Calling Out
Seberkas cahaya mentari pagi yang temaram perlahan mencuri masuk melalui celah kecil di antara jendela yang ditutupi tirai berwarna gading. Cahayanya membelai wajahku yang pada akhirnya memilih mengalah dan terbangun dari tidur lelapku.
Aku menatap sekitar. Semua masih sama. Tetapi tidak dengan hatiku.
Aku memikirkanmu, bahkan setiap malam aku selalu memimpikanmu.
Memikirkan betapa manis senyumanmu memaksaku untuk ikut tersenyum.
Membentuk sebuah lengkungan simpul di wajahku.
Aku memeluk kedua kakiku meletakkan pipiku di atas lutut.
Pagi ini adalah musim semi pertama. Aku memilih beranjak dari atas tempat tidur, perlahan berjalan menuju jendela dan membukanya lebar.
Ku biarkan terpaan udara pagi membelai wajahku.
Aku menghitup udara pagi sedalam-dalamnya hingga dadaku terasa terisi kembali.
Suara kicauan burung gereja yang bersahut-sahutan menambah kehangatan musim ini.
Namun aku sadar satu hal. Aku memiliki ruang kosong di sini, di hatiku.
Bahkan kehangatan musim semi tak cukup bisa menghangatkan hatiku yang sendiri.
Kau seperti menyisakan kesedihan dan kesepian di hatiku, di hari-hariku, di hidupku.
Namun, sekali lagi aku tetap bertahan disini, di jalan ini.
…
“YeongCha, kau tak pulang?”
“Sebentar lagi. Hari ini giliranku piket kelas.”
Aku menjawab pertanyaan Eunji, yang notabene teman sebangku ku sambil tetap sibuk merapikan buku-buku kedalam tas.
“Kalau begitu aku pulang duluan.”
“Ne, aku lihat Chanyeol sunbae sudah menunggumu di gerbang. Annyeong Eunji-ya.”
“Hehe, Annyeong YeongCha-ya.”
Kurang dari lima menit, Eunji telah sampai di depan gerbang menemui Chanyeol sunbae yang hampir setahun ini menjadi namjachingunya.
Aku mengambil sapu yang terletak di pojok ruangan dan mulai menyapu seluruh permukaan lantai kelas.
Sekitar tiga puluh menit seluruhnya telah tersapu bersih dan aku pun bermaksud untuk pulang.
Aku menyampirkan tas punggung berwarna coklat di bahu kananku sambil membawa bungkusan berisi sampah kelas seharian ini. Aku bermaksud membuangnya di tong sampah besar di ujung lorong. Namun, langkahku terhenti saat melewati ruang musik.
“Harusnya sekolah sudah sepi lima belas menit yang lalu.”
Aku bergumam pada diri sendiri.
Aku mengurungkan niat awal untuk segera pulang dan memilih untuk mengintip siapa yang masih berada di sekolah, lebih tepatnya ruang musik se sore ini.
Kreet..
Aku sedikit mendorong pintu ruang musik yang menyisakan celah kecil yang cukup untuk aku mengintip ke dalamnya. Suara dentuman piano yang mengalun dengan indah itu semakin terdengar. Bahkan dari jarak sedekat ini semakin terdengar sendu. Sejenak aku terpana dengan permainan piano seseorang yang berada di dalam.
“Siapa?”
Deg..
Seseorang itu menghentikan permainannya saat sepertinya ia menyadari aku telah mencuri dengar dari balik pintu. Aku terdiam mematung. Bermaksud untuk meranjak pergi tetapi tubuhku terasa kaku dan teramat sulit di gerakkan. Aku bisa mendengar langkahnya yang semakin mendekati ke arahku. Keringat dingin mulai mengalir di pelipisku. Entah mengapa aku bisa merasa setakut ini ketahuan mencuri dengar. Dan.. Sedetik kemudian pintu ruang musik itu menjeblak terbuka.
“Ada perlu apa?”
Aku terpana menatap tubuh tinggi yang kini berada di hadapanku. Lidahku seperti kelu, aku terdiam membisu.
“Kau memata-mataiku, ha?”
Suaranya kembali terdengar, tetapi seperti tersihir. Aku hanya bisa terdiam menatap lurus ke wajahnya yang dingin.
Ia melambaikan tangannya di depan wajahku. Akhirnya aku kembali bisa menguasai diriku.
“Ah.. Mianhae, aku kebetulan lewat dan berhenti saat mendengarmu bermain piano.”
“Oh..”
Lelaki itu mengangguk paham kemudian berbalik menuju grand piano melanjutkan permainannya.
“Hmm.. Apa itu tadi The Four Season?”
Ia mengangguk sekilas, “Kau tahu?”
“Hmm.. Aku sangat suka musik klasik.”
Aku masih berdiri di ambang pintu yang kini terbuka lebar memperlihatkan interior ruang musik yang simple namun cukup elegan degan warna putih membalut seluruh dindingnya yang kontras dengan sebuah grand piano berwarna hitam mengkilap di tengah ruangan.
Lelaki itu kembali memainkan sebuah partitur lagu. Aku sangat familiar dengan alunannya. Aku melangkah mendekati grand piano. Menjatuhkan kantung berisi sampah di depan pintu.
“Kau tahu lagu itu?”
Ia berhenti memainkan tuts piano dan menatap kearahku dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Boleh aku..”
Ia menggeser tubuhnya sedikit ke kiri menyisakan celah di bangku. Ia menepuk celah pada bangku, menyuruhku duduk.
Aku mengikuti perintahnya. Menelusuri tuts-tuts piano dengan mataku kemudian mulai meletakkan jariku di atasnya.
Ting..
Bunyi dentingan pertama, yang berlanjut mengalun menjadi sebuah melodi indah. Namun hanya sepenggal lagu aku menghentikan menekan tuts-tuts piano.
“Aku tak bisa menyelesaikannya..”
Sekilas ia menatapku, sedetik kemudian ia kembali terfokus pada tuts-tuts piano memainkan kembali melodi yang terpotong. Aku memperhatikan permainannya dari jarak sedekat ini. Aku bagaikan tersihir. Ada perasaan hangat menjalari tubuhku. Aku terhanyut dalam melodi indah yang mengalun di sore yang temaram itu.
Ia mengakhiri permainannya dengan sempurna.
“Moonlight Sonata~”
“Aku, Sehun. Oh Sehun-imnida.”
Aku bertepuk tangan sekilas mengangguk-anggukkan kepala.
“Park YeongCha-imnida.”
Aku memamerkan senyum lebarku padanya dan secara sepihak menjabat tangannya. Awalnya ia masih terlihat sama, dingin. Namun, sedetik kemudian sebuah lengkungan terbentuk di sudut bibirnya. Sebuah seyuman simpul yang membuat tubuhku seperti tersengat listrik.
“Sepertinya kau masih punya satu pekerjaan yang belum selesai.”
Ia menunjuk ke arah pintu depan dengan pandangannya, menunjuk pada bungkusan berisi sampah yang aku jatuhkan begitu saja di depan pintu.
Senyumanku berubah menjadi cengiran salah tingkah. Aku beranjak dari kursi kemudian menundukkan badan.
“Maaf, aku permisi dulu..”
Aku sedikit berlari meraih bungkusan sampah bermaksud menghilang secepatnya menuju ujung lorong.
“Tunggu!”
Aku kembali memutar tubuhku menghadap lelaki misterius yang akhirnya aku ketahui namanya, Sehun. Aku memiringkan kepala binggung.
“Aku temani, aku juga sudah akan pulang.”
“Baiklah, terima kasih..”
…
Dua tahun berlalu sejak pertemuan pertamaku dengan dirimu. Semuanya terputar seperti sebuah film pendek. Berlalu lalang dipikiranku yang membangkitkan kembali kesedihanku.
Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan berat.
Apa tak ada lagi cinta yang tersisa di hatimu untukku. Bahkan berpikir untuk membencimu aku tak pernah. Bagaimana mungkin aku bisa melupakanmu?
Satu..
Dua..
Tiga..
Setiap detik yang ku hitung berharap aku bisa kembali ke titik awal dimana kau masih disini.
Disisiku.
Menggenggam tanganku.
Menatap mataku.
Tersenyum untukku.
Tertawa padaku.
Berbagi keluh dan kesah bersama.
Dan bersandar padaku.
Kenangan yang kau torehkan untukku bagaikan bekas luka yang tak kian samar.
Apakah aku bisa membencimu?
Atau..
Rasa benci untukmu luluh dengan besarnya rasa cintaku untukmu?
…
“Annyeonghaseyo..”
“Oh kau, YeongCha-ssi. Kau bawa apa?”
Aku menyodorkan sebuah kertas berisi partitur lagu. Sehun menerimanya kemudian mulai terpekur memahami.
Hening sejenak..
“Fur Elise?”
Aku mengangguk mengiyakan. Meletakkan tas ransel berwarna coklat milikku di pinggir grand piano.
“Aku ingin kau memainkannya.”
Ia terdiam sesaat. Menarik nafas panjang dan mulai Meregangkan jari-jarinya sebelum akhirnya menyentuh tuts-tuts piano dan mulai terhanyut dalam permainan melodi yang menyaratkan sebuah makna. Matanya yang terpejam seperti ingin menyampaikan sesuatu yang sulit di pahami.
Sehun menyudahi permainannya sekali lagi dengan sempurna. Ia membuka matanya perlahan. Menatap padaku dan memberikan sebuah senyum.
“Luar biasa!”
Aku bertepuk tangan riuh sambil terseyum selebar mungkin.
“Improvisasi permainanmu bagus sekali. Walaupun itu terdengar lebih sendu. Aku suka!”
“Mau mencoba?”
Aku menganga menunjuk diri sendiri, “Aku?”
Ia mengangguk menyuruhku untuk duduk di sampingnya, di hadapan grand piano.
Dengan ragu aku mulai menyentuh tuts dengan jemariku.
Aku memusatkan pikiran, berkonsentrasi pada permainanku. Memulai memainkan melodi indah itu.
Satu..
Dua..
Tiga..
Aku mengakhiri permainanku. Walaupun tak seindah permainan Sehun.
Ia bertepuk tangan pelan. Yang membuatku menyunggingkan seyuman lebar.
“Kau ada kemajuan.”
Aku membulatkan kedua mataku tak percaya.
“Benarkan? Ah.. Senangnya. Kamsahamnida Oh Sehun-ssi.”
“Jangan terlalu formal padaku.”
Ia menjauh dari grand piano meraih tas sandangnya yang berwarna hitam di atas meja.
Aku menatap binggung padanya, menggaruk belakang kepalaku yang bahkan tak gatal.
“Panggil saja aku Sehun. Ok?”
Ia mulai berjalan Meninggalkan ruangan. Aku meraih cepat tas punggungku kemudian mengejarnya. Berusaha menyamakan langkahku dengannya.
“Sehun-ssi? Apa besok aku juga masih boleh kesini?”
“Ruangan itu milik sekolah. Jadi siapapun boleh memakainya.”
“Bukan begitu. Maksudku.. Apa aku masih boleh datang di saat kau sedang bermain?”
Ia tak menjawab. Hanya sebuah senyuman. Aku terpaku dan menghentikan langkah. Namun ia tetap berjalan dan mulai menjauhiku. Perlahan ku lihat punggungnya yang hampir jauh.
“Sehun-ssi! Gomawo!”
Aku berteriak sekeras mungkin.
Ia hanya mengacungkan jempolnya sebagai balasan dari teriakanku.
Tanpa aku sadari sebuah senyuman merekah di wajahku. Bahkan rasanya pipiku memanas. Aku menyentuh wajahku. Dan mulai tertawa kikuk.
Aneh..
Aku berlari di sepanjang koridor lantai dua. Menuruni tangga secepat yang aku bisa. Saat hampir mendekati ruangan itu aku berusaha menata nafasku. Membuatnya senormal mungkin. Hal ini sudah seperti kebiasaan untukku. Saat bel pulang berdering, aku akan keluar dari ruang kelas paling akhir dan menuju satu ruangan. Yap, ruang musik.
Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan.
Aku menatap pintu itu, mencoba mendengarkan suara-suara dari dalam. Kemudian membukanya perlahan.
Kosong..
“Apa aku terlambat?”
Aku mengedarkan pandangan di setiap sudut ruangan. Ia tak ada. Atau ia sudah pulang.
Dengan langkah gontai aku meninggalkan ruangan musik. Sedikit kecewa karena hari ini aku tak bertemu Sehun dan tak bisa memintanya memainkan partitur yang aku bawa.
Langkahku terhenti tepat di depan lobi.
Hujan lebat.
Aku menghentakkan kaki dengan sedikit kesal.
“Pabo~ bagaimana bisa aku lupa membawa payung?”
Aku memukul-mukul kepalaku pelan dan kemudian menghembuskan nafas dengan berat.
Tadi pagi aku sempat melihat ramalan cuaca tetapi bodohnya aku lupa memasukkan payung ke dalam tas dan malah meninggalkannya di meja makan.
“Eomma pasti akan sangat marah karena kebodohanku.”
Aku menggerutu pada diri sendiri. Berusaha mencari cara untuk pulang tanpa harus basah.
Tetapi sesore ini sekolah sudah sepi dan seluruh siswa sudah di pastikan telah berada di rumah masing-masing apalagi di tengah musim hujan seperti ini.
“Sepertinya ini memang jalan satu-satunya! YeongCha fighting!”
Aku memasang ancang-ancang untuk berlari dan..
Tes..
Tes..
Tes..
Baru beberapa langkah meninggalkan lobi sekolah aku tak merasakan lagi tetesan hujan mengenai kepalaku. Aku menegadah mendapati sebuah payung berwarna putih yang memayungiku.
Aku menoleh menatap lengan yang memegangi payung putih itu.
“Sehun-ssi.. Aku pikir kau sudah pulang.”
“Bodoh, kau bisa sakit jika pulang hujan-hujanan begini. Pakai ini.”
Ia menyodorkan payung yang berada di genggamannya.
“Aniya, bagaimana denganmu. Kau juga bisa sakit.”
“Biar ku antar kau sampai ke rumah!”
Aku hanya mengangguk megiyakan. Aku takut berkomentar apapun. Tatapan Sehun kali ini jauh lebih misterius. Membuatku tak sanggup berkutik apalagi melawan.
“Gomawo Sehun-ssi..”
Aku dan Sehun, kami berjalan beriringan menuju rumahku. Masih bersikukuh dalam diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.
“Kau suka hujan?”
Sehun memecah kesunyian. Suaranya terdengar lembut di tengah gemericik hujan yang menerpa payung.
“Aku tak begitu menyukainya. Aku lebih suka musim semi.”
“Menurutku hujan itu unik.”
“Apa yang unik? Saat hujan kau tak bisa berlari-lari sesukamu. Saat hujan itu sepi. Orang-orang lebih memilih berada di rumah mereka. Dan saat hujan disaat itulah sisi asli seseorang terlihat. Mereka egois.”
“Menurutku hujan itu memiliki iramanya sendiri. Seperti sekarang.. Coba kau dengarkan baik-baik!”
Aku mengikutinya, menepi di sebuah halte bus.
Ia menutup matanya dan menjulurkan tangannya membiarkannya terkena hujan.
Wajahnya bahkan kini terlihat lebih polos. Tanpa beban. Berbeda seperti saat pertama kali aku bertemu dengannya.
“Sehun-ssi, kau sedang apa?”
“Kesini, coba rasakan sendiri irama hujan. Kau pasti akan suka.”
Aku mengikutinya. Menirukan apa yang barusan ia lakukan. Perlahan aku memejamkan mataku.
Hening..
Hanya keheningan yang kurasakan. Hatiku tentram.
Tes..
Tes..
Tes..
Titik-titik hujan yang jatuh menyentuh tanganku memberikan ketentraman tersendiri yang membuatku merasakan hal baru saat bersamanya.
“Bagaimana?”
Ia menyadarkanku. Aku menarik lenganku dan kemudian membuka mata.
“Mungkin aku mulai sedikit menyukai hujan..”
Ia kembali menatap ke arahku. Kali ini tepat di mataku. Rasanya kedua pipiku mulai bersemu. Ia hanya tertawa renyah dan menepuk-nepuk kepalaku lembut.
…
Saat hujan turun adalah saat yang paling ku tunggu namun juga menjadi saat paling menyakitkan untukku.
Karenamu, aku menyukai hujan.
Dan karenamu pula hujan mengingatkanku tentangmu.
Aku berusaha menahan tangis saat melihat hujan.
Rintik hujan seperti membisikan namamu di telingaku berulang-ulang dan itu membuat hatiku kian perih.
Aku berusaha mengabaikan, tetapi hujan menahanku.
Aku tak pernah bisa melewatkan saat hujan turun.
Aku menyukai irama yang mereka ciptakan.
Itupun karenamu.
Tetapi aku benci karena hujan membuatku mengingat tentang betapa aku mencintaimu.
Aku berusaha tersenyum. Menahan air mata yang hampir tumpah. Tetapi rasanya sangat sulit.
Kegigihanku kalah dengan derasnya rintik hujan.
Air mataku turun seiring dengan gemericik hujan yang menyentuh tanah.
Aku berusaha meneriakkan namamu sekencang yang ku bisa.
Hingga suaraku hilang di telan derasnya deru hujan.
…
“Sehun-ssi, ada perlu apa?”
Aku sedikit terkesiap saat melihat ia menunggu di depan pintu kelasku bahkan sudah setengah jam berlalu dari jam pulang sekolah.
“Aku hanya ingin menunggu saja.”
Ia berdiri menyandar pada tembok sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana.
“Apa hari ini kau punya lagu baru?”
Aku bertanya sambil memberikan sebuah senyuman padanya. Ia menyerahkan secarik kertas padaku. Aku menerimannya dan sedetik kemudian membukanya.
“Partitur ini..”
“Aku ingin kali ini kau yang memainkannya.”
“Sehun-ssi aku tidak bisa..”
“Ikut aku!”
Sekarang, di ruang musik. Aku dan Sehun seperti biasa menghabiskan waktu dengan bermain piano. Namun kali ini bukan Sehun yang akan bermain. Tetapi ia memaksaku untuk memainkan Sebuah partitur.
Perlahan aku mulai duduk di hadapan grand piano dan menelusuri partitur pemberian Sehun.
Jemariku mulai menyentuh tuts piano. Dan.. Melodi itu mengalun indah.
Ting..
Ting..
Ting..
Aku mengakhiri permainan soloku dengan penuh penghayatan. Aku seperti merasakan perasan hangat saat memainkannya. Lagu yang asing tetapi ada makna di dalamnya.
“Aku membuatnya sendiri. Butuh nyaris setengah tahun untuk menyempurnakannya.”
Sehun bicara padaku namun tanpa menatap ke arahku.
“Kalau aku boleh tahu, apa ada arti tersendiri dari lagu gubahanmu ini?”
Aku menegadah berusaha menatapnya walaupun ia memalingkan wajahnya ke arah lain.
“Untukmu..”
Sehun menyerahkan partitur tadi padaku saat aku hendak mengembalikannya.
Aku menggeleng. Aku tak paham dan aku juga tak mengerti mengapa ia memberikanku lagu hasil gubahannya.
“Spring, Cherry Blossom and You..”
Aku menerima kertas berisi partitur itu. Menimangnya sesaat.
“Lagu itu menceritakan tentang aku dan perasaanku.”
Aku masih tak mengerti kemana arah pembicaraan Sehun. Cukup lama kami terdiam. Memberikan waktu pada pikiran masing-masing.
Perlahan ia mulai menggenggam jemariku. Ada rasa kikuk saat ia menyentuh tanganku.
Ia menarik nafas panjang sebelum menghembuskannya perlahan.
“Aku.. Menyukaimu.”
Rasanya seperti ribuan kupu-kupu menari di perutku. Ada rasa menggelitik saat ia menyatakn cinta.
Hatiku bergemuruh dan berdetak kian cepat.
Pipiku kian bersemu merah dan aku hanya sanggup menundukkan wajahku.
Lidahku seolah kelu.
Aku hanya terpaku tanpa berkutik.
“Nado..”
…
Aku bisa mengingat setiap kenangan manis saat kau dan aku bersama.
Aku ingat setiap senyumanmu padaku.
Setiap tatapan mata indahmu padaku.
Aku bahagia setiap melihatmu memainkan piano mendentingkan melodi-melodi indah untukku.
Aku mencintaimu seperti aku mencintai musik.
Mereka seperti nyawa bagiku, setiap dentingannya memacu jantungku untuk tetap berdetak.
Begitu pula dirimu.
Membuatku lebih memiliki makna menatap hariku.
Cintamu yang menguatkanku.
Kau seolah menopang setiap langkahku.
Dan aku merasa beruntung bisa di cinta dan mencintaimu.
…
“Jika nanti aku bisa menjadi pianist profesional aku ingin kau berdiri di sampingku dan mendampingiku sebagai nyonya Oh Sehun.”
Seketika pipiku bersemu merah mendengar penuturannya.
“Ya! Sehun-ah jangan menggodaku terus.”
Aku memukul pelan lengannya.
“Aku suka pipimu yang bersemu saat kau tersipu. Itu cantik.”
Sehun menyentuh lembut rambutku. Memainkan ujung-ujungnya di jemarinya.
“Sehun-ah, saat nanti kita lulus. Apa kau akan melanjutkan sekolahmu ke luar sana?”
“Sepertinya begitu. Aku punya mimpi menjadi seorang pianist besar jadi aku harus mengejar mimpiku itu. Wae?”
“Aniya, aku akan mendukungmu. Karena aku sayang padamu.”
“Gomawo.. Aku juga sangat menyayangimu.”
Sehun mengecup lembut puncak kepalaku yang membuat pipiku kembali bersemu merah.
“Ya! Oh Sehun jangan begini. Aku malu!”
Satu tahun kemudian..
“Sehunnie, aku kembali..”
Sayup-sayup aku mendengar suara seorang gadis dari dalam ruang musik. Aku mengintip dari celah pintu.
Prang..
Aku menjatuhkan miniatur piano yang sudah susah payah aku buat untuk Sehun. Namun semuanya hancur berkeping-keping saat aku melihatnya.
Sehun memeluk erat seorang gadis bahkan dengan berlinang air mata dan dari tatapan mereka menyiratkan kerinduan mendalam.
Siapa gadis itu?
Apakah gadis itu adalah sosok penting untuknya?
Apakah setiap dentingan sendu itu ia mainkan untuk gadis itu?
Apakah setiap tatapan kesedihan itu karena gadis itu?
“Kau kemana saja? Aku merindukanmu..”
Bahkan dari sini aku bisa mendengar betapa lirih suara Sehun saat berucap pada gadis itu.
“Maaf karena aku sempat meninggalkanmu. Tapi kini aku kembali, kan?”
“Jangan pergi lagi.. Rena-ya!”
Pelukan Sehun pada gadis itu kian erat. Rasanya hatiku perih teriris.
Bodohnya aku masih terpaku berdiri di sana, tanpa melakukan apapun. Bahkan beranjak barang selangkah aku tak bisa.
“Rena-ya.. Aku masih menunggu hatimu..”
Deg..
Sepatah kata dari Sehun barusan bagaikan topan yang menporah-porandahkan hatiku. Rasanya hancur berkeping-keping.
“Nado..”
Gadis itu menatap Sehun lamat, kemudian mengecup pipinya lembut.
Tes..
Setetes air mata mengaliri pipiku. Hatiku kebas. Rasanya ada ribuan pisau yang menghujamku.
Secepat mungkin aku berlari menjauh dari sana. Meninggalkan tempat itu. Meninggalkan mereka bersama rasa sakit di hatiku.
Aku terus berlari tanpa mempedulikan kemana langkah membawaku. Air mata yang kini mengalir kian deras tak kupedulikan.
Yang ada dalam kepalaku kini hanya menjauh dari sana dan menyingkirkan pikiran tentang Sehun dan gadisnya yang kembali.
Jadi selama ini aku hanya pengobat luka hatinya.
Dan setiap melodi itu adalah milik gadis itu bukan untukku.
Atau mungkin bahkan lagu gubahan itu bukan untukku?
Aku bahkan baru sadar aku bukanlah apa-apa.
…
Banyak cara yang aku lakukan. Aku harus melupakanmu.
Melenyapkanmu dari setiap lembaran ingatanku.
Karenamu aku merasakan bagaimana dicintai.
Dan karenamu pula aku merasakan bagaimana tersakiti.
Aku hanya bisa mengigit bibirku saat mengingat kau mencampakkanku dan memilihnya yang lebih bisa mewujudkan mimpimu.
Aku baru sadar betapa bodohnya aku saat..
Ia telah tak berada di sisiku.
Aku bahkan baru menyadari betapa aku mencintainya.
Dan hanya dia satu-satunya yang sangat aku cintai.
…
END (?)
[Freelance] KYU,CHOOSE ONE !
Title : Kyu, Choose One!
Author : Kyugamers
Length : Oneshot
Genre : Friendship (?), Romance (?), Humor (Cuma diakhir wwkwk)
Rating : G
Cast : Cho Kyuhyun, Lee Sungmin, Zhou Mi, Kim Ryeowook, Yesung, Choi Siwon, Lee Donghae, Eunhyuk, Henry, Heechul, Hankyung, dan Suju lainnya
PS : kalo kalian muak baca ini karena semrawut, ya sudah jangan dilanjutkan. DAN INI BUKAN FF YAOI (menurutku bukan. Hehe) kalo bisa dicomment ya /plak #maksa
SUNGMIN POV
Argh. Lagi-lagi Ryeowook memposting fotonya dengan Kyu di twitter. Apa dia tidak mengerti kalau aku cemburu? Apa dia tidak mengerti kalau Yesung cemburu (padahal Yesung cuek bebek sama, dia lebih suka foto sendirian dengan gaya cute-nya ♥) Aku agak menyesal sudah menghapus twitterku. Aku jadi tidak bisa bereksis ria dengan Kyuhyun (Author: emang Kyuhyun mau? Sungmin: diamlah kau Author: Tapi aku mihak kamu kok Min kalo di kehidupan nyata :] Sungmin:Makaseh)
Tapi tidak ada yang bisa kulakukan. Kalau aku protes semuanya pasti mengira aku tidak normal. Tapi jujur aku menyayangi Kyuhyun. Yah tapi suatu saat aku akan menyatakan perasaanku ini (Sungmin: Hoaaa aku kok dikasih peran jeleeeek Author: Suka-suka )
RYEOWOOK POV
Yey aku sangat senang Kyu mau aku ajak foto. Padahal biasanya dia tidak mau karena malu. Aku juga mendapat ijinnya untuk mengupload foto ku dan dia di twitter. Ah betapa senangnya aku. Akhir-akhir ini Yesung hyung sibuk dengan drama musikalnya, aku jadi jarang bersama dia.
Tapi aku sudah mendapat gantinya, Cho Kyuhyun. Dongsaeng yang asik diajak ngobrol, nonton tv, dan tentu saja, main game ^^ Memang aku tidak sekamar dengannya, tapi itu tidak masalah, kami sering tidur di depan tv berdua. Saking lelahnya main game.
Oh ya, mungkin sungmin akan cemburu ya denganku? Tapi KyuMin tidak akan berjaya lagi. Akan digantikan dengan KyuWook. Yesung? Pelarianku saja. Hahahah (piss ya YeWook’s fans (>/\<) hehe) Mungkin akan jadi surga bagiku minggu depan karena aku akan ke Cina bertemu Zhou Mi dan Henry, bersama Siwon, Donghae dan siapa lagi kalau bukan Kyuhyun. Aku punya kesempatan untuk lebih dekat lagi dengan Kyuhyun. Tapi mungkin juga Kyuhyun akan lebih nempel dengan Zhou Mi. Tidak apalah~
KYUHYUN POV
Oh yaampun aku muak dengan kelakuan Sungmin akhir-akhir ini. Dia selalu melihatku dengan pandangan aneh. Aku jadi tidak tahan sekamar dengannya. Padahal selama ini aku merasa nyaman dengannya. Tapi akhir-akhir ini beda. Untunglah minggu depan aku ke Cina. Aku tidak akan melihatnya untuk sementara ~~ (Kyuhyun: PADAHAL AKU SAYANG SUNGMIN LHOOO!! Author: Iye, gw ngerti Kyuhyun: …)
AUTHOR POV
Seminggu kemudian, Incheon airport
“Omooo, aku pasti akan merindukanmu, muah” Donghae mengucapkan kata perpisahannya kepada Eunhyuk.
“Aku juga~~ Siwon, jangan macam-macam dengan Donghae. Dia milikku!” ujar Eunhyuk sambil mengacung-acungkan jarinya ke Siwon.
“Terserah akuuuu.. Bweeek” Siwon memeluk Donghae. Member yang lain hanya geleng-geleng. Sementara itu, Sungmin memperhatikan mereka dengan iri. Matanya menatap tajam kearah Kyuhyun dan Ryeowook.
“Kyuhyun-ah, hati-hati, aku akan merindukanmu” teriak Sungmin.
“Mwo? N..N.. Ne.. aku akan merindukanmu juga” jawab Kyuhyun agak tak rela. Sungmin benar-benar sedih sekarang. Kyuhyun berjalan kearah boarding pass tanpa menoleh lagi. Ryeowook merangkul Kyuhyun.
“Yesung hyung, kau tidak merindukan Wookie?” Sungmin penasaran dengan Yesung yang hanya diam. “Tidak juga.. Aku merindukan ddangkoma” Yesung yang aneh menjawab pertanyaan Sungmin (haduh sumpah ya Yesung gak nyambung)
SUNGMIN POV
Super Junior Dorm, South Korea
Aaah, baru 2 jam aku tidak bertemu Kyuhyun, aku sudah merindukannya. Omo, padahal dia pasti tidak sedang memikirkanku. Betapa bodohnya aku bisa menyukai anak yang nakal seperti Kyuhyun. Otakku pasti konslet.
Apa benar Yesung tidak merindukan Ryeowook? Pasti dia hanya ingin kelihatan tegar di depanku. Di dalam hatinya mungkin Yesung sangat merindukan Ryeowook yang dulu? Yang hanya setia kepadanya.
YESUNG POV
Huaaaa aku tidak tau mau memikirkan apa. Yang pasti aku rindu Wookie. Tapi tak ingin mengungkapkannya. Lebih baik aku curhat ke Ddangkoma saja? Ya, itu pasti jalan terbaik. Malam ini aku tidur sendiri di kamar. Tapi aku kan bisa berpindah-pindah ke kamar lain ya? Aku lupa.
Tapi tidak lengkap kalau tidak meng-grepe grepe Kyuhyun, Wookie, Siwon, dan Donghae. Yaaaa! Bagaimana ini? Aku pasti tidak akan tidur dengan lelap. Oh noooo #lebaykambuh
ZHOU MI POV
Super Junior M Dorm, China
Oh aku kangen sekali dengan Kyuhyun kecilku. Oh soulmate ku. Aku merindukanmu. Untung hari ini kau datang. Aku akan melepaskan kerinduanku. Ah Kyuhyun cepatlah datang.
Kudengar suara bel berbunyi, aku langsung memencet interkom. Yeah! Aku senang sekali bisa melihat wajah Kyuhyun. Aku rinduuuuu!! Kubuka pintu, dan aku langsung menghambur kearah Kyuhyun. Kupeluk Kyuhyun, dan kami tertawa.
Oh aku sangat senang bertemu Kyuhyun lagi. Sayang sekali tidak ada Hangeng gege, padahal kalau ada dia. Rasanya lebih lengkap. Kami berenam mengobrol bersama. Aku duduk di sebelah Kyuhyun, Ryeowook dan Henry bercanda terus, Siwon dan Donghae juga tidak kalah serunya. Sedangkan aku dan Kyuhyun, bermain game.
Aku mengajak Kyuhyun foto bersama, dia mau, lalu aku minta ijin untuk mempostingnya di weibo ku. Ku beri caption “AH! SETELAH LAMA TIDAK BERTEMU, KAMI BERSENANG-SENANG, KYUMI ON AIR xD” ah ya, aku sangat senang hari ini.
SUNGMIN POV
Super Junior dorm, South Korea, hari kedua setelah Sungmin ditinggal Kyuhyun ke Cina
Haaaah~~ aku benar-benar rindu Kyuhyun. Aku ingin bersandar di bahunya. Pasti sangat nyaman. Hmm, aku ingin membuat twitter lagii, tapi aku gengsi, baru menghapus, mengapa membuat lagi? Nanti Cuma dikira cari sensasi..
Aku menyalakan laptopku. Ingin mengetahui apa yang baru dengan Super Junior M di Cina, aku meminjam account Yesung untuk membuka Twitter Siwon, Donghae, Wookie dan Kyuhyun. Tapi mereka tidak mengupdate apa-apa. Maka kuputuskan untuk membuka weibo Zhoumi, dan AH! Kyuhyun selingkuh dengan Zhoumi sekarang, apa itu KyuMi, kurang huruf N di belakang. Aku Cemburu!
Aish, benar-benar evil maknae, dia bisa menguasai semua hyung yang ada. Benar-benar… Anak itu sungguh memikat hati semua orang. Ya, yoeja dan namja. Aku harus cepat-cepat mengungkapkan perasaanku. Dan dia harus memilih, aku, Wookie, atau Zhoumi.
AUTHOR POV
Sudah 5 hari Super Junior M minus Hankyung berada di Cina. Ryeowook lebih sering menghabiskan waktunya bersama Henry. Sedangkan Zhoumi lebih banyak bersama Kyuhyun. Siwon dan Donghae selalu terganggu telepon dari Eunhyuk.
Hari itu, mereka berenam merencanakan untuk pergi ke Korea. Ya, Henry dan Zhoumi ikut. Katanya mereka juga kangen Hyung Super Junior yang lain. Jadilah mereka berangkat ke Korea. Sesampainya di dorm, mereka semua berpelukan melepas rindu. Mereka ngobrol-ngobrol dengan asyik. Tapi, Sungmin, masih terus memperhatikan Kyuhyun.
Kyuhyun masih menempel dengan Zhoumi (Author: OH YEAH KYUMI ON THE AIR xD KyuhyunZhoumi: Apadeh) , dan Ryeowook ngobrol bersama Henry dan Yesung. Sepertinya Henry sedang mengajari ddangkoma bahasa Mandarin (?) Mereka bertiga tertawa terbahak-bahak.
Sungmin mendekati Kyuhyun. “Kyu, apa kabar?” “Ehm, baik. Kenapa hyung? Hyung sendiri?” “Aku juga baik” Percakapan mereka terasa sangat garing. Tidak seperti biasanya. Sungmin mengerahkan keberaniannya untuk menyatakan perasaannya pada Kyuhyun saat itu juga.
“KYUHYUN! SARANGHEYO!” deg. Semuanya diam. Kyuhyun melongo. Semuanya juga melongo. “Apa hyung? Kau sudah biasa mengatakannya. Tidak usah teriak-teriak” ujar Kyuhyun yang mulai sadar. “TIDAK! YANG INI BEDA. AKU BENAR MENCINTAIMU SEPERTI.. SEPERTI.. LAKI-LAKI YANG MENYUKAI PEREMPUAN” sekarang semuanya melongo lagi. (Sungmin: AISHHH sial benar peranku Author: Cuma FF min, gw jg tau lo bukan yaoi)
Semuanya diam. Hanya ddangkoma yang mengedipkan matanya. “SEKARANG KAU PILIH AKU, RYEOWOOK, ATAU ZHOUMI? CEPAT JAWAB KYU!” Sungmin bertanya dengan semangat 45.
“Aku?” Kyuhyun menunjuk dirinya. “Wookie hyung?” Kyuhyun menunjuk Wookie. “Zhou Mi gege?” Kyuhyun menunjuk Zhoumi. “Kau?” lalu dia menunjuk Sungmin.
“YA KYU! CEPAT PILIH! AKU MAU JAWABAN SEKARANG JUGA” Sungmin sudah tidak sabar. Dia sudah tidak bisa menahan rasa malunya. Pasti sebentar lagi menyebar gosip kalau dia itu suka sesama jenis.
Kyuhyun membuka mulutnya, mulai mengeluarkan kata-kata “Aku… Memilih… Ehm….. Heechul hyung! Aku memilih Heechul hyung. Saranghae Heechul hyung ♥” katanya sambil membentuk heart sign dengan tangannya.
“MWOOOOO?” semuanya tambah melongo (ati-ati lalat masuk masss) “Kau? Kenapaaa?” kata Heechul. “Aku cinta kamu hyungg…” Kyuhyun mendekati Heechul, wajahnya hampir menempel. “AAAAAAAAAH JANGAN LAKUKAAAAAAAAN” Heechul sudah kelabakan bingung mau gimana lagi. (padahal biasanya Heechul doyan nyium + dicium ya? /digaplak petals)
Deg!!
“ASTAGHFIRULLOH, (sejak kapan Hankyung nyebut?) Mimpi apa aku? Apa aku kangen Super Junior?” Hankyung tidur lagi. Tapi baca doa dulu biar nggak mimpi buruk lagi
FIN~
Cheongmal Mianhae
Cheongmal Mianhae
Main Cast : SHINee (kec. Jonghyun, miaaaan lupa dimasukin^^)
cast lain silahkan dilihat di dalam cerita, karena semuanya nama rekaan.
Comment ya! This is may first ff in ffindo. Thanks for eonni2 yang udah ngeadd wp saya^^
Here the story goes…
**
Tae Min merasa tidak dianggap oleh Seul Jin. Dia merasa bersalah dan meminta maaf pada Seul Jin. “Seul Jin, mianhae…Maafkan aku. Mungkin aku bersalah padamu, tapi apa? Aku tak mengerti.” Seul Jin membalas perkataan Tae Min, “Ya! Seharusnya aku yang tanya. Mengapa kau berjalan dengan perempuan itu kemarin sore? Padahal kau sudah janji untuk nonton film bersamaku!” Tae Min terhenyak. “Itu? Itu hanya sahabat lamaku! Makanya aku datang ke mall, dan kebetulan bertemu dengannya! Awalnya aku mau cari kau, tapi kau tak kutemukan dimanapun.. jadi kebetulan aku bertemu dengannya dan aku ingin mengenalkan dia padanya, dan kau…” “Aish, sudahlah, penjelasanmu menjadi tak penting lagi sekarang. Aku bingung!” Pasalnya, perempuan yang Tae Min akui sebagai sahabatnya itu menggandeng tangan Tae Min dengan eratnya. “Mian, Seul Jinna…Aku..” “Diam! Aku hanya ingin sendiri! Sudahlah, aku ingin ke rumah saja!” Seul Jin meninggalakan taman dengan sedikit ragu dan meninggalkan Tae Min yang kebingungan dan depresi di tengah taman yang sunyi, di malam itu.
Ketika Seul Jin tiba di rumahnya, ia merasa hampa dan bersalah kepada Tae Min. “Kenapa aku harus seperti itu? Harusnya aku dengar dulu penjelasannya! Tae Min pasti marah padaku! Aish,pabbo ya!” kata Seul Jin pada dirinya sendiri. Ia menyesal dengan apa yang terjadi. “Ah, sudahlah Seul Jin, biar Tae Min dapat pelajaran. Nanti juga akan baikan sendiri.” Tiba-tiba, “Seul Jin! Keluarlah dari kamar. Omma dan Oppa akan memberikan sesuatu untukmu!” Seul Jin keluar dari kamarnya dan menuju ruang keluarga. “Waeyo, omma?” Omma Seul Jin, pun berkata, “Besok, omma dan oppa akan mengajakmu ke Pantai Haeundae. Bagaimana, mau?” jelas omma pada Seul Jin. Pantai Haeundae adalah tempat kesukaan Seul Jin untuk menghabiskan liburan akhir pekan. “Waah…ne omma! Cheongmal komawo!” Omma pun memberikan tiket kereta pada Seul Jin. “ Kau bisa pergi sendiri ‘kan, Seul Jin? Oppa dan omma tak bisa ikut karena kesibukan yang tak terduga. Huh, menyebalkan sekali. Kwenchanayo, Seul Jin?” Appa pun mengkhawatirkan Seul Jin. “Kwenchana, appa. Yakinlah aku akan baik-baik saja.” Namun, omma mengusulkan sesuatu. “Bagaimana kalau kau ajak saja Tae Min? Dia ‘kan pacarmu.” Seul Jin langsung berubah gugup. “Ah…tak usah omma. Aku bisa sendiri.” Omma dan appa pun heran dengan pernyataan Seul Jin.
Di rumah Tae Min…
“Seul Jin…” Tae Min menatap foto Seul Jin yang ia punya dengan tatapan rindu. “Cheongmal mianhae, Seul Jin…” Perlahan, mata jenaka Tae Min mengeruh dan meneteskan air mata pedih. Pedih sekali. Tetes-tetes air mata Tae Min mengucur deras ke pipinya, lalu jatuh di atas foto Seul Jin. Bahunya bergetar. “Maafkan aku…” Malam itu menjadi malam penyesalan bagi Tae Min. Rambutnya yang hitam berbentuk helm pun diacaknya. Namja yang sensitif namun polos berusia 17 tahun ini mengalami pengalaman pahit di liburan musim panasnya, yang semestinya berjalan bahagia.
Esok paginya…”Omma, oppa, aku berangkat dulu! Daah…” Seul Jin pamit kepada omma dan oppanya. “Dah, Seul Jin! Baik-baik jaga diri!” Seul Jin naik ke atas taksi yang telah menunggunya. Di tengah perjalanan.. “Aku beritahu Tae Min dulu tidak, ya? Aish, tidak! Nanti dia malah mengira aku terlalu baik padanya! Besok aku baru telepon…” Seul Jin meyakinkan dirinya itu tindakan yang benar – yang justru membawa Tae Min jauh lebih buruk –.
Di rumahnya, Tae Min baru bangun dan menghirup udara pagi. Matanya bengkak habis menangis semalam. “Uhh…pusing…” Tae Min beringsut bangun dari tempat tidurnya. Namun…”Akh!” GUBRAK! Tae Min terhuyung dan terjatuh ke lantai. Omma dan oppanya sedang berada di luar kota, yang ada hanya hyung-nya, Key. Key bergegas ke kamar adik satu-satunya itu. “Dongsaeng-ah! Waeyo?” teriak Key khawatir. Ia melihat Tae Min yang tergeletak di lantai dalam keadaan setengah sadar. “Ukh..hyung, aniyo… aku hanya merasa pusing sedikit…” Key khawatir dan bertanya lebih serius. “Jeongmal? Kenapa juga matamu bengkak?” Tae Min mengelak, “Aku hanya sedikit capek, hyung…aku…” “DONGSAENG-AH! KAU BERDARAH!!” teriak Key keras saat ia melihat hidung adiknya mengeluarkan darah. Tae Min berkata lirih, “Hyung, jangan bilang Seul, ahh..” Tae Min pingsan di kamarnya, tepat setelah Seul Jin keluar dari gerbang kompleks perumahan rumahnya.
***
Di Rumah Sakit Ittaewon…
“Mwo? Tae Min terkena kanker otak stadium 3?!” “Ne, Key ssi. Adikmu mengalami pusing hebatkah tadi pagi?” “Ye, dokter Minho…” “Hmm…bisa jadi ini sudah ada sejak dulu, hanya saja adikmu menganggap ini gejala sakit kepala biasa.” Key merenung. Memang biasanya Tae Mi n sering mengeluhkan kepalanya yang seringkali sakit. Namun, Tae Min selalu menganggapnya hanya sebuah sakit kepala biasa yang akan hilang. “Ye…dia sering bilang seperti itu padaku… Tae Min, kau…” “Dokter Minho?” Sebuah suara di luar menyambut. “Ah, masuklah.” “Ini, diagnosa otak Tae Min.” “Komawo, Chae Gyeong.” Key tersentak. Chae Gyeong? “Chae Gyeong?” panggil Key. Gadis yang bernama Chae Gyeong itu menoleh ke arah Key, dan kebih kaget lagi. “Ah, dokter, saya permisi.” Key mengikuti gadis mungil itu.
“Chae Gyeong! Chae Gyeong!” Suara memanggil itu memaksa Chae Gyeong, gadis asisten dokter itu untuk berhenti. “Kamu kemana saja..? Aku kangen padamu,” jelas Key sambil mendekati Chae Gyeong. Chae Gyeong mencoba menghentikannya, namun… “Sudahlah, Chae Gyeong, itu masa lalu. Lupakan semua…” Key memohon kepada Chae Gyeong. Chae Gyeong tak kuasa menahan tangisnya. “Aku tak bisa, Key. Aku harus mengingatnya. Lagipula… lagipula…” Key terhenyak. “Waeyo, Chae Gyeong? Kenapa kau tak bisa melupakan kejadian waktu itu? Itu sudah lama , dan kita bisa memulai bab baru hubungan kita dan melanjutkannya lebih serius!” Chae Gyeong terisak. “Aku…ah, mianhae. Aku…sudah menikah.” Key melepaskan pelukannya kepada Chae Gyeong. Mata Key mulai terasa panas. Ia tak bisa menerima ini. “Chae Gyeong-ah… kau.. kenapa?” “Sudahlah! Aku ingin pergi!” Chae Gyeong pergi meninggalkan Key yang terpaku di koridor rumah sakit dengan hati pilu. Maaf… batin Chae Gyeong. Aku tidak ditakdirkan denganmu…
Bau rumah sakit… “Hyung? Hyung… Aku dimana?” Tae Min kebingungan. Kepalanya terasa berat. Perawat di sampingnya berkata, “Hyung-mu, Key ssi, sedang berada di luar, menemui dokter. Tunggulah sebentar.” Tak lama kemudian, Key datang dengan wajah lunglai. “Hyung, waeyo?” Key tertunduk dan duduk di kursi dekat ranjang Tae Min. “Aku..bertemu dengan Chae Gyeong.” Tae Min berubah ceria. “Mwo? Chae Gyeong noona? Bukannya kau senang?” Key makin tertunduk. “Aniyo. Dia…sudah menikah.” Tae Min tak kalah terkejut. “Mwo? Me..menikah? Jeongmal?” “Ne, Tae Min-ah.” Tae Min turut bersedih. “Hyung, bukannya masalah itu sudah lama, ya?” tanya Tae Min polos. Key hanya bisa mengangguk. “Namun, dia bilang dia tak bisa melupakannya…” Tae Min tercenung. “Waeyo?” “Masalah itu, karena aku memegang tangan Hye Joon, ia tak bisa melupakannya. Hye Joon musuh beratnya saat kami masih SMA, saat hubungan kami berjalan begitu bahagia…” kenang Key. Tae Min langsung teringat sesuatu. “Seul Jin-ah..” Tae Min pun mencondongkan kepalanya ke arah jendela, melihat cercah sinar matahari yang masuk. Seul Jin, aku percaya kita tak akan seperti Key hyung Chae Gyeong noona . Kita akan terus bersama…selama kita saling mencintai.
***
Seul Jin telah sampai di Haeundae. “Huah…segarnya! Bau asin air laut…Aku merindukan kalian selama ini..” Tiba-tiba, kata-kata Tae Min terngiang-ngiang, “Aku suka sekali bau asin laut. Kapan-kapan, kau ajak aku ke Haeundae, ya.. Atau Jumunjin yang lebih dekat saja, boleh deh…” Sejenak Seul Jin terdiam. “Aish, sudahlah! Dia ‘kan bisa nanti lagi ke pantainya.. Aku nikmati dulu saja.”
Segala sesuatunya telah direncanakan. Sepucuk surat telah ditulis untuk hyung. Tae Min berniat kabur dari rumah sakit. Sekarang, Key hyung sedang ada urusan. Sekarang masih liburan musim panas. Seul Jin pasti masih di rumah… Ponselnya yang tergeletak di nakas diliriknya sedikit, ingin diambil, namun urung diambilnya. “Ah, ini akan menjadi kejutan bagi Seul Jin.”
Tae Min memakai jaket yang tadi pagi dipakainya saat tidur. Beringsut dari tempat tidurnya, ia berjalan keluar rumah sakit. Menuju rumah Seul Jin, yeoja chingunya. Chagiya… aku datang. Tae Min berjalan sembari menahan pusing. Setelah setengah jam penuh pengorbanan, Tae Min tiba di depan rumah Seul Jin.
Syukurlah, ini masih pagi…orangtua Seul Jin tak ada. Aku bisa berdua dengannya di rumah… batin Tae Min. Air mukanya berubah ceria meskipun wajahnya pucat pasi.
“Seul Jinnie… ini aku, Tae Min.” Tak ada yang menyahut. “Seul Jin, mianhe atas kejadian kemarin. Aku tak tahu harus berbuat apa, biarkan aku berbicara denganmu…” Tae Min memohon di depan pagar. Tetap tak ada yang menjawab. Namun, Tae Min tetap setia menunggu. Rintik air hujan membasahi bumi. Tae Min tetap berdiri, menunggu sosok Seul Jin yang diharapkannya.
Seseorang melintas di dalam rumah. Ah, Seul Jin! Dengan sigap namun sedikit tertatih, ia berdiri dari duduknya. “Nugu ya?” Tae Min terkejut. Bukan suara Seul Jin. Itu pembantunya, i pabbo nyosok! “Uh, ahjumma, Seul Jin ada?” “Oh… Seul Jin sedang pergi ke Haeundae, kau tidak diberitahu?” Tae Min tertunduk. “Aniyo, ahjumma.” Ahjumma pembantu Seul Jin pun menawarkan bantuan kepada Tae Min yang basah kuyup, namun Tae Min menolak.
“Tak usah…aku langsung pergi saja. Komawo…” Pembantu Seul Jin pun mengawasi kepergian Tae Min yang berjalan tertatih dari jendela rumah.
Saat di perjalanan, kepalanya mulai terasa tertusuk-tusuk. “Akh! Jinjja appayo…” Sebentar lagi rumah sakit, Tae Min…Bertahanlah! Tae Min terus menyemangati dirinya sendiri, sampai akhirnya… “Hyung, Seul Jin…uh.”
***
Riuh rendah suara pasien dan dokter yang bersahutan membuat Tae Min tersadar. Tak tahunya ia sudah berada di kasur beroda yang didorong oleh dokter Minho, Chae Gyeong noona, dan Key hyung. “Bertahanlah, Tae Min… bertahanlah!” ujar Key hyung setengah menangis. Tae Min menjawab lirih, “Hyung… jangan tinggalkan aku…” pinta Tae Min sambil memegang tangan Key. Key membalas tatapan sendu Tae Min dan berkata, “Kau juga jangan tinggalkan aku. Ini sebuah janji… “
***
Seul Jin sedang menikmati waktunya di penginapan dekat pantai Haeundae, ketika sebuah telepon masuk ke telepon genggamnya. “Umm…rumah? Kenapa ya? Apakah umma dan oppa sudah pulang lebih dulu?” Seul Jin mengangkat telepon itu. “Yoboseyo?” Seorang ahjumma dengan suara khawatir terdengar di seberang sana. “Seul Jin ssi… ini Hwa Jun.” “Ne, Hwa Jun ajumma. Ada apa?” pelayan Seul Jin itu bercerita kepada Seul Jin bahwa seorang namja baru saja mendatangi rumah dan menunggu Seul Jin dengan muka pucat. Seul Jin merasa aneh. “Lalu, siapa namja itu?” “Aku juga tak tahu, Seul Jin ssi. Namun aku merasa sering melihat rupanya di rumahmu. Nah, aku lanjutkan kembali. Setelah itu, aku khawatir dengan keadaanya dan aku memutuskan untuk mengikutinya. Dengan taksi, karena rute yang pemuda itu tempuh ternyata cukup jauh. Saat di Pasar Ittaewon, pemuda itu terhuyung dan pingsan di jalanan. Aku bawa dia ke Rumah Sakit Ittaewon dengan taksi yang kutumpangi,” jelas Hwa Jun. Air muka Seul Jin seketika berubah. “Apakah… dia yang sering mengajakku keluar sabtu siang?” “Hmm…kurasa iya.” “Rambutnya hitam, model helm?” “Ne.” Hati Seul Jin mencelos. Neorago…Tae Min!
***
Malam menyapa Korea Selatan. Tae Min sedang beristirahat di ruang ICU sekarang. Key terduduk lemas di ruang tunggu. Melihat Key, Dokter Minho pun ikut duduk di sebelah Key. “Boleh aku ikut duduk?” Key mengangguk. “Adikmu itu orang yang setia.” Key terheran. “Mwo?” “Dia sudah menceritakan segalanya padaku.” Key makin bingung. “Tentang apa?” “Ia menerangkan perasaan hatinya sekarang kepada Seul Jin, yoja chingunya dan kemarahan Seul Jin kepada Tae Min karena masalah kecil. Karena Tae Min adalah orang yang sensitive, apapun itu pasti akan masuk dan tertanam di hatinya. Namun, Tae Min mengatakan bahwa sampai sekarang Tae Min selalu mencintai Seul Jin apapun keadaanya. Karena tujuan itulah Tae Min kabur dan mencari Seul Jin ke rumahnya, namun ternyata Seul Jin, yoja chingunya itu, tak ada di rumah. Lucunya, ia polos sekali saat mengatakan hal itu.”
Key tercenung. Dokter Minho kembali mengatakan satu hal. “Chae Gyeong. Kau kenal dia, ‘kan?” Sejenak Key terhenyak dan memaklumi, “Itu bisa kau lihat dari ekspresi dan reaksiku kemarin.” “Aniyo, maksudku lebih dari sekedar kenal. Kau tahu?” Sejenak suasana hening. “Ne. Aku lebih dari sekedar kenal dengannya.” “Memori masa lalu?” “Ya. Perasaan Tae Min seperti perasaanku pada Chae Gyeong dulu. Nyaris sama. Hanya saja dongsaeng lebih nahas ketimbang aku.” Diam kembali untuk sejenak. “Apa kau terima bila orang yang telah menikahi Chae Gyeong sekarang duduk di dekatmu?”
***
Seul Jin panik setengah mati. Ia bertanya kepada supir mobil travel yang disewakan oppa khusus untuknya. “Ajussi, ini sudah dimana?” “Di Pasar Ittaewon.” Baguslah… dekat dengan Rumah Sakit Ittaewon. Tae Min… bertahanlah… Yeongweoni neol saranghae.
***
Key dan Dokter Minho tersentak. “Aku, Jin Ki, adalah suami dari Chae Gyeong. Ia memintaku untuk menjelaskan semua padamu.” Dokter Minho tersadar akan sesuatu. Sesuatu dari masa kanak-kanak yang ia rindukan. “Jin Ki… Lee Jin Ki? Sepupu?” Namja bernama Jin Ki itu juga ikut terkejut. “Min…Minho, Choi Min Ho?” Mereka berdua mendekat dan memeluk satu sama lain dengan haru. “Sudah berapa tahun kita tak bertemu.” Key bengong. “Jadi… kau… tapi kenapa? Bukankah seharusnya kalian hidup beriringan?” “Itulah yang ingin aku jelaskan. Aku kawin lari dengan Chae Gyeong, karena kami tak mendapatkan restu.”
“Tapi…kenapa Chae Gyeong lebih memilihmu daripada aku?” “Tak tahulah… Mungkin ia merasa lebih nyaman denganku. Ia merasa bahwa hatinya terpaut denganku. Jadi ia memutuskan kabur bersamaku dan aku terpaksa meninggalkan Minho tanpa pesan agar orangtuaku dan Chae Gyeong tak dapat mencariku.” Key tercenung. Chae Gyeong, jadi itu maksudmu.
***
Tae Min tersadar. Ia mencari Key hyung. Mungkin untuk yang terakhir kali. “Hyung… hyung… kau dimana?” Asisten dokter yang kebetulan lewat di depan kasur Tae Min berhenti sejenak dan berkata, “Tunggu sebentar.” Asisten dokter tersebut keluar dan menemui Key. “Eh, sebentar. Noona… Chae Gyeong noona?” Asisten dokter tersebut menoleh dan tersenyum. “Ne. Kita bisa bicara nanti, atau hyungmu bisa menjelaskannya padamu. Tenang dan istirahatlah.” Tae Min terkejut, namun karena anjuran itu ia mau tak mau harus istirahat. “Ne.”
“Key, masuklah. Tae Min ingin menemuimu.” Key berjalan ke dalam ruang ICU. Saat Key berada di dekat telinga asisten dokter itu, ia berbisik, “Di samping Tae Min, aku ingin bertemu denganmu. Sangat.” Chae Gyeong, sang asisten dokter, terhenyak dan berhenti sejenak, setelah mendengar bisikan Key dan melihat seseorang – suaminya, Jin Ki.
Seul Jin masuk dan bergegas ke meja informasi. “Dimana pasien bernama Tae Min?” “Hmm…ada banyak Tae Min disini, ada Choi Tae Min, ada Lee Tae Min, ada…” “Lee Tae Min! Eoseo!” “Ah, baiklah… Lee Tae Min, di ruangan ICU sekarang. Silahkan menunggu di…” “Komawo! Permisi!” jawab Seul Jin cepat. Perawat di meja informasi hanya bisa memaklumi dan kembali bekerja.
Di lorong rumah sakit, dekat ICU, jantung Seul Jin berderap kencang. Saat terlihat olehnya ruangan berpintu ganda bertuliskan “ICU”, hatinya dirayapi rasa hangat karena lega. Namun, sesuatu yang aneh menyelinap di dalam hatinya. Tae Min, maafkan aku… cheongmal mianhae. Karena aku kau jadi begini…
Tae Min sudah terbangun dari istirahatnya. “Hyung… Seul Jin dimana? Seul Jin tak ada… Aku ingin Seul Jin…” Key menjawab dengan sabar pertanyaan adiknya itu, meski I tak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada yeoja chingu adiknya itu. “Seul Jin baik-baik saja… Dia tak apa… Mengapa kau begitu mencemaskannya?” Tae Min menengadah dan berkata, “Aku… aku tak baik untuknya. Jika aku memang bukan untuknya, aku minta kau menjaganya dan menyayanginya setulus hatimu.” Key terperangah. “Mwora guyo? Tae Min, aku… aku tak bisa! Kau pun tak bisa meninggalkannya!” Tae Min menggeleng pelan. “Aku yakin, kau bisa. Harus.” Dokter Minho yang berada di samping Key melihat kondisi Tae Min dan memutuskan memindahkan Tae Min ke ruangan rawat inap. “Ayo, kondisinya membaik. Dia sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat inap.”
Ruang ICU terbuka. Seul Jin melihat seseorang didorong keluar. Ia dibawa oleh tiga orang namja – hanya seorang diantara mereka yang ia kenal – .Mukanya yang polos dan rambutnya yang hitam berbentuk helm mengingatkannya pada seseorang. Tae…Tae Min? Ia tergerak untuk mengikuti kasur yang didorong oleh 3 orang namja tersebut. Tiba-tiba… “Nugu ya? Kaukah Seul Jin?” Seorang yeoja mungil menyapanya. “Ne… Aku Seul Jin. Lalu, kau siapa? Dari mana kau tahu namaku?” “Kita bisa bicarakan itu nanti. Kau lihat mereka?” tunjuk yeoja itu kea rah tiga namja tadi. “Cepat ikuti mereka. Aku yakin itu yang kau cari.” “Umm…kamsahamnida, unni.” Seul Jin menambah kecepatan berjalannya. “Tunggu, aku ikut juga.” “Unni? Apakah unni… seorang suster?” “Ah, aniyo. Aku seorang asisten dokter. Namaku Chae Gyeong. Senang berkenalan denganmu,” balas yeoja tadi dengan senyum ramahnya. Seul Jin balas tersenyum dengan kaku dan berjalan beriringan dengan Chae Gyeong.
Ruang rawat inap terbuka. Bau obat-obatan tercium dimana-mana. Seul Jin perlahan masuk ke dalam ruangan itu. Berharap ada seseorang yang ia cari, bersamaan dengan Chae Gyeong. Ada pemandangan yang membuatnya tertohok di pojok ruangan itu. Seorang namja tergeletak lemah di atas kasur rawatnya. Namja yang selama ini sakit karenanya. Karena Seul Jin yang tak mampu menerka perasaan yang namja itu rasa. Tak mampu mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada namja itu. Tae Min.
Air mata Seul Jin perlahan menetes. Ia merasa pipinya memerah. “Tae…Tae Min?” panggil Seul Jin sembari mendekati kasur yang ditiduri Tae Min. Tiba-tiba, tangan Tae Min bergerak pelan. Kepalanya menoleh ke arah Seul Jin. Kata-kata lirih meluncur dari mulutnya. “Seul…Seul Jin… Kau datang juga.. Ss..Seul Jin…Maaf..” Air mata Seul Jin meluncur semakin deras. “Tae Min…Sudahlah, aku yang salah, ini perkara sepele… Aku, aku terlalu egois. Aku sudah membuatmu hancur. Aku..” “Sudahlah, Seul Jin. Tae Min butuh istirahat,” Key menengahi. Tak lama kemudian, Key mendekati Seul Jin dan berkata, “Hibur dia. Ini karena kau meninggalkannya dengan cara yang salah. Ini caramu menebus apa yang kau perbuat.” Bisikan dalam Key membuat Seul Jin semakin terpuruk dalam rasa bersalah. “Oppa, aku…” “Tak apa. Aku masih bisa mengerti.” Seul Jin ingin bertanya pada Key. Namun, Chae Gyeong menarik Key keluar. Setelah itu, Seul Jin tak mempedulikannya. Pandangannya tertuju pada Tae Min.
Ia mendekati ranjang Tae Min dan duduk tepat di sebelah ranjangnya, sesaat dokter yang merawat Tae Min mempersilahkannya duduk.
“Oppa…mianhae… Sudah, tak usah merasa bersalah lagi. Aku sudah di sini,” hibur Seul Jin. Tae Min mendekap tangan Seul Jin yang bergetar. “Umm…hangat ‘kan? Kau juga, jangan bergetar lagi, nanti aku makin khawatir. Mau aku tambah sakit karena ini?” kata Tae Min sambil menggenggam tangan Seul Jin dan menaruhnya di dadanya. Senyum manis memulas wajahnya meski suaranya telah serak karena sakitnya. “Oppa, chebal, bertahanlah…” “Asal kau disini dan waktuku masih ada, aku akan selalu disini.” Namun… “Argh!” Tae Min mengerang kesakitan. Ia menggeliat menahan sakit yang menjalar di kepalanya. Inikah waktuku? Batinnya. Seul Jin panik. “Tae Min? TAE MIN OPPA!! BERTAHANLAH!! DOKTER!! KEY OPPAA!”
Tae Min terbangun lagi. Di ruang ICU. “Uhh… sakiit…” keluhnya. Dokter Minho menenangkannya. “Tenanglah. Sebentar lagi kau akan menjalani operasi besar. Pakai penutup mulut ini dulu,” perintah dokter Minho. Tae Min segera memakainya, dibantu oleh Chae Gyeong noona. Sebuah bisikan kecil terdengar di telinganya. “Hyung mengharapkanmu. Seul Jin juga.” Kata-kata ini seperti memberatkannya, entah mengapa. Alat bius telah dinyalakan. Dokter Minho menyarankan Tae Min menghitung mundur dari sepuluh dalam hati. Perlahan, matanya menutup. Operasi dimulai.
***
Alat pemeriksa detak jantung menunjukkan grafik yang semakin lama semakin mendatar. Chae Gyeong mulai gugup. Begitu pula dokter Minho. Usaha-usaha yang dilakukan seakan percuma. Perlahan, grafik mulai naik-turun tidak stabil, semakin turun, dan berubah menjadi garis lurus dengan bunyi yang memilukan. “Jam kematian, 23:09.” Chae Gyeong mencatatnya sambil menahan tangis. Melihat wajah Tae Min sedikit saja membuatnya merasa amat berduka. Tiba-tiba, sesuatu terlihat di balik kantong kecil di baju Tae Min. “Dokter, sebentar. Aku melihat sesuatu.” Chae Gyeong mengambilnya. Gulungan kertas, pasti surat. Ia membuka gulungan kertas itu dan membukanya perlahan. Di bagian muka sudah jelas terlihat, walau tulisannya agak berantakan karena tentunya kondisi Tae Min yang membuatnya tak mampu menulis rapih, untuk Seul Jin. Chae Gyeong izin untuk keluar lebih dulu dari suster-suster yang lain dan dokter Minho. “Serahkan dan sampaikan. Dengan cepat, namun jaga perasaan mereka,” jelas dokter Minho.
Chae Gyeong berjalan menahan tangis ke arah Key, Jin Ki dan Seul Jin. Chae Gyeong menarik napas sejenak dan berkata, “Dengan berat hati, aku sampaikan ini pada kalian. Tae Min…meninggalkan kita semua.” Seul Jin sesak. Rasanya tak ada udara yang bisa masuk. Ini tak mungkin…ini tak mungkin.. “TAK MUNGKIIN!! TAE MIIN…!!” Seul Jin berteriak histeris dan jatuh terduduk di koridor rumah sakit. Key dan Jin Ki dengan sigap membantu Seul Jin berdiri dan duduk kembali di tempat duduk semula. “Andwae… Tae Min…cheongmal mianhae…chebal…” ucap Seul Jin tergugu. Key pun tak kuasa menahan tangis. Jin Ki dan Chae Gyeong berpegangan tangan sambil menundukkan kepala. Key hanya bisa diam dan mencoba melupakannya. “Seul Jin… Tae Min memberikan ini padamu. Agaknya dia sudah mempunyai firasat akan hal ini. Dia menulis sepucuk surat kecil untukmu. Kelihatannya ini sudah disimpan agak lama.” Seul Jin mengambilnya dengan tangan yang bergetar hebat.
Tak lama kemudian, dokter Minho dan beberapa susternya keluar dan mendorong keluar sebuah kasur. Di atasnya tergeletak seseorang berlapiskan kain putih di atasnya. Seul Jin berlari setengah tertatih ke arah kasur itu. Disibakkannya kain putih itu perlahan. Terlihat sebuah wajah yang damai di sana. Rambut hitam yang sedikit demi sedikit rontok masih menghiasi kepalanya yang kini berubah pucat. Senyum manis masih terpulas di wajahnya.
Air mata Seul Jin jatuh membasahi wajah Tae Min yang kini pucat pasi. “Tae…Tae Min… cheongmal mianhae…” Seul Jin menangis di atas tubuh Tae Min yang kaku, lalu memeluknya penuh kasih. Kini, semua hampa. Tak ada lagi candamu… Tak ada lagi senyummu… Bagaimana aku bisa hidup tanpamu…?
Dokter Minho mencoba menenangkan Seul Jin. “Kami akan menaruhnya di kamar mayat sementara waktu sebelum orangtuanya mengetahui hal ini. Tunggu saja dulu di ruang tunggu… Kami pun turut berduka cita yang sedalam-dalamnya. Permisi.” Seul Jin menelan ludah. Melihat wajah Tae Min yang perlahan berlalu dengan hati pedih. Tanpamu,hati ini pedih, oppa…Ini semua pedih sekali…
Sesaat kemudian, ia tersadar akan sesuatu. Suratnya! Ia membuka gulungan tersebut perlahan. Lalu, surat itu basah oleh air mata.
Untuk : Seul Jin
Seul Jin…
Maafkan aku yang selama ini selalu salah padamu…
Maafkan aku yang selama ini selalu menjadi masalah untukmu…
Aku hanya mencoba untuk membuatmu senang.
Aku hanya mencoba untuk membuatmu merasa lebih baik…
Yang pasti, aku akan selalu sayang kepadamu. Aku selalu cinta padamu.
Cheongmal Mianhae, Seul Jin…
Yeongweoni neon saranghae.
(Lee Tae Min)
***
Pemakaman berlangsung khidmat. Seul Jin berlutut di samping makam Tae Min, sesaat setelah lepas upacara pemakaman. Ada seseorang yang memeluknya dari belakang. Bukan omma atau oppa, tapi Key hyung. “Hyung?” ucap Seul Jin terisak. “Ne. Ini demi Tae Min.” “Tae Min?” “Ne.” “Waeyo?” Air mata Key mulai bercucuran. “Ia bilang padaku, kalau ia adalah namja yang tak baik untukmu, dan ia mengatakan bahwa… aku harus memilikimu.” Seul Jin terhenyak. “Tapi, hyung…” “Sejujurnya…sejujurnya… aku memang suka padamu.” Key menarik Seul Jin berdiri di sisi makam Tae Min. “Seul Jin…sarangheyo.” Seul Jin bingung. “Tapi, aku… aku…” “Sudahlah. Aku tahu usia kita berbeda jauh. Namun, itu tak menghalangi cinta seseorang, ‘kan? Lagipula, ini demi Tae Min. Dan cintaku yang hilang. Kita mulai lembaran cinta yang baru.” “Ne, hyung. Ini semua… untuk Tae Min. Sebagai balasan permintaan maafnya untukku, aku akan melakukan apa yang ia mau. Akulah yang jahat padanya.” Seul Jin kembali bercucuran air mata. Sesaat kemudian, suara Key yang dalam memecah kesunyian pemakaman. “Aku tahu, Tae Min pasti bahagia melihat kita bersatu. Di dekat tempat istirahatnya yang terakhir.”
|Cheongmal Mianhae| {FINE}
[Drabble] The Secret
(Drabble) The Secret
Author : Inthahindah
Length : Drabble (series)
Genre : Life (?), AU
Cast :
-
Jung Jin Young B1A4
-
Hyun Aei (OC)
***
Dostları ilə paylaş: |