MANAQIB SULTHONUL AWLIYA
AL-QUTB AHLI WILAYYAH AS-SYEKH ABDUL QODIR JAILANI RA.
Syekh Abdul Qodir al Jaelani(bernama lengkap Muhyi al Din Abu
Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost al Jaelani).
Lahir di Jailan atau Kailan tahun 470 H/1077 M sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata al Jailani atau al Kailani atau juga al Jiliydan. Biografi beliau dimuat dalam Kitab Adz Dzail 'Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab al Hambali. Beliau wafat pada hari Sabtu malam, setelah magrib, pada
tanggal 9 Rabiul akhir di daerah Babul Azaj wafat di Baghdad pada 561 H/1166 M.
Masa Muda
Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al Ghazali. Di Baghdad beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein al Farra' dan juga Abu Sa'ad al Muharrimi. Beliau menimba ilmu pada ulama-ulama tersebut hingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat
para ulama. Dengan kemampuan itu, Abu Sa'ad al Mukharrimi yang membangun sekolah kecil-kecilan di daerah Babul Azaj menyerahkan pengelolaan sekolah itu sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Beliau mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh.
Bermukim di sana sambil memberikan nasehat kepada orang-orang di sekitar sekolah tersebut. Banyak orang yang bertaubat setelah mendengar nasehat beliau. Banyak pula orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang menimba ilmu di sekolah beliau hingga sekolah itu tidak mampu menampung lagi.
Murid-Murid
Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun kitab Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam, Syeikh Qudamah, penyusun kitab fiqh terkenal al
Mughni.
Perkataan Ulama tentang Beliau
Syeikh Ibnu Qudamah sempat tinggal bersama beliau selama satu bulan sembilan hari. Kesempatan ini digunakan untuk belajar kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani sampai beliau meninggal dunia.
(Siyar A'lamin Nubala XX/442).
Syeikh Ibnu Qudamah rahimahullah ketika ditanya tentang Syeikh Abdul Qadir menjawab, "Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Beliau menempatkan kami di sekolahnya. Beliau sangat perhatian terhadap kami. Kadang beliau mengutus putra beliau yang bernama Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Beliau
senantiasa menjadi imam dalam shalat fardhu."
Beliau adalah seorang yang berilmu, beraqidah Ahlu Sunnah, dan mengikuti jalan Salaf al Shalih. Belaiau dikenal pula banyak memiliki karamah. Tetapi, banyak (pula) orang yang membuat-buat
kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, tariqah (tarekat/jalan) yang berbeda dengan jalan Rasulullah, para sahabatnya, dan lainnya. Di antaranya dapat diketahui dari pendapat Imam Ibnu Rajab.
Tentang Karamahnya
Syeikh Abdul Qadir al Jaelani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh para syeikh, ulama, dan ahli zuhud. Beliau banyak memiliki keutamaan dan karamah. Tetapi, ada seorang yang bernama al Muqri' Abul Hasan asy Syathnufi al Mishri (nama
lengkapnya adalah Ali Ibnu Yusuf bin Jarir al Lakhmi asy yathnufi) yang mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syeikh Abdul
Qadir al Jailani dalam tiga jilid kitab. Al Muqri' lahir di Kairo tahun 640 H, meninggal tahun 713 H. Dia dituduh berdusta dan tidak bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya).
"Cukuplah seorang itu berdusta, jika dia menceritakan yang dia dengar", demikian kata Imam Ibnu Rajab. "Aku telah melihat
sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tentram untuk berpegang dengannya, sehingga aku tidak meriwayatkan apa yang ada di dalamnya. Kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal
dari selain kitab ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh dari agama dan akal, kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak berbatas, seperti kisah Syeikh Abdul Qadir menghidupkan ayam yang telah mati, dan sebagainya. Semua itu
tidak pantas dinisbatkan kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani rahimahullah."
Kemudian didapatkan pula bahwa al Kamal Ja'far al Adfwi (nama lengkapnya Ja'far bin Tsa'lab bin Ja'far bin Ali bin Muthahhar bin Naufal al Adfawi), seorang ulama bermadzhab Syafi'i. Ia dilahirkan
pada pertengahan bulan Sya'ban tahun 685 H dan wafat tahun 748 H di Kairo. Biografi beliau dimuat oleh al Hafidz di dalam kitab Ad Durarul Kaminah, biografi nomor 1452. al Kamal menyebutkan bahwa asy Syathnufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang
diriwayatkannya dalam kitab ini.(Dinukil dari kitab At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah as Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa'dah 1415 H / 8 April 1995 M.).
Karya
Imam Ibnu Rajab juga berkata, "Syeikh Abdul Qadir al Jailani rahimahullah memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma'rifat yang sesuai
dengan sunnah."
Karya beliau, antara lain :
al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq,Futuhul Ghaib.
Murid-muridnya mengumpulkan ihwal yang berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang dengan sunnah. Beliau membantah dengan keras terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah.
Beberapa Ajaran Beliau
Sam'ani berkata, " Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah penduduk kota Jailan. Beliau seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau." Imam Adz Dzahabi menyebutkan biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A'lamin Nubala, dan menukilkan perkataan Syeikh sebagai berikut, "Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat."
Imam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh sehingga memberikan kesan seakan-akan beliau mengetahui hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan, "Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki
kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang beriman ). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau."( Siyar XX/451 ).
Imam Adz Dzahabi juga berkata, " Tidak ada seorangpun para kibar masyasyeikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak diantara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi".
Syeikh Rabi' bin Hadi Al Madkhali berkata dalam kitabnya, Al addul Fashil,hal.136, " Aku telah mendapatkan aqidah beliau ( Syeikh Abdul Qadir Al Jaelani ) didalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. (Lihat kitab Al-Ghunyah I/83-94) Maka aku mengetahui bahwa dia sebagai seorang Salafi. Beliau menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj Salaf. Beliau juga membantah kelompok-kelompok Syi'ah, Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf." (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya yeikh
Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa'dah 1415 H / 8 April 1995 M.)
Inilah tentang beliau secara ringkas. Seorang 'alim Salafi, Sunni, tetapi banyak orang yang menyanjung dan membuat kedustaan atas nama beliau. Sedangkan beliau berlepas diri dari semua kebohongan itu. Wallahu a'lam bishshawwab.
Awal Kemasyhuran
Al-Jaba'i berkata bahwa Syaikh Abdul Qadir al-Jaelani pernah berkata kepadanya, "Tidur dan bangunku sudah diatur. Pada suatu saat dalam dadaku timbul keinginan yang kuat untuk berbicara. Begitu kuatnya sampai aku merasa tercekik jika tidak berbicara. Dan ketika berbicara, aku tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau tiga orang yang mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang aku ucapkan kepada orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di masjid Bab Al-Halbah. Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke tengah kota dan dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap datang di malam hari dengan membawa lilin dan obor hingga memenuhi tempat tersebut. Kemudian, aku dibawa ke luar kota dan ditempatkan di sebuah mushalla. Namun, orang-orang tetap datang kepadaku, dengan mengendarai kuda, unta bahkan keledai dan menempati tempat di
sekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali radhiallahu 'anhum]].
Kemudian, Syaikh Abdul Qadir melanjutkan, "Aku melihat Rasulullah
SAW sebelum dzuhur, beliau berkata kepadaku, "anakku, mengapa engkau tidak berbicara?". Aku menjawab, "Ayahku, bagaimana aku yang non arab ini berbicara di depan orang-orang fasih dari Baghdad?". Beliau berkata, "buka mulutmu". Lalu, beliau meniup 7 kali ke dalam mulutku kemudian berkata, "bicaralah dan ajak mereka ke jalan Allah dengan hikmah dan peringatan yang baik". Setelah itu, aku shalat dzuhur dan duduk serta mendapati jumlah yang sangat luar biasa banyaknya sehingga membuatku gemetar. Kemudian aku melihat Ali r.a. datang dan berkata, "buka mulutmu". Beliau lalu meniup 6 kali ke dalam mulutku dan ketika aku bertanya
kepadanya mengapa beliau tidak meniup 7 kali seperti yang dilakukan Rasulullah SAW, beliau menjawab bahwa beliau melakukan itu karena rasa hormat beliau kepada RasuluLlah SAW. Kemudian, aku berkata, "Pikiran, sang penyelam yang mencari mutiara ma'rifah dengan menyelami laut hati, mencampakkannya ke pantai dada, dilelang oleh lidah sang calo, kemudian dibeli dengan permata ketaatan dalam rumah yang diizinkan Allah untuk diangkat". Beliau kemudian menyitir, "Dan untuk wanita seperti Laila, seorang pria dapat membunuh dirinya dan menjadikan maut dan siksaan sebagai sesuatu yang manis."
Dalam beberapa manuskrip didapatkan bahwa Syaikh Abdul Qadir al Jaelani berkata, "Sebuah suara berkata kepadaku saat aku berada di
pengasingan diri, "kembali ke Baghdad dan ceramahilah orang-orang". Aku pun ke Baghdad dan menemukan para penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan karena itulah aku tidak jadi mengikuti mereka". "Sesungguhnya" kata suara tersebut, "Mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu". "Apa hubungan mereka dengan keselamatan agamaku/keyakinanku" tanyaku. "Kembali (ke Baghdad) dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu" jawab suara itu.
Aku pun menbuat 70 perjanjian dengan Allah. Di antaranya adalah tidak ada seorang pun yang menentangku dan tidak ada seorang muridku yang meninggal kecuali dalam keadaan bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah.
Beberapa Kejadian Penting
Suatu ketika, saat aku berceramah aku melihat sebuah cahaya terang
benderang mendatangi aku. "Apa ini dan ada apa?" tanyaku. "Rasulullah SAW akan datang menemuimu untuk memberikan selamat" jawab sebuah suara. Sinar tersebut semakin membesar dan aku mulai masuk dalam kondisi spiritual yang membuatku setengah sadar. Lalu, aku melihat RasuLullah SAW di depan mimbar, mengambang di udara dan memanggilku, "Wahai Abdul Qadir". Begitu gembiranya aku dengan kedatangan Rasulullah SAW, aku melangkah naik ke udara menghampirinya. Beliau meniup ke dalam mulutku 7 kali. Kemudian Ali datang dan meniup ke dalam mulutku 3 kali. "Mengapa engkau tidak melakukan seperti yang dilakukan Rasulullah SAW?" tanyaku kepadanya. "Sebagai rasa hormatku kepada Rasulullah SAW" jawab
beliau.
Rasulullah SAW kemudian memakaikan jubah kehormatan kepadaku. "apa ini?" tanyaku. "Ini" jawab Rasulullah, "adalah jubah kewalianmu dan dikhususkan kepada orang-orang yang mendapat derajad Qutb dalam jenjang kewalian". Setelah itu, aku pun tercerahkan dan
mulai berceramah.
Saat Khidir as. Datang hendak mengujiku dengan ujian yang diberikan kepada para wali sebelumku, Allah membukakan rahasianya dan apa yang akan dikatakannya kepadaku. Aku berkata kepadanya, "Wahai Khidir, apabila engkau berkata kepadaku, "Engkau tidak akan sabar kepadaku", aku akan berkata kepadamu, "Engkau tidak akan sabar kepadaku". "Wahai Khidir, Engkau termasuk golongan Israel sedangkan aku termasuk golongan Muhammad, inilah aku dan engkau. Aku dan engkau seperti sebuah bola dan lapangan, yang ini Muhammad dan yang ini ar Rahman, ini kuda berpelana, busur terentang dan
pedang terhunus."
Al-Khattab pelayan Syaikh Abdul QAdir meriwayatkan bahwa suatu hari ketika beliau sedang berceramah tiba-tiba beliau berjalan naik ke udara dan berkata, "Hai orang Israel, dengarkan apa yang dikatakan oleh kaum Muhammad" lalu kembali ke tempatnya. Saat ditanya mengenai hal tersebut beliau menjawab, "Tadi Abu Abbas al
Khidir as lewat dan aku pun berbicara kepadanya seperti yang kalian dengar tadi dan ia berhenti".
Hubungan Guru dan Murid
Guru dan teladan kita Syaikh Abdul Qadir al Jilli berkata, Seorang Syaikh tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah daging dalam
dirinya.
Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang sattar (menutup aib) dan ghaffar (pemaaf).Dua karakter dari Rasulullah SAW yaitu penyayang dan lembut.Dua karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya.Dua karakter dari Umar yaitu amar ma'ruf
nahi munkar.Dua karakter dari Utsman yaitu dermawan dan bangun (tahajjud) pada waktu orang lain sedang tidur.Dua karakter dari Ali yaitu aalim (cerdas/intelek) dan pemberani.
Masih berkenaan dengan pembicaraan di atas dalam bait syair yang dinisbatkan kepada beliau dikatakan:
Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri seorang syaikh maka ia adalah Dajjal yang mengajak kepada kesesatan.
Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum syariat dzahir, mencari ilmu hakikah dari sumbernya, hormat dan ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu merasa diawasi oleh Allah.
Syaikh Abdul Qadir juga menyatakan bahwa Syaikh al Junaid mengajarkan standar al Quran dan Sunnah kepada kita untuk menilai seorang syaikh. Apabila ia tidak hafal al Quran, tidak menulis dan
menghafal Hadits, dia tidak pantas untuk diikuti.
Menurut saya (penulis buku) yang harus dimiliki seorang syaikh ketika mendidik seseorang adalah dia menerima si murid untuk Allah, bukan untuk dirinya atau alasan lainnya. Selalu menasihati
muridnya, mengawasi muridnya dengan pandangan kasih. Lemah lembut kepada muridnya saat sang murid tidak mampu menyelesaikan riyadhah. Dia juga harus mendidik si murid bagaikan anak sendiri
dan orang tua penuh dengan kasih dan kelemahlembutan dalam mendidik anaknya. Oleh karena itu, dia selalu memberikan yang paling mudah kepada si murid dan tidak membebaninya dengan
sesuatu yang tidak mampu dilakukannya. Dan setelah sang murid bersumpah untuk bertobat dan selalu taat kepada Allah baru sang syaikh memberikan yang lebih berat kepadanya. Sesungguhnya bai'at
bersumber dari hadits Rasulullah SAW ketika beliau mengambil bai'at para sahabatnya.
Kemudian dia harus mentalqin si murid dengan zikir lengkap dengan silsilahnya. Sesungguhnya Ali ra. bertanya kepada Rasulullah SAW, "Wahai Rasulullah, jalan manakah yang terdekat untuk sampai kepada Allah, paling mudah bagi hambanya dan paling afdhal di sisi-Nya.
Rasulullah berkata, "Ali, hendaknya jangan putus berzikir (mengingat) kepada Allah dalam khalwat (kontemplasinya)". Kemudian, Ali ra. kembali berkata, "Hanya demikiankah fadhilah zikir, sedangkan semua orang berzikir". Rasulullah berkata, "Tidak
hanya itu wahai Ali, kiamat tidak akan terjadi di muka bumi ini selama masih ada orang yang mengucapkan 'Allah', 'Allah'.
"Bagaimana aku berzikir?" tanya Ali. Rasulullah bersabda, "Dengarkan apa yang aku ucapkan. Aku akan mengucapkannya sebanyak tiga kali dan aku akan mendengarkan engkau mengulanginya sebanyak tiga kali pula". Lalu, Rasulullah berkata, "Laa ilaaha illallah" sebanyak tiga kali dengan mata terpejam dan suara keras. Ucapan
tersebut di ulang oleh Ali dengan cara yang sama seperti yang Rasulullah lakukan. Inilah asal talqin kalimat Laa ilaaha Illallah. Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita dengan kalimat tersebut.
Syaikh Abdul Qadir berkata, "Kalimat tauhid akan sulit hadir pada seorang individu yang belum di talqin dengan zikir bersilsilah kepada Rasullullah oleh mursyidnya saat menghadapi sakaratul
maut".
Karena itulah Syaikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi:
Wahai yang enak diulang dan diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).
Lain-Lain
Kesimpulannya beliau adalah seorang 'ulama besar. Apabila sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjung-nyanjungnya dan mencintainya, maka itu adalah suatu kewajaran. Bahkan suatu keharusan. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau di atas Rasulullah shollallahu'alaihi wasalam, maka hal ini merupakan kekeliruan yang
fatal. Karena Rasulullah shollallahu 'alaihi wasalam adalah rasul yang paling mulia diantara para nabi dan rasul. Derajatnya tidak akan terkalahkan disisi Allah oleh manusia manapun. Adapun
sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai wasilah ( perantara ) dalam do'a mereka, berkeyakinan bahwa do'a seseorang tidak akan dikabulkan oleh
Allah, kecuali dengan perantaranya. Ini juga merupakan kesesatan. Menjadikan orang yang meninggal sebagai perantara, maka tidak ada syari'atnya dan ini diharamkan. Apalagi kalau ada orang yang berdo'a kepada beliau. Ini adalah sebuah kesyirikan besar. Sebab do'a merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak diberikan kepada selain Allah. Allah melarang mahluknya berdo'a kepada selain Allah. "Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan
Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya disamping (menyembah ) Allah. ( QS. Al-Jin : 18 )"
Jadi sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk memperlakukan para 'ulama dengan sebaik mungkin, namun tetap dalam batas-batas yang telah ditetapkan syari'ah. Akhirnya mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan petunjuk kepada kita sehingga tidak
tersesat dalam kehidupan yang penuh dengan fitnah ini.
Pada tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Abdul Qadir Jaelani menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah dan
ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpin anak kedua Abdul Qadir Jaelani, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya Baghdad pada tahun 656 H/1258 M.
Syeikh Abdul Qadir Jaelani juga dikenal sebagai pendiri sekaligus penyebar salah satu tarekat terbesar didunia bernama Tarekat Qodiriyah.
..........................................................................................................................
MANAQIB SULTHONUL AWLIYA
AL-QUTB AL-HUJJATUL ISLAM AL-‘ARIF BILLAH AS-SYEKH AKBAR AS-SAYYID MUHAMMAD THALHAH MAULANA AL-KAF
TAWASSUL :
ALFATIHAH MARI KITA TUJUKAN KEPADA PENGHULU KITA YANG MULIA, IMAM YANG AGUNG HAMBA YANG TERSEMBUNYI DAN WALI YANG TERMASHUR, YANG TIADA BANDING, PEMIMPIN PARA WALI YANG LUHUR, PEMIMPIN BESAR YANG ALIM, PEMIMPIN SIDANGNYA PARA WALI, MENDAPAT ISYARAT WAL IJAZAH DARI NABI IBRAHIM AS. MENJADI WALI KE-TAUHID-AN, PEMEGANG KUNCI KA’BAH DAN JABAL QOF. DAN DIKENAL SEBAGAI PEMANGKU KEADAAN YANG MEMPUNYAI MAQOM YANG SELALU UNGGUL, MAQOM TUNGGAL YANG BERJALAN DALAM RAHASIA DIMENSI HAQIQAT DALAM SEGALA PENJURU UFUK BARAT DAN TIMUR, CAHAYA DARI SEGALA KEGELAPAN, MUTIARA HATI ROSULULLOH,HIASAN BAGI PARA NABI, UJUNG TOMBAK PARA WALI, PENYEJUK SEGALA ALAM, PEMEGANG SEGALA PER-BENDAHARAAN DARI SEGALA RAHASIA, YAITU SULTHONUL AWLIYA AL-QUTB AL-HUJJATUL ISLAM AL-‘ARIF BILLAH AS-SYEKH AL- AKBAR AS-SAYYID MUHAMMAD THALHAH MAULANA BIN MUHAMMAD YUSUF AL-KAF.
(BACALAH ALFATIHAH)
TIADA LISAN YANG INDAH SELAIN LIDAH YANG MENGUCAP PUJI SYUKUR KEPADA ALLAH JALLA JALALUH, & TIADA BIBIR YANG CANTIK KECUALI BIBIR YANG MENGUCAP SHOLAWAT KEPADA JUNJUNGAN KITA NABI BESAR MUHAMMAD SAW.
SEGALA PUJI HANYA BAGI ALLAH SEMATA ROBB SELURUH ALAM, YANG TELAH MENYEMPURNAKAN AGAMA INI SERTA NIKMAT-NYA UNTUK KITA,
YA ALLAH LIMPAHKAN SHOLAWAT SERTA SALAM-MU YANG SENANTIASA TERCURAH KEPADA KEKASIH-MU NABI MUHAMMAD ROSULULLOH SAW.
YA ALLAH LIMPAHKAN SHOLAWAT SERTA SALAM-MU YANG SENANTIASA TERCURAH KEPADA NABI MUHAMMAD ROSULULLOH SAW. BESERTA SELURUH PARA NABI.
YA ALLAH LIMPAHKAN SHOLAWAT SERTA SALAM-MU YANG SENANTIASA TERCURAH KEPADA NABI MUHAMMAD ROSULULLOH SAW. BESERTA SELURUH PARA SHOHABATNYA, KELUARGANYA SERTA DZURIYYATNYA.
YA ALLAH LIMPAHKAN SHOLAWAT SERTA SALAM-MU YANG SENANTIASA TERCURAH KEPADA NABI MUHAMMAD ROSULULLOH SAW. BESERTA SELURUH AHLI WILAYYAH
YA ALLAH LIMPAHKAN SHOLAWAT SERTA SALAM-MU YANG SENANTIASA TERCURAH KEPADA NABI MUHAMMAD ROSULULLOH SAW. BESERTA SELURUH PARA JAMA’AH MALAIKAT.
YA ALLAH LIMPAHKAN SHOLAWAT SERTA SALAM-MU YANG SENANTIASA TERCURAH KEPADA NABI MUHAMMAD ROSULULLOHSAW. BESERTA UMMAT-NYA
YA ALLAH LIMPAHKAN SHOLAWAT SERTA SALAM-MU YANG SENANTIASA TERCURAH KEPADA NABI MUHAMMAD ROSULULLOHSAW. BESERTA KAMI
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”
(Ali-Imran: 102)
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”.
(Al-Baqarah: 132)
TERSEMBUNYI DI BUMI DAN TERKENAL DI LANGIT,
ITULAH YANG PANTAS DISANDANG OLEHNYA, SIAPAKAH BELIAU ?
SYEKH SAYYID MUHAMMAD THALHAH MAULANA LAHIR DI KOTA SAMARINDA NEGARA INDONESIA, PADA TANGGAL 12 ROBIUL AWAL DARI SEORANG AYAH YANG JUGA TERMASUK SALAH SATU WALIYULLOH YAITU SYEKH SAYYID MUHAMMAD YUSUF DAN MELALUI RAHIM YANG TERPILIH, WANITA SUFI DAN AHLI IBADAH ITULAH MUHAMMAD KECIL TERLAHIR. NASABNYA PUN BERSAMBUNG RAPI KEPADA BAGINDA NABI BESAR MUHAMMAD ROSULULLOH SAW, MELAUI SAYYIDINA HUSEIN RA. BUKAN SAJA KESAMAAN PADA TANGGAL LAHIR NAMUN NAMA YANG DIPAKAIKAN OLEH SANG AYAH DENGAN DALIL TABARRUL ILA ROSULULLOH PUN SAMA.
DIRIWAYATKAN DARI ABU ABDILLAH, JA’FAR SHODIQ BERKATA :
“ SESUNGGUHNYA ALLAH SWT TELAH MENCIPTAKAN MUHAMMAD SAW DAN KETURUNANNYA DARI TANAH ARASY”
DIRIWAYATKAN PULA OLEH ABDURRAHMAN BIN HAJJAJ, BERKATA :
“ SESUNGGUHNYA ALLAH SWT MENCIPTAKAN MUHAMMAD SAW DAN KETURUNANNYA DARI TANAH ILLIYYIN, DAN MENJADIKAN HATI MEREKA DARI TANAH YANG LEBIH TINGGI DARI TANAH ILLIYYIN.
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi'..."(Al-Baqarah ayat 30)
BELIAU MEMULAI PENDIDIKANNYA SAMA LAYAKNYA ANAK ANAK PADA UMUMNYA, NAMUN BERANJAK DEWASA BELIAU MULAI MENDAPAT HIDAYAH ALLAH SWT UNTUK BELAJAR ILMU KALAM KEPADA AL- QUTB AL- ARIF BILLAH AS-SYEKH AS-SAYYID MUHAMMAD AL-AYDRUS.
SETELAH BEBERAPA TAHUN ,PADA SUATU MALAM DALAM KEADAAN YAQZATAN (TERJAGA) BELIAU MERASAKAN ANGIN YANG CUKUP KENCANG DISERTAI DENGAN PADAMNYA LAMPU DI KAMAR BELIAU, LALU MASUKLAH DALAM KELAMBU BELIAU SEBUAH TANGAN YANG LEMBUT , DINGIN DAN BERCAHAYA PUTIH YANG INGIN MENYALAMI BELIAU, LALU DISAMBUTLAH OLEH BELIAU DENGAN JAWABAN SERUPA, TAK BEBERAPA MENIT TANGAN ITUPUN LENYAP DENGAN BERLAHAN HINGGA HILANG. SETELAH ITU DALAM TIDURNYA BELIAU BERMIMPI MELKUKAN TANYA JAWAB SOAL TASAWUF DENGAN SESEORANG YANG BELUM PERNAH BELIAU KENAL, SINGKATNYA SESEORANG TERSEBUT MENYATAKAN
“’ ENGKAU KELAK AKAN MENGETAHUI ILMU SESEORANG SEBELUM SESEORANG ITU BERHADAPAN DENGAN MU”’.
‘’ KATAKAN, APAKAH SAMA ORANG YANG MENGETAHUI DAN ORANG YANG TIDAK MENGETAHUI ? ‘(ALQU’AN)
PADA SAAT ITULAH ALLAH MEMBUKA DINDING PEMISAH ANTARA BELIAU DAN ALLAH.
MALAM SELANJUTNYA BELIAU KEDATANG DUA TAMU YANG MEMBAWAKAN JUBAH SERTA MEMAKAIKANNYA, HAL TERSEBUT MENJADI ISYARAT AKAN DIANGKATNYA BELIAU KEPADA MAQAM MAHABBAH WAL WILAYAH (WALI).
KAROMAH AL-QUTB AL-‘ARIF BILLAH AS-SYEKH AS-SAYYID
MUHAMMAD THALHAH MAULANA ALKAF.
BANYAK KAROMAH BELIAU YANG TAK TAMPAK OLEH MATA DAN TIDAK DIRASAKAN OLEH MANUSIA, SEMUA BERKISAR HANYA MELALUI BATASAN BATASAN GHAIB. HAL ITU MERUPAKAN BENTUK KASIH SAYANG DAN TUNTUNAN LANGSUNG DARI ALLAH SWT KEPADA BELIAU, SEHINGGA ALLAH MENJAGA RAHASIA ATAU KAROMAH YANG TERDAPAT DALAM DIRI BELIAU. APAKAH DENGAN KAROMAH SESEORANG DAPAT DIKATEGORIKAN WALIYULLOH ? TENTU TIDAK. KAROMAH BUKANLAH SATU TUJUAN DALAM SEMUA ITU. DAN BESAR KECINYA KAROMAH SESEORANG BUKAN MECERMINKAN MAQOM YANG DISANDANG SESEORANG TERSEBUT.
-
1. BELIAU MEMILIKI IJAZAH UNTUK MENGAKAT SESEORANG MENJADI WALIYULLOH
-
2. BELIAU MERUPAKAN SORANG MUKASYAF ‘AINUR-ROBBY.
-
3. BELIAU PERNAH BERTEMU SECARA YAQZATAN DENGAN BEBERAPA PARA NABI, DIANTARANYA : NABI MUHAMMAD SAW, ISA, HUD, DAUD, IBRAHIM, KHIDIR, MUSA, SYU’AIB, DAN IDRIS AS.
-
4. BELIAU SANGAT MAHIR DALAM SEGALA ARGUMEN BAIK SYARI’AT, THAREKAT MAUPUN HAKIKAT, PANTASLAH BELIAU DIJULUKI HUJJATUL ISLAM.
-
5. MEREDAM SEGALA MACAM BENCANA YANG ADA PADA BUMI INI.
MURID MURID SYEKH SAYYID MUHAMMAD THALHAH MAULANA ALKAF
TAK BANYAK DIKETAHUI BERAPA JUMLAH MURID BELIAU, TAPI YANG HAMPIR SERING BERSAMA BELIAU ADA 5 SAJA, DIANTARANYA ADA LAKI LAKI DAN PEREMPUAN (3 LAKI LAKI 2 PEREMPUAN), BAHKAN SEBAGIAN JAMA’AH PARA WALIYULLOH ADA YANG MENYEBUTKAN MURID MURID SYEKH SAYYID MUHAMMAD THALHAH MAULANA ALKAF ITU SUDAH MENERIMA IJAZAH DARI BERBAGAI WALI WALI BESAR LAIN. ANTARA LAIN SEORANG MEMEGANG CEMETI SAYYIDINA ALI KW, DUA ORANG MEMEGANG PEDANG SAYYIDINA HASAN .RA DAN HUSEIN. RA, ADAPUN YANG 2 PEREMPUAN MASING MASING MENDAPAT SEHELAI SELENDANG KHUSUS YANG MANA SELENDANG TERSEBUT MERUPAKAN JAHITAN LANGSUNG DARI ISTERI DAN ANAK ROSULULLOH SAW.DIANTARANYA :
1. ABDULLOH, PEMEGANG CEMETI SAYYIDINA ALI KW.
2. ABDURROHMAN, PEMEGANG PEDANG SAYYIDINA HASAN RA.
3. ABDURRAHIM, PEMEGANG PEDANG SAYYIDINA HUSEIN RA.
4. SITI RAHMAH
5. SITI RAHIMAH
SEBAGIAN PARA WALI MENYEBUTNYA DENGAN WALI JIHAD,DALAM KITAB KITAB ULAMA SALAFUS-SHOLIH PANGKAT WALI JIHAD HAMPIR SAMA DENGAN WALI HAWARIYYUN, PANGKAT MURID BELIAU DIAMBIL KARENA SERING MEMBASMI SEGALA KEMUSYRIKAN ATAS PERINTAH LANGSUNG DARI ALLAH SWT DAN ROSULULLOH SAW
BARANGSIAPA YANG MEMUSIHI WALI-KU, MAKA AKU NYATAKAN PADA-NYA PERANG DENGAN –KU. (hadist qudsy)
THAREKAT SYEKH MUHAMMAD THALHAH MAULAN ALKAF
TAK BANYAK YANG MENGETAHUI TENTANG THAREKAT BELIAU, SEHINGGA BANYAK DARI KAUM MUSLIMIN YANG INGIN BER-BAI’AT, BAHKAN PARA JIN PUN DATANG INGIN MENDAPAT BAROKAH BELIAU, ITU TERLIHAT PADA MALAM LAILATUL QADAR.BERKENAAN MASALAH THAREKAT BELIAU, BAHWA THAREKAT TERSEBUT DIDAPAT LANGSUNG DARI ALLAH MELALUI ROSULULLOH SAW PADA PERJALANAN RUHANIAH SECARA YAQZATAN (TERJAGA) GURU BELIAU YAITU AL-QUTB AL-ARIF BILLAH AS-SYEKH AS-SAYYID MUHAMMAD AL-AYDRUS.
3 KUNCI SUKSES DARI SYEKH MUHAMMAD THALHAH MAULANA AL-KAF
1. ESA-KAN ALLAH SWT
2. TEGAK-KAN SHOLAT 5 WAKTU
3. HORMATI SERTA JADIKANLAH KEDUA ORANG TUA KAROMAH HIDUP
SUBHANNALOH.NAMUN SAYANG KEBERADAAN MEREKA TAK BANYAK YANG TAHU, BAHKAN MEREKA PUN SELALU MENUTUP DIRI, TERLEBIH LAGI SANG SYEKH.
DO’A
YA ALLAH ENGKAU PEMILIK SEGALA DZAT DIANTARA SEGALA RAHASIA,
PEMILIK KEKUASAAN DIANTARA YANG LEMAH,
DENGAN WASHILAH MUSTHOFA ROSULULLOH SAW, TERIMALAH SEGALA MAKSUD KAMI, JADIKANLAH HARAP KAMI TIADA TERTOLAK,
DAN JADIKANLAH HISAB-KAMI TIADA TERTINGGAL DARI RAHMAT DAN AMPUNAN-MU.
DENGAN RIDHO-MU YA ALLAH,
AMPUNILAH KAMI ATAS DOSA DOSA YANG TELAH LALU.
AMPUNI PULA KEDUA ORANG TUA KAMI, KELUARGA KAMI, DAN SEMUA UMAT KEKASIHMU,
JADIKANLAH KAMI SEBAGAI GOLONGAN PARA KEKASIH-MU YANG ENGKAU KASIHI BAIK DUNIA DAN AKHIRAT,
YA ALLAH RIDHOI KAMI AGAR MENDAPAT HUBUNGAN KEDEKATAN YANG TERAMAT TERTUTUP DARI SEGALA PANDANGAN DARI RAHASIA RAHASIA YANG TERSEMBUNYI.
DENGAN KE-AGUNGANMU YA ALLAH
BERILAH PERTOLONGAN KEPADA KAMI DALAM MENGGAPAI TAUBAT DAN AMPUNAN-MU,
BIMBINGLAH KAMI DALAM MENITI TAUFIQ SERTA HIDAYAH-MU,
JADIKAN KAMI AGAR SELALU ISTIQOMAH SERTA HUSNUL KHOTIMAH,
INILAH BAIT BAIT KEKASIHMU,
MAKA CUKUPKAN KAMI HANYA DENGAN RIDHO-MU SEMATA.
AMIN.
ABU AL HASAN AL ASY'ARI
Beliau bernama 'Ali bin Isma'il bin Abi Bisyr Ishaq bin Salim bin Isma'il bin Abdullah
bin Musa bin Bilal bin Burdah bin Musa Al Asy'ary, lebih dikenal dengan Abu Al Hasan
Al Asy'ary. Dilahirkan pada tahun 260 Hijriyah atau 875 Masehi, pada akhir masa
daulah Abbasiyah yang waktu itu berkembang pesat berbagai aliran ilmu kalam,
seperti : al Jahmiyah, al Qadariyah, al Khawarij, al Karamiyah, ar Rafidhah, al
Mu'tazilah, al Qaramithah dan lain sebagainya.
Sejak kecil Abul Hasan telah yatim. Kemudian ibunya menikah dengan seorang tokoh
Mu'tazilah bernama Abu 'Ali Al Jubba'i. Beliau (Abul Hasan) seorang yang cerdas,
hafal Al Qur'an pada usia belasan tahun dan banyak pula belajar hadits. Pada
akhirnya beliau berjumpa dengan ulama salaf bernama al Barbahari (wafat 329 H).
inilah yang akhirnya merubah jalan hidupnya sampai beliau wafat pada tahun 324 H
atau 939 M dalam usia 64 tahun.
Abu al Hasan al Asy'ary dan Mu'tazilah
Pada mulanya, selama hampir 40 tahun, beliau menjadi penganut Mu'tazilah yang
setia mengikuti gurunya seorang tokoh Mu'tazilah yang juga ayah tirinya. Namun
dengan hidayah Allah setelah beliau banyak merenungkan ayat-ayat Al Qur'an dan
hadits-hadits Rasulullah, beliau mulai meragukan terhadap ajaran Mu'tazilah. Apalagi
setelah dialog yang terkenal dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat
dijawab oleh Abu 'Ali al Jubba'i dan setelah mimpi beliau bertemu dengan Rasulullah,
beliau secara tegas keluar dari Mu'tazilah.
Inti ajaran faham Mu'tazilah adalah dasar keyakinan harus bersumber kepada suatu
yang "qath'i" dan sesuatu yang qath'i harus sesuatu yang masuk akal (rasional).
Itulah sebabnya maka kaum Mu'tazilah menolak ajaran al Qur'an apalagi as Sunna
yang tidak sesuai dengan akal (yang tidak rasional). Sebagaimana penolakan mereka
terhadap mu'jizat para nabi, adanya malaikat, jin dan tidak percaya adaya takdir.
Mereka berpendapat bahwa sunnatullah tidak mungkin dapat berubah, sesuai
dengan firman Allah :
Tidak akan ada perubahan dalam sunnatillah (Al Ahzab:62; lihat juga Fathir:43 dan Al
Fath:23).
Itulah sebabnya mereka tidak percaya adanya mu'jizat, yang dianggapnya tidak
rasional. Menurut mereka bila benar ada mu'jizat berarti Allah telah melangar
sunnah-Nya sendiri.
Sudah barang tentu pendapat seperti ini bertentangan dengan apa yang dikajinya
dari al Qur'an dan as Sunnah. Bukankah Allah menyatakan bahwa dirinya :
(Allah) melakukan segala apa yang Dia kehendaki (Hud : 107)
untuk kehidupan manusia Allah telah memberikan hukum yang dinmakan
sunnatullah dan bersifat tetap. Tetapi bagi Allah berlaku hukum pengecualian, karena
sifat-Nya sebagai Pencipta yang Maha Kuasa. Allah adalah Penguasa mutlak. Hukum
yang berlaku bagi manusia jelas berbeda dengan hukum yang berlaku bagi Allah.
Bukankah Allah dalam mencipta segala sesuatu tidak melalui hukum sunnatullah
yang berlaku bagi kehidupan manusia ? Allah telah menciptakan sesuatu yang tidak
ada menjadi ada, menciptakan dari suatu benda mati menjadi benda hidup. Adakah
yang dilakukan Allah dapat dinilai secara rasional ?
itulah diantara hal-hal yang dibahas oleh Abu Al-Hasan Al Asy'ary dalam segi aqidah
dalam rangka koreksi terhadap faham mu'tazilah, disamping masalah takdir,
malaikat dan hal-hal yang termasuk ghaibiyat.
Salah satu dialog beliau dengan Abu Ali Al Jubba'i yang terkenal adalan mengenai,
apakah perbuatan Allah dapat diketahui hikmahnya atau di ta'lilkan atau tidakl.
Faham Mu'tazilah berpendapat bahwa perbuatan Allah dapat dita'lilkan dan diuraikan
hikmahnya. Sedangkan menurut pendapat Ahlus Sunnah tidak. Berikut ini dialog
antara Abu Al Hasan dengan Abu Ali al Jubba'i
Al Asy'ary (A) : Bagaimana kedudukan orang mukmin dan orang kafir menurut tuan?
Al Jubba'i (B) : Orang mukmin mendapat tingkat tinggi di dalam surga karena
imannya dan orang kafir masuk ke dalam neraka.
A : Bagaimana dengan anak kecil?
B : anak kecil tidak akan masuk neraka
A : dapatkah anak kecil mendapatkan tingkat yang tinggi seperti orang
mukmin?
B : tidak, karena tidak pernah berbuat baik
A : kalau demikian anak kecil itu akan memprotes Allah kenapa ia tidak
diberi umur panjang untuk berbuat kebaikan
B : Allah akan menjawab, kalau Aku biarkan engkau hidup, engkau akan
berbuat kejahatan atau kekafiran sehingga engkau tidak akan selamat.
A : kalau demikian, orang kafir pun akan protes ketika masuk neraka,
mengapa Allah tidak mematikannya sewaktu kecil agar selamat dari neraka.
Abu Ali Al Jubba'i tidak dapat menjawab lagi, ternyata akal tidak dapat diandalkan.
Abu al Hasan Al Asy'ary dalam meninjau masalah ini selalu berdasar kepada sunnah
Rasulullah. Itulah sebabnya maka madzhab yang dicetuskannya lebih dikenal
dengan Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Abu al Hasan al Asy'ary Pencetus Faham Asy'ariyah
Namun karena pengaruh yang cukup dalam dari faham Mu'tazilah, pada mulanya
cetudan pendapat Abu al Hasan sedikit banya dipengaruhi oleh Ilmu Kalam. Keadaan
seperti ini sangat dimaklumi karena tantangan yang beliau hadapi adalah kelompok
yang selalu berhujjah kepada rasio, maka usaha beliau untuk koreksi terhadap
Mu'tazilah juga berusaha dengan memberikan jawaban yang rasional. Setidaktidaknya
beliau berusaha menjelaskan dalil-dalil dari Al Qur'an atau As Sunnah
secara rasional. Hal ini dapat dilihat ketika beliau membahas tentang sifat Allah
dalam beberapa hal beliau masih menta'wilkan sebagiannya. Beliau menyampaikan
pendapatnya tentang adanya sifat Allah yang wajib menurut akal.
Pada mulanya manhaj Abul Hasan Al Asy'ary dalam bidang aqidah menurut pengkuan
secara teoritis pertama berdasarkan naqli atau wahyu yang terdiri dari Al Qur'an dan
Al Hadits Al Mutawatir, dan kedua berdasarkan akal. Namun dalam prakteknya lebih
mendahulukan akal daripada naql. Hal ini terbukti masih menggunakan penta'wilan
terhadap ayat-ayat Al Qur'an tentang sifat-sifat Allah, misalnya: yadullah diartikan
kekuatan Allah, istiwa-u Llah dikatakan pengasaan dan sebagainya. Contoh lain
misalnya dalam menetapkan dua puluh sifat wajib bagi Allah, diawali dengan
menetapkan hanya tiga sifat wajib, kemudian berkembang dalam menyinmpulkan
menjadi lima sifat, tujuh sifat, dua belas sifat atau dan akhirnya dua puluh sifat atau
yang lebih dikenal dengan "Dua puluh Sifat Allah". Dari dua puluh sifat itu tujuh
diantaranya dikatakan sebagai sifat hakiki sedang tigabelas yang lain sifat majazi.
Penetapan sifat hakiki dan majazi adalah berdasarkan rasio.
Dikatakannya, penetapan tujuh sifat hakiki tersebut karena bila Allah tidak
memilikinya berarti meniadakan Allah. Ketujuh sifat hakiki tersebut adalah hayyun
bihayatin, alimun bi ilmin, qadirun bi qudratin, sami'un bi sam'in, basyirun bi
basharin, mutakallimun bi kalamin dan muridun bi iradatin. Sedangkan mengenai
tiga belas sifat majazi bila dikatakan sebagai sifat hakiki berarti tasybih atau
menyamakan Allah dengan makhluk.
Ketika ditanyakan :"Bagaimana menetapkan sifat hakiki tersebut, sedangkan sifat itu
secara lafziah sama dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk?" Jawabannya:
"Sifat-sifat tersebut dari segi lafaz sama dengan makhluk, namun bagi Allah SWT
mempunyai arti 'maha' sesuai dengan kedudukan Allah yang Maha Kuasa." Kalau
demikian seharusnya tidak perlu kawatir dalam menerapkan tiga belas sifat yang lain
dengan mengatakannya sebagai sifat hakiki bukan ditetapkan sebagai majazi,
dengan pengertian sebagaimana dalam menetapkan tujuh sifat hakiki tersebut
diatas, yakni walaupun sifat-sifat Allah dari segi lafaz sama seperti sifat-sifat yang
dimiliki oleh manusia, namun sifat itu bila dinisbahkan kepada Allah akan mempunyai
arti Maha.
Abu Al Hasan Al Asy'ary kembali ke Salaf
Pada akhirnya setelah banyak berdialog dengan seorang bernama Al Barbahari
(wafat 329 H), Abul Hasan Al Asy'ary menyadari kekeliruannya dalam pemahaman
aqidah terutama dalam menetapkan sifat-sifat Allah dan hal lain tentang ghaibiyat.
Empat tahun sebelum beliau wafat beliau mulai menulis buku "Al Ibanah fi Ushul Al-
Diyanah" merupakan buku terakhir beliau sebagai pernyataan kