Onno W. Purbo
Berawal dari peralatan sederhana PC 286 bekas & teknologi amatir radio paket 1200bps di tahun 1992-an. Teknologi Internet amatir radio sederhana berbasis ORARI mulai debut Internet Indonesia mengkaitkan BPPT, UI, LAPAN, Pusdata Depperindag dan ITB di tahun 1992-an. Saat ini, Internet di Indonesia mulai subur di dorong anak muda hingga pemakai sekitar satu (1) juta orang dan terus bertambah. Isu berkisar di dua bidang utama yaitu akses Internet dan aplikasi-nya, yang mempunyai konsekuensi tidak hanya dari sisi teknologi tapi juga bidang lain seperti ekonomi, sosial, budaya, hukum (cyberlaw) & pendidikan. Keberadaan cyberlaw, cyber-policy & badan setingkat menteri di Indonesia sangat diperlukan untuk memfasilitasi pemanfaatan maksimal konvergensi wahana 3C (computer, communication & content). Kebebasan merupakan ciri khas wahana internet dengan regulasi pemerintah minimum & sangat diwarnai oleh kooperasi, kompetisi & konsensus para pelakunya. Semakin dibebaskan semakin marak dunia Internet & IT di Indonesia, bahkan mungkin sebaiknya dibuka investasi asing 95% seperti kesepakatan di WTO bahkan bila perlu diberikan insentif pada investor daripada bertumpu kebijakan berhutang ke IMF, ADB & Bank Dunia.
e-Government & Cyberlaw
Kerangka hukum cyber Indonesia menjadi startegis untuk menjamin rasa aman, keabsahan informasi & jaminan / insentif bagi para investor. Hak asasi manusia harus ditegakan untuk dapat berkomunikasi & hak untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi global tanpa dibatasi dimensi fisik, ruang, waktu dan institusi. Revisi beberapa kerangka hukum dan kebijakan pemerintah perlu dilakukan untuk mengantisipasi hilangnya batas dimensi ruang, dimensi waktu & mempercepat transaksi dunia maya. Beberapa contoh masalah strategis bagi Indonesia adalah pendelegasian domain *.id, deklarasi internet sebagai free trade zone oleh AS, audit keuangan, pajak transaksi e-commerce, keamanan transaksi keuangan yang tidak lagi dibatasi besaran fisik. DEPKEH jelas belum siap untuk cyberlaw. Di motori Arrianto Mukti Wibowo PUSILKOM-UI, Edmon Makarim FH-UI dkk. kerangka awal cyberlaw Indonesia telah di tanamkan melalui Riset Unggulan Terpadu (RUT). Kerangka tersebut ada di http://www.geocities.com/amwibowo/resource.html. Saat ini, pembangunan cyberlaw & cyber policy terus berjalan di beberapa lini baik KADIN bidang TPM, Hinca Panjaitan internews.or.id, ECONIT dkk selain UI.
Transparansi kebijakan telekomunikasi tampaknya terus dilakukan baik oleh asosiasi ISP (APJII), Masyarakat Telekomunikasi (MASTEL) maupun DITJEN POSTEL yang menyebabkan persaingan akses informasi / telekomunikasi makin marak. Pelibatan masyarakat dalam proses kebijakan POSTEL seperti di mailing list regulasi-internet@itb.ac.id, mastel-e-commerce@egroups.com, telematika@onelist.com adalah pola revolusioner dalam kebijakan pemerintah yang biasanya tidak dirasakan transparan. Bukan mustahil, adopsi pola ini akan mendorong sebuah e-government yang transparan, terbuka dan dapat di audit oleh masyarakat bahkan memungkinkan proses demokrasi tanpa mekanisme perwakilan.
Infrastruktur Akses Informasi
Bervisikan mentransformasikan bangsa menuju knowledge based society (dalam konsep Nusantara-21), kemampuan akses internet menjadi sangat penting artinya. Jumlah ISP yang 45+ dan terus bertambah “hampir” tidak dibatasi pemerintah, bahkan berkembang dengan adanya KabelVision, dan satelit Internet murah dari Telkom, Satelindo & Infokom dengan kecepatan akses 256Kbps s/d 2Mbps. Semua lebih menarik lagi jika BKPM tidak menghalangi 95% PMA masuk & tidak mengharuskan pemodal asing untuk bekerjasama dengan operator incumbent (Telkom & Indosat). Mulai 8 September 2000 UU36’99 akan berlaku dan membuka kompetisi yang di imbangi interkoneksi & universal service obligation (USO), akan lebih menarik apabila hak ekslusif Telkom & Indosat bisa diputus tahun 2001. Bukan mustahil biaya akses Internet ditekan, sebagai contoh tarif bandwidth internasional Indonesia-Internet hanya 30%-an dari yang kita bayar sekarang, coba saja sambungan Internet melalui satelit Loral tanpa Indosat maupun Satelindo.
Warung Internet (WARNET) menjadi alternatif akses Internet di kota besar Jakarta, Bandung, Bogor, Jogya, Surabaya saat ini terdapat antara 40-70 WARNET tiap kota. Bertumpu pada mailing list asosiasi-warnet@itb.ac.id para penyelenggara WARNET saling tolong dan berbagi pengetahuan. Ditolong buku teknologi Internet & WARNET yang tersedia ditoko buku Gramedia dkk. dengan harga murah. Investasi Rp. 50-150 juta, memungkinkan balik modal dalam 1-2 tahun jika jeli menembak pasar. Jasa tambahan, seperti training internet, jasa membuatkan web, jasa e-commerce, bahkan konsultan WARNET yang terdokumentasi sangat membantu usaha WARNET agar survive. Untuk menambah gairah WARNET perlu kebijakan seperti dilegalkan penggunaan saluran telepon koin (TUCP) karena pulsa 40% lebih murah, tidak perlu PKS dengan Telkom, tidak perlu lisensi cukup ijin usaha pemda, alokasi frekuensi ISM Band 2.4GHz, 5.8GHz, 10GHz & 140MHz tanpa lisensi / kemudahan bagi WARNET dan pendidikan. Bagi praktisi jeli, aplikasi teknologi WARNET dapat digunakan menyambungkan gedung perkantoran, real-estate / kompleks perumahan, menyambung sekolah yang akan cepat membalikan modal, bahkan mahasiswa Malang membangun RT/RW Net dengan teknologi WARNET. Lagi-lagi Bandung, WARNET Pointer WAHID melakukan terobosan mengembangkan WARNET Mobil menggunakan sebuah VW Combi berteknologi radio kecepatan 64Kbps & 2Mbps. Bayangkan jika teknologi WARNET mobil tanpa kabel boleh dikembangkan ke desa-desa yang infrastruktur telkom-nya masih payah. Tentunya kebijakan alokasi frekuensi menjadi kunci-nya.
Internet radio adalah salah satu alternatif menarik sejak awal pertumbuhan Internet Indonesia. ORARI telah menunjukan sebagai salah satu motor dengan aktifitas di ybnet-l@itb.ac.id dan membangun gateway jaringan AMPRNet (Amateur Packet Radio Network) di Jakarta, Bandung, Malang, Surabaya dan Salatiga pada band amatir 40m, 2m dan 70cm. Alangkah menariknya jika dimungkinkan kelas amatir radio digital untuk experimen komunikasi digital & mendukung pembangunan Internet Indonesia.
Dalam dunia profesional Wireless Application Protocol (WAP) menjadi primadona yang memungkinkan konvergensi content Internet ke peralatan handphone. Penyelenggara infrastruktur GSM handphone di Indonesia tampaknya telah siap. Beberapa content provider seperti detik.com telah mulai menyiapkan fasilitas untuk mengintegrasikan diri ke infrastruktur WAP pertengahan tahun 2000. Dari pengalaman teknologi pendahulunya, seperti DataTAC Motorola oleh PT. Infokom Elektrindo, aplikasi yang menarik bagi pengguna Komputer bergerak terutama unified messaging yang mengintegrasikan e-mail, fax dan SMS dalam satu kesatuan dan saling berkomunikasi tanpa kesulitan.
Ancaman internet telepon (http://www.pulver.com) tampaknya cukup nyata bagi operator telekomunikasi seperti Indosat. Keterbukaan teknologi internet telepon harusnya dapat menjadi alternatif bagi rakyat dalam memilih akses telekomunikasinya jika tarif telepon naik dikemudian hari. Perlu dilakukan intervensi DITJEN POSTEL supaya dimungkinkan, WARNET, rumah, kantor dengan internet telepon memperoleh nomor telepon, seperti 021 4201234, & dikenal oleh sentral di Telkom & Indosat dan akses telepon konvensional dari / ke internet telepon halal. Bandwidth exchange, minute exchange, interkoneksi yang fair dan transparan harus terbuka bagi semua operator, jangan sampai ada penolakan oleh operator incumbent kepada pengguna / operator internet telepon yang kecil setelah September 2000. Maka mekanisme competitive safe guard perlu di implementasikan pemerintah.
Media online
Media online, detik.com, kompas.com, astaga!com, satunet.com, oke.com & kopitime.com tampak marak bahkan berusaha go-public dengan harga tinggi. Komunitas harus dibangun untuk mendongkrak harga IPO, jangan jatuh seperti di Nasdaq. Keberhasilan memperpendek waktu tayang berita dari sumber beritanya dalam orde menit menjadikan media online kompetitor media cetak & elektronik & membuat LKBN Antara kelabakan. Indikasi ini ada di cache server jaringan internet pendidikan & WARNET. Sukses media online disebabkan hilangnya mekanisme kontrol orde baru DEPPEN, walaupun mekanisme kontrol sebaiknya tetap ada & diganti self-sensor & content rating oleh masyarakat & media.
Isu standar di dunia media adalah information balancing, pluralisme informasi untuk melawan hegemoni informasi. Teknologi memungkinan implementasi radio komunitas di band AM berkekuatan 10-100 watt & menjadi alternatif rakyat kecil untuk meneriakan suaranya tanpa perantara siapapun termasuk mahasiswa. Jaringan antar radio komunitas dapat bertumpu pada jaringan interaktif WARNET akan menyangga keaneka ragaman informasi yang terbangun secara swadaya dan swadana masyarakat. Teknologi Internet real-audio, real-video memungkinkan terbangun secara murah jaringan radio komunitas bahkan televisi komunitas. Implementasi teknologi ini dilakukan untuk menjaga keaneka ragaman informasi di masyarakat.
Pers kampus tampaknya aktif membangun jaringan mereka dan berusaha menyuarakan hati nurani rakyat. Jawa tengah dimotor pers mahasiswa UGM di kampusonline@egroups.com dan angkringan@egroups.com. Bukan mustahil kelancaran informasi secara vertikal memungkinkan aktualisasi rakyat tanpa perlu berhadapan PHH dan meminimalkan korban jiwa, dalam berdemokrasi, bahkan bila perlu tanpa mekanisme perwakilan / kepartaian yang mempertanyakan fungsi KPU.
Membangun Industri Teknologi Informasi
Untuk apa ada teknologi informasi jika tidak dapat membuka kesempatan usaha, lapangan kerja, meningkatkan pendapatan – demikian keluh banyak orang. Tantangan selanjutnya adalah proses & strategi yang perlu di ambil dalam membangun industri teknologi informasi. Agak sulit membahasnya karena banyak dimensi industri teknologi informasi, segmen ini sangat potensial untuk mendatangkan investor asing sehingga harus ada kebijakan insentif bagi investor asing untuk masuk agar segmen ini bisa tumbuh subur – tanpa menggunakan kebijakan berhutang ke ADB, IMF dan Bank Dunia.
Segmen industri yang tumbuh subur terutama bidang yang tidak ada monopoli sama sekali dan biasanya diluar kontrol pemerintah, seperti warung internet, e-commerce, komputer, software house. Berbeda dengan segmen telekomunikasi yang sangat diregulasi saat ini, tidak menumbuhkan terlalu banyak industri pendukungnya, yang ada kebanyakan pedagang peralatan. Di segmen industri tanpa monopoly ini selain pedagang, cukup banyak berkiprah inovator muda, cyberpreneur dll. Daftar sebagian industri IT ada di http://www.indopage.com didukung KADIN.
E-commerce menjadi jargon hot di awal tahun 2000 & diwarnai inisiatif besar seperti Lippo-e-net, Metrodata, Astra maupun Cybercity dan BHTV yang lebih kepada pendekatan supply. Dilapangan paling tidak ada empat (4) inisiatif besar yang berjalan terutama untuk e-commerce kelas bisnis to customer, seperti JATIS (www.jatis.com), telkom CommerceNet (www.commerce.net.id), Indosat I2 (www.i-2.co.id), dan e-commerce bisnis-to-bisnis IndosatCom (www.dagang2000.com). Biaya startup sebuah e-toko Rp. 2 juta, dengan biaya langganan Rp. 1.5 juta / bulan dengan berbagai keuntungan / insentif lainnya bahkan CommerceNet cukup dengan biaya tahunan yang dalam orde ratusan ribu saja.
E-commerce membutuhkan jaminan identitas dan kepercayaan para pelakunya melalui Certificate Authority (CA). CA Indonesia Indosign yang merupakan inisiatif bersama Indosat, Telkom, Pos, KADIN, DEPPERINDAG dan ITB baru saja diluncurkan. Jika CA Indosign berjalan baik, maka transaksi uang melalui Bank menjadi lebih terjamin. Beberapa bank besar seperti BII, BCA, Bank Bali dll tampaknya telah bersiap untuk meluncurkan gateway pembayaran di Internet agar transaksi keuangan dapat dilakukan secara otomatis, aman dan online di Internet. BII tampaknya paling siap diantara bank lainnya.
Secara umum ada dua pendekatan yaitu (1) supply created demand dan (2) demand created supply. Umumnya pendekatan oleh inisiatif besar adalah supply created demand, artinya buat dulu e-toko-nya di Internet baru bersusah payah supaya pelanggan datang ke e-toko tsb. Pendekatan supply created demand hanya cocok untuk pemodal besar yang sanggup menahan napas dalam waktu lama sebelum demand tumbuh. Pendekatan ini umumnya di ekspose besar-besaran di media.
Pendekatan demand created supply merupakan pendekatan rakyat kecil yang tidak mempunyai modal cukup besar. Bertumpu pada 400+ mailing list Indonesia di Internet, seseorang dapat membangun kepercayaan dan komunitas di mailing list Internet – dua resep utama keberhasilan bisnis-to-bisnis di Internet. Berbagai transaksi dapat dilakukan baik untuk transaksi barang, informasi, pengetahuan maupun jasa (seperti konsultan dll). Bermodal sekitar Rp. 250.000 / bulan untuk telepon & akses e-mail Internet cukup untuk trafik e-mail sebesar 400-600 mail / hari - sangat tinggi untuk ukuran pengguna internet biasa. Kemampuan menulis & sedikit information warfare menjadi kunci sukses khususnya untuk industri jasa. Bagaimana dengan transaksi keuangan-nya? Biasanya transaksi keuangan e-commerce kelas teri cukup dilakukan secara manual tanpa payment gateway Internet. Memang tidak banyak di ekspose media massa, tapi sangat effektif untuk transaksi bisnis-to-bisnis dengan mitra di seluruh Indonesia bahkan dunia. Bukan mustahil jumlah transaksi uang di e-commerce kelas teri jauh lebih tinggi daripada e-commerce kelas kakap.
Pendekatan komunitas merupakan model standar dalam pengembangan industri IT di seluruh dunia. Contoh yang sangat typical adalah Linux yang sangat melegenda & merupakan kompetitor terberat Microsoft. Walaupun harga-nya praktis ‘nol’, Linux lebih banyak digunakan di server backoffice dan di ISP karena basis Internet sangat kuat di Linux. Apalagi spesifikasi server Internet Linux lebih rendah, Pentium 100 memory 16Mbyte dapat menjadi server. Sosialisasi bulanan seperti HP Linux Gaul-nya Mas Rudy Rusdiah meluaskan jumlah pengguna Linux desktop. Komunitas Indonesia bertumpu di Internet seperti KPLI.org, linux.or.id & mailing list linux, seperti, kpli@jakarta.linux.or.id, linux-admin@linux.or.id, linux-setup@linux.or.id, anggota@jakarta.linux.or.id, sysop-l@itb.ac.id maupun asosiasi-warnet@itb.ac.id.
Pelepasan gratisan soure terbuka Linux nyata-nyata mendorong industri perangkat lunak Indonesia, ada Microtronics Internusa yang bundling Linux untuk server & desktop. Trustix keamanan jaringan. Indospell pemeriksa ejaan. Banyak rekan yang membantu proses translasi pada proyek i18n. Termasuk mulai menyusun kamus online istilah komputer bahasa Indonesia. Trabas dengan sistem informasinya. Zen dengan manual Samba dan SWAT-nya. Andy dengan gMail-nya. Mas Rudy Rusdiah yang melepaskan Billing WARNET ke public domain. WAHID dengan Billing WARNET. Owo Sugiana bahkan merelease program pengelola perpustakaan yang berbasiskan Postgress (Open Source) pada Linux. KMRG ITB yang mengembangkan perangkat digital library berbasis Linux & FreeBSD, melepas source-nya ke public agar bentuk jaringan pendidikan & perpustakaan menuju knowledge based society di Indonesia. Beberapa rekan Indonesia bahkan bergabung pada developer Linux internasional.
Microsoft Indonesia tentu tidak tinggal diam, usaha pembangunan komunitas yang gencar dilakukan oleh team community development Microsoft Indonesia. Dukungan dari berbagai industri perangkat lunak lokal di Indonesia juga cukup banyak seperti Intimedia, Lippo-e-Net, Sisindosat dll. yang umumnya merupakan perusahaan IT yang besar. Microsoft masih menguasai solusi enterprise dengan jaminan dukungan profesionalnya. Pengkondisian Microsoft juga berlanjut ke dunia pendidikan melalui inisiatif Campus Agreement agar mahasiswa cukup membayar Rp. 20-50.000 / bulan untuk perangkat Microsoft legal dan juga inisiatif Microsoft Authorized Academic Training Program AATP untuk mendidik SDM IT bersertifikasi Microsoft.
Knowledge Commerce & Pendidikan
Kemampuan Indonesia berkiprah dalam dunia informasi & internet sangat bergantung pada jumlah / massa orang terdidik. Kegagalan dalam meningkatkan jumlah orang terdidik di Indonesia akan melemahkan kemampuan Indonesia untuk berkiprah dan bertahan di dunia maya. Jelas sekali bahwa pendidikan menjadi isu yang sangat sentral bagi keberhasilan pembangunan dunia informasi Indonesia. Pada tingkat lanjut knowledge economy akan menguasai pasar, bukan e-commerce, e-economy.
Dari sisi infrastruktur, ITB telah lama mencoba membangun jaringan pendidikan AI3 Indonesia sehingga telah mengkaitkan 25+ lembaga pendidikan di seluruh Indonesia. Sebetulnya memalukan pemerintah khususnya BAPENAS, karena sebagian besar pembangunan dilakukan secara swadana & swadaya masyarakat – bahkan hampir tanpa pinjaman Bank Dunia, IMF & ADB. Tapi cukup berhasil dengan pola-pola pemberdayaan masyarakat kampus melalui pelatihan dan training yang dilakukan oleh Computer Network Research Group CNRG ITB yang kemudian berlanjut pada diskusi interaktif di mailinglist seperti sysop-l@itb.ac.id dan ai3@itb.ac.id.
KOPERTIS IV Jawa Barat dipimpin oleh Dr. Iwan Kunaefi aktif melakukan sosialisasi di kopertis-iv@egroups.com agar terbentuk jaringan di 200+ PTS Jabar. KOPERTIS IV bahkan membangun jurnal online di http://jurnal-kopertis4.tripod.com. Pada tingkat SMK, Dr. Gatot H.P. DIKMENJUR, tanpa banyak bicara mengalahkan aktifitas SMU2000 APJII saat ini telah mengkaitkan 250+ SMK & Kanwil DIKNAS dan berdiskusi di dikmenjur@egroups.com. Target 3000 SMK tersambung di tahun 2002, untuk menekan biaya pendidikan, kesempatan magang diluar negeri, integrasi ke KADINDA, UKM dll.
Di atas infrastruktur internet pendidikan yang sifatnya swadaya masyarakat harus dijalankan program penunjang pendidikan, seperti pendidikan jarak jauh via Internet, menggunakan Web atau diskusi melalui e-mail, newsgroup. Pola diskusi interaktif ini merupakan pola yang sangat handal untuk mentransfer pengetahuan implisit / tacit.
Perlu kebijakan tertulis pemerintah supaya lembaga pendidikan dimungkinkan melakukan pendidikan jarak jauh dan tidak secara halus di “monopoly” oleh Universitas Terbuka (UT). Tentunya ada konsekuensi mekanisme kontrol kualitas & administratif yang harus di kaji dan dimudahkan seperti transfer kredit, akreditasi, audit bagi pendidikan melalui dunia internet yang berbeda paradigma dengan wahana konvensional. Pada sisi ekstrim, keberadaan badan akreditasi menjadi dipertanyakan bagi pendidikan berbasis Internet.
Jaringan internet pendidikan dan pendidikan jarak jauh merupakan sarana pengiriman informasi / pengetahuan saja. Sarana transfer informasi / pengetahuan hanya menarik jika ada koleksi pengetahuan yang dapat di transfer. Koleksi pengetahuan berupa karya tulis, thesis, tugas akhir, laporan penelitian adalah bahan yang bernilai sangat tinggi dalam bagi proses pendidikan jarak jauh. Mekanisme manajemen pengetahuan (knowledge management) telah dikembangkan sejak 2-3 tahun lalu oleh Knowledge Management Research Group (KMRG) ITB di digilib@itb.ac.id. Perangkat lunak knowledge management KMRG ITB berbasis UNIX FreeBSD / Linux dilepaskan secara gratis di Internet dengan harapan jaringan perpustakaan dapat tumbuh dan menjadi dasar jaringan pengetahuan Indonesia.
Masalah utama pembangunan jaringan perpustakaan digital adalah mengisi digital library-nya, apalagi user dapat dengan mudah mengambil seluruh teks-nya. Walaupun idealnya semua karya tulis, thesis, tugas akhir menjadi milik masyarakat supaya terasa manfaatnya bagi masyarakat banyak, hak cipta & hak paten terlalu gencar di gembar-gemborkan sehingga mengurungkan niat orang memasukan karyanya ke digital library secara elektronik. GNU Public License (public domain) dapat digunakan sebagai pengganti hak cipta yang menyulitkan rakyat. Saat ini inisiatif untuk membangun pengetahuan gratis & bebas berbasis Internet, Indonesia Digital Knowledge Foundation (IDKF) dibantu oleh banyak rekan di Internet, telah menyimpan 600+ paper bahkan thesis S2, S3 total sekitar 400Mbyte & dapat gratis di ambil di Internet. Banyak situs pembawa IDKF seperti http://louis.idaman.com/idkf, http://louis.regex.com/idkf, ftp://kmrg.lib.itb.ac.id/, http://digital.lib.itb.ac.id, ftp://ftp.bentala.co.id/pub/artikel/, http://www.detik.com, ftp://ftp.mikrodata.co.id/artikel/, ftp://incuvl.mitra.net.id, dan terus bertambah. Bagi pembaca yang ingin mengkontribusi pengetahuan-nya secara gratis silahkan dikirim ke onno@itb.ac.id. Kemudahan akses pengetahuan ini bukan mustahil mempercepat perputaran pengetahuan di Indonesia yang akhirnya mempercepat proses pemandaian bangsa. Kecepatan perputaran pengetahuan yang cepat melalui wahana Internet memungkinkan seorang menjadi pakar melalui “pendidikan” informal dan otodidak. Paradigma pendidikan formal, melalui ujian negara, proses akreditasi menjadi di pertanyakan. Rugikah si penulis yang menginfaqkan pengetahuannya? Insya Allah tidak, karena Allah tidak akan pernah salah menghitung & rizki, pahala sesuai dengan amal & ibadah.
Memang berat bagi lembaga pendidikan untuk membangun semua-nya dengan cara swadana & swadaya seperti di atas. Akan lebih menarik, jika saja DEPKEU mau sedikit me-rileks-kan peraturan yang ada untuk memungkinkan insentif bagi dunia usaha untuk membantu langsung dunia pendidikan, apakah itu dalam bentuk tax deducation, tax holiday, maupun bentuk insentif lain yang menguntungkan dunia usaha yang membantu pendidikan, seperti kemudahan akses telekomunikasi, khususnya untuk sekolah, madrasah & pesantren yang sekarang aktif diperjuangkan oleh Jaringan Informasi Islam JII@isnet.itb.ac.id,.
Penutup
Pada akhirnya teknologi informasi hanya alat bantu. Faktor manusia akan sangat menentukan kebaikan teknologi tersebut terutama untuk beramal bagi sebanyak mungkin umat manusia.
Dostları ilə paylaş: |