Minggu, 17 Juli 2011 23:29:42 WIB
HAL-HAL YANG MENAKUTKAN DI ALAM KUBUR
Oleh
Ustadz Dr Ali Musri Semjam Putra, MA
Apabila kita mengamati nash-nash yang shahîh dari al-Qur‘ân dan Sunnah serta ditopang oleh pemahaman dan pandangan para Ulama dalam memahami nash-nash tersebut, maka diketahui bahwa manusia akan melewati empat alam kehidupan, yaitu: alam rahim, alam dunia, alam barzakh (kubur), alam akhirat. Semua proses kehidupan setiap alam tersebut memiliki kekhususan masing-masing, tidak bisa disamakan antara satu dengan lainnya. Misalnya alam rahim, mungkin saja bisa diketahui sebagian proses kehidupan di sana melalui peralatan kedokteran yang canggih, tapi di balik itu semua, masih banyak keajaiban yang tidak terungkap dengan jalan bagaimana pun. Semua itu merupakan rahasia yang sengaja Allah Azza wa Jalla tutup dari ilmu dan pandangan umat manusia. Allah Azza wa Jalla telah menerangkan dalam firman-Nya yang berbunyi:
وَمَا أُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
Tidaklah kalian diberi ilmu kecuali sedikit saja. [al-Isrâ‘/17:85]
Apalagi bila kita hendak berbicara tentang kehidupan alam kubur dan alam akhirat, tiada pintu yang bisa kita buka kecuali pintu keimanan terhadap yang ghaib, melalui teropong nash-nash al-Qur‘ân dan Sunnah. Beriman dengan hal yang ghaib adalah barometer pembeda antara seorang Mukmin dengan seorang kafir, sebagaimana termaktub dalam firman Allah Azza wa Jalla :
ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ
Kitab (al-Qur‘ân) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib”. [al-Baqarah/2:2-3]
Banyak nash dari al-Qur‘ân dan Sunnah yang mengukuhkan persoalan ini, yang tidak mungkin diuraikan dalam tulisan yang singkat ini.
KEADAAN MANUSIA DI ALAM KUBUR
Setiap manusia yang hidup di dunia ini pasti akan melewati alam kubur. Alam ini disebut pula alam barzakh yang artinya perantara antara alam dunia dengan alam akhirat, sebagaimana firman Allah k yang artinya, “Apabila kematian datang kepada seseorang dari mereka, ia berkata, “Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekalikali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada Barzakh (pembatas) hingga hari mereka dibangki
Teori ni aku jumpa kt 1 sosial forum yg mana dia pn amik dr 1 sumber lain.....tp kt sini aku cuba nk berkongsi dgn kwn2 kt porum ni plk...ok.
kot2 kalu ada info/pandangan dr membe2 kt sini plk...blh criter skit......sharing
Jika anda belum tahu, padang mahsyar adalah tempat berkumpulnya manusia setelah dibangkitkan dari mati, tentu setelah seluruh jagat raya mengalami kiamat. Dengan otak manusia terjenius di dunia pun, kita sulit membuktikannya. Karena itu hal ini termasuk hal ghaib yang wajib diimani oleh umat Islam, sebagai salah satu dari keenam pokok keimanan yang utama. Keenam pokok keimanan dalam Islam adalah (1)beriman pada Allah SWT dengan segala sifatnya yang berbeda dari mahluk-Nya, (2) beriman pada malaikat,(3) beriman pada kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah SWT pada Rasul-rasul terpilih baik itu Taurat (dari Nabi Musa), Zabur, Injil (dari nabi Isa/Jesus) dan Al-Qur'an (dari Nabi Muhammad); (4) Beriman pada seluruh nabi dan Rasul, terutama 25 nabi dan Rasul yang namanya disebut-sebut dalam Qur'an dan hadist; (5)Beriman pada adanya hari akhir/kiamat termasuk kebangkitan manusia setelah dimatikan (6) beriman pada qadha dan Qadar (ketetapan dan takdir dari Allah).
Secara singkat saya bisa gambarkan, bahwa manusia akan mengalami kematian. Di alam kubur kita akan menunggu hingga kiamat tiba, lalu setelah seluruh mahluk mati, manusia akan dibangkitkan dari kuburnya untuk mempertanggungjawabkan segala bentuk perbuatannya sejak mulai baligh hingga mati. Karena dalam Islam bayi yang lahir hingga baligh masih belum dicatat dosa-dosanya, maka kesalahan anak-anak sebelum pubertas tidak dikategorikan dosa, karena mereka belum mengenal baik dan buruk. Saat menunggu kebangkitan ini, ada manusia yang mengalami nikmat kubur ada pula yang disiksa di dalam kubur. Itu sebabnya dalam Islam, hidup ini bukan berhenti setelah mati, namun berlanjut. Dan begitu banyak ayat Qur'an dan hadist Rasulullah SAW yang mengingatkan akan pentingnya persiapan "hidup sesudah mati" yaitu kehidupan yang sesungguhnya setelah kita meninggalkan alam dunia ini. Hidup sesudah mati inilah yang jika dihitung jauh lebih panjang daripada usia kita di dunia ini. Jika anda hitung, bandingkan saja misalnya dengan fir'aun yang ribuan tahun yang lalu sudah meninggal dan saat ini masih menunggu dibangkitkan karena kiamat yang sesungguhnya belum terjadi. Entah berapa lama lagi dia akan disiksa dalam alam kuburnya karena dia termasuk manusia yang paling dilaknat oleh Allah SWT dan dia mati sebelum bertaubat tenggelam dalam air laut, saat mengejar Nabi Musa dan bangsa Israel yang melarikan diri darinya. Bayangkan saja betapa tak enaknya mendapat siksa kubur yang lama, dan sudah jelas di padang mahsyar nanti dia langsung dicap sebagai orang yang masuk neraka. Karena setelah masing-masing manusia mempertanggungjawabkan perbuatannya di padang mahsyar nanti, kita akan menerima "buku catatan" segala perbuatan kita di dunia, dan kita akan tahu hasil akhirnya berapa perbandingan kebaikan dan keburukan yang kita lakukan. Jika kebaikan kita lebih banyak, kita akan masuk surga, dan demikian pula sebaliknya.
Bicara tentang padang mahsyar ini, banyak orang-orang yang tak beriman meragukannya, bahkan hal ini sudah dijelaskan di dalam Al-Qur'an berkali-kali bahwa orang-orang yang tak percaya pada hal ini menertawakan keimanan orang-orang Islam. Bagaimana mungkin manusia yang mati akan dibangkitkan kembali sesudah matinya, padahal tinggal tulang belulang. Dilain pihak, seorang nabi yang sangat beriman pada ketauhidan Allah SWT (bahwa Allah SWT itu Maha Satu), yaitu nabi Ibrahim AS, sempat memohon pada Allah SWT untuk membuktikan secara nalar bagaimana mungkin Allah SWT kelak akan mengumpulkan seluruh manusia di padang mahsyar. Permohonan ini bukanlah karena Nabi Ibrahim tak percaya pada kekuasaan Allah SWT, tetapi hanyalah untuk meneguhkan imannya. Oleh Allah SWT Nabi Ibrahim disuruh melatih empat ekor burung yang dilepas di empat tempat yang berlainan satu sama lain. Lalu pada saat tertentu nabi Ibrahim disuruh memanggil burung-burung itu, yang tentu semuanya datang mendengar panggilan nabi ibrahim. Dengan kata lain, Allah SWT hanya menyeru manusia untuk bangkit dari kuburnya dan semua akan bangkit tunduk patuh seperti patuhnya burung-burung itu pada nabi Ibrahim.
Secara logika manusia yang otak dan ilmunya sangat terbatas ini, setelah kiamat terjadi tak mungkin terdapat padang mahsyar, karena alam semesta sudah hancur lebur. Disinilah bentuk keimanan pada hal ghaib, pada hari akhir sangat menentukan. Karena bukti-bukti ilmiah hanya bisa mendukung keimanan, jika sudah ada penemuan baru akibat kecanggihan teknologi. Selama lebih dari 1428 tahun lamanya, bukti-bukti itu belum ada. Namun baru-baru ini para ahli astronomi tercengang oleh fenomena baru di alam semesta.
Sungguh mengejutkan. Dahulu mereka berteori bahwa bintang yang mati akan membentuk black hole atau bintang neutron sebelum benar-benar musnah. Sebelum mati bintang/planet akan meledak luar biasa jauh lebih dahsyat dari ledakan nuklir, sehingga hasil ledakannya bisa dilihat dari jutaan tahun kemudian sebagai supernova. Teori tentang supernova inilah yang membuat para ahli astronomi berlomba-lomba menemukan supernova-supernova baru. Namun baru akhir-akhir ini sajalah para astronom ini menyadari bahwa sesudah planet atau bintang itu mati, terbentuklah yang baru dari hasil ledakannya. Dengan kata lain terjadi recycling (lihat gambar). Cerita selengkapnya bisa anda lihat di video yang saya upload berjudul PLANETARY LIFE AFTER DEATH : SPITZER'S HIDDEN UNIVERSE.
Jadi penemuan baru ini membuktikan, bahwa secara logika untuk perbandingan, adalah masuk akal jika alam semesta ini hancur setelah kiamat, akan ada 'alam lain' yang disebut padang mahsyar. Tentu sebagai muslim kita tak bisa menyamakan padang mahsyar dengan terbentuknya galaksi atau bintang/planet baru tersebut, karena hanya Allah SWT sajalah yang Maha Tahu seperti apa dan bagaimana Dia Yang Maha Kuasa SWT ini akan menciptakan dan membentuk padang mahsyar kelak. Namun penemuan ini sungguh membuat para jenius di bidang astronomy tak mampu menentang kekuasaan Allah SWT sangat luar biasa, walaupun banyak dari mereka yang tertutup mata, telinga dan hatinya dari hidayah Allah SWT sehingga mereka tetap tak mengakui ketuhanan Allah SWT sebagai SANG PENGUASA JAGAT RAYA DAN SEISINYA.
Allahu Akbar. Allahu Akbar Wa lillahil hamd (Allah Maha Besar. Allah Maha Besar dan hanya pada Allah SWT sajalah segala pujian ditujukan).
_________________________________________________________________
PADANG MAHSYAR DARI PANDANGAN BLOGER aliasmohdyusof
Kalau kita meneliti kepada kandungan Al Quran, terdapat banyak ayat yang menyentuh tentang Padang Masyar.
Secara terperincinya kefahaman kita tentang Padang Masyar ini adalah berbeza dari seorang kepada seorang yang lain. Apa pun pandangan kita terhadap Padang Masyar, ia adalah sesuatu yang harus diimani oleh setiap orang Islam. Kesahihan tentang wujudnya Padang Masyar ini memang tidak boleh dipertikaikan kerana ia disebut banyak kali di dalam Quran.
Menurut Quran, apabila sangkakala ditiup untuk kali kedua, ruh akan dikembalikan kepada jasad manusia. Manusia akan hidup semula dan akan keluar dari kubur masing-masing menuju ke permukaan ‘bumi’. Di waktu itu permukaan ‘bumi’ tidak lagi seperti yang kita lihat hari ini tetapi merupakan padang pasir yang bewarna putih yang teramat luas sayup mata memandang.
Kenapa permukaan bumi bertukar wajah?
Sebelum itu alam ini telah berlaku kiamat. Semasa terjadinya kiamat, semua gunung-gunung yang ada di bumi akan bergerak dan berterbangan seperti kapas. Semua bintang-bintang di langit berguguguran menuju ke bumi. Bintang-bintang yang besar ini akan berpadu dengan bumi lalu membentuk glob bumi yang sangat besar.
Saiz bumi yang bertambah berlipat ganda besarnya itu akan menghasilkan luas permukaan yang sangat besar juga yang akan dikenali sebagai Padang Masyar. Dengan keluasan permukaan yang berlipat ganda dari keluasan asal bumi maka dapatlah Padang Masyar ini menjadi tempat untuk menghimpunkan kesemua manusia yang bermula dari Nabi Adam hingga hari kiamat. Yang mungkin mencecah ratusan billion manusia.
Wallahualam.
kire halal tuan ya EMPAT PERTANYAAN DIPADANG MAHSYAR:
Setiap muslim wajib mengimani hari akhir atau hari Kiamat. Bahkan hal itu merupakan rukun iman yang kelima. Di dalam hadits-hadits shahih diterangkan bahwa setelah dunia ini hancur, manusia yang di dalam kubur dibangkitkan dan semua akan dikumpulkan oleh Allah di padang Mahsyar. Siapkah kita menghadapi peristiwa tersebut? Apa saja yang akan terjadi pada saat itu ?
Pada saat itu manusia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Ta’ala tentang segala macam yang telah dilakukan selama hidup di dunia ini. Pada hari itu tidak berguna harta, anak, tidak bermanfaat apa yang dibanggakan selama di dunia ini. Pada hari itu hanya ada penguasa tunggal yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan berbagai macam nikmat kepada manusia, kemudian Dia menyuruh menggunakan nikmat tersebut sebaik-baiknya dalam rangka mengabdi kepada-Nya.
Karena Allah yang telah mengaruniakan nikmat-nikmat itu kepada manusia, maka sangatlah wajar apabila Ia menanyakan kepada manusia untuk apa nikmat-nikmat itu digunakan.
Dalam sebuah hadits, Rasululah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Tidaklah bergeser kedua kaki seorang hamba (menuju batas shiratul mustaqim) sehingga ia ditanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan, ilmunya untuk apa ia amalkan , hartanya dari mana ia peroleh dan kemana ia habiskan dan badannya untuk apa ia gunakan” (Hadits Shahih Riwayat At Tirmidzi dan Ad Darimi)
1. Umur
Umur adalah sesuatu yang tidak pernah lepas dari manusia. Bila kita berbicara tentang umur, maka berarti kita berbicara tentang waktu. Allah dalam Al Qur’an telah bersumpah dengan waktu “Demi masa” maksudnya agar manusia lebih memperhatikan waktu. Waktu yang diberikan Allah adalah 24 jam dalam sehari-semalam. Untuk apa kita gunakan waktu itu? Apakah waktu itu untuk beribadah atau untuk yang lain-lain yang sia-sia?
Diantara sebab-sebab kemunduran umat Islam ialah bahwa mereka tidak pandai menggunakan waktu untuk hal-hal yang bermanfaat, sebagian besar waktunya untuk bergurau, bercanda, ngobrol tentang hal-hal yang tidak bermanfaat bahkan terkadang membawa kepada perdebatan yng tidak berarti dan pertikaian. Sementara orang-orang kafir menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya, sehingga mereka maju dalam berbagai bidang kehidupan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Keadaan umat Islam saat ini sangat memprihatinkan. Ada diantara mereka yang tidak mengerti ajaran agamanya dan ada yang tidak mengerti ilmu pengetahuan umum. Bahkan ada di antara mereka yang buta huruf baca tulis Al Qur’an. Bila kita mau meningkatkan iman dan amal, maka seharusnyalah kita bertanya kepada diri masing-masing; sudah berapa umur kita hari ini?, dan apa yang sudah kita ketahui tentang Islam?, apa pula yang sudah kita amalkan dari ajaran Islam ini? Janganlah kita termasuk orang yang merugi.
2. Ilmu
Yang membedakan antara muslim dan kafir adalah ilmu dan amal. Orang muslim berbeda amaliahnya dengan orang kafir dalam segala hal, dari mulai kebersihan, berpakaian, berumah tangga, bermua’malah dan lain-lain. Seorang muslim diperintahkan oleh Allah dan RasulNya agar menuntut ilmu. Allah berfirman “Apakah sama orang yang tahu (berilmu) dengan yang tidak berilmu?” (QS. Az Zumar:9)
Ayat ini kendatipun berbentuk pertanyaan tetapi mengandung perintah untuk menuntut ilmu. Menuntut ilmu agama hukumnya wajib atas s
Alhamdulillah, pembahasan hadits Shahih Bukhari beserta penjelasannya kini memasuki hadits ke-29, masih berada di bawah Kitab Al-Iman (كتاب الإيمان).
Imam Bukhari memberi judul bab untuk hadits ini dengan باب كُفْرَانِ الْعَشِيرِ وَكُفْرٍ دُونَ كُفْرٍ (Kufur Kepada Suami dan Kufur Duna Kufrin). Jika kemudian pembahasan hadits ini diberi judul "Durhaka Kepada Suami = Kufur?" ini semata-mata untuk memudahkan saja. Selamat membaca.
Berikut ini matan (redaksi) hadits Shahih Bukhari ke-29:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ . قِيلَ أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ قَالَ يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Diperlihatkan neraka kepadaku. Ketika itu aku melihat kebanyakan penghuninya adalah wanita." Seseorang bertanya, "Apakah mereka kufur kepada Allah?" Rasulullah menjawab, "Mereka kufur kepada suami dan tidak berterima kasih atas kebaikan yang diterimanya. Walaupun sepanjang masa engkau telah berbuat baik kepada mereka, begitu mereka melihat sedikit kesalahan darimu, maka mereka berkata, 'Aku tak pernah melihat kebaikan darimu'"
Penjelasan Hadits
Hadits ke-29 ini sebenarnya adalah potongan dari hadits panjang yang secara lengkap bisa dicantumkan pada hadits ke-1052 pada bab Shalat Gerhana Berjama'ah dan hadits ke-5197 pada bab Kufur kepada suami. Dari sinilah Ibnu Hajar Al-Asqalani menyimpulkan bahwa Imam Bukhari membolehkan memotong hadits ketika menyampaikan, baik yang di depannya maupun di belakangnya, asalkan tidak merusak makna hadits itu.
أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ
Diperlihatkan neraka kepadaku. Ketika itu aku melihat kebanyakan penghuninya adalah wanita
Jamak diketahui bahwa Rasulullah SAW diperlihatkan surga dan neraka ketika Mi'raj. Pada saat itu diantara pemandangan yang beliau lihat ialah banyaknya wanita yang masuk neraka. Ada sebagian orientalis yang menjadikan hadits-hadits seperti ini sebagai alat untuk menuduh Islam tidak memuliakan wanita. Padahal jika dihubungkan dengan populasi umat manusia, sebenarnya hadits ini sangat wajar. Bukankah populasi wanita lebih banyak dari laki-laki? Andai pun prosentase laki-laki dan wanita yang masuk neraka sama, secara kuantitas jumlah perempuan tampak lebih besar. Namun demikian, tentu ada sebab mengapa banyak wanita yang masuk neraka. Dan di sinilah kecerdasan para sahabat terlihat. Kecerdasan spiritual yang membuat mereka mengajukan pertanyaan agar mengetahui sebabnya lalu mengkondisikan istri dan putri mereka agar terhindar dari sebab itu.
قِيلَ أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ
Seseorang bertanya, "Apakah mereka kufur kepada Allah?"
Inilah pertanyaan sahabat. Karena mereka memahami bahwa faktor penyebab utama masuk ke dalam neraka adalah kekufuran; kufur kepada Allah. Sebagaimana faktor utama masuk surga adalah tauhid.
قَالَ يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ
Rasulullah menjawab, "Mereka kufur kepada suami dan tidak berterima kasih atas kebaikan yang diterimanya.
Inilah jawaban Rasulullah SAW. Mereka bukan kufur kepada Allah alias kafir sebagai lawan dari iman. Namun mereka durhaka kepada suami. Durhaka kepada suami disebut kufur karena ia termasuk kemaksiatan, sebagaimana ketaatan juga bisa disebut iman. Abu Bakar bin Al Arabi menjelaskan dalam syarah-nya bahwa Imam Bukhari memberi judul bab ini dengan kata "kufur" maksudnya bukanlah kufur yang menyebabkan seseorang keluar dari agama. Karenanya pula, pada judul bab ada istilah "Kufr duuna kufrin" (kufur yang bukan kekafiran) sebuah istilah yang dipopulerkan Ibnu Abbas khususnya saat mengingkari fitnah kaum khawarij.
Hadits ini semestinya menjadi peringatan bagi kaum wanita agar tidak durhaka kepada suami, dalam hal-hal yang yang tidak bertentangan dengan syariat. Demikian pula agar para istri membiasakan mengucapkan terima kasih kepada suami atas kebaikan-kebaikannya.
Bukan berarti para suami lantas menuntut terima kasih dan ketaatan dari istrinya setelah mengetahui hadits ini tanpa berbuat hal yang sama. Sungguh Islam telah mengatur kehidupan berumah tangga dengan cara yang sangat indah dan mulia. Bagi seorang suami ada kewajiban yang harus dipenuhi, ada pula hak baginya. Pun bagi istri, ada kewajiban yang harus dijalankannya, ada pula hak baginya. Jika masing-masing mampu menunaikan kewajibannya, maka hak keduanya akan tercapai dengan sendirinya. Jika masing-masing saling berterima kasih atas kebaikan, bahkan saat selesai berhubungan seksual, tentu keduanya akan hidup dalam keharmonisan; sakinah mawaddah wa rahmah.
لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
Walaupun sepanjang masa engkau telah berbuat baik kepada mereka, begitu mereka melihat sedikit kesalahan darimu, maka mereka berkata, 'Aku tak pernah melihat kebaikan darimu'
Inilah diantara bentuk kedurhakaan istri kepada suami. Mungkin karena menuruti perasaan/emosi, seorang istri begitu saja melupakan kebaikan-kebaikan suaminya hanya karena satu kesalahan, lantas menyebutnya tak pernah berbuat baik. Ibarat peribahasa, akibat setitik nila rusak susu sebelanga atau panas setahun dihapus hujan sehari. Dan betapa banyak kasus yang telah terjadi, karena hal seperti ini kemudian timbul masalah dalam kehidupan berumah tangga, bahkan sampai terjadi cerai. Na'udzubillah.
Pelajaran Hadits
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Rasulullah SAW diberi keistimewaan oleh Allah SWT untuk melihat neraka, khususnya pada saat Mi'raj;
2. Kebanyakan penduduk neraka adalah wanita. Ini sejalan pula dengan populasi wanita di dunia yang lebih banyak dari laki-laki;
3. Kecerdasan spiritual para sahabat yang bertanya mengenai sebab masuk neraka sehingga dengan mengetahui sebab itu bisa berhati-hati dan berusaha menghindarinya;
4. Diantara sebab wanita masuk neraka adalah durhaka kepada suami dan tidak pandai berterima kasih atas kebaikannya;
5. Durhaka kepada suami termasuk perbuatan kufur, namun bukan kufur yang mengeluarkan seseorang dari agamanya;
6. Boleh menyampaikan hadits secara tidak lengkap, asalkan tidak merusak maknanya;
7. Ketika mendapati kesalahan suami, hendaknya seorang istri tidak bersikap seolah-olah suaminya tidak pernah berbuat kebaikan kepadanya.
Demikian hadits ke-29 Shahih Bukhari dan penjelasannya, semoga kita dihindarkan dari durhaka kepada suami, serta mampu menjaga istri dan anak kita dari hal itu. Demikian pula sebagai suami semoga mampu saling memenuhi kewajiban kepada istri sehingga terwujudlah keluarga sakinah mawaddah wa rahmah di dunia, serta dikumpulkan kembali di surga.
KEMBALI KE HADITS 28
Alhamdulillah, pembahasan hadits Shahih Bukhari beserta penjelasannya kini memasuki hadits ke-30, masih berada di bawah Kitab Al-Iman (كتاب الإيمان).
Hadits yang berisi pengalaman Abu Dzar ditegur keras oleh Rasulullah SAW ini mengajarkan kepada kita bahwa kemaksiatan, seperti mencaci seseorang dengan menghina ibunya adalah perbuatan jahiliyah yang harus ditinggalkan. Sebaliknya, Islam mengajarkan interaksi yang sangat indah kepada sesama, termasuk hamba sahaya. Karenanya, pembahasan hadits ke-30 Shahih Bukhari ini kita beri judul: Maksiat adalah Perbuatan Jahiliyah, Islam itu Indah.
Berikut ini matan (redaksi) hadits Shahih Bukhari ke-30:
عَنِ الْمَعْرُورِ قَالَ لَقِيتُ أَبَا ذَرٍّ بِالرَّبَذَةِ ، وَعَلَيْهِ حُلَّةٌ ، وَعَلَى غُلاَمِهِ حُلَّةٌ ، فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ ، فَقَالَ إِنِّى سَابَبْتُ رَجُلاً ، فَعَيَّرْتُهُ بِأُمِّهِ ، فَقَالَ لِىَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَا أَبَا ذَرٍّ أَعَيَّرْتَهُ بِأُمِّهِ إِنَّكَ امْرُؤٌ فِيكَ جَاهِلِيَّةٌ ، إِخْوَانُكُمْ خَوَلُكُمْ ، جَعَلَهُمُ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ ، فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ ، وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ ، وَلاَ تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ ، فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَأَعِينُوهُمْ
Dari Al-Ma'rur bahwa ia berkata, "Saya bertemu dengan Abu Dzar di Rabadzah. Beliau dan hamba sahayanya mengenakan pakaian (mantel) yang serupa. Kemudian saya bertanya apa sebabnya mereka mengenakan pakaian yang serupa. Abu Dzar menjawab, 'Aku pernah memaki seseorang dengan menghina ibunya. Lalu Nabi SAW berkata kepadaku, "Wahai Abu Dzar, apakah kau memaki dia dengan menghina ibunya? Rupanya masih ada dalam dirimu karakteristik jahiliyah. Para hambamu adalah saudara-saudaramu yang Allah titipkan di bawah tanggungjawabmu. Oleh karena itu, barangsiapa memiliki hamba sahaya, hendaklah hamba sahaya itu diberikan makanan yang dimakan dan diberi pakaian yang dipakai serta janganlah mereka dibebani dengan pekerjaan yang berada di luar kemampuan mereka. Jika mereka terpaksa mengerjakannya maka bantulah mereka."
Penjelasan Hadits
لَقِيتُ أَبَا ذَرٍّ بِالرَّبَذَةِ ، وَعَلَيْهِ حُلَّةٌ ، وَعَلَى غُلاَمِهِ حُلَّةٌ ، فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ
Saya bertemu dengan Abu Dzar di Rabadzah. Beliau dan hamba sahayanya mengenakan pakaian (mantel) yang serupa. Kemudian saya bertanya apa sebabnya mereka mengenakan pakaian yang serupa.
Abu Dzar yang dimaksud di sini adalah Abu Dzar Al-Ghifari. Sedangkan Rabadzah adalah sebuah perkampungan yang berjarak 3 mil dari Madinah.
Lihatlah Abu Dzar Al Ghifari ini! Demikianlah para sahabat. Mereka mengamalkan apa yang telah diajarkan Sang Nabi meskipun berlawanan dengan tradisi dan dinilai banyak orang sebagai sesuatu yang merendahkan diri. Namun bagi orang yang mulia karena keimanan, tidak masalah jika pakaiannya sama dengan pakaian budak, apalagi sekadar anak buah atau bawahan. Justru dengan kerelaan memakai dan memberikan pakaian yang sama, nyatalah Islam mempersamakan derajat setiap manusia. Bahkan antara budak dan tuannya. Di kemudian hari, melalui berbagai upaya termasuk kaffarat, Islam secara besar-besaran menghapus perbudakan.
Lihatlah Al-Ma'rur. Demikianlah semestinya para pecinta ilmu dan kebenaran. Ia menanyakan hal yang tak diketahuinya, yang besar sekali kemungkinannya ia mendapatkan manfaat dari sana: ilmu agama, juga pengamalannya.
فَقَالَ إِنِّى سَابَبْتُ رَجُلاً ، فَعَيَّرْتُهُ بِأُمِّهِ
Abu Dzar menjawab, 'Aku pernah memaki seseorang dengan menghina ibunya.
Lihatlah Abu Dzar Al Ghifari sekali lagi! Ia tidak malu untuk menceritakan kesalahannya asalkan orang lain dapat belajar dari dirinya. Ia tidak menyembunyikan ilmu agar terhadap hadits Rasulullah SAW ini semua umat tahu. Meski dalam cerita itu ada kesalahan Abu Dzar. Sebab sahabat seperti Abu Dzar sadar bahwa orang yang baik bukanlah orang yang suci sama sekali dari kesalahan, namun orang yang menyadari kesalahannya, lalu memperbaiki diri dan tidak mengulangi.
Dan itulah yang pernah dilakukan oleh Abu Dzar Al-Ghifari. Ia memaki seseorang. Dalam sebuah riwayat, orang itu adalah Bilal bin Rabah, ketika Abu Dzar berselisih dengannya. Maka Abu Dzar yang kala itu marah memaki Bilal; يا بن السوداء (wahai anak orang Negro).
Makian seperti itu mungkin dianggap wajar oleh manusia di zaan sekarang. Namun Islam menegaskan bahwa segala makian bisa menyakiti perasaan, apalagi ketika nadanya menghina ibu yang seharusnya dimuliakan.
فَقَالَ لِىَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَا أَبَا ذَرٍّ أَعَيَّرْتَهُ بِأُمِّهِ إِنَّكَ امْرُؤٌ فِيكَ جَاهِلِيَّةٌ
Lalu Nabi SAW berkata kepadaku, "Wahai Abu Dzar, apakah kau memaki dia dengan menghina ibunya? Rupanya masih ada dalam dirimu karakteristik jahiliyah.
Kini lihatlah Rasulullah! Rasulullah demikian marah dengan hinaan seperti itu keluar dari lisan orang beriman seperti Abu Dzar. Maka beliau menegaskan bahwa menghina ibu seseorang adalah perbuatan jahiliyah. Betapa tegasnya Rasulullah dan betapa tegasnya Islam itu. Ia tak pandang bulu. Siapa yang salah harus dibetulkan. Siapa yang bengkok harus diluruskan. Dan hakikat sesuatu harus diungkapkan. Bahwa hinaan seperti itu adalah perbuatan jahiliyah yang harus dihindari dan ditiadakan.
Mengapa? Sebab Islam –sekali lagi- sejak pertama kali didakwahkan telah membuat aturan istimewa bahwa semua manusia berderajat sama. Baik orang Arab maupun non Arab. Baik yang berkulit putih maupun hitam. Islam datang dalam rangka menghapuskan penghambaan dan penyembahan manusia kepada manusia lainnya. Dan penghambaan itu biasanya bermula dari pemuliaan satu kelompok manusia dan penghinaan kelompok lainnya. Islam tidak memperbolehkan perbuatan jahiliyah semacam itu.
Namun demikian, meskipun menghina yang merupakan kemaksiatan dan segala kemaksiatan merupakan perbuatan jahiliyah, ia tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam; sepanjang bukan kesyirikan. Inilah aqidah Islam. Inilah yang diajarkan Rasulullah yang tetap memperlakukan dan menyayangi Abu Dzar setelah mengingatkannya. Dan inilah yang ingin disampaikan Imam Bukhari dalam hadits ini. Bahwa klaim khawarij tidak benar dan tidak dapat dibenarkan. Khawarij menyatakan bahwa segala kemaksiatan, segala perbuatan jahiliyah, mengeluarkan manusia dari Islam dan membuatnya kekal di neraka.
إِخْوَانُكُمْ خَوَلُكُمْ ، جَعَلَهُمُ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ ، فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ ، وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ ، وَلاَ تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ ، فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَأَعِينُوهُمْ
Para hambamu adalah saudara-saudaramu yang Allah titipkan di bawah tanggungjawabmu. Oleh karena itu, barangsiapa memiliki hamba sahaya, hendaklah hamba sahaya itu diberikan makanan yang dimakan dan diberi pakaian yang dipakai serta janganlah mereka dibebani dengan pekerjaan yang berada di luar kemampuan mereka. Jika mereka terpaksa mengerjakannya maka bantulah mereka.
Subhaanallah! Lihatlah ajaran Islam ini! Ajaran mana yang lebih indah daripada ajaran ini. Ideologi mana yang lebih humanis daripada ideologi ini. Petunjuk mana yang lebih mulia daripada petunjuk ini.
Bahkan budak dipersamakan derajatnya dengan saudara dan harus diperlakukan dengan mulia. Lalu bagaimana halnya dengan pembantu, anak buah, bawahan, pegawai, dan karyawan? Bukankah mereka lebih berhak untuk diperlakukan secara manusiawi dan didekati dengan interaksi yang memuliakan?
Oh, di manakah kebaikan paham komunis yang menghendaki kemenangan kaum proletar di atas puing-puing kehancuran kelompok lainnya. Dan dimanakah kebaikan paham kapitalis yang demi keuntungan korporasi membiarkan rakyat kecil terampas hak-haknya. Kalau demikian, mengapa kita tidak bergerak untuk memperjuangkan kembali Islam yang indah ini. Apakah kita menunggu orang lain yang kita sebut pahlawan untuk datang dan membantu? Percayalah, mereka takkan pernah datang. Bahkan, mereka telah hadir di sini. Sebagiannya sedang membaca hadits ini.
Pelajaran Hadits
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Diantara karakteristik para sahabat adalah mengamalkan dengan sungguh-sungguh hadits Rasulullah SAW yang telah didengarnya serta memperbaiki diri dari kesalahan yang pernah dilakukannya;
2. Tidak boleh memaki seseorang dengan menghina ibunya;
3. Menghina ibu adalah perbuatan jahiliyah. Demikian pula kemaksiatan dalam arti yang luas, baik mendurhakai perintah maupun melanggar larangan Allah;
4. Kemaksiatan atau perbuatan jahiliyah tidaklah mengeluarkan pelakunya dari agama, kecuali kemaksiatan atau perbuatan yang tergolong kesyirikan;
5. Derajat manusia dalam Islam adalah setara. Tidak ada manusia yang boleh dihina oleh manusia lainnya baik dengan alasan warna kulit maupun suku bangsa;
6. Islam mengajarkan agar memperlakukan budak secara manusiawi dan terhormat, apalagi kepada orang-orang merdeka;
7. Tidak boleh membebani budak dengan pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakannya, apalagi terhadap pegawai atau karyawan yang bukan budak. Kalaupun terpaksa melakukan pekerjaan yang memberatkan, hendaklah pimpinan/majikan juga turut membantunya sehingga pekerjaan itu menjadi ringan karena ditanggung bersama.
Demikian hadits ke-30 Shahih Bukhari dan penjelasannya, semoga kita dihindarkan dari perbuatan jahiliyah, dimudahkan untuk menjalankan Islam yang begitu indah, serta ikut berkontribusi dalam memperjuangkannya melalui dakwah. Wallaahu a'lam bish shawab.[]
KEMBALI KE HADITS 29
Hadits Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu tentang perpecahan ummat, Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda :
وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ فِي رِوَايَةٍ : مَنْ كَانَ عَلَى مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي
“Sesunggunya agama (ummat) ini akan terpecah menjadi 73 (kelompok), 72 di (ancam masuk ke) dalam Neraka dan satu yang didalam Surga, dia adalah Al-Jama’ah”.
(HR. Ahmad dan Abu Daud dan juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu dan juga mirip dengannya dari hadits Auf bin Malik radhiallahu ‘anhu)
عن العرباض بن سارية قال: صلى بنا رسول الله ذات يوم ثم أقبل علينا فوعظنا موعظة بليغة ذرفت منها العيون ووجلت منها القلوب، فقال قائل: يا رسول الله كأن هذه موعظة مودع، فماذا تعهد إلينا؟ فقال: أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة وإن عبدا حبشيا؛ فإنه من يعش منكم بعدي فسيرى اختلافا كثيرا، فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء المهديين الراشدين، تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
“Dari sahabat ‘Irbadh bin As Sariyyah rodhiallahu’anhu ia berkata: Pada suatu hari Rasulullah صلى الله عليه وسلم shalat berjamaah bersama kami, kemudian beliau menghadap kepada kami, lalu beliau memberi kami nasehat dengan nasehat yang sangat mengesan, sehingga air mata berlinang, dan hati tergetar. Kemudian ada seorang sahabat yang berkata: Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat seorang yang hendak berpisah, maka apakah yang akan engkau wasiatkan (pesankan) kepada kami? Beliau menjawab: Aku berpesan kepada kalian agar senantiasa bertaqwa kepada Allah, dan senantiasa setia mendengar dan taat ( pada pemimpin/penguasa , walaupun ia adalah seorang budak ethiopia, karena barang siapa yang berumur panjang setelah aku wafat, niscaya ia akan menemui banyak perselisihan. Maka hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafa’ Ar rasyidin yang telah mendapat petunjuk lagi bijak. Berpegang eratlah kalian dengannya, dan gigitlah dengan geraham kalian. Jauhilah oleh kalian urusan-urusan yang diada-adakan, karena setiap urusan yang diada-adakan ialah bid’ah, dan setiap bid’ah ialah sesat“. (Riwayat Ahmad 4/126, Abu Dawud, 4/200, hadits no: 4607, At Tirmizy 5/44, hadits no: 2676, Ibnu Majah 1/15, hadits no:42, Al Hakim 1/37, hadits no: 4, dll)
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا (٣)
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.”
(Al-Maaidah: 3)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.
"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu".
(QS. At-tahrim [66]:8)
Dalam hadits Abu Hurairah, Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,
تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا كِتَابُ اللهِ وَسُنَّتِيْ
“Saya tinggalkan pada kalian dua perkara, yang kalian tidak akan sesat di belakang keduanya, (yaitu) kitab Allah dan Sunnahku.” (HR. Malik dan Al-Hakim dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albany dalam Al-Misykah )
Dostları ilə paylaş: |