaya tetap langgeng.
Berdasarkan pengalaman bekerja di media massa, kerja sama saling menguntungkan adalah hal biasa dijalankan pemilik dan pekerja media massa dengan banyak pihak, apalagi dengan lembaga/kementerian negara. Jadi, buang jauh-jauh pikiran yang mengira media massa tidak butuh anda, asalkan mau mencoba dan tidak mudah menyerah.
Kalau selama ini anda merasa sulit menembus media massa atau mengajak wartawan untuk memberitakan dan memperkenalkan program dan sosialisasi di bidang anda, jangan frustrasi. Cari tahu di mana titik lemahnya, mengapa berbagai kegiatan dan release berita maupun tulisan/artikel anda sampai tidak dimuat atau diabaikan oleh media. Jalin terus komunikasi dua arah karena komunikasi akan berhasil apabila timbul saling pengertian, sampai menghasilkan feedback yang positif. Anda tidak boleh putus asa. Teruslah belajar dengan orang-orang pers, terus mencari tahu kelemahan yang ada selama ini dan mencobanya lagi, sampai akhirnya anda mengerti betul teknik-teknik membuat berita dan artikel yang benar dan kiat menjalin komunikasi, cara-cara merapat dan mengikat kerja sama dengan orang-orang media, baik formal maupun non-formal.
* * *
Berikut ini sejumlah kiat yang bisa dilakukan lembaga pemerintah dan swasta untuk mencapai sukses menjalin kerja sama dan kemitraan dengan media massa atau wartawan sbb:
-
Pilih dan anda harus tahu jenis medianya dulu, yang paling tepat sesuai dengan bidangnya karena segmen pasar masing-masing media itu berbeda. Ada media yang umum, berat ke ekonomi, politik, olahraga, agama, pendidikan/kampus, kesehatan, lingkungan dll.
-
Cari tahu model manajemennya, apa kriteria pemuatan berita dan artikelnya, termasuk kalau membuat feature, foto dll.
-
Segera kenali pimpinan dan jajaran stafnya dengan melakukan audiensi, karena –biasanya-- kalau sudah kenal maka hal-hal yang awalnya terasa berat bisa menjadi ringan, permasalahan ringan menjadi cair.
-
Kalau ingin release berita maupun tulisan anda dimuat di media massa maka penuhi ketentuan atau kriteria penulisan berita yang diinginkan masing-masing media itu. Kita juga harus mengerti bahwa masing-masing media memiliki policy, terkait kebijakan dan strategi pemberitaan, tentunya harus saling dijaga dan dihargai.
-
Justru itu, buatlah informasi yang penting buat media masa, terkait informasi berita maupun artikel menyangkut hajat hidup orang banyak. Mengandung unsur perubahan, pendidikan, dan mendorong kemajuan bangsa. berbagai elemen bangsa untuk maju. Di sinilah anda harus pintar menyiasati keadaan. Kalau unsur pentingnya kurang, nilai berita kecil maka buatlah kegiatan atau release berita dengan poin yang menarik perhatian publik, dengan mencari angle yang baru, semisal hal-hal baru yang tengah menjadi trend dengan mendatangkan public figure. Atau membuat release berupa informasi yang ’’unik’’ dan ‘’menarik’’ sehingga tidak ada alasan bagi media massa tidak memuat release berita atau acara yang sudah diprogram dengan matang. Bahkan, anda bisa membuat media massa/wartawan/redaktur merasa ’’berdosa’’ jika tidak meliput atau tidak memuat release berita maupun artikel yang dikemas secara kreatif dan profesional.
* * *
Parameter berita dari versinya Atmakesumah Astraatmadja, tokoh pers/mantan Ketua Dewan Pers/pengajar di LPDS - Lembaga Pers Dr Soetomo perlu dipelajari dan dipedomani sbb:
-
Yang namanya berita wajib melaporkan fakta terakhir (berlaku bagi media cetak sesuai deadline). Khusus media online unsur kecepatan mutlak, maka segeralah upload ke website atau portal berita anda walau baru satu-dua unsur berita diperoleh. Contoh 1: Gedung DPR RI di Senayan terbakar pk. 13.15. Kemudian secara bertahap unsur berita harus dilengkapi, terus digali dan di-update, hingga seluruh unsur berita (5W 1H) terpenuhi di hari itu.
-
Ditulis dengan struktur piramida terbalik. Semakin panjang sebuah berita biasanya informasinya semakin kurang penting.
-
Dibuka dengan lead yang kuat. Pada umumnya lead mencerminkan pokok terpenting. Berkisar 20-30 perkataan dalam 1-2 dan paling banyak 3 kalimat. Gunakan kalimat langsung, singkat, jauhi kata mubazir. Hanya satu gagasan dalam satu kalimat. Sebaiknya gunakan unsur Apa (what) atau Who (siapa), dan unsur Bagaimana (How) dan Mengapa (Why) cenderung diuraikan dalam badan berita. Sedangkan lead kutipan (quotation) boleh asal tidak panjang, dan punya daya tarik tinggi.
-
Tidak memaksakan semua unsur berita (5W 1H) dalam lead atau paragraf pertama.
-
Berimbang (balanced), atau melaporkan kedua sisi mata uang.
-
Lengkap menjawab 5W + 1H.
-
Akurat dalam menyebut fakta dan fakta.
-
Fair - jujur dan tidak berprasangka.
-
Disertai background information atau paragraf latar belakang.
-
Angle berita haruslah tajam. Sudut pandang wartawan ini tujuannya untuk membantu pembaca melihat suatu kejadian atau masalah dari suatu segi yang lebih jelas dan menarik. Jadi, setiap wartawan harus mengikuti perkembangan kejadian atau masalah dari waktu ke waktu dan kreatif.
-
Mematuhi ketentuan yang diatur KEJ. Wartawan takkan menulis deskripsi keadaan korban pembunuhan jika menimbulkan ketakutan pembaca, atau terganggu secara psikologis. Beretika menyangkut nama baik seseorang, menjauhi pornografi.
-
Terhindar dari kemungkinan dituntut secara hukum. Jangan ada kalimat merugikan orang lain, kecuali sudah ada konfirmasi, karena dapat menjadi delik pers ke pengadilan. Wartawan dan redaktur wajib cermat dalam masalah ini.
-
Mempertimbangkan aspek pendidikan publik. Aspek pendidikan ini beraneka ragam. Etika jurnalistik mencegah wartawan menimbulkan pengaruh buruk lewat laporan beritanya.
-
Disajikan dengan jernih, tidak membingungkan, tidak membuat pembaca ragu-ragu, dan tidak ditulis dengan membuat pengulangan yang tidak perlu.
-
Ditulis dengan bahasa yang singkat, padat, hemat kata, jelas dan akurat. Gunakan kalimat pendek karena lebih jelas dan mudah dipahami.
-
Judul berita hendaklah melaporkan peristiwa/masalah dan mencerminkan isi. Tidak bombastis! ***
===============Tanya Jawab & Pendalaman Materi ==============
Dostları ilə paylaş: |