BAB I
PENDAHULUAN
-
Media yang beragam digunakan dalam berdakwah menjadi bukti bahwa progresivitas keilmuan dan konsepsi dakwah mengalami perkembangan yang baik di tengah masyarakat. Spektrum pendekatan keilmuan dakwah dirasakan memiliki karakter yang bisa masuk ke segala lini kehidupan. Pada ranah akademik, dibukanya beberapa jurusan di Fakultas dakwah seperti Manajemen Dakwah Islam, Bimbingan Penyuluhan Masyarakat/Bimbingan Konseling Islam, Pengembangan Masyarakat Islam dan Komunikasi Penyiaran Islam memperkuat bukti dari karakter dakwah yang bisa masuk dan menginternalisasi ke dalam berbagai sendi kehidupan bahkan keilmuan.1
Asumsi positif mengenai membaiknya konsepsi, metode, dan media dakwah tersebut tidak serta-merta diterima sebagai kerangka yang sudah jadi dan siap pakai. Kajian berkelanjutan secara akademik dan praktik yang terukur, teruji, serta memenuhi standar diperlukan sebagai perangkat dalam berdakwah. Topik atau kasus yang bisa diketengahkan sebagai objek kajian ilmiah perlu pula dipilih untuk melengkapi analisis dalam penelitian ini. Salah satu topik, kasus, atau materi yang di dalamnya terdapat unsur dakwah dan perlu dikaji secara mendalam adalah perihal bagaimana memberdayakan spritualitas umat dengan ruqyah sebagai medianya.
Pertanyaan yang muncul dari topik seputar ruqyah ini adalah, ke rumpun keilmuan mana ruqyah sebagai sebuah media transformasi nilai-nilai ke-Islaman digantungkan? Secara umum, ruqyah hanya bisa diyakini sebagai salah satu bentuk terapi. Secara khusus, ada yang menyinggung, ruqyah bisa dipotensikan untuk menguatkan spiritualitas umat. Pertanyaan berikutnya, apakah ruqyah hanya bisa dilekatkan ke rumpun keilmuan psikologi atau tasawuf saja? Bagaimana kalau sebagai media tansformasi nilai-nilai, ruqyah mengandung unsur dakwah dan perlu dikaji dari rumusan disiplin ilmu dakwah? Penulis cenderung pada pendapat, ruqyah berada di rumpun ilmu dakwah sebab efek ruqyah disadari sebagai media yang efektif untuk memberdayakan spiritualitas umat yang sejatinya merupakan tujuan dari kerja dakwah itu sendiri.
Terkait dengan persoalan spiritualitas. Spiritualitas diketahui sebagai elemen penting menyangkut kualitas hidup manusia. Tanpa spiritual yang sehat, manusia akan merasakan kekurangan dalam hidupnya. Dengan demikian, sehat atau tidaknya kondisi spiritual manusia, dapat mempengaruhi segala aspek kehidupannya.
Terkait konteks ini, Islam merupakan agama yang di dalamnya mengatur segala lini kehidupan umat manusia, termasuk dalam hal kesehatan secara umum dan kesehatan spiritual secara khususnya. Al-Qur’an sebagai pedoman dalam berlangsungnya kehidupan manusia diidentikkan dengan obat penawar.2 Tersirat pesan, bahwa pada dasarnya kehidupan manusia di dunia berada pada situasi yang tidak nyaman sehingga diperlukan sebuah penawar, yakni segala yang dikandung al-Qur’an. Isyarat ini terdapat di dalam Al-Quran sebagai berikut:
Artinya: “Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.”
Dengan demikian, tidak pula serta-merta dapat diartikan bahwa al-Qur’an juga merupakan buku pedoman kesehatan. Satu dari intinya adalah al-Qur’an berorientasi pada kesehatan fisik dan non-fisik manusia. Kesehatan yang paling krusial pengelolaan kesehatannya adalah kesehatan non-fisik yang dalam penelitian ini disebut dengan spiritual.
Secara etimologi kata spiritual di dalam bahasa inggris memiliki makna: soul, religious, dan mind.3 Jika dianalisa dari pengertian spiritual, menurut Ary Ginanjar, kata spiritual berasal dari kata spirit yang berarti murni. Kalau diposisikan kepada diri manusia spirit berarti hal yang paling murni di dalam diri manusia. Penulis mengasumsikan hal termurni dalam diri manusia adalah jiwa atau ruhnya. Manusia tanpa ruh tidak akan disebut manusia lagi melainkan akan disebut mayat. Hal ini membuktikan bahwa manusia adalah makhluk spiritual.4
Sejak ditemukannya eksistensi God Spot pada otak manusia oleh Michael Persinger tahun 1990, eksistensi manusia sebagai makhluk spiritual semakin diakui oleh berbagai kalangan. Hal ini kemudian diperkuat lagi oleh V.S Ramachandran dan timnya di California University pada tahun 1997, yang menyatakan bahwa God spot atau pusat spiritualnya ini sudah built in dalam otak manusia. God spot merupakan suatu titik dimana manusia memiliki potensi untuk bertuhan atau kembali kepada Tuhan. Potensi ini sudah ada sejak manusia lahir. Manusia yang sehat spiritualnya adalah manusia yang aktif God Spotnya. Artinya ia tidak jauh dari Tuhannya. Manusia yang dekat dengan Tuhan (dalam artian spiritual) akan terjaga segala tingkah laku dan gerak-geriknya. Biasanya ia akan terhindar dari perbuatan-perbuatan tercela.5 Lebih khusus, ia memiliki kualitas spritual yang baik sehingga penataan kehidupannya otomatis juga baik.
Adapun yang sering terjadi di tengah umat adalah ditemukannya orang yang secara fisik dan materi tidak kekurangan apapun namun jauh di dalam hati merasa selalu ada yang kurang. Hal ini mengindikasikan bahwa sisi kebutuhan spiritual manusia itu tidak terpenuhi sehingga membuat jiwa manusia gersang. Kegersangan jiwa tersebut kerap kali mendatangkan kegelisahan-kegelisahan tak bersebab, kekosongan jiwa dan jauh dari aktivitas spiritual. Jiwa yang gersang juga akan memicu terjadinya gangguan-gangguan di dalam diri manusia dan pada akhirnya bisa mengakibatkan terjadinya kemerosotan kualitas spiritual.
Kondisi ini memunculkan pikiran dan upaya-upaya untuk mencari alternatif-alternatif yang dapat mengembalikan ketenangan jiwa. Seiring dengan itu, banyak ditemukan metode yang menawarkan ketenangan hidup. Ada terapi alternatif, ada pula terapi kejiwaan yang keseluruhannya bertujuan untuk menciptakan ketenangan dalam jiwa manusia. Tentu dalam hal ini yang dituju adalah sisi spiritualitas manusia selaku subjek sekaligus objeknya.
Kondisi spiritual yang kuat tersebut dapat dicapai dengan berbagai cara. Ruqyah merupakan alternatif yang jitu untuk mewujudkan kokoh atau tidaknya spiritual umat. Praktik ini sudah dilakukan Rasulullah Saw. yang memperkenalkan berbagai bentuk terapi. Salah satu bentuk terapi yang diperkenalkan Rasulullah tersebut ialah ruqyah.
Beberapa analisa ilmiah para pakar yang berkompeten dalam persoalan ruqyah mengemukakan bahwa belakangan ini masyarakat semakin merasakan perlunya kesehatan yang optimal baik secara fisik dan mental. Kehidupan modern yang sarat persoalan membuat masyarakat kembali mengoreksi kepercayaan akan adanya hubungan antara fisik dan mental yang saling mempengaruhi. Jika fisik sakit akan mempengaruhi kualitas mental demikian juga sebaliknya. Sehingga berkembanglah berbagai bentuk terapi seperti hidroterapy, terapi bekam, hypnoterapi, terapi herbal, ruqyah dan sebagainya yang tujuannya adalah untuk menciptakan kesehatan yang optimal secara fisik maupun spritual. 6 orang yang secara mental tidak sehat secara otomatis kondisi spiritual juga terpengaruh. Atau bisa juga kelemahan mental seseorang diakibatkan dari kelemahan dan kekosongan spiritualitasnya.
