Konsep pendidikan islam dan pendidikan spiritualitas anak



Yüklə 130,84 Kb.
tarix27.10.2017
ölçüsü130,84 Kb.
#16153

BAB II

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM

DAN PENDIDIKAN SPIRITUALITAS ANAK
Kata pendidikan sudah sangat akrab dalam kehidupan sehari-hari masyarakat sekarang ini, tetapi hakikat atau maknanya masih menimbulkan perdebatan. Keragaman pemaknaan pendidikan tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat umum, tetapi juga terjadi di kalangan para ahli pendidikan. Masing-masing ahli memiliki definisi pendidikan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.1 Walaupun banyaknya pendapat yang berlainan, pendidikan berjalan terus tanpa menunggu keragaman arti.2 Untuk mengetahui konsep pendidikan Islam perlu kita tahu pengertian dari pendidikan itu sendiri.
A. Pengertian Konsep Pendidikan Islam

Banyak sekali definisi pendidikan yang menjadi acuan dalam sebuah pemahaman arti pendidikan, mulai dari pengertian pendidikan secara luas/maha luas sampai pengertian secara sempit. Dalam arti luas, pendidikan adalah hidup.3 Pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan. Pendidikan berlangsung di segala jenis, bentuk, dan tingkat lingkungan hidup, yang kemudian mendorong pertumbuhan segala potensi yang ada didalam diri individu.4 Secara kodrati atau secara naluri apapun setiap orang tua merasa berkepentingan dan berharap supaya anak-anaknya menjadi manusia yang mampu berdiri sendiri, oleh karena itu kewajiban mendidik ini merupakan penggilan sebagai moral tiap manusia.5 Sedangkan dalam arti sempit, pendidikan adalah sekolah.6 pendidikan adalah seluruh kegiatan belajar yang direncanakan, dengan materi terorganisasi, dilaksanakan secara terjadwal dalam sistem pengawasan, dan diberikan evaluasi berdasar pada tujuan yang telah ditentukan.7

Pendidikan adalah kegiatan menerima dan memberikan pengetahuan sehingga kebudayaan dapat diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya. Pendidikan adalah proses. Melalui proses ini individu diajarkan kesetiaan dan kesediaan untuk mengikuti aturan. Melalui cara ini pikiran manusia dilatih dan dikembangakan. Pendidikan adalah suatu proses pertumbuhan. Dalam proses ini individu dibantu pengembangan bakat, kekuatan, kesanggupan dan minatnya.8

Istilah pendidikan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata "didik" dengan memberinya awalan "pe" dan akhiran "kan" yang mengandung arti "perbuatan"9 menurut Darmaningtyas dalam bukunya Ngainun Naim dan Ahmad Syauqi, mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup atau kemajuan yang lebih baik. Titik tekan dari definisi terletak pada "usaha sadar dan sistematis". Dengan demikian, tidak semua usaha memberikan bekal pengetahuan kepada anak didik dapat disebut pendidikan apabila tidak memenuhi kriteria yang dilakukan secara sadar dan sistematis

Sedangkan menurut definisi nuansa filosof terlihat pada rumusan J. Sudarminta yang memakai pendidikan secara luas dan umum sebagai usaha sadar yang dilakukan pendidik melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan untuk membantu anak didik mengalami proses pemanusiaan diri ke arah tercapainya pribadi yang dewasa-susila. Kata pendidikan sekurang-kurangnya mengandung empat pengertian yaitu sebagai bentuk kegiatan, proses, buah, atau produk yang dihasilkan oleh proses tersebut, dan sebagai ilmu.10

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.11 Dengan demikian dapat diketahui bahwa pendidikan pada intinya adalah usaha sadar dan terencana atau terkonsep untuk menjadikan anak dewasa dan siap dalam menghadapi hidupnya. Dari sini penulis dapat menarik arti pendidikan yang bersifat umum menuju pendidikan Islam yang dapat disesuaikan dengan bahasan ini.

Pendidikan Islam juga memepunyai pengertian sendiri, yaitu dalam arti luas adalah proses bimbingan (pimpinan, tuntunan, asuhan) oleh subyek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, dan lain sebagainya) dan raga obyek didik dengan bahan-bahan materi tertentu pada jangka waktu tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada kearah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi dengan ajaran Islam.12

Pendidikan Islam dalam arti khusus adalah pendidikan yang materi didiknya adalah al-Islam akidah, syari’ah (ibadah, mu’amalah,) dan akhlak Islam, seperti pendidikan Islam diperguruan tinggi.13

Islam adalah agama yang diperintahkan Allah SWT kapada manusia untuk memeluknya secara utuh dan menyeluruh. Ajaran Islam ini diperuntukkan bagi manusia sebagai petunjuk ke jalan yang lurus ketika melaksanakan tugas-tugas hidup serta mencapai tujuan hidup di dunia ini. Dengan demikian ajaran Islam diciptakan oleh Allah sesuai dengan proses penciptaan dan tujuan hidup manusia di muka bumi ini. Namun manusia dengan segala kekurangannya tidak akan dapat menjalankan tuntunan agama Islam dengan baik tanpa mengetahui dan memahami Islam secara menyeluruh tersebut, maka jalan yang tepat adalah melalui pendidikan. Oleh sebab itu, Islam dan pendidikan mempunyai hubungan yang sangat erat. Hubungan itu digambarkan bahwa Islam sebagai tujuan dan pendidikan adalah alatnya.14

Ajaran Islam adalah ajaran (agama) yang universal. Menurut pengertian dasarnya, Islam berarti tunduk, patuh , taat serta berserah diri kepada Allah SWT Tuhan semesta alam. Untuk mendapatkan keselamatan kesejahteraan dan kedamaian hidup di dunia dan di akhirat.15 Dari beberapa pengertian tersebut diatas dapat penulis ketahui untuk mencapai tujuan pendidikan Islam perlu adanya konsep pendidikan Islam yang dapat membantu tercapainya tujuan pendidikan tersebut.

Konsep pendidikan Islam memiliki keragaman arti didalamnya. Pendidikan Islam seringkali diartikan sebagai pendidikan dalam arti sempit yaitu proses belajar mengajar dimana agama Islam menjadi "core curiculum". Yaitu pendidikan Islam yang berarti lembaga pendidikan yang didalamnya terdapat kegiatan yang menjadikan Islam sebagai identitasnya, baik dinyatakan dengan semata-mata maupun tersamar. Islam sebagai sistem yang universal dan diyakini mutlak kebenarannya.

Dalam peta pemikiran Islam yang antara lain dikemukakan oleh Munawir Sadzali dalam bukunya Tabrani mengemukakan bahwa, di kalangan kaum muslimin sendiri ada empat pola pemahamn tentang konsep pendidikan Islam.16



Pertama, Islam sebagai agama terakhir dan penyempurna dari agama-agama wahyu sebelumnya dan merupakan puncak dari agama-agama samawi. Karena itu ajarannya mencakup segala aspek kehidupan umat manusia. Kalangan ini mengemukakan pernyataan bahwa Islam mengatur dari permasalahan-permasalahan kecil seperti bagaimana adab atau cara buang air kecil sampai pada masalah-masalah kenegaraan, kemanusiaan, sistem ekonomi dan lain sebagainya, termasuk didalamnya adalah bidang pendidikan. Kelompok ini biasanya dijuluki dengan kelompok universal, bersikap lebih radikal dan dalam memahami Islam pada umumnya lebih skripturalis. Asumsi yang mendasari kelompok ini adalah bahwa zaman Rasulullah adalah zaman yang paling baik (ideal), sehingga masa-masa sesudahnya harus merujuk pada zaman Rasulullah.

Kedua, Islam hanya mengatur hubungan antara manusia dan Tuhannya, mangajak manusia kembali kepada kehidupan mulia dengan menjunjung tinggi budi pekerti yang luhur, sedang urusan-urusan keduniaan termasuk tentang pendidikan, manusia diberikan hak otonomi untuk mengaturnya berdasarkan kemampuan akal budi yang diberikan. Kelompok ini berpendapat bahwa pendidikan Islam itu tidak ada, yang ada adalah pendidikan Islami. Pendidikan yang bebas nilai. Islami tidaknya sebuah pendidikan itu sangat tergantung pada Human being-nya dalam hal ini sejauh mana komitmen pelakunya terhadap Islam. Islam hanya menempati kawasan aksiologis, nilai-nilai etis dalam pemanfaatan dan berada di luar struktur ilmu pendidikan. Karena itu yang disebut pendidikan Islami adalah pendidikan yang secara fungsional mampu mengemban misi Islam baik yang secara formal beridentitas (bersimbol) Islam atau tidak.

Ketiga, Islam bukanlah sebuah sistem kehidupan yang praktis dan baku, melainkan sebuah sistem nilai dan norma (perintah dan larangan) yang secara dinamis harus dipahami dan diterjemahkan berdasarkan setting sosial dan dimensi ruang dan waktu tertentu. Karena itu secara praktis dalam Islam tidak terdapat sistem ekonomi, politik, pendidikan dan lain sebagainya yang secara tersurat dan baku. Akan tetapi manusia dalam hal ini umat Islam yang telah diberi amanah sebagai kholifah di muka bumi, dan diperintahkan untuk membangun sebuah sistem kehidupan praktis dalam segala aspek nyata. Firman Allah dalam QS Al-Baqarah: 2/30


Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS Al-Baqarah: 2/30)
Karena itu dalam Islam hanya terdapat pilar-pilar penyangga tegaknya sistem pendidikan Islam seperti tauhid sebagai dasar pendidikan, konsep manusia yang melahirkan dan memberi arah tentang tujuan pendidikan, serta konsep tentang ilmu yang merupakan isi dari proses pendidikan. Tegaknya sistem pendidikan merupakan kawasan ijtihadi yang dibangun berdasarkan nilai-nilai Islam tadi. Dengan kata lain, dalam pendidikan ini, Islam hanya menyediakan bahan baku, sedangkan untuk menjadi sistem yang operasional, manusia diberi kebebasan untuk membangun dan menterjemahkannya. Karenanya tidak ada pendidikan Islam yang baku, melainkan manusia dirangsang untuk menciptakan sistem pendidikan yang paling ideal.

Keempat, Islam adalah petunjuk hidup yang menghidupkan. Islam tidak memberikan petunjuk terhadap semua aspek kehidupan manusia yang bersifat baku dan operasional. Karena hal ini akan mematikan kreativitas dan memasung kebebasan manusia. Yang diberikan petunjuk secara rinci dan operasional oleh Islam hanyalah hal-hal tertentu dianggap khusus, krusial dan memang tidak memerlukan kreativitas pemikiran manusia. Seperti masalah ibadah mahdhoh (ibadah dalam arti khusus) dan beberapa hal yang berhubungan dengan keluarga seperti kedududkan dan hubungan kekeluargaan,masalah perkawinan dan waris. Sedangkan dalam masalah-masalah lain terutama yang menyangkut kehidupan keduniawian (muamalah), Islam hanya memberikan petunjuk umum baik berupa petunjuk, nilai, etik, moral, postulat maupun hipotesis sejarah. Karena itu masalah ekonomi, politik dan pendidikan sebagai masalah menyangkut urusan muamalah, Islam hanya memberikan petunjuk sebagai azaz, tujuan dan nilai-nilai etis berkenaan dengan operasionalisasi bidang-bidang tersebut.

Dari beberapa pendapat di atas, menurut penulis dalam kaitannya dengan persoalan hidup dan kehidupan ini, pendapat ketigalah yang lebih mendekati dengan prinsip-prinsip ajaran Islam antara lain; memudahkan dan mendorong kepada kemajuan. Kemudian dari pendapat di atas juga dapat penulis ketahui bahwa dalam Islam konsep pendidikan itu tidak ada yang tertulis dan terstruktur secara baku, melainkan bebas dan bersifat universal yang dapat dikelola dan dikembangkan sendiri oleh orang yang ingin mengembangkan dengan tetap perpedoman dengan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur'an.

Adapun gambaran isi dalam Al-Qur'an yang merupakan sumber ajaran Islam adalah:17


  1. Petunjuk mengenai akidah.

  2. Petunjuk mengenai syari'ah

  3. Petuntuk tentang akhlak

  4. Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau

  5. Berita-berita tentang zaman yang akan datang

  6. Benih dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan

  7. Sunnatullah atau hukum Allah yang berlaku di alam semesta.

Di sini penulis tidak akan membahas isi dari Al-Qur'an namun dari pokok-pokok isi Al-Qur'an tersebut sebagian besar terdapat dalam surat Luqman ayat 12-19 yang bertemakan pendidikan yang insya Allah akan diterangkan dibelakang.

Ketika membandingkan antara pendidikan secara umum dengan pendidikan secara Islam, menurut penulis dengan ikut mengambil pendapat Azyumardi Azra dalam bukunya Ngainun Naim dan Ahmad Syauqi menyebutkan adanya tujuh karakteristik yang dimiliki oleh pendidikan Islam.18



Pertama, penguasaan ilmu pengetahuan. Hal ini selaras dengan ajaran dasar Islam yang mewajibkan umatnya untuk mencari dan menguasai ilmu pengetahuan. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi saw yang berbunyi:

طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلىَ كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ (رواه مسلم)
menuntut ilmu itu wajib bagi muslim laki-laki dan perempuan. (HR. Muslim)

Kedua, pengembangan ilmu pengetahuan. ilmu yang telah dikuasai harus diberikan dan dikembangkan kepada orang lain. Begitu pentingnya mengembangkan ilmu sehingga dalam QS. At-taubah/ 09: 122

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. At-taubah/ 09: 122)
Ketiga, penekanan pada nilai-nilai akhlak dalam penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Pembahasan dalam Islam bersumber dari ajaran Islam, baik Al-qur'an maupun dari Hadits, berimplementasi syari'at yang tercermin melalui akhlakul karimah. Pendapat ketiga ini sesuai dengan hadits Nabi saw. Yang berbunyi:19

اِنَّمَا بُعِثْتُ لِاُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلاَخْلاَقِ (رواه احمد)
Sesungguhnya kami utus kamu muhammad untuk menyempurnakan akhlak. (HR. Ahmad)
Keempat, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan tersebut hanyalah untuk pengabdian kepada Allah dan kemaslahatan umum. Sesuai dengan firman Allah dalam QS. Az-zariyat/ 51: 56

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Az-zariyat/ 51: 56)
Kelima, penyesuaian pada perkembangan anak. Perkembangan jiwa, dan bakat anak. Keenam, pengembangan kepribadian. Pengembangan kepribadian ini berkaitan dengan seluruh nilai dan sistem Islam, sehingga setiap anak didik diarahkan untuk mencapai tujuan Islam. Dan ketujuh, penekanan pada amal saleh dan tanggung jawab. Setiap anak didik diberikan semangat dan dorongan untuk mengamalkan ilmunya sehingga benar-benar bermanfaat bagi diri, keluarga, dan masyarakat secara keseluruhan..
B. Pendidikan Spiritualitas

Keragaman arti pendidikan terlihat dalam fungsi dan tujuan pendidikan yang berbeda-beda. Dalam pendidikan terdapat nilai-nilai yang dapat dijadikan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Nilai-nilai ideal yang ingin dicapai tujuan pendidikan dalam proses pendidikan dapat mempengaruhi dan mewarnai pola kehidupan manusia sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Akan tetapi nilai yang berhubungan langsung dengan kebenaran serta memiliki peran penting bagi penuntut ilmu adalah nilai intelektual. Disamping itu ada lagi yang berkaitan dengan apresiasi terhadap keindahan yang disebut juga nilai estetis, sedangkan nilai etis adalah menjadi sumber kewajiban dan tanggung jawab. Menurut Muhammad Oemar Asy-Syaibany dalam bukunya Djumransjah, mengatakan bahwa: yang menempati nilai tertinggi dalam kehidupan manusia adalah nilai religius atau spiritual dan nilai etis, karena dari dua nilai inilah yang menjadi acuan bagi nilai-nilai lainya.20

Manusia mempunyai potensi-potensi spiritual. Menurut ajaran sekuler manusia tersusun dari tubuh dan roh. Roh dalam pengertian ini adalah daya berpikir dalam manusia. Daya rasa di dada erat hubungannya dengan hati nurani tidak menonjol dalam pengertian ini. Daya pikir di sini banyak bergantung pada panca indra berhubungan dengan hal-hal yang bersifat materi karena otak yang berbentuk fisik.21 Hal ini tidak sesuai dengan fitrah manusia. Setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar spiritual, baik yang memeluk agama maupun yang belum beragama. Sadar atau tidak sadar dalam kehidupan manusia membutuhkan pedoman hidup dalam kehidupannya.

Spiritual dalam Kamus Bahasa Indinesia adalah spirituil yaitu sesuatu yang mencakup nilai-nilai yang non material, seperti kebenaran, kebaikan, keindahan, kesucian dan cinta: rohani; kejiwaan; intelektual.22 Sedangkan spiritualitas yang dimaksud adalah pengalaman langsung dalam kesadaran seseorang, pengalaman mana menyeluruh atau holistik sifatnya, pengalaman dari kenyataan bahwa segala sesuatu yang hidup itu satu sifatnya, suatu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan dan tidak dihinggapi rasa ragu sedikitpun, atau adanya seujung rambut keengganan menengahi pengalaman ini.23 Kemudian spiritualisasi merupakan perwatakan; penjiwaan.24 Dari pengertian di atas yang penulis inginkan adalah nilai-nilai spiritual dapat tertanam dalam jiwa anak sejak dini kemudian dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehingga terbentuk penjiwaan atau watak pribadi yang baik sesuai dengan ajaran Islam. Sehingga antara spiritual, dan spiritualitas, merupakan pengertian yang berkaitan agar dapat digunakan sebagai pengantar untuk mengemukakan konsep pendidikan Islam untuk meningkatkan spiritualitas anak, sesuai dengan tema yang penulis bahas.

Pendidikan spiritualitas merupakan pergumulan yang sungguh-sungguh, suci dan mulia untuk membangun jiwa, (watak/karakter) dan kepribadian sehingga tercipta manusia yang ahsani taqwim (humanisasi) dan sebaliknya membebaskannya (liberalisasi) dari belenggu-belenggu yang menghalangi untuk beremansipasi seperti berbagai bentuk kedzaliman, kemiskinan dan kebodohan.

Seperti diketahui bahwa ontologi pendidikan menekankan pada masalah "pemanusiaan manusia" Masalah ini berlatar belakang pada kesadaran mendalam terhadap ralitas asal-mula, eksistensi, dan tujuan hidup manusia. Kesadaran atas asal-mula kehidupan menumbuhkan potensi moral-spiritual Syukur, kesadaran atas eksistensi kehidupan menumbuhkan potensi moral-spiritual sabar, dan kesadaran atas tujuan kehidupan menumbuhkan moral-spiritual ikhlas.25 Rasa pada kalbu yang berpusat di dada dipertajam melalui ibadah (sholat, puasa, zakat, dan haji). Hal ini berarti intisari dari semua ibadah dalam Islam adalah mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Suci. Yang Maha Suci hanya dapat didekati oleh roh yang suci. Ibadah adalah latihan untuk mensucikan roh atau jiwa.26

Dalam bukunya Ariginanjar terdapat tiga langkah dalam membangun spiritual. Ketiga langkah tersebut melalui 1 Ihsan, 6 Rukun Iman, dan 5 Rukun Islam yang dapat menumbuhkan spiritualitas yang secara sederhana dapat diterapkan dalam pendidikan. Tiga langkah tersebut yaitu:27

Pertama, berusaha mengungkap belenggu-belenggu hati dan mencoba mengidentifikasi belenggu tersebut. Sehingga dapat dikenali apakah paradigma tersebut telah mengkerangkeng suara hati. Hasil akhir yang diharapkan pada bagian satu adalah lahirnya alam bawah sadar yang jernih dan suci, atau dinamakan suara hati yang terletak pada Got Spot, yaitu kembali pada hati yang bersifat merdeka serta bebas dari belenggu. Tahap ini merupakan titik tolak dari sebuah kecerdasan spiritual. Disamping itu, pada bagian satu diperkenalkan secara umum suara hati (self conscience) yang dijadikan sebagai landasan SQ. Dari sinilah awal kecerdasan spiritual mulai terbangun. Manusia di sini memiliki nilai yang satu bersifat universal dan Ihsan (indah). Ketika hati dalam keadaan bersih tanpa adanya leteratur-literatur yang mempengaruhi, disinilah awal dari kebenaran yang sama pada setiap orang. Misalnya; ketika seseorang melakukan aksi pencurian, dalam hati kecil pasti ada rasa takut dan bersalah atau berdosa karena perbuatan mencuri adalah perbuatan yang merugikan orang lain.

Kedua, langkah berikutnya yaitu tentang kesadaran diri (self conciouness), yaitu tentang arti penting dimensi mental. Dijabarkan tentang cara membangun kecerdasan emosi secara sistematis berdasarkan 6 Rukun Iman. Yaitu membangun mental dengan berpegang teguh pada prinsip Tuhan, mengerjakan pekerjaan dengan tulus dan ikhlas, teladan pemimpin yang arif, terus belajar dan belajar menggali pengetahuan, mengerti tujuan hidup ini, mengetahui cara mengatur semua urusan dalam setiap kegiatan dalam hidup ini.

Ketiga, sebuah langkah fisik yang dilakukan secara berurutan dan sangat sistematis berdasarkan 5 Rukun Islam. Pada intinya, bagian ini merupakan langkah yang dimulai dari penetapan misi atau (1) mision statement dan dilanjutkan dengan pembentukan karakter secara kontinyu dan intensif atau (2) charakter building. Selanjutnya pelatihan pengendalian diri atau (3) Self controling. Ketiga langkah ini akan menghasilkan apa yang akan menghasilkan apa yang disebut ketangguhan pribadi (Personal Strength). Langkah terakhir ini adalah membangun pribadi dengan keteguhan hati yang tercermin dalam 5 rukun Islam. Dengan demikian kecerdasan dan niali-nilai spiritual dapat tertanam dalam diri manusia.

Firman Allah dalam QS. Al-Isra'/ 17: 8028



Dan Katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong. 29 (QS. Al-Isra'/ 17: 80)

Namun, pendidikan selama ini tidak integrated dalam memahami manusia. Pendidikan selama ini lebih tepat disebut pengajaran yang tujuannya agar anak memiliki pengetahuan tetapi tidak membuat anak cerdas. Padahal dalam Al-Qur'an (surat jumah ayat 2 dikatakan bahwa rasulullah itu dalam mendidik umatnya meliputi tilawah (membacakan) ayat-ayat Allah, tazkiyah (mensucikan) jasmani dan ruhani manusia ta'lim (mengajarkan) kitab dan hikmah kepada orang yang sebelumnya berada dalam kesesatan. Karena itu, pendidikan harus memandang manusia secara utuh dan integrasi.30 Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa pendidikan tidak bisa lepas dari dimensi spiritualitasnya. Pendidikan yang hanya berorientasi kepada dunia materiil akan menjatuhkan manusia itu sendiri.

Pendidikan agama dan spiritual merupakan aspek pendidikan yang harus mendapat perhatian orang tua. Pendidikan agama dan spiritual ini bearati membangkitkan kekuatan dan kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada anak melalui bimbingan agama. Begitu juga membekali anak dengan tingkat perkembangannya.31

Kata spiritual juga dapat dikaitkan dengan kemampuan kita dalam membangkitkan "semangat" misalnya, atau bagaimana kita memperhatikan "jiwa" atau "sukma" kita dalam menyelenggarakan kehidupan dibumi.32 Sebagai orang tua yang memiliki peran penting dalam pembinaan dan pendidikan anak sudah seharusnya dapat menjadi tokoh teladan utama dalam peran pendidikan. Supaya menjadi teladan yang baik dalam keluarga, orang tua dapat memberikan contoh gambaran kehidupan pada anak misalnya; memberi petunjuk sesungguhnya dunia disekitarnya akan berubah sesuai dengan perubahan sikapnya sendiri. Kita mendapatkan kekuatan dengan menyadari bahwa semua kesempatan terbuka bagi kita melalui kekuatan Tuhan Yang Maha Agung, kekuatan didalam diri kita semua. Tuhan telah memberi kita kebebasan memilih, dan melalui pilihan dan pikiran kita, kita berperan dalam apa yang kita alami. Kita dapat ikut menciptakan kehidupan kita bersama Tuhan. Firman Allah dalam QS. Yunus/ 10: 57



Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus/ 10: 57)
Dalam kehidupan sehari-hari misalnya, tanamkan kebiasaan spiritual dan ritual rumah tangga yang dapat dijadikan praktek rutin yang dengan otomatis menghubungkan orang tua, anak, keluarga dengan Tuhan. Contoh lain seperti praktek tersebut adalah doa sebelum makan dan tidur misalnya. Mungkin ketika anak-anak menyikat gigi mereka dapat bersyukur kepada Tuhan untuk tubuh mereka yang sehat dan kuat.

Firman Allah dalam surat QS al-Hijr/ 15: 98-99.




Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat), 99. Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (QS al-Hijr/ 15: 98-99)
Dalam QS Yusuf/ 12: 37 juga diterangkan:

Yusuf berkata: "tidak disampaikan kepada kamu berdua makanan yang akan diberikan kepadamu melainkan aku telah dapat menerangkan jenis makanan itu, sebelum makanan itu sampai kepadamu. yang demikian itu adalah sebagian dari apa yang diajarkan kepadaku oleh Tuhanku. Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, sedang mereka ingkar kepada hari kemudian. (QS Yusuf/ 12: 37)
Buatlah tempat berdoa keluarga, tempat cuci ini dapat menjadi pengungkapan kreatif dimensi spiritual keluarga, disebelah sudut ruangan keluarga atau halaman belakang.33

Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. 42. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. (QS. Al-Ahzab/ 33: 41-42).
Menurut Sukidi, yang dikutip oleh Suryadi dalam bukunya “Kiat Jitu Mendidik Anak”, kecerdasan spiritual (SQ) tidak hanya dimiliki oleh manusia dewasa, tapi juga anak-anak. Sederet penelitian telah menyimpulkan bahwa potensi dan bakat kecerdasan spiritual justru dimiliki anak sejak usia dini. Hal ini dapat dilihat dari hadits Nabi yang pada intinya menerangkan bahwa anak dilahirkan dalam keadaan “fitrah” yang merujuk pada potensi bakat spiritual anak yang sejak dini sudah melekat secara intrinsik.34

Begitu pentingnya pendidikan spiritualitas yang dapat membantu anak dalam proses belajar, sehingga sebagai orang tua perlu memahami mengenai pendidikan, nilai dan kecerdasan spiritualitas. Karena antara pendidikan, nilai dan kecerdasan ketiganya memiliki hubungan yang erat satu dengan yang lainnya. Pendidikan dapat diartikan sebagai proses dalam menanamkan spiritualitas, kemudian nilai adalah makna yang dapat ditanamkan kepada anak, dan kecerdasan adalah kemampuan anak dalam menangkap nilai-nilai tersebut.

Pendidikan spiritualitas dapat ditanamkan kepada anak sejak kelahirannya. Pendidikan spiritual tersebut dapat ditanamkan oleh orang tuanya melalui ajaran Islam dan tuntunan-tuntunan sebagai berikut:35


  1. Adzan dan Iqamah

Anak yang baru lahir akan mendapatkan sambutan sukacita dari anggota keluarganya. Orang-orang disekitar-nya pun turut merasakan kebahagiaan itu. Sebagai ungkapan rasa terima kasih atas karunia yang diberikan oleh Allah SWT dengan memanjatkan doa:

...
Sesungguhnya Aku Telah menamai dia Maryam dan Aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk." (QS. Ali Imran/ 03: 36)


Begitu pula merealisasikan ritual agama yang dicontohkan Nabi saw. seperti hadits riwayat Imam Ahmad, abu Daud dan Tirmidzi bahwa ketika Fatimah putri Nabi melahirkan Hasan bin Ali, Rasulullah saw mengumandangkan adzan ditelingannya.

Ibnu Sunni lebih lengkap lagi meriwayatkan hadits yang memberikan penjelasan hikmah dibalik mengumandangkan adzan di telinga kanan dan mengiqamati di telinga kiri sang bayi sebagaimana sabda Nabi saw:



مَنْ وُلِدَ لَهُ مَوُلُدٌ فَاَذَنَ فِى اُذُنِهِ اْليُمْنَى وَاَقَامَ فِى اْليُسْرَى َتضُرُّه ُا ُمُّ الصِّبْياَنِ (رواه ابن االسنى)

Barang siapa yang dikaruniai seorang bayi, kemudian ia mengazani bayi itu ditelinganya yang akanan dan mengiqamahi ditelinganya yang kiri, niscaya Ummu Sibyan (jin dan syetan) tidak akan mengganggunya. (HR. Ibnu Sunni.)
2. Tahnik

Men-tahnik (nyethaki-jawa) anak yang baru lahir hukumnya sunnah, yakni mengunyahkan makanan yang pertama kali (seperti kurma dan sejenisnya), tahnik dilakukan oleh orang shalih, kemudian hasil kunyahan itu dimasukkan ke mulut bayi yang baru lahir sambil berdoa agar ia mendapatkan berkah dari Allah SWT.

3. Aqiqah

Aqiqah adalah tradisi yang lazim dilakukan orang Arab sebelum masuknya agama Islam untuk menunjukkan kebahagiaan atas lahirnya sang buah hati. Ritual semacam ini dipandang mengandung kemaslahatan yang bersifat material atau spiritual, sehingga menarik minat Rasulullah saw untuk melestarikan dengan menyisipkan nilai keislaman di dalamnya.

Syahdan, sahabat Buraidah pernah bercerita: “Dulu ketika zaman jahiliyah, jika diantara kami mendapatkan karunia anak laki-laki, kami menyembelihkan seekor kambing, lalu kami melumuri kepalanya dengan darah kambing itu. Saetelah Islam datang, kami pun masih melaksanakan ritual penyembelihan kambing itu kemudian kami mencukur rambut sang bayi dan kami lumuri kepalanya dengan minyak za’faron”. Demikian penuturan Buraidah tentang tradisi yang dilakukan di zaman jahiliyah.

Pada perkembangan selanjutnya tradisi aqiqah dikolaborasikan dengan nilai-nilai keislaman seperti menghukumi makruh tradisi melumuri kepala sang bayi dengan darah kambing yang disembelih dan mengganti dengan wewangian seperti minyak za’faron.

4. Mencukur Rambut

Ibnu Ishaq mengutip hadits yang menjelaskan perintah Rasulullah saw kepada putrinya, Fatimah ra., ketika melahirkan Hasan bin Ali dengan bersabda: “Wahai Fatimah, cukurlah rambutnya, lalu bersedekahlah dengan mengeluarkan perak seberat timbangan rambut itu”. Fatimah lalu menimbang rambut yang dicukur dari Hasan dan ternyata beratnya kurang dari satu dirham.

5. Memberi Nama

Diantara penghormatan dan rasa terima kasih atas karunia anak yang dilahirkan adalah memberi nama. Bagi seorang anak manusia yang baru lahir, nama merupakan sesuatu yang sangat penting, karena apabila seseorang tidak memiliki nama, maka ia tidak dapat dikenal dan sulit bersosialisasi dengan lingkungan secara sempurna. Oleh karena itu, Islam menganjurkan kepada orang tua untuk memberi nama anak-anaknya dengan nama yang baik. Nama yang baik akan memberi kesan terhormat bagi anak itu sendiri. Anjuran memberi nama yang baik dapat dikemukakan dalam hadits abu daud dari abu darda’ dalam bukunya Mahfud Syairozi dan sonhaji, Rasulullah saw bersabda:



اِنَّكُمْ تُدْعَوْنَ يَوْمَ اْلقِياَمَةِ بِاَسْمَاءِ اَبَاءِكُمْ (رواه ابوداودعن ابى درداء)

Sesungguhnya kalian nanti pada hari kiamat akan dipanggil dengan nama-nama kalian sendiri dan nama-nama kalian. (HR Abu Daud dari Abi Darda’)
Tujuan dari nama yang baik itu adalah agar kelak anak senantiasa dalam lindungan, bimbingan dan restu dari Allah dan mendapatkan syafaatNya. Selain itu, pemberian nama yang baik juga merupakan upaya mendapatkan potensi-potensi kenabian, yaitu mampu menyelamatkan diri, keluarga dan masyarakatnya serta tafaulan kepada kebijakan orang-orang yang baik agar mendapatkan barokah kebaikannya.36

6. Khitan

Khitan secara etimologi adalah memotong kulit (kulup) yang menutupi kepala penis (zakar). Sedangkan secara terminologi adalah memotng kulit yang ada disekitar penis atau batas pergelangan penis yang sudah ditentukan oleh syara’. Hukum khitan menurut fuqaha’ dan imam-imam mujahid adalah wajib bagi laki-laki dan sunnah bagi perempuan. Adapun hikmah dari khitan adalah merupakan dasar fitrah yiar Islam dan ciri-ciri syariat Islam, merupakan puncak kesempurnaan yang disyariatkan Allah wt melalui lisan Nabi Ibrahim as. Untuk mengajak ketauhidan, untuk membedakan antara orang muslim dengan pemeluk agama lain, membersihkan dan memperindah bentuk penis (zakar) dan memperkuat syahwat.

Sedangkan menurut kesehatan berfungsi membersihkan lemak yang tertimbun, dapat membersihkan seseorang dari bahaya terhalangnya penis ketika tegang, menghindari terkena penyakit kangker, menghindarkan anak kecil dari penyakit ngompol, dan lebih tahan ma dalam berhubungan seksual (menghindari ejakulasi dini). Selain dari hikmah dan manfaat di atas, ada rahaia piritual yangsangat mendasar dalam ritus khitan, yaitu ilangkan kotoran dan najis yang melekat di balik kulit penis (kulup) yang menjadi tempat “rekreasi” bagi syetan.37

Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup secara profesional dalam konteks makna yang lebih luas, kecerdasan spiritual ini dapat digunakan sebagai landasan yang diperlukan untuk memfungsikan kecerdasan intelektual dan emosional.

Potensi-potensi pembawaan spiritual pada anak dapat terlihat seperti sifat keberanian, optimisme, keimanan, perilaku konstruktif, empati, sikap memaafkan, dan bahkan ketangkasan dalam menghadapi amarah dan bahaya. Semua itu menjadi sifat-sifat spiritual anak sejak usia dini.38

Dengan adanya uraian diatas, setidaknya ada tujuh ciri utama untuk mengenali anak-anak yang memiliki kecerdasan spiritualitas yang tinggi, yaitu:39

1. Adanya kesadaran diri yang mendalam, intuisi, dan kekuatan “keakuan”, atau otoritas bawaan.

2. adanya pandangan luas terhadap dunia: Melihat diri sendiri dan orang-orang saling terkait; menyadari tanpa diajari bahwa bagaimanapun kosmos ini hidup dan bersinar, memiliki sesuatu yang disebut “cahaya subyektif”.

3. Bermoral tinggi, pendapat yang kukuh, kecenderungan untuk merasa gembira, “pengalaman puncak”, dan atau bakat-bakat estetis.

4. memiliki pemahaman tentang tujuan hidupnya, dapatr merasakan arah nasibnya, melihat berbagai kemungkinan, seperti cita-cita suci atau sempurna, dari hal-hal yang biasa.

5. Adanya “rasa haus yang tidak dapat dipuaskan” akan hal-hal selektif yang diminati, seringkali membuat mereka menyendiri atau memburu tujuan tanpa berfikir lain. Pada umumnya ia mementingkan kepentingan orang lain (altruistis) atau keinginan berkontribusi kepada orang lain.

6. Memiliki gagasan-gagasan yang segar dan “aneh” rasa humor yang dewasa.

7. Adanya pandangan pragmatis dan efisien tentang realitas, yang sering (tetapi tidak selalu) menghasilkan pilihan-pilihan yang sehat dan hasil-hasil praktis.

Dari beberapa ciri diatas dapat penulis ketahui bahwa pendidikan spiritualitas anak perlu ditanamkan sejak dini agar anak memiliki rasa percaya diri dan keteguhan hati, memiliki rasa aman serta mampu menggali potensi yang ada pada dirinya sejak kecil.

Adapun inti ajaran-ajaran spiritual adalah membimbing adalah menciptakan ketenangan dan keteguhan hati dan fikiran serta pengendalian emosi dari seorang anak. Anak dapat mengerti keadaan dirinya, apa yang harus dilakukan dan untuk apa anak tersebut melakukan sesuatu itu. Manfaat lain pendidikan spiritualitas anak selain yang disebut diatas, juga dapat berarti bahwa dalam menghadapi setiap masalah dalam hidup ini anak akan terlatih untuk berfikir dengan positif dan dapat mengendalikan emosi dengan baik.



C. Anak dan Fase-Fase Perkembangannya.

Menurut Imam Barnadib dalam bukunya “Pendidikan Perbandingan” yang dikutip oleh Suraji Munawir dan Sohofie dalam bukunya “Pendidikan Seks Bagi Anak” menggambarkan bahwa anak sebagai makhluk aktif, penuh spontanitas dan mempunyai kemampuan kreatif.40 Menurut Zakiyah Darajat dalam bukunya “Ilmu Jiwa Agama” yang dikutip oleh Suraji Munawir dan Sohofie mengatakan bahwa anak adalah seorang atau kelompok orang yang belum dewasa yang masih dalam taraf perkembangan dan memerlukan bimbingan dan pembinaan dari orang dewasa.41

Dari pengertian diatas dapat penulis fahami definisi mengenai anak yang dimaksud masih luas dalam arti apabila diukur dengan umur meliputi umur nol sampai 21 tahun, karena batasan anak dari pengertian diatas adalah kedewasaan seseorang dan pada umumnya orang dewasa adalah mereka yang mencapai umur 21 tahun. Lain halnya dengan Kartini Kartono yang menurut beliau anak adalah manusia kecil yang berumur antara 6-12 tahun.42

Pengertian diatas mempunyai makan yang lebih sempit daripada sebelumnya. Dalam bahasan ini penulis mengambil pengertian anak yang lebih sempit. Anak yang berusia 6-12 tahun juga dapat dikatakan sebagai anak usia dini. Menurut Yulisni, anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun.43 Pengertian ini lebih sempit lagi jika dibandingkan dengan sebelumnya.

Pada hakekatnya anak adalah makhluk individu yang membangun sendiri pengetahuannya. Artinya dalam sebuah pendidikan guru dan pendidik anak usia dini lainnya termasuk orang tua tidaklah dapat menuangkan air begitu saja ke dalam gelas yang seolah-olah kosong melompong. Anak lahir dengan membawa sejumlah potensi yang siap untuk ditumbuhkankembangkan asalkan lingkungan menyiapkan situasi dan kondisi yang dapat merangsang kemunculan dari potensi yang tersembunyi tersebut.44 Walaupun begitu, tidak bisa dielakkan bahwa anak dalam kehidupannya sangat dipengaruhi oleh beberapa lingkungan dan faktor yang turut berperan dalam perkembangan anak.

Adapun tahapan perkembangan anak berdasarkan fase-fase perkembangannya adalah sebagai berikut:

1. Fase infantile, umur 0,0-5,0 tahun. Fase ini dibedakan menjadi 3 yaitu: fase oral (0-1 tahun) anak mendapatkan kepuasan seksuil melalui mulutnya, fase anal (usia 1-3 tahun) anak mendapatkan kepuasan seksuil melalui anusnya, fase phalik (usia 3-5 tahun) anak mendapatkan kepuasan seksuail yang telah perpusat pada alat-alat kelaminnya.45

2. Fase latent, umur 5,0-12 tahun. Pada masa ini anak nampak dalam keadaan tenang, dorongan-dorongan nampak selalu tertekan dan tidak menyolok.46 Si anak belum menampakkan perhatian terhadap jenis kelamin lain. Si anak terlihat pada masalah identifikasi yang kuat. Anak seolah-olah berusaha “meminjam watak” dari orang yang dikagumi. Dia belum memiliki watak yang kuat, yang nantinya terbentuk pada masa pubertas.47

3. Fase pubertas, umur 12-18 tahun. Dalam fase ini dorongan-dorongan mulai muncul kembali, dan apabila dorongan-dorongan ini dapat ditransfer dan disublimasikan dengan baik, maka anak akan sampai pada masa kematangan terakhir.48

4. Fase genital, umur 18-20 tahun. Pada fase ini dorongan seksuil yang ada pada latent boleh dikatakan sedang tidur, kini berkobar kembali dan mulai sungguh-sungguh tertarik pada jenis kelamin lain.

Keempat fase-fase tersebut, menurut penulis merupakan perkembangan anak yang runtut tanpa ada jarak pemisah dari umur 0-20 tahun. sehingga dalam pembahasan skripsi lebih mudah dalam memahami perkembangan anak yang dikaitkan dengan pendidikan dalam surat Luqman 12-19

Dari fase-fase tersebut dapat penulis ketahui bahwa anak memiliki masa yang potensial dalam tiap perkembangannya. Misalnya pada masa infantile anak perlu adanya bimbingan dan kasih sayang penuh dari orang tua. Kemudian pada fase latent anak mulai mengenal lingkungan luar selain ibu dan keluarganya, masa memasuki sekolah dan mempunyai banyak teman, sehingga orang tua tidak perlu memberi perhatian penuh seperti pada masa infantile. Orang tua mengawasi dan membimbing dari jauh dan membiarkan anak mencari potensi mereka dengan tetap mendapat bimbingan dari orang tua.

Pada fase pubertas, disinilah seorang anak berkembang dan melewati tahap perkembangan yang potensial yaitu dari anak-anak menuju usa pra-remaja. Bimbingan dan arahan orang tua harus lebih meningkat dibanding sebelumnya karena masa ini anak mulai mencari jati diri mereka. Kemudian pada fase terakhir adalah fase genital dimana anak akan mencapa kematangan dalam proses menuju remaja-dewasa. peran orang tua disini lebih ringan karena anak bisa diajak berfikir mana yang baik dan mana yang kurang baik dalam hidupnya.

Dengan demikian perhatian orang tua sangat diperlukan mulai anak lahir sampai menginjak dewasa. Dalam bahasan kali ini yang penulis inginkan dari fase-fase perkembangan diatas adalah anak yang berkembang dalam usia antara 0-12 tahun.

"Setiap bayi dilahirkan dalam fitrahnya (potensi keberagaman), maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan Majusi, Yahudi, atau Nasrani." Pernyataan ini mengindikasikan bahwa pengaruh bimbingan ibu-bapak memiliki peran strategis dalam membentuk jiwa pada seorang diri anak.49 Selain pengaruh dari kedua orang tua, terdapat pula faktor lain yang dapat mempengaruhi perkembangan anak.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan seorang anak dapat diketahui sebagai berikut:50

Faktor keturunan atau bawaan, merupakan segala ciri, sifat, potensi dan kemampuan-kemampuan tersebut dibawa individu dari kelahirannya, dan diterima sebagai keturunan dari kedua orang tua. Masa antara pembuahan dan pembelahan sel merupakan saat berlangsungnya perpaduan dan penurunan sifat-sifat. Setelah saat itu masing-masing sel yang kemudian berkembang menjadi organisme telah memiliki seperangkat bakal ciri, sifat dan kemampuan pada gen-gen, dengan demikian terdapat banyak sekali kemungkinan ciri, sifat dan kemampuan yang dimiliki individu. Karena gen-gen yang berasal dari ayah dan ibu sangat berbeda-beda dan perpaduannya pun kemungkinan berbeda-beda pula maka kemungkinan ciri, sifat dan kemampuan yang akan diturunkan juga sangat berbeda pula. Hal itulah kiranya yang melatarbelakangi prinsip tidak adanya dua individu yang identik.

Menurut psikologi Islam, setelah janin dalam kandungan itu genap berumur empat bulan, yaitu ketika janin telah terbentuk sebagai manusia, maka ditiupkan ruh kedalam janin tersebut, juga ditentukan hukum perkembangannya, seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan tingkah laku (sifat, karakter, dan bakat), kekayaan, batas usia, dan lain-lain.51

Faktor lingkungan. Perilaku yang diperlihatkan oleh individu bukan sesuatu yang dilakukan sendiri tetapi selalu dalam interaksinya dengan lingkungan.52 Lingkungan alam dan geografis dimana individu bertempat tinggal mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu. Seorang yang lahir dan dibesarkan di daerah pegunungan, akan memiliki sifat-sifat dan kecakapan untuk hidupdidaerah tersebut. Kondisi alam daerah pertanian dengan udara yang relatif sejuk, akan membentuk individu-individu yang berbadan sehat dan kuat berperangai lembut bicara dan pelan, dan lain sebagainya.53

Dari beberapa pengertian tentang anak dan fase-fase perkembangan diatas yang penulis inginkan adalah anak yang berumur nol sampai 8 tahun yaitu anak usia dini dan pra-remaja 6-12 menurut Kartini Kartono. Menurut penulis sesuai dengan tema bahasan skripsi ini untuk menanamkan nilai-nilai spiritual dapat dimulai sejak anak dilahirkan. Kemudian bimbingan itu dapat terus ditanamkan hingga anak menginjak remaja. Hal ini sangat penting karena masa pra-remaja adalah masa-masa emosi anak yang sangat potensial dan perlu perhatian serta bimbingan yang serius dari orang tuanya.



Dari paparan Bab II di atas dapat diambil benang merah, bahwa konsep pendidikan Islam sebenarnya dapat digunakan untuk meningkatkan spiritualitas anak, dalam artian untuk meningkatkan kesadaran anak akan kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Sehingga anak merasa di awasi dan dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Adapun aspek positifnya, anak merasa damai, tenang dan sentosa karena dalam setiap gerak langkahnya, ia merasa dituntun dan dibimbing oleh Tuhan Yang Maha Bijaksana. Sesuai pendapat Elga Saparung tentang spiritualitas yang menyatakan bahwa spiritualitas adalah pengalaman langsung dalam kesadaran seseorang, pengalaman mana menyeluruh atau holistik sifatnya, pengalaman dari kenyataan bahwa segala sesuatu yang hidup itu satu sifatnya, suatu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan dan tidak dihinggapi rasa ragu sedikitpun, atau adanya seujung rambut keengganan menengahi pengalaman ini.54



1 Ngainun Naim dan Ahmad Syauqi, Pendidikan Multikultural, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hlm. 29

2 Wiji Suwarno, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), hlm. 19

3 Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan "Sebuah Studi Awal tentang Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 3

4 Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), hlm. 79-80

5 Jalaluddin, dan Abdullah, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), hlm.

6 Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan "Sebuah Studi Awal tentang Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia…, hlm. 6

7 Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan…,hlm. 84

8 Jalaluddin, dan Abdullah, Filsafat Pendidikan..., hlm. 130

9 Muhammad Muntahibun Nafis, Diktat Ilmu Pendidikan Islam, (Tulungagung: Tidak di Terbitkan, 2006), hlm. 1

10 Ngainun Naim dan Ahmad Syauqi, Pendidikan Multikultural..., hlm. 1-2

11 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, Pasal 1, Point 1

12 Su’dan, Al-Qur’an dan Panduan Kesehatan Masyarakat. (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), hlm. 150

13 Ibid

14 Zulkarnain, Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 14

15 Munardji, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bina Ilmu, 2004), hlm. 31

16 Tabrani, Pendidikan Islam "Paradigma Teologis, Filosofis, dan Spiritualitas, (Malang: UMM Press, 2008), hlm. 14-15

17 Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 103

18 Ngainun Naim dan Ahmad Syauqi, Pendidikan Multikultural..., hlm. 33

19 Zainuddin, Pendidikan Agama Islam. (Jakarta: Sinar Grafika Ofseet, 2007), hlm. 24

20 Djumransjah, M. Mujib, (ed), Filsafat Pendidikan (Telaah Tujuan dan Kurikulum Pendidikan). (Malang: Kutub Minar, 2005), hlm.43

21 Zainuddin, Pendidikan Agama Islam… hlm.19

22 M. Dahlan Al Barry, Kamus Modern Bahasa Indonesia. (Yogyakarta: Arkaloka, 1994), hlm. 618

23 Elga Saparung, (eds), Spiritualitas Baru, Agama dan Aspirasi Rakyat. (Yogyakarta: Institute DIAN/Interfidei, 2004), hlm. 29

24 M. Dahlan Al Barry, Kamus Modern Bahasa Indonesia… hlm. 618

25 Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan… hlm 140-141

26 Zainuddin, Pendidikan Agama Islam… hlm. 19

27 Ariginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritua, (Jakarta: Arga, 2001), hlm. 57-58

28 Abdul Mujib bin Aziz Al-Zindani, et-al, Mukjizat Al-Qur’an Dan Sunnah Tentang Iptek. (Jakarta: Gema Insani Press, 1987), hlm. 51

29 Maksudnya: memohon kepada Allah supaya kita memasuki suatu ibadah dan selesai daripadanya dengan niat yang baik dan penuh keihlasan serta bersih dari riya' dan sesuatu yang merusakkan pahala.

30 Tabrani, Pendidikan Islam "Paradigma Teologis, Filosofis, dan Spiritualitas… hlm. 149

31 Mahfudz Syairizi dan Shonhaji, Konsep Pendidikan Generasi Tiga Dimensi. (Kediri: Amanah Grafika, 2008), hlm. 46

32 Mimi Doe dan Marsha Walch, 10 Principles for Spiritual Parenting, 10 Prinsip Spiritual Parenting ", terj. Rahmani Astuti, Bagaimana Menumbuhkan dan Merawat Sukma Anak-Anak Anda, (Bandung: Kaifa, 2001), hlm. 5

33 Mimi Doe dan Marsha Walch, 10 Principles for Spiritual Parenting, 10 Prinsip Spiritual Parenting ", terj. Rahmani Astuti, Bagaimana Menumbuhkan dan Merawat Sukma Anak-Anak Anda, … hlm. 47-49

34 Suryadi, Kiat Jitu Mendidik Anak, (Jakarta: Edsa Majkota, 2006), hlm. 32

35 Mahfud Syairozi dan Shonhaji, Konsep Pendidikan Generasi Tiga Dimensi, (Kediri: Amanah Grafika, 2002), hlm. 25

36 Ibid., hlm. 35

37 Ibid,... hal. 37-38

38 Suryadi, Kiat Jitu Mendidik Anak, (Jakarta: Edsa Majkota, 2006), hlm. 32

39 Ibid., hlm. 32-33

40 Suraji Munawir dan Sohofie, Pendidikan Seks Bagi AnakPanduan Keluarga Muslim”, (Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2008), hlm. 1

41 Ibid., hlm 1-2

42 Ibid., hlm. 3

43 Yulisni Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. (Jakarta: PT. Indeks, 2009), hlm. 55

44 Ibid

45 Elfi Yuliani Rochmah, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: TERAS, 2005), hlm. 54

46 Ibid

47 Simanjuntak, Pengantar Psikologi perkembangan, (Bandung: Tarsito, tt), hlm. 190

48 Elfi Yuliani Rochmah, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: TERAS, 2005), hlm. 54

49 Jalaluddin, Psikologi Agama. (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2008), hlm. 23

50 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2005), hlm. 44-45

51 Desmita, Psikologi Perkembangan. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2005), hlm. 74

52 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan… hlm. 46

53 Ibid,… hlm. 47

54 Elga Saparung, (eds), Spiritualitas Baru, Agama dan Aspirasi Rakyat… hlm. 29

24

Yüklə 130,84 Kb.

Dostları ilə paylaş:




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin