Dr. Achmad Tolla, M. Pd.
A. Pendahuluan
Kompetensi, menurut Hall dan Jones (1979:29) adalah pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur (dalam Depdiknas, 2002:1). Kemampuan demikian diharapkan dimiliki oleh lulusan lembaga pendidikan kita agar mereka dapat bersaing dalam memperoleh kesempatan berpartisipasi dalam pembangaunan, baik secara individu maupuan secara berkelompok. Akan tetapi, kemampuan itu tidak mudah diraih tanpa penanganan yang lebih serius dalam bidang manajemen pendidikan dan implikasinya di dalam proses belajar-mengajar.
Pada hakikatnya, implikasi pengajaran bahasa berbasis kompetensi adalah pengembangan silabus dan sistem pengujian berbasis kompetensi dasar. Kompetensi dasar adalah hasil penjabaran dari standar kompetensi, yaitu kemampuan minimal yang harus dimiliki oleh pembelajar dalam mempelajari bidang ilmu yang kelak menjadi keahliannya. Dalam bidang pengajaran bahasa Indonesia, kemampuan minimal dapat dipahami sebagai kompetensi kebahasaan dan keterampilan berbahasa Indonesia yang diharapkan dimiliki oleh setiap lulusan program pendidikan bahasa Indonesia atau jurusan linguistik dan /atau kesastraan Indonesia
Pedoman umum pengembangan silabus pengajaran bahasa Indonesia berisi penjelasan secara umum tentang prosedur dan cara mengembangkan kompetensi kebahasan dan keterampilan berbahasa di dalam materi pembelajaran, langkah-langkah untuk menentukan pengalaman belajar pembelajar, alokasi waktu sesuai dengan bobot kredit matakuliah, sumber bahan, dan sumber pustaka yang digunakan, baik sebagai buku pegangan maupun sebagai sumber pengayaan. Pedoman umum itu perlu dilengkapi dengan pedoman khusus yang menjelaskan lebih rinci tentang prosedur dan cara mengembangkan kompetensi dan keterampilan berbahasa menjadi materi pembelajaran dan uraian urutan penyajiannya, langkah-langkah penentuan pengalaman belajar, alokasi waktu, dan sumber bahan yang digunakan. Di tingkat sekolah menengah atas ada delapan bidang studi yang dibuatkan pedoman khusus, yaitu: Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ilmu Sosial Terpadu, dan Pendidikan Kesenian.
Karena bidang studi Bahasa Indonesia di SMA termasuk mata pelajaran yang diujikan secara nasional, maka calon-calon Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia dan/atau Sarjana Sastra (Bahasa Indonesia) harus dipersiapkan dengan membekali mereka pengetahuan tentang kompetensi dasar Bahasa Indonesia yang menjadi target pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Kompetensi dasar yang dikembangkan dalam sistem pendidikan nasional sekarang ini, sesungguhnya berada dalam bingkai kompetensi versi Bloom (1956). Bloom membagi kompetensi itu ke dalam tiga aspek yang masing-masing memiliki tingkat yang berbeda sebagai berikut:
-
kompetensi kognitif, dengan subkompetensi: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi;
-
kompetensi afektif, dengan subkompetensi: pemberian respon, penilaian, apresiasi, dan internalisasi;
-
kompetensi psikomotorik, dengan subkompetensi: keterampilan gerak awal, semi rutin, dan rutin.
Dalam pengajaran bahasa, orang sering menggunakan paradigma Bloom itu menjadi pedoman dalam menyusun materi pembelajaran bahasa dan sastra, termasuk alat penilaiannya. Kompetensi kognitif dijadiakan acuan dalam menyusun materi pembelajaran komponen kebahasaan dan kesastraan dengan berorientasi pengetahuan. Kompetensi afektif dijadikan dasar dalam menyusun materi pembelajaran yang berorientasi sikap bahasa dan sastra. Pengajaran bahasa menempatkan kompetensi afektif pada semua aspek keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis), tetapi yang utama adalah aspek menyimak dan berbicara karena kedua aspek ini dimiliki oleh semua umat manusia, melek huruf atau tidak melek huruf.
Pengajaran sastra, selain teori dan sejarah, berada di dalam lingkup kompetensi afektif. Untuk kompetensi psikomotor berada pada tataran keterampilan berbahasa dan aplikasi apresiasi sastra.
B. Pengembangan Silabus
1. Pengertian Silabus
Istilah silabus dapat didefinisikan sebagai “Garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran” (Depdiknas, 2004). Istilah silabus digunakan untuk menyebut suatu produk pengembangan kurikulum dalam bentuk penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai dalam suatu program pendidikan. Penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ini selanjutnya akan terurai dalam bentuk pokok-pokok bahasan dan urain materi yang akan dipalejarai pembelajar untuk mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar itu.
Dalam pedoman umum mekanisme prosedur pengembangan silabus Bidang Studi Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA dan sekolah yang sederajat (2004) dikemukakan bahwa silabus adalah garis besar, ringkasan, ikhtisar, pokok-pokok isi materi pelajaran. Dalam kedudukannya sebagai garis besar materi pelajaran, maka silabus merupakan hasil kegiatan pengembangan desain pembelajaran yang
bermanfaat bagi pengembangan pembelajaran labih lanjut mengenai rencana pembelajaran (RP), pengelolaan kegiatan belajar-mengajar (PKBM), dan pengembangan sistem pengujian.
Secara lebih eksplisit dapat dikatakan bahwa penyusunan silabus merupakan bentuk konkret pengembangan kurikulum yang senantiasa berorientasi kepada kebutuhan pembelajaran, dalam arti apa yang akan dipelajari pembelajar dan apa target yang diinginkan untuk dicapai oleh mereka. Bentuk penjabaran kurikulum seperti ini lazim disebut desain instruksional. Kegiatan paling awal dari penyusunan desain intruksional adalah analisis pengetahuan awal calon pembelajar. Pengetahuan awal dapat disetarakan dengan standar kompetensi awal yang dikenal dalam studi pendidikan berbasis kompetensi. Wujud dari pengemabangan kurikulum itu dikenal degan nama silabus yang juga disebut Pola Dasar Kegiatan Belajar-Mengajar (PDKBM) atau Garis-Garis Besar Isi Program Pembelajaran (GBIPP).
2. Prinsip-prinsip Pengembangan Silabus
Berikut adalah prinsip yang m,endasari pengembangan silabus.
-
Ilmiah, agar silabus yang dihasilkan valid.
-
Memperhatikan kemjuan dan kebutuhan mahasiswa dari segi: ruang lingkup, kedalaman, tingkat kesulitan, dan urutan penyajian.
-
Sistematis, setiap materi senantiasa berkaitan, yaitu ada prinsip keberlanjutan secara progresif agar tidak terjadi pengulangan materi pada jenjang yang berbeda.
-
Relevansi, materi senantiasa memeprtimbangkan keterkaitan antara pengetahuan dengan dan penerapan pengetahuan itu ke dalam kehidupan mahasiswa sehari-hari.
-
Konsistensi, ada konsistensi antara kompetensi dasar, materi pembelajaran, dan pengalaman belajar.
-
Kecukupan, cakupan materi memadai untuk mendukung tercapainya standar kompetensi (Depdiknas, 2004).
3. Langkah-langkah Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian
Pengembangan silabus dan sistem penilaian berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi sebagai berikut.
-
Merumuskan Standar Kompetensi
Standar kompetensi adalah kebulatan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai pembelajar setelah mengikuti suatu proses belajar-mengajar. Standar kompetensi ini, secara garis besar dibedakan menjadi standar isi (content standard) dan standar penampilan (performance stanrd). Standar kompetensi dalam konteks operasional dapat diartikan sebagai:
-
pernyataan tujuan yang menjelaskan apa yang harus dicapai pembelajar;
-
kemampuan melakukan sesuatu dan spesifikasi skor atau peringkat dalam pencapaian kompetensi.
-
Merumuskan Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar pada hakikatnya adalah:
1) penjabaran dari standar kompetensi;
2) pengetahuan, keterampilan, dan sikap minimal yang harus
dikuasai dan dapat didemonstrasikan oleh pembelajar;
-
kompetensi dasar yang digunakan sebagai acuan atau dasar untuk menentukan materi pembelajaran;
-
untuk keperluan penilaian, kompetensi dasar dikembangkan menjadi sejumlah indikator untuk menentukan jenis dan bentuk instrumen penilaian.
-
Menentukan Indikator Pencapaian Kegiatan Belajar-Mengajar
Indikator pencapaian kegiatan belajar-mengajar adalah keterampilan yang diharapkan dimiliki oleh siswa setelah mengikuti proses belajar-mengjar. Indikator pencapaian dapat diukur dengan menggunakan sejumlah pertanyaan sejauh mana menguasaan siswa terhadap materi pembelajaran.
-
Menentukan Materi Pembelajaran
Ada sejumlah prinsip yang menjadi dasar peretimbangan dalam memilih materi pembelajaran.
-
Materi adalah pokok-pokok bahasan yang harus dipelajari pembelajar
sebagai sarana pencapaian kompotensi dasar yang akan dinilai dengan
menggunakan alat penilaian yang disusun berdasarkan indikator
pencapaian belajar.
-
Urutan materi pembelajaran bersifat prosedural, hierarkis, dan terpadu.
-
Klasifikasi materi meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan (psikomotorik).
-
Jenis materi dapat berupa fakta, konsep, prinsip, dan prosedur.
-
Jika kompetensi dasar dirumuskan dengan kata kerja, maka materi pembelajaran dirumuskan dengan kata benda atau kata kerja yang dibendakan.
Hal pokok yang perlu diperhatikan dalam merumuskan materi adalah:
-
jenis materi
-
keluasan cakupan/ ruang lingkup materi
-
kedalaman materi
-
Menentukan Pengalaman Belajar Siswa
Pengalaman belajar diperoleh secra bervariasi dari penginderaan dan tindakan sebagai berikut:
1) 10% dari apa yang didengar;
2) 20% dari apa yang dibaca;
3) 30% dari apa yang dilihat;
4) 50% dari apa yang dilihat dan didengar;
5) 70% dari apa yang dikatakan dan dilakukan;
6) 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan.
Pengembangan pengalaman belajar dapat dilakukan dengan strategi berikut.
a. Pengembangan pemngalaman belajar ranah kompetensi kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
-
Kompetensi kognitif terjadi secara berjenjang dengan aktivitas: menghafal, memahami, menmgaplikasikan, menganalisis, menyimpuldan menilai.
-
Kompetensi afektif meliputi: pemberian respon, apresiasi, penilaian, dan internalisasi.
-
Kompetensi psikomotorik meliputi: gerakan awal, semi rutin, dan rutin melalui gerakan latihan intensif dalam tindak simulasi, menirukan, danmenghafal.
b. Pengembangan kecakapan hidup (life skill)
a) Jenis kecakapan hidup adalah kecakapan diri yang terdiri atas
kesadaran diri (self awarness) dan kecakapan berpikir
(thingking skill).
b) Strategi pembelajaran kecakapan hidup meliputi:
pembelajaran berbasis luas (menyangkut kebutuhan hidup)
dan pembelajaran terpadu.
c. Pengalaman belajar
-
Pengalaman belajar menunjukkan aktivitas belajar yang dilakukan pembelajar untuk mencapai penguasaan standar kompetensi dan kemampuan dasar mengenai materi pembelajaran.
-
Pengalaman belajar dapat dipilih sesuai dengan kompetensi pembelajar.
-
Tempat, di dalam kelas atau di luar kelas.
-
Pendekatan:
-
Mengajar-Belajar (teaching-learning)
-
Menumbuhkan rasa diri tidak tahu mau menjadi tahu
-
Guru sebagai fasilitator dan pelati
-
Bentuk kata kerja yang digunakan sebagai kata kerja operasional antara lain:
- mengidentifikasi - menentukan algoritma - menkaji
- mengamati - mengoperasikan - mengkonstruksi
- mendemonstrasikan - membuktikan rumus - menemukan
- mempraktekkan - meragakan - meneliti
- menyimulasikan - mengaplikasikan - mengaplikasikan
- menganalisis - membandingkan - menelaah
-
Menentukan Alokasi Waktu
-
Alokasi waktu pembelajaran suatu kompetensi dasar tertentu diperhitungkan berdasarkan analisis dan/atau pengalaman penggunaan jam pembelajaran untuk mencapai suatu kompetensi dasar di kelas.
-
Kriteri penentuan alokasi waktu yang perlu dipertimbangkan adalah:
-
kedalaman
-
kompleksitas
-
frekuensi penggunaan
-
banyaknya materi
-
pentingnya materi
-
Menentukan Sumber Bahan/Alat
Hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan sumber belajar/ alat aebagai berikut:
-
menggunakan bahan rujukan yang relevan dan signifikan sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan;
-
sumber utama: buku teks dan kurikulum, jurnal, hasil penelitian, terbitan berkala, dokumen negara, dan sebagainya;
-
sumber lainnya: referensi/literatur, pakar, buku penunjang.
Agar pemilihan sumber bahan/alat dilakukan dengan tepat, guru hendaknya
melakukan hal berikuit.
-
Pengadaan dan pemanfaatan sumber belajar dilakukan dengan:
a. mengidentifikasi kebutuhan sumber dan sarana belajar ;
b. menginventarisasi sumber dan alat pendukungnya (di dalam dan di luar
sekolah);
c. menyesuaikan antara kebutuhan sumber dan sarana belajar yang tersedia
(guru dapat melakukan modifikasi seperlunya).
-
Pemanfaatan sumber dan sarana belajar dengan melakukan kegiatan:
a. mengidentifikasi kebutuhan (kebutuhan pembelajar dan guru);
b. mengidentifikasi potensi yang tersedia;
c. mengelompokkan sumber belajar dalam kelompok:
- lingkungan alam sekitar
- perpustakaan
- media cetak
- narasumber
- karyawisata
- media elektronik
- komputer
d. menganalisis relevansi antara ketersediaan sumber belajar dan kebutuhan;
e. menentukan dan memanfaatkan sumber belajar yang tersedia.
-
Menentukan Sistem Pengujian.
Dikatakan sistem pengujian karena komponen ini mencakupi menetapan (1) jenis kompetensi yang akan dinilai, (2) bentuk instrumen penilaian, dan (3) jumlah butir soal yang diperlukan untuk menguji setiap kompetensi.
1) Jenis kompetensi yang dinilai
(1) Kompetensi kognitif terjadi secara berjenjang yang meliputi:
menghafal, memahami, menmgaplikasikan, menganalisis,
menyimpulkan, dan menilai.
(2) Kompetensi afektif meliputi: pemberian respon, apresiasi, penilaian,
dan internalisasi.
(3) Kompetensi psikomotorik meliputi: gerakan awal, gerakan semi rutin,
dan gerakan rutin melalui gerakan latihan intensif dalam tindak
simulasi, menirukan, menghafal, dan semua performansi verbal
lainnya.
-
Bentuk instrumen penilaian
Bentuk instrumen yang lazim digunakan dalam sistem penilaian adalah soal-soal. Secara umum, bentuk soal terdiri atas (1) soal uraian (soal esai), dan (2) soal pilihan ganda. Selain itu, dalam pengajaran bahasa dikenal bentuk-bentuk soal khusus, yaitu: soal cloze, soal integratif, soal doskrit, soal pragmatik/soal komunikatif, soal terjemahan, dan soal dikte. Bentuk-bentuk soal yang dikemukakan terakhir ini tidak terdapat pada bidang studi lain.
C. Jenis Silabus
Apa yang telah, sedang, dan akan diajarkan, baik direncanakan dengan baik maupun tanpa perencanaan pada hakikatnya adalah silabus. Sebuah silabus paling tidak terdiri atas tujuh komponen, yaitu:
1. daftar lengkap mengenai unsur (a) kata/istilah, struktur, topik, dan (b) proses
penyelenggaraan pengajaran bertupa metode dan tugas-tugas (strategi);
2. urutan bahan yang akan diajarkan (secara klimak atau menurut kebutuhan);
3. memuat tujuan pengajaran yang eksplisit;
4. merupakan pedoman umum penyelenggaran pengajaran;
5. memuat jadual kegiatan belajar-mengajar;
6. menyatakan acuan pendekatan, metode, dan teknik yang digunakan;
7. merekomendasikan materi yang relevan.
Dalam pengajaran bahasa asing atau bahasa kedua, dikenal sepuluh macam silabus. Setiap macam silabus itu didasarkan pada ciri materi pengajaran yang akan diberikan. Namun, dalam proses belajar-mengajar, tidak mustahil ada hal yang perlu dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan pembelajar. Kesepuluh macam silabus itu direkomendasikan oleh Ur (1996) yang dikemukakan kembali berikut ini.
1) Silabus Tata Bahasa
Silabus jenis ini menempatkan komponen tata bahasa sebagai inti pengajaran bahasa. Para perancang silabus ini berasumsi bahwa dalam pengajaran bahasa asing/bahasa kedua, komponen tata bahasa merupakan dasar penguasaan bahasa. Dari penguasaan tata bahasa, pembelajar dapat mengembangkan keterampilannya dalam aspek menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Penguasaan tata bahasa bagi pembelajar bahasa asing/bahasa kedua umumnya bersifat eksplisit. Hal ini berbeda dengan penutur asli yang memperoleh kompetensi gramtika secara internalisasi. Itulah sebabnya, kompetensi gramatika penutur asli bersifat implisit. Kompetensi implisit ini dapat berubah menjadi eksplisit apabila seseorang sudah mulai belajar bahasa pertamanya dalam konteks pengajaran formal di sekolah atau melalui pembinaan bahasa secara formal.
Komponen tata bahasa yang menjadi pokok-pokok bahasan silabus jenis ini adalah komponen sintaksis.dengan pokok-pokok bahasan: frase, struktur frase, klausa, /struktur klausa, kalimat, dan struktur kalimat. Struktur silabus dengan pokok-pokok bahasan demikian mengingatkan kita pada struktur silabus yang dikembangkan dari pendekatan struktur dengan metode audiolingual. Sementara itu, kurikulum yang dikembangkan sekarang adalah kurikulum yang berdasarkan pendekatan komunikatif. Dari pendekatan ini kemudian muncul rekayasa berwawasan kecakapan hidup yang berbasis kompetensi yang berorientasi kepada indikator keterampilan berbahasa, bukan penguasaan kaidah bahasa. Dengan demikian, keberadaan silabus tata bahasa penting diketahui sebagai informasi ilmu, tetapi penerapannya memerlukan adaptasi agar sesuai dengan hakikat pendekatan komunikatif.
2) Silabus Leksikal
Silabus jenis ini memuat kata, jenis kata, ungkapan, dan kolokasi kata yang umum atau khusus sesuai dengan kebutuhan pembelajar. Kebutuhan pembelajar dapat berupa kebutuhan studi lanjut atau berupa kebutuhan komunikasi sehari-hari untuk menjalankan fungsi keterampilan hidupnya.
3) Silabus Leksikal-Gramatikal
Silabus jenis ini adalah perpaduan dari silabus gramatikal dan silabus leksikal. Penyajiannya dapat dilakukan secara terpisah dengan mendaftarkan unsur masing-masing di dalam sebuah daftar dengan tidak melalaikan urutan kesulitan pada setiap unsur. Urutan penyajian materi silabus dapat dimulai dari daftar kata, jenis kata, idiom, dan kolokasi kata, atau dimulai dari daftar unsur-unsur gramatika.
4) Silabus Situasional
Materi silabus jenis ini adalah data-data bahasa yang digunakan dalam konteks penggunaan bahasa secara riil. Situasi penggunaan bahasa dapat diprediksi berdasarkan pengalaman, baik penyusun silabus dan faktor guru maupun faktor pembelajar. Situasi penggunaan bahasa secara riil misalnya, dapat terjadi di pasar, di rumah, di kantor, di kantor pos, di jalanan, di ruang tunggu rumah sakit, dan sebagainya.
5) Silabus Topik/Tema
Silabus jenis ini mirip dengan silabus situasional. Kekhususan silabus ini terletak pada penggunaan topik-topik materi di dalam silabus yang dikembangkan secara operasional dalam proses belajar-mengajar. Jenis keterampilan bahasa atau komponen tata bahasa yang akan diajarkan selalu berada di bawah topik tertentu. Silabus jenis inilah yang dikembangkan di dalam kurikulum 1994 untuk bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia di SLTP dan SMU (sekarang kembali menjadi SMP dan SMA) dimodifikasi menjadi tema-tema.
