Setelah pemuda itu tiba di mahligai, dia berdo'a: "Ya Allah, sungguh aku sekarang telah dijak untuk bermaksiat kepadaMu, tetapi aku memilih untuk melemparkan diri dari atas mahligai ini keluar kamar dan tidak jatuh dalam perbuatan dosa." Kemudian dia membaca basmalah lalu melemparkan dirinya. Saat itu pula Allah menurunkan malaikatNya yang memegang kedua ketiak pemuda itu sehingga dia jatuh dalam keadaan berdiri di atas kedua kakinya. Ketika sampai di tanah dia berkata: "Ya Allah, bila Engkau berkehendak, karuniakanlah kepadaku rizki hingga aku tak perlu lagi berdagang keranjang-keranjang."
Allah mengabulkan do'anya. Allah mengirimkan untuknya sekawanan belalang yang terbuat dari emas, maka diambilnya sampai bajunya terisi penuh. Setelah itu dia berkata:"Ya Allah, bila ini merupakan rizki yang Engkau karuniakan kepadaku dari dunia ini, maka karuniakanlah untukku keberkahan di dalamnya. Tapi, bila rizki ini akan mengurangi jatahku yang tersimpan di sisiMu di akhirat nanti, maka aku tidak membutuhkannya." Tiba-tiba terdengar suara yang mengatakan bahwa ini hanyalah satu dari dua puluh lima bagian pahala atas kesabaranmu menanggung derita saat melemparkan dirimu dari tempat yang tinggi itu.
Lalu dia berkata: "Kalau begitu ya Allah, aku tidak membutuhkan sesuatu yang nanti akan mengurangi jatahku yang ada padaMu di akhirat." Maka diambillah kembali emas-emas itu oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
PERNIAGAAN YANG MENGUNTUNGKAN
Kita tahu bahwa para sahabat Rasulullah S.A.W adalah orang-orang yang telah membela dan banyak berkorban demi agama Islam yang agung ini. Mereka adalah sebaik-baik penolong untuk agama ini. Mereka juga sebaik-baik pejuang di jalannya. Hal ini terjadi pada mereka, karena mereka menjadikan ajaran Islam sebagai sebuah realita dalam perilaku mereka dan sebagai sesuatu yang begitu terasa di dalam hati mereka. Hingga hal itu menjadi tabiat mereka dengan seikhlas-ikhlasnya dan berani membela agama ini walaupun harus membayar dengan harga yang mahal.
Islam mengajak mereka untuk hijrah. Dengan cepat mereka menyambut seruan itu; meninggalkan Mekkah walau hati mereka penih kerinduan kepadanya dan jiwa mereka dihiasi dengan kecintaan padanya. Mereka lebih mengutamakan aqidah dibanding tempat-tempat main mereka saat masih kanak-kanak, tempat yang penuh dengan kenangan indah.
Islam mengajak mereka untuk berjihad. Ternyata mereka adalah prajurit-prajurit tangguh yang tidak dihinggapi rasa takut. Mereka berhijrah karena Allah dan karena Rasul-Nya, dan mereka berhasil memberikan tauladan yang baik yang monumental dan indah dalam pengorbanan dan keimanan mereka yang sejati. Simaklah kisah berikut ini.
Ketika Shuhaib pergi menyusul Nabi S.A.W untuk berhijrah, ada beberapa orang quraisy yang membuntutinya. Mereka berkata kepada Shuhaib, "Dulu kau datang kepada kami dalam keadaan tidak punya apa-apa, kemudian kau hidup bersama kami dan mendapatkan harta yang banyak dan kau menjadi orang seperti sekarang ini. Tahu-tahu kau ingin keluar dengan membawa semua hartamu ? Demi Allah, hal itu tidak akan pernah terjadi." Lalu Shuhaib turun dari tunggangannya, dikeluarkannya anak panah dari tempatnya, seraya berkata, "Wahai kaum Quraisy, kalian sudah tahu bahwa aku termasuk orang paling pandai memanah diantara kalian. Demi Allah, kalian tidak akan menyentuhku kecuali akan aku bidik dengan semua anak panahku, kemudian aku akan menebas dengan pedangku ini selama dia berada ditanganku. Ayo lakukan apa yang kalian inginkan!" Akan tetapi Shuhaib setelah itu berkata, " Bagaimana bila aku tinggalkan semua hartaku untuk kalian, apakah kalian akan membiarkan aku pergi ?" Mereka menjawab, "Ya." Maka Shuhaib meninggalkan semua hartanya untuk mereka.
Dan ketika sampai ke hadapan Rasulullah S.A.W , di Madinah beliau bersabda, "Telah beruntung perniagaanmu hai Abu Yahya. Telah beruntung perniagaanmu hai Abu Yahya." Dan turunlah firman Allah SWT, "Dan diantara manusia itu ada seorang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah." (QS. Al-Baqarah:207).
MENDAHULUKAN KEPENTINGAN ORANG LAIN
Al-Waqidiy bercerita, "Suatu saat, saya berada dalam himpitan ekonomi yang begitu keras. Hingga tiba bulan Ramadhan, saya tidak mempunyai uang sedikitpun. Saya bingung, lalu aku menulis surat kepada teman saya yang seorang alawy (keturunan Ali bin Abi Thalib). Saya memintanya meminjami saya uang sebesar seribu dirham. Dia pun mengirimkan kepada saya uang sebesar itu dalam sebuah kantong yang tertutup. Kantong itu saya taruh dirumah. Malam harinya saya menerima sepucuk surat dari temen saya yang lain. Dia meminta saya meminjaminya uang sebesar seribu dirham untuk kebutuhan bulan puasa. Tanpa pikir panjang, saya kirimkan kantong uang yang tutpnya masih utuh.
Besok harinya saya kedatangan teman yang meminjamiku uang, juga teman alawy yang saya berhutang padanya. Yang alawy ini menanyakan kepada saya perihal uang seribu dirham itu. Saya jawab, bahwa saya telah mengeluarkan untuk suatu kepentingan. Tiba-tiba dia mengeluarkan kantong itu sambil tertawa dan berkata, ' Demi Allah, bulan Ramadhan sudah dekat, saya tidak punya apa-apa lagi kecuali 1000 dirham ini. Setelah kau menulis surat pada saya, saya kirim uang ini kepadamu. Sementara saya juga menulis surat pada teman kita yang satu ini untuk pinjam seribu dirham. Lalu dia mengirimkan kantong ini kepada saya. Maka saya bertanya, bagaimana ceritanya hingga bisa begini ? Diapun bercerita pada saya. Dan sekarang ini, kami datang untuk membagi uang ini, buat kita bertiga. Semoga Allah akan memberikan kelapangan pada kita semua.
Al-Waqidy berkata, "Saya berkata pada kedua teman itu, 'Saya tidak tahu siapa diantara kita yang lebih dermawan.' Kemudian kami membagi uang itu bertiga. Bulan Ramadhan pun tiba dan saya telah membelanjakan sebagian besar hasil pmbagian itu. Akhirnya perasaan gundah datang lagi, saya berfikir, aduhai bagaimana ini ?
Tiba-tiba datanglah utusan Yahya bin Khalid Al-Barmaky di pagi hari, meminta saya untuk menemuinya. Ketika saya menghadap pada Yahya Al-Barmaki, dia berkata, 'Ya Waqidy! Tadi malam aku bermimpi melihatmu. Kondisimu saat itu sangat memprihatinkan. Coba jelaskan ada apa denganmu ?'
Maka saya menjelaskannya sampai pada kisah tentang teman saya yang alawy, teman saya yang satunya lagi dan uang 1000 dirham. Lalu dia berkomentar, 'Aku tidak tahu siapa diantara kalian yang lebih dermawan.' Selanjutnya, dia memerintahkan agar saya diberi uang tiga puluh ribu dirham dan dua puluh ribu dirham untuk dua teman saya. Dan dia meminta saya untuk menjadi Qadhi."
DELAPAN DIRHAM
Rasulullah pagi itu sibuk memperhatikan bajunya dengan cermat. baju satu-satunya dan itupun ternyata sudah usang. baju yang setia menutup aurat beliau. meringankan tubuh beliau dari terik matahari dan dinginnya udara. Baju yang tidak pernah beristirahat.