Ruqyah sebagai pengobatan sudah dibuktikan kebenarannya oleh para ulama terdahulu. Adapun pada masa sekarang ini (dan juga masa sebelumnya), praktek pengobatan yang dianjurkan oleh Sunnah Nabi ini, nampak mengalami beberapa pergeseran tata cara dan tujuan. Terjadinya pergeseran ini, di samping telah menimbulkan kesalahan persepsi tentang ruqyah, juga dikhawatirkan terjadinya penyimpangan yang berkaitan dengan masalah aqidah. Penyimpangan yang terjadi, di antaranya berpangkal dari dua hal. Pertama, kurangnya memahami permasalahan agama. Kedua, apabila pasien yang mengalami gangguan mental diduga kerasukan jin, sang terapis membenarkan perkataan jin yang merasuki badan seseorang. Misalnya, jin tersebut melontarkan nasihat kepada orang yang mengobati, dengan mengatakan -misalnya- kondisi penderita ini demikian, bacalah ayat ini dan ayat itu, atau tulislah al-Quran dengan cara tertentu kemudian lakukan ini itu. Dari sini, kemudian sang terapis menuruti petunjuk jin.7 Praktek ruqyah yang bergeser inilah yang perlu kembali dievaluasi dalam upaya menjernihkan atau meluruskan pemahaman yang terindikasi sesat dan menyesatkan umat.
Rasulullah meletakkan ruqyah sebagai salah satu terapi yang beliau gunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit. Terapi-terapi tersebut di antaranya: pengobatan dengan bahan-bahan alam misalnya madu, terapi dengan menggunakan air yang pada saat ini dikenal dengan hidroterapy, kemudian terapi bekam yang juga mulai berkembang dan diakui dapat mengobati berbagai macam penyakit dan terapi terakhir yang digunakan oleh Rasulullah adalah terapi ruqyah. Namun, perlu ditegaskan diawal, bahwa penelitian ini tidak memilih ruqyah sebagai terapi mental, melainkan ruqyah sebagai media dakwah dalam pemberdayaan spiritual umat.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus: 57).
Ayat di atas menjelaskan bahwa Al-Quran merupakan obat yang sempurna dan penawar bagi seluruh penyakit hati dan jasad, serta penyakit-penyakit dunia dan akhirat. Orang yang lemah spiritualnya bisa dikatakan sebagai orang yang sakit . Orang sakit harus diobati. Obatnya, sebagaimana telah direkomendasikan sebelumnya adalah ruqyah. Namun tidak semua orang mampu dan mempunyai kemampuan untuk melakukan penyembuhan dengan al-Quran. Jika pengobatan penyembuhan dilakukan secara baik terhadap penyakit, didasari dengan kepercayaan dan keimanan, penerimaan yang penuh, keyakinan yang pasti, serta terpenuhi syarat-syaratnya, maka tidak ada satu penyakit pun yang mampu melawan-Nya selama-lamanya.
Analisis mengenai kekuatan al-Quran sebagai penyembuh ini, oleh berbagai pendapat pakar berangkat dari alasan bahwa apa pun jenis penyakit tidak akan mampu menentang dan melawan sugesti ayat-ayat al-Quran yang merupakan firman pemelihara langit dan bumi. Al-Quran sendiri memberi penjelasan bahwa jika firman-firman itu turun ke atas gunung, maka ia akan memporak-porandakan gunung tersebut. Atau jika turun ke bumi, niscaya ia akan menghancurkannya. Oleh karenanya, tidak ada satu penyakit hati dan juga penyakit fisik pun melainkan di dalam al-Quran terdapat jalan penyembuhannya, penyebabnya, serta pencegah terhadapnya bagi orang-orang yang dikaruniai pemahaman oleh Allah SWT terhadap kitab-Nya.8 Metode ruqyah, dirumuskan dari penafsiran mendalam terhadap al-Quran dan Sunnah yang mengandung pemahaman bahwa sugesti dan energi yang tercipta dari al-Quran dan Sunnah merupakan metode sosialisasi dasar-dasar tauhid dan iman dalam Islam yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw. Dari keterangan tersebut, penulis berpendapat bahwa ruqyah termasuk ke dalam strategi berdakwah yang menjadikan pemberdayaan spiritual umat sebagai sasarannya.
Secara metodis, dapat digambarkan bahwa metode penguatan spiritualitas manusia adalah adalah satu bentuk pemberdayaan. Sedangkan dalam pemberdayaan diperlukan rumusan yang bisa dikembangkan. Dari kerangka analisis inilah ruqyah muncul sebagai sebuah tuntunan atau metode yang bertujuan untuk pemberdayaan kualitas spiritual.
Mengacu kepada kata “hikmah” sendiri di dalam al-Quran merupakan inti dari metode dalam berdakwah. Sebagaimana yang terdapat di dalam firman Allah sebagai berikut:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Apabila ruqyah dikaitkan ayat di atas, bisa diketahui bahwa ruqyah merupakan cara berdakwah dan penguatan spiritual manusia dalam al-Qur’an yang sarat dengan hikmah. Ruqyah dalam pelaksanaannya memperlihatkan ada indikator kerja dakwah di dalamnya. Peruqyah biasanya setelah meruqyah kliennya akan memberikan pesan-pesan spiritual, iman, tauhid, dan akhlak. Jika klien tersebut melaksanakannya maka ini berarti dakwah dengan hikmah tersebut sudah terjadi. Spritualitas individu-individu yang mendapat sentuhan hikmah ruqyah tersebut secara otomatis terberdayakan.
Islam sebagai agama yang besar memiliki penganut terbanyak di dunia. Penganut agama Islam ini secara otomatis pula terbentuk menjadi komunitas muslim. Komunitas ini biasa disebut dengan sebutan Umat Islam. Teori pemberdayaan yang dikemukakan oleh Hamid Maulana merupakan pendekatan yang pas jika digunakan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam. Teori tersebut dikenal dengan Pendekatan komunitas (communitarian approach). Teori Pendekatan komunitas dalam rangka menciptakan umat yang kuat ini melihat dari berbagai aspek kehidupan umat. Hamid Maulana mengemukakan Sembilan aspek yaitu: monoestic world view, emancipation and elimination of oppression, communication and dialogue, anti bloc/self reliance local resource, ethich/ aesthethich spirituality, value and cultural system, loyal to individual, community gobal concept, modern traditional dan popular participation buttom up.9 Sembilan aspek tersebut memperlihatkan bahwa salah satu aspek yang harus diperkokoh adalah kondisi spiritual suatu komunitas.
Aspek spiritual, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya merupakan aspek yang amat penting dalam pembangunan suatu komunitas dalam hal ini yang dimaksud umat Islam. Kokoh atau tidaknya spiritual akan berpengaruh pada pembangunan dan pengembangan umat Islam di segala bidang.
Teori yang juga berkaitan dengan perlunya penguatan spiritual ini juga dikemukakan oleh Danah Zohar yang menyatakan bahwa setiap manusia sebagai bagian terkecil dari sebuah komunitas, masing-masing memiliki modal spiritual (spiritual capital) didalam dirinya. Spiritual capital ini sudah ada sejak seseorang lahir ke dunia ini. Kondisi spiritual yang stabil, sangat menentukan pembangunan yang akan terjadi pada diri seseorang ataupun umat tertentu. 10
Dari pendekatan semacam inilah dapat terbangunnya tatanan kehidupan jasmani dan rohani yang seimbang dan berdaya sebagaimana dicita-citakan para ulama terdahulu tanpa terkecuali.11 Selain itu, transformasi ajaran Islam yang tersurat maupun yang tersirat di dalam aktivitas ruqyah, dapat pula terwujud dengan penuh hikmah di tengah kehidupan umat Islam.
Keberadaan ruqyah, belakangan diketahui marak berkembang di kalangan masyarakat. Hal ini dikarenakan banyak terjadi kesurupan massal di berbagai tempat di Indonesia. Sebut saja di sekolah-sekolah, di kampus-kampus, yang disiarkan di televisi-televisi. Praktek dan rangkaian aktivitas ruqyah ini, jika diamati terdapat beragam pendapat yang muara persoalannya pada pertanyaan: kalau benar ruqyah merupakan metode pemberdayaan spiritual yang syar’i, seperti apa praktek dan tata pelaksanaannya? Tambahan dari itu, apa materi yang mesti dimiliki oleh seorang peruqyah? Kemudian jika dikaitkan dengan ruqyah sebagai media dakwah, apakah cocok pelaksanaan ruqyah dengan metode-metode dakwah yang ada? Sehingga tujuan pemberdayaan spiritual dengan ruqyah dapat tercapai sekaligus terhindar dari kekeliruan, kesalahan. Alasan lain dikarenakan sasaran ruqyah adalah penyakit hati yang ukuran kesembuhannya terkait erat dengan kualitas spiritual seseorang
Karakteristik praktek ruqyah diasumsikan adanya indikasi bahwa ruqyah dekat dengan praktek perdukunan dilihat dari tata cara ruqyah. Misalnya ruqyah dilakukan dengan membaca ayat-ayat al-Quran, namun dilaksanakan seperti membaca jampi-jampi kemudian diusapkan atau ditiupkan ke bagian tubuh yang sakit.12 Hal ini tentu menimbulkan gonjang-ganjing di kalangan umat.
Diskursus seputar ruqyah sebagai media pemberdayaan jiwa menuju kualitas spiritual yang optimal merupakan satu hal yang menarik untuk diteruskan dalam sebuah penelitian ilmiah. Alasannya adalah, kajian spiritual berhubungan dengan jiwa manusia. Jiwa manusia berhubungan dengan kesehatan manusia secara umum baik jasmani maupun rohani. Biasanya orang yang sakit rohaninya juga akan mempengaruhi kesehatan fisiknya. Tidak jarang ditemukan orang yang terkena gangguan di dalam jiwanya secara fisik juga akan tidak sehat. Namun, jika ditelaah secara logika dunia pengobatan, bagaimana ayat-ayat yang dibacakan bisa menyembuhkan penyakit-penyakit dan bagaimana bisa seseorang melakukan dialog dengan jin jika bukan orang yang mengerti dan tahu dengan dunia alam gaib. Jika dikaitkan dengan ruqyah sebagai terapi dalam peningkatan kualitas spiritual manusia.
.
Tidak diragukan lagi, ruqyah termasuk kajian spiritual yang berhubungan langsung dengan kualitas kehidupan umat. Sementara untuk mencapai hal tersebut, diperlukan metode sosialisasi, dalam hal ini metode dakwah. Dari sini, sangat perlu mempertanyakan, bagaimana jika ruqyah dibahas dari sudut pandang keilmuan dakwah? Pertanyaan ini didasari oleh upaya mencari relasi dan sinergi antara kekuatan ruqyah sebagai metode penerapan ajaran Islam dengan prinsip-prinsip dasar pemberdayaan masyarakat.
Pertanyaan selanjutnya yang tak kalah penting dalam diskursus ini adalah, apakah praktek ruqyah dalam kerangka keilmuan dakwah, sudah mempunyai rumusan yang layak pakai untuk memberdayakan spiritualitas umat di segala kondisi sosial? Apakah penerapan yang sudah ada selama ini sudah dilaksanakan secara syar’i serta teruji secara akademis? Maka penulis merasa perlu menyelidiki dalam sejumlah bentuk praktek yang berkembang dewasa ini. Lalu manakah yang paling layak dijadikan sebagai pedoman pada aktivitas dakwah dalam memberdayakan spritualitas umat? Apakah zikir massal yang dilakukan oleh beberapa da’i juga bisa dikatakan ruqyah?
Pertanyaan -pertanyaan yang muncul inilah yang membuat penulis merasa perlu dan tertarik untuk meneruskan pembahasan ini menjadi tesis berjudul: Ruqyah sebagai Media Dakwah untuk Penguatan Spiritual Umat
Rumusan dan Batasan Masalah -
Rumusan Masalah
Metode terapi ruqyah bukan semata salah satu cara penyembuhan dalam Islam, tetapi juga sebuah pendekatan teologis yang memotivasi manusia beriman menjadi pribadi yang seimbang, tangguh, dan berdaya juang dalam urusan dunia dan akhirat. Untuk itu yang menjadi rumusan masalah adalah, “Bagaimana Ruqyah bisa dipotensikan sebagai Media Dakwah untuk Pemberdayaan Spiritual Umat?”
-
Batasan Masalah
Setelah membuat rumusan masalah, penulis harus membuat batasan masalah agar bahasan tentang ruqyah ini tidak mengambang atau melenceng dari fokus pembahasan yang semestinya. Untuk lebih mempersingkat dan menjuruskannya maka penulis membatasinya dalam pertanyaan berikut:
-
Bagaimana kedudukan ruqyah dalam kajian dakwah?
-
Bagaimana ruqyah dapat diberdayakan sebagai media dakwah?
-
Bagaimana praktek dan tata pelaksanaan ruqyah untuk penguatan spiritual umat?
-
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Sebuah penelitian tentang suatu masalah adalah untuk mencari titik temu dari berbagai masalah penelitian dalam format yang fokus dan solutif. Maka tujuan dan kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
-
Tujuan Penelitian
-
Untuk mengetahui secara komprehensif kedudukan ruqyah dalam kajian dakwah.
-
Untuk mengetahui konsep ruqyah yang dapat diberdayakan sebagai media dakwah.
-
Untuk merumuskan bagaimana praktek dan tata pelaksanaan ruqyah untuk penguatan spiritual umat.
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka secara garis besarnya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan merumuskan bagaimana ruqyah bekerja dalam memberdayakan spiritualitas umat.
-
Kegunaan Penelitian
-
Untuk mencapai gelar Magister Agama pada program Studi Ilmu Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Islam Program Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang.
-
Untuk memberikan sumbangan pikiran pada Instansi terkait.
-
Untuk membuka ruang diskusi yang solutif terkait keberagaman teori dan praktek ruqyah.
-
Untuk memperkaya khazanah keilmuan pemberdayaan masyarakat Islam
-
Untuk memperdalam ilmu pengetahuan penulis tentang seluk beluk ruqyah sebagai media dakwah untuk pemberdayaan spiritual umat.
-
Definisi Operasional
Ruqyah : Bacaan-bacaan baik yang digunakan untuk pengobatan jasmani dan rohani dengan mengandalkan Allah SWT sebagai penyembuh hakiki. Bacaan tersebut bisa saja berasal dari al-Quran, sunnah, do’a-do’a, dan zikir.13 Lebih khusus, bacaan-bacaan ruqyah bisa dipotensikan sebagai media untuk berdakwah dalam penguatan spiritual.
Media Dakwah : Alat yang menjadi perantara penyampaian pesan dakwah kepada mitra dakwah.14 Definisi lain dikemukakan Bayanuni:15
ما يتو صل به الى تطبيق منا هج الدعوة من أمور معنوية أو ما د ية
“Sesuatu yang bersifat fisik dan non fisik yang bias mengantarkan pendakwah dalam menerapkan strategi dakwah”
Penguatan : Proses yang memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan (power) kepada masyarakat atau individu menjadi lebih berdaya.16
Spiritual : Potensi kesadaran ber-Tuhan yang ada di dalam jiwa manusia.17
Berdasarkan uraian poin-poin penting dari judul di atas, maka deskripsi judul yang penulis maksud adalah: kajian mengenai potensi ruqyah sebagai media dakwah untuk menguatkan spiritual umat.
-
Kajian Kepustakaan
Untuk menghindari duplikasi ilmiah, melihat bangunan teori pada penelitian sebelumnya, serta untuk membantu pembentukkan kerangka konseptual dalam penelitian ini, perlu diuraikan penelitian terdahulu yang relevan. Buku-buku ruqyah memang telah banyak beredar di masyarakat. Dari hasil penelusuran penulis ditemukan bahwa buku yang beredar hanya menjelaskan tatacara pelaksanaan terapi ruqyah.
Di antara buku-buku tersebut ada yang berjudul: Buku Pintar Jin Sihir dan Ruqyah Syar’iyyah oleh Musdar Bustamam Tambusai yang diterbitkan oleh Pustaka al-Kautsar Jakarta, tahun 2010.18 Buku ini menceritakan seluk beluk jin dan sihir yang nantinya dapat diatasi dengan menggunakan ruqyah. Di dalam buku ini menjelaskan tentang teori-teori dan praktek ruqyah. Tidak ditemukan adanya pencapaian kondisi spiritual individu yang kuat yang diakibatkan oleh penggunaan terapi ruqyah meskipun ada bagian buku ini yang menjelaskan tentang penyakit medis dan non-medis yang bisa disembuhkan dengan ruqyah. Menurut penulis, buku ini menggunakan pendekatan kualitatif dan mengarah kepada studi deskriptif.
Buku lain yang terkait dengan ruqyah sebagi terapi adalah buku yang berjudul: Sehat Jiwa Raga Cara Islam (Seni Berjampi) yang ditulis oleh Abdullah bin Abdul Aziz Bin Abdullah, Jakarta Timur, 2005.19 Buku ini khusus menjelaskan tentang ruqyah dari aspek pengertian, mengapa harus menggunakan terapi ruqyah, anjuran melakukan ruqyah, penyakit yang dapat disembuhkan dengan ruqyah, ruqyah dilihat dari sisi normatif dan pengaruhnya bagi kesehatan. Di dalam buku ini ada sekilas disinggung tentang pertentangan yang terjadi di dalam dunia psikiatri dalam penggunaan ruqyah sebagai terapi dalam dunia kejiwaan (psikologi). Namun hal ini tidak dijelaskan secara detail tentang pengaruh-pengaruhnya terhadap perbaikkan spiritual masyarakat. Artinya data-data yang ada masih berupa wacana yang masih diperdebatkan. Menurut penulis untuk menjabarkan isi buku ini digunakan metode deskriptif analitis yang pada akhirnya menghasilkan wacana-wacana yang mendukung keberadaaan terapi ruqyah sebagai terapi dalam dunia psikologi.
Selanjutnya tulisan pendukung yang penulis temukan baru-baru ini adalah sebuah artikel ilmiah yang berjudul: Terapi Ruqyah oleh Nazirman, Jurnal Al-Irsyad Vol.I No. 2 Oktober 2009.20 Artikel ini juga menguraikan lebih banyak tentang tatacara dan proses terapi ruqyah. Mulai dari pra-ruqyah, pelaksanaan dan pascaruqyah. Hal unik yang terdapat dalam artikel ini adalah adanya pedoman anamesa rohani, stadium dan diagnosa pasien yang akan diruqyah. Metode yang dilakukan dalam artikel ini nampaknya metode menggunakan pendekatan eksperimen.
Contoh artikel lain yang juga berkaitan dengan penelitian ini adalah “Spiritual Capital dalam Pemberdayaan Masyarakat”. Artikel ini membahas tentang spiritual capital (modal spiritual) yang sesungguhnya sudah ada di dalam diri manusia. Spiritual capital juga berupa energi-energi positif di dalam diri kita. Spiritual inilah yang membentuk etos kerja seseorang jika diberdayakan dengan baik. Sayangnya, tidak banyak yang mencoba memberdayakan modal spiritual yang ada di dalam dirinya. Untuk itu, penulis di dalam artikel ini nampaknya, ingin melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat melalui pendekatan spiritual agar terbentuk pemahaman akan pengalaman keilahian, diri dan lingkungannya diikuti dengan langkah aktualisasi diri dan langkah harga diri dan keterlibatan/hubungan sosial. Sehingga menjadi target dari bentuk pemberdayaan masyarakat ini adalah SDM yang memiliki kekuatan spiritual yang kuat dan tangguh.21
Referensi tentang spiritualitas di atas dan tentu pula untuk mempermudah melihat hubungannya dengan ruqyah dapat pula diperkuat oleh buku: Pengembangan Komunitas Muslim: “Pemberdayaan Masyarakat Kampung Badak Putih dan Kampung Satu Duit”. Buku ini merupakan hasil pengamatan riset dan praktek para dosen Pengembangan Masyarakat Islam dan Kesejahteraan sosial (Kessos) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sayarif Hidayatullah Jakarta UIN. Buku ini memuat berbagai bentuk pemberdayaan dan pengembangan masyarakat termasuk di dalamnya spiritual. 22
Berdasarkan deskripsi kajian pustaka yang sudah ditemukan di atas, penulis menyimpulkan bahwa belum ada penelitian terhadap ruqyah sebagai media dakwah dan pengaruhnya terhadap penguatan spiritual umat. Sumber pustaka yang tersebut di atas dapat dijadikan rujukkan dalam menyukseskan penelitian ini.
-
Metode Penelitian
Penelitian ini mencoba menggali dan menemukan cara kerja ruqyah sebagai media dakwah dalam menguatkan spiritual umat. Hal ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terhadap permasalahan pokok dalam penelitian ini yaitu bagaimana ruqyah dapat menguatkan spiritual umat. Agar penelitian ini lebih terarah, maka dikemukakan mengenai metodologi penelitian yang digunakan. Metodologi penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah mencakup pokok bahasan yaitu, teknik pengumpulan data dan pendekatan keilmuan.
-
Pengumpulan Data
Untuk menulis Tesis ini penulis menggunakan metode penelitian analisis deskriptif komparatif dan pengumpulan data dengan cara library reasearch, mengumpulkan bahan-bahan dari buku-buku. Penelaahan pada buku dan pencarian data dengan buku-buku yang ada di pustaka atau sumber-sumber lain. Yaitu dengan mencari pendapat para ahli tentang pentingnya dan manfaat ruqyah dari buku-buku perpustakaan yang dari taraf pembahasannya bersifat inferensial, tidak hanya sebatas mendeskripsikan saja akan tetapi sampai pada kesimpulan lewat penganalisaan secara filosofis. Untuk menulis tesis ini penulis menggunakan metode penelitian analisis deskriptif komparatif dan pengumpulan data dengan cara library research, mengumpulkan bahan-bahan yang berupa buku. Penelaahan pada buku dan pencarian data dengan buku buku yang ada di pustaka atau sumber-sumber lain. Yaitu dengan mencari pendapat para ahli tentang pentingnya dan manfaat ruqyah dari buku-buku perpustakaan yang dari taraf pembahasannya bersifat inferensial, tidak hanya sebatas mendeskripsikan saja akan tetapi sampai pada kesimpulan lewat penganalisaan secara filosofis.23
Untuk kesempurnaan analisisis terhadap data-data yang akan ditemukan, penelitian ini berkemungkinan akan menggunakan metode analisis isi (content analysis). Analisa isi pada mulanya digunakan dalam ilmu sosial sebagai sarana untuk studi komunikasi, yakni tentang hakikatnya, makna dan tujuan yang melandasinya, proses dinamikanya dan masyarakat yang terlibat dalam pembicaraan, penulisan serta pengertian makna segala sesuatu.24
Pendekatan dasar yang digunakan dalam analisis isi ini adalah: (1) memilih contoh (sample) atau keseluruhan isi; (2) menetapkan kerangka kategori acuan eksternal yang relevan dengan tujuan kajian; (3) memilih satuan ’analisis’ isi; (4) menyesuaikan isi dengan kerangka kategori, persatuan unit yang terpilih; (5) mengungkapkan hasil sebagai distribusi menyeluruh dari semua satuan atau percontoh dalam hubungannya dengan frekuensi keterjadian hal-hal yang dicari untuk acuan.25
Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer yaitu buku-buku dan data-data dari internet yang pembahasannya khusus tentang ruqyah dan data sekunder yaitu buku-buku yang pembahasannya berhubungan atau memiliki korelasi dengan ruqyah sebagai media dakwah dalam pemberdayaan spritual umat.
-
Pendekatan Keilmuan
Pendekatan keilmuan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi, pendekatan spiritual, dan pendekatan tafsir mawdhu’i terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan ruqyah.
Dostları ilə paylaş: |