6) Silabus Nosional
Silabus jenis ini dikembangkan oleh Wilkins (1976). Silabus ini mengutamakan kata-kata yang bermakna lebih umum, seperti kata waktu, tempat, warna, manusia, bidang, dan sebagainya. Itulah sebabnya, pengikut Wilkans menyebut silabus ini sebagai silabus semantik.
7) Silabus Fungsional-Nosional
Siolabus jenis ini adalah gabungan silabus fungsional yang menekankan fungsi komunikasi bahasa dan silabus nosional yang menekankan makna atau kebermaknaan bahasa. Dengan demikian, materi silabus ini adalah penggunaan bahasa secara fungsional dengan menekankan makna. Setiap kalimat yang dijadikan contoh atau bahan pembelajaran haruslah bermakna, tidak sekedar memenuhi syarat sintaksis yang formal, misalnya, setiap kalimat paling tidak terdiri atas subjek dan predikat atau yang lebih lengkap.
8) Silabus Gabungan
Silabus gabungan lebih bersifat eklektif, yaitu materi silabus terdiri atas gabungan berbagai aspek keterampilan bahasa, komponen tata bahasa yang disajikan di bawah topik-topik, tugas-tugas, fungsi dan makna, serta tata bahasa dan kosakata.
9) Silabus Prosedural
Materi silabus prosedural ditekankan pada tugas-tugas: peta bacaan, materi eksperimen, dan penulisan cerita. Tugas-tugas ini dikerjakan secara bertahap sesuai dengan prosedur metodologis. Misalnya, untuk tugas eksperimen, telah direncanakan prosedurnya, materinya, pretes dan postesnya, dan jadwal pelaksanaannya.
10) Silabus Proses
Silabus jenis ini berbeda dengan silabus-silabus yang telah dibicarakan di atas. Silabus ini materinya tidak diformat sebagaimana silabus yang lain. Sebelum guru memulai kegiatan mengajar, mungkin (?) membuat prediksi materi yang akan diajarkan. Akan tetapi, setelah tiba di kelas, apa yang diprediksi itu berbeda dengan kebutuhan pembelajar. Pembelajar ingin mempelajari bahasa untuk tujuan khusus, misalnya, tujuan jurnalistik, tujuan iklan bisis, dan sebagainya.
Menghadapi keadaan demikian, guru dan pembelajar bersama-sama merencanakan dan menyusun program pembelajaran dengan mengidentifikasi semua aspek dan komponen kebahasaan yang dibutuhkan pembelajar untuk menjalankan profesi yang sedang dan/atau akan dilakoni.
Penutup
Silabus dalam pengajaran bahasa memiliki peranan yang sama dengan metode, bahkan ada yang menyamakannya dengan pendekatan. Pada awal perkembangannya, pendekatan komunikatif misalnya, semula dikembangkan melalui silabus yang oleh Wilkins disebut Silabus Nosional. Selanjutnya, silabus ini berkembang menjadi Silabus Fungsional, kemudian menjadi Silabus Nosional-Fungsional. Ketiga jenis silabus inilah sebagai dasar pengembangan pendekatan komunikatif.
Penyempurnaan Kurikulum 1994 menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi yang sekarang ini sedang diterapkan dalam pengajaran bahasa Indonesia, juga menempatkan silabus sebagai komponen sangat penting. Buktinya, pengembangan silabus jstru disetarakan dengan sistem penilaian. Padahal, dalam pengajaran bahasa, sistem penilaian dikembangkan dengan pendekatan tersendiri, misalnya, pendekatan discrit point, pendekatan integratif, pendekatan objektif, dan pendekatan subjektif.
Atas pertimbangan itulah sehingga tulisan ini diupayakan dan diharapkan memberi motivasi kepada para dosen, terutama dosen-dosen muda yang belum memiliki pengalaman yang cukup dalam mengembangkan mata kuliah. Bagi dosen senior, tulisan ini sekedar sebagi penyegaran karena hal yang dikemukakan sudah puluhan tahun menjadi pekerjaan rutin.
Bacaan
Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian. 2002 dan 2004. Jakarta:
Depdiknas.
Urr, Penny. 1996. A Course in Language Teaching. Cambridge: Cambridge
Dostları ilə paylaş: |