Tetapi beliau tak mempunyai uang sepeser pun. Dengan apa beliau harus membeli baju? Padahal baju yang ada sudah waktunya diganti. Rasulullah sebenarnya dapat saja menjadi kaya mendadak, bahkan terkaya di dunia ini. Tapi sayang, beliau tak mau mempergunakan kemudahan itu. Jika beliau mau, Allah dalam sekejap bisa mengubah gunung dan pasir menjadi butir-butir emas yang berharga. Beliau tak sudi berbuat demikian karena kasihnya kepada para fakir yang papa. Siapakah yang akan menjadi teladan jika bukan beliau.. ? Contoh untuk menahan derita, menahan lapar dan dahaga, menahan segala coba dan uji Allah dengan kesabaran. Selalu mensyukuri nikmat Allah berapa pun besarnya. Siapa lagi kalau bukan beliau yang menyertai umatnya dalam menjalani iradat yang telah ditentukan Allah. Yaitu kehidupan dalam jurang kedukaan dan kemiskinan. Siapa pula yang harus menghibur mereka agar selalu bersabar dan rela dengan yang ada selain beliau ? Juga siapa pula yang harus menanamkan keyakinan akan pahala Allah kelak di akhirat jika bukan beliau ?
Yah,… hanya beliaulah yang mampu menjalankan berbagai hal diatas. benar,… baliaulah satu-satunya manusia yang mendapatkan amanat dari Allah untuk semua umat manusia. Tugas yang lebih murni dan mulia daripada intan berlian serta butiran emas yang lain. Lebih halus dari sutera serta lebih indah dari segala keindahan yang dikenal manusia di dunia ini. lebih megah dari segala kedudukan dan derajad kehidupan manusia yang katanya sudah megah.
"Semua itu hanyalah merupakan kesenangan dunia sedang di sisi Allah yang paling baik dan sebaik-baik tempat kembali"
Perjuangan itu tidak mudah. bahkan sangat berat bagi beliau. Menegakkan yang hak hanya dapat dicapai dengan penuh keimanan dan kekuatan. sabar dalam menghadapi setiap malapetaka yang menimpa, bersyukur yang dilakukan dengan hati bersih. dalam keadaan bagaimanapun, baik dalam duka maupun suka, bersyukur dan keimanan harus selalu menyertai. Itulah pokok risalah yang dibawa Rasulullah S.A.W .
Allah Maha Bijaksana, tidak akan membiarkan hamba-Nya terkasih kebingungan. Rasulullah diberinya rezeki sebanyak delapan dirham. Bergegas beliau melangkah ke pasar. Tentunya kita maklum. uang sekian itu dapat dibelikan apa. Apakah cukup untuk membeli makan, minum, serta pakaian penutup badan ? Oleh sebab itu, bergembiralah hai para fakir dan miskin! Nabi kita, Muhammad S.A.W telah memberikan contoh begitu jelas. Nabi yang kita cintai, hamba kesayangan Allah pergi ke pasar dengan uang sedikit seperti yang kita miliki. Tetapi nabi kita ini, hamba Allah yang di bumi bernama Ahmad, sedang dari langit bernama Muhammad dengan ridha pergi ke pasar berbekal uang delapan dirham untuk berbelanja. Manusia penuh nur dan inayah Allah yang dilahirkan di makkah. meskipun beliau miskin, beliau senang sekali hidup. beliau belum ingin mati meski kemiskinan menjerat setiap hari.
Di tengah perjalanan menuju pasar, beliau menemukan seorang wanita yang menangis. Ternyata wanita yang kehilangan uang. Segera beliau memberikan uangnya sebanyak dua dirham. Beliau berhenti sejenak untuk menenangkan wanita itu.
Rasulullah bergegas menuju ke pasar yang semakin ramai. Sepanjang lorong pasar banyak sekali masyarakat yang menegur beliau dengan hormat. Selalu menjawab dan memberikan salam yang mengingatkan akan kebesaran Allah semata. Beliau langsung menuju tempat di mana ada barang yang diperlukannya. Dibelinya sepasang baju dengan harga empat dirham. beliau segera pulang.
Di perjalanan beliau bertemu dengan seorang tua yang telanjang. Orang tersebut dengan iba memohon sepotong baju untuk dipakainya. Rasulullah yang memang pengasih itu tidak tahan melihat. Langsung diberikannya baju yang baru dibeli. Beliau kembali ke pasar utnuk membeli baju lagi seharga dua dirham. Tentu saja lebih kasar dan jelek kualitasnya daripada yang empat dirham. dengan gembira beliau pulang membawa bajunya.
Langkahnya dipercepat karena sengatan matahari yang semakin terik. Juga angin malam yang telah mulai berhembus pelan-pelan. Beliau tidak ingin kemalaman di jalan. Tak lama beliau melangkah ke luar pasar, ditemuinya lagi wanita yang menangis tadi. Wanita itu kelihatan bingung dan sangat gelisah. Rasulullah S.A.W mendekat dan bertanya mengapa. Wanita itu ternyata ketakutan untuk pulang. Dia telah terlambat dari batas waktu, dan takut dimarahi majikannya jika pulang nanti. Rasulullah S.A.W langsung menyatakan akan mengantarkannya.
Wanita itu berjalan yang diikuti Rasulullah S.A.W dari belakang. Hatinya tenang karena Rasulullah S.A.W pasti akan melindungi dirinya. Dia yakin majikannya akan memaafkan, karena kepulangan yang diantarkan oleh manusia paling mulia di dunia ini. Bahkan mungkin akan berterima kasih karena pulang membawa kebaikan bersama dengan kedatangan nabi dan rasul mereka. Mereka terus berjalan hingga sampai ke perkampungan kaum Anshari. Kebetulan saat itu yang ada hanyalah para isteri mereka.
"Assalamu'alaikum warahmatullah", sapa Rasulullah S.A.W keras. Mereka semuanya diam tak menjawab. Padahal mereka mendengar. Hati mereka diliputi kebahagiaan karena kedatangan Nabi. Mereka menganggap salam Rasulullah S.A.W sebagai berkah dan seperti lebaran saja. Mereka masih ingin mendengarnya lagi. Ketika tak terdengar jawaban, Rasulullah S.A.W memberi salam lagi. Tetap tak terdengar jawaban. Rasulullah S.A.W mengulang untuk yang ketiga kali dengan suara lantang, Assalamu'alaikum warahmatullah. Serentak mereka menjawab.
Rasulullah sangat heran dengan semua itu. Beliau menanyakan pada mereka apa sebabnya. Mereka mengatakan, " Tidak ya Rasulullah. Kami sudah mendengar sejak tadi. Kami memang sengaja, kami ingin mendapatkan salam lebih banyak".
Rasulullah melanjutkan, "Pembantumu ini terlambat pulang dan tidak berani pulang sendirian. Sekiranya dia harus menerima hukuman, akulah yang akan menerimanya". Ucapan ini sangat mengejutkan mereka. Kasih sayang Nabi begitu murni, budi pekerti yang utama, yang indah tampak dihadapan mereka.
Beliau menempuh perjalanan begitu panjang dan jauh hanya untuk mengantarkan seorang budak yang takut dimarahi majikannya. Lagipula hanya karena terlambat pulang. Bahkan memohonkan maaf baginya pula. Sehingga karena harunya, mereka berkata, "Kami memaafkan dan bahkan membebaskannya. Kedatangannya kemari bersama anda karena untuk mengharap ridha Allah semata". Budak itu tak terhingga rasa terima kasihnya. Bersyukur atas karunia Allah swt dan kebebasannya karena dari Rasulullah S.A.W .
Rasulullah S.A.W pulang dengan hati gembira. Telah bebas satu perbudakan dengan mengharap ridha Allah swt sepenuhnya. Beliau juga tak lupa mendoakan para wanita itu agar mendapatkan berkah dari Allah swt. Semoga semua harta dan turunan serta semoga selalu tetap dalam keadaan iman dan islam. Beliau sibuk memikirkan peristiwa sehari tadi. Hari yang penuh berkah dan karunia Allah swt semata.
Akhirnya beliau berujar dengan, "Belum pernah kutemui berkah angka delapan sebagaimana hari ini. Delapan dirham yang mampu mengamankan seseorang dari ketakutan, dua orang yang membutuhkan serta memerdekakan seorang budak". Bagi seseorang muslim yang memberikan pakaian pada saudara sesama muslim, Allah akan memelihara selama pakaian itu masih melekat.
DIMANA TSA'LABAH SEKARANG ?
Seorang sahabat Nabi yang amat miskin datang pada Nabi sambil mengadukan tekanan ekonomi yg dialaminya. Tsa'labah, nama sahabat tersebut, memohon Nabi untuk berdo'a supaya Allah memberikan rezeki yang banyak kepadanya. Semula Nabi menolak permintaan tersebut sambil menasehati Tsa'labah agar meniru kehidupan Nabi saja. Namun Tsa'labah terus mendesak. Kali ini dia mengemukakan argumen yang sampai kini masih sering kita dengar, "Ya Rasul, bukankah kalau Allah memberikan kekayaan kepadaku, maka aku dapat memberikan kepada setiap orang haknya.
Nabi kemudian mendo'akan Tsa'labah. Tsa'labah mulai membeli ternak. Ternaknya berkembang pesat sehingga ia harus membangun pertenakakan agak jauh dari Madinah. Seperti bisa diduga, setiap hari ia sibuk mengurus ternaknya. Ia tidak dapat lagi menghadiri shalat jama'ah bersama Rasul di siang hari.
Hari-hari selanjutnya, ternaknya semakin banyak; sehingga semakin sibuk pula Tsa'labah mengurusnya. Kini, ia tidak dapat lagi berjama'ah bersama Rasul. Bahkan menghadiri shalat jum'at dan shalat jenazah pun tak bisa dilakukan lagi.
Ketika turun perintah zakat, Nabi menugaskan dua orang sahabat untuk menarik zakat dari Tsa'labah. Sayang, Tsa'labah menolak mentah-mentah utusan Nabi itu. Ketika utusan Nabi datang hendak melaporkan kasus Tsa'labah ini, Nabi menyambut utusan itu dengan ucapan beliau, "Celakalah Tsa'labah!" Nabi murka, dan Allah pun murka!
Saat itu turunlah Qs at-Taubah: 75-78
* "Dan diantara mereka ada yang telah berikrar kepada Allah, "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh."
* Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).
* Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta.
* Tidaklah mereka tahu bahwasanya Allah mengetahui rahasia dan bisikan mereka, dan bahwasanya Allah amat mengetahui yang ghaib ?"
Tsa'labah mendengar ada ayat turun mengecam dirinya, ia mulai ketakutan. Segera ia temui Nabi sambil menyerahkan zakatnya. Akan tetapi Nabi menolaknya, "Allah melarang aku menerimanya." Tsa'labah menangis tersedu-sedu.
Setelah Nabi wafat, Tsa'labah menyerahkan zakatnya kepada Abu Bakar, kemudian Umar. tetapi kedua Khalifah itu menolaknya. Tsa'labah meninggal pada masa Utsman.
Dimanakah Ts'alabah sekarang ? Jangan-jangan kitalah Tsa'labah-Tsa'labah baru yang dengan linangan air mata memohon agar rezeki Allah turun kepada kita, dan ketika rezeki itu turun, dengan sombongnya kita lupakan ayat-ayat Allah.
Bukankah kita dengan alasan sibuk berbisnis tak lagi sempat sholat lima waktu. Bukankah dengan alasan ada "meeting penting" kita lupakan perintah untuk sholat Jum'at. Bukankah ketika ada yang meminta sedekah dan zakat kita ceramahi mereka dengan cerita bahwa harta yang kita miliki ini hasil kerja keras, siang-malam membanting tulang; bukan turun begitu saja dari langit, lalu mengapa kok orang-orang mau enaknya saja minta sedekah tanpa harus kerja keras.
Kitalah Tsa'labah… .Tsa'labah ternyata masih hidup dan "mazhab"-nya masih kita ikuti…
Konon, ada riwayat yang memuat saran Nabi Muhammad S.A.W (dan belakangan digubah menjadi puisi oleh Taufik ismail), "Bersedekahlah, dan jangan tunggu satu hari nanti di saat engkau ingin bersedekah tetapi orang miskin menolaknya dan mengatakan, "kami tak butuh uangmu, yang kami butuhkan adalah darahmu!"
Dahulu Tsa'labah menangis di depan Nabi yang tak mau menerima zakatnya. Sekarang ditengah kesenjangan sosial di negeri kita, jangan-jangan kita bukan hanya akan menangis namun berlumuran darah ketika orang miskin menolak sedekah dan zakat kita!
Na'udzubillah…
KETIKA TIRAI TERTUTUP
Ketika mendengar sebuah berita "miring" tentang saudara kita, apa reaksi kita pertama kali ? Kebanyakan dari kita dengan sadarnya akan menelan berita itu, bahkan ada juga yang dengan semangat meneruskannya kemana-mana.
Kita ceritakan aib saudara kita, sambil berbisik, "sst! ini rahasia lho!". Yang dibisiki akan meneruskan berita tersebut ke yg lainnya, juga sambil berpesan, "ini rahasia lho!"
Kahlil Gibran dengan baik melukiskan hal ini dalam kalimatnya, "jika kau sampaikan rahasiamu pada angin, jangan salahkan angin bila ia kabarkan pada pepohonan."
Inilah yang sering terjadi. Saya memiliki seorang rekan muslimah yang terpuji akhlaknya. Ketika dia menikah saya menghadiri acaranya. Beberapa minggu kemudian, seorang sahabat mengatakan, "saya dengar dari si A tentang "malam pertamanya" si B." Saya kaget dan saya tanya, "darimana si A tahu ?" Dengan enteng rekan saya menjawab, "ya dari si B sendiri! Bukankah mereka kawan akrab… "
Masya Allah! rupanya bukan saja "rahasia" orang lain yang kita umbar kemana-mana, bahkan "rahasia kamar" pun kita ceritakan pada sahabat kita, yang sayangnya juga punya sahabat, dan sahabat itu juga punya sahabat.
Saya ngeri mendengar hadis Nabi: "Barang siapa yang membongkar-bongkar aib saudaranya, Allah akan membongkar aibnya. Barangsiapa yang dibongkar aibnya oleh Allah, Allah akan mempermalukannya, bahkan di tengah keluarganya."
Fakhr al-Razi dalam tafsirnya menceritakan sebuah riwayat bahwa para malaikat melihat di lauh al-mahfudz akan kitab catatan manusia. Mereka membaca amal saleh manusia. Ketika sampai pada bagian yang berkenaan dengan kejelekan manusia, tiba-tiba sebuah tirai jatuh menutupnya. Malaikat berkata, "Maha Suci Dia yang menampakkan yang indah dan menyembunyikan yang buruk."
Jangan bongkar aib saudara kita, supaya Allah tidak membongkar aib kita.
"Ya Allah tutupilah aib dan segala kekurangan kami di mata penduduk bumi dan langit dengan rahmat dan kasih sayang-Mu, Wahai Tuhan Yang Maha Pemurah"
KASIH SAYANG ILAHI
Ibrahim bin Adham , seorang alim yang hidup di abad ke-8, seperti diceritakan dalam salah satu tulisan Goenawan Moehamad, suatu saat bertawaf mengelilingi Ka'bah. Malam gelap, hujan deras, guntur gemuruh. Ketika Ibrahim berada di depan pintu Ka'bah, ia berdo'a, "Ya Tuhanku, lindungilah diriku dari perbuatan dosa terhadap-Mu."
Konon, ada suara yang menjawab, "Ya Ibrahim, kau minta pada-Ku untuk melindungimu dari dosa, dan semua hamba-Ku juga berdo'a serupa itu. Jika Kukabulkan doa kalian, kepada siapa gerangan nanti akan Kutunjukkan rasa belas-Ku dan kepada siapa akan Kuberikan ampunan-Ku ?"
Kisah pendek ini entah benar-benar terjadi atau tidak, namun kisah ini memberikan arti panjang bagi kita dalam memandang makna sebuah dosa dan hubungannya dengan kasih sayang Ilahi. Dosa diciptakan oleh Allah sebagaimana Dzat Yang Maha Agung ini menciptakan pahala. Tentu saja sebagaimana ciptaan-Nya yang lain, dosa pun memiliki peran dan hikmah tersendiri.
Dengan adanya dosa, kita jadi tahu ada yang namanya pahala. Dalam lorong yang hitam kita bisa melihat cahaya. Dalam gelap kita jadi tahu apa arti sebuah mentari. Walhasil, dosa memang harus kita jauhi namun juga harus kita pikirkan keberadaannya.
Semoga dengan melihat bahwa dosa pun dapat menjadi alat Allah untuk menunjukkan kasih sayang-Nya, kita mampu lebih memahami hadis Nabi, "Ikutilah perbuatan jelek dengan perbuatan baik agar perbuatan baik itu menghapusnya."
Kita percaya bahwa ampunan Allah lebih luas dari murka-Nya. Jika Allah yang Gagah Perkasa saja masih bersedia memaafkan hamba-Nya dan menunjukkan kasih sayang-Nya kepada kita semua, mengapa kita tak mau memaafkan kesalahan orang lain kepada kita ?
Mengapa tak kita serap sifat Rahman dan Rahim-Nya sebagaimana selalu kita baca dalam Bismillah ar-Rahman ar-Rahim ?
Ketika saya menghadap Kepala Sekolah sewaktu di Madrasah Aliyah seraya meminta maaf atas prilaku jelek saya. Kepala Sekolah yang sekarang sudah almarhum itu menjawab, "Umar bin Khattab pernah mengubur anaknya hidup-hidup, dia bertobat dan Allah memaafkannya. Apakah kesalahan kamu sudah lebih besar dari prilaku Umar itu sampai saya tak berkenan memaafkan kamu ?" Saya merinding mendengar jawaban itu. Saya pun masih merinding saat mengingat betapa pemurahnya guru saya itu. Guru saya tersebut sudah mampu menjadikan kesalahan saya sebagai alat untuk menunjukkan kasih sayangnya.
KEAJAIBAN HAMBA ALLAH
Seorang rekan yang mengaku mengalami berbagai keajaiban bercerita banyak pada saya. Bagaimana keluarganya menganggap bahwa do'a yg dia panjatkan pasti diterima Allah. Bagaimana isterinya, penganut salah satu tarekat, jika berdo'a sudah bisa merasakan apakah do'a ini terkabul atau tidak.
Rekan lain juga bercerita bagaimana dia mengalami keajaiban. Ketika dia berdo'a agar termasuk mereka yang berhati emas, tiba-tiba dia melihat langit berwarna keemasan dan tetesen emas itu bagaikan jatuh ke bumi.
Entahlah, apakah pengalaman rekan-rekan saya tersebut benar-benar terjadi atau tidak. Saya hanya khawatir dua hal:
1. Kita berubah menjadi riya' ketika kita menceritakan hal-hal itu. Saya khawatir kita justru tidak mendapati keajaiban lagi ketika hati kita telah tergelincir pada riya'.
2. Kita beribadah karena mengejar keajaiban; bukan semata-mata karena Allah. Kita baca wirid sekian ribu kali, dengan harapan bisa menghasilkan keajaiban, apakah tubuh yg kebal, terungkapnya hijab (kasyaf) dan lainnya. Kita jalani sholat sunnah ratusan rakaat juga demi mengejar "keanehan-keanehan". Kita jalani ritus-ritus itu hanya karena ingin mencapai ma'rifat (yang sayangnya dikelirukan sebagai memiliki keajaiban).
Yang lebih celaka lagi, ketika kita mendapat keajaiban tiba-tiba kita mengklaim bahwa Tuhan sangat dekat dengan kita sehingga status kita naik menjadi wali. Sayang, setelah "merasa" menjadi wali, kita lupakan aspek syari'ah. Konon, bagi mereka yang mencapai aspoek ma'rifat tidak perlu lagi menjalankan aspek syari'at.
Entahlah, saya yang merasa belum naik-naik maqamnya dari status awam hanya bisa merujuk kisah Nabi Zakariya dan Siti Maryam. Nabi Zakariya diberi anugerah putera, padahal dia sudah tua dan isterinya mandul. Setelah mendapat keajaiban ini, Allah memerintahkan pada-Nya, "Sebutlah nama Tuhan-mu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari" (Qs 3: 41) Maryam pun mendapat keajaiban berupa putera (padahal dia tidak pernah "disentuh" lelaki). Namun setelah Allah memberitahu tingginya kedudukan Maryam, Allah menyuruh Maryam, "Ta'atlah kepada Tuhan-mu, sujud dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku' (Qs 3: 43)
Dostları ilə paylaş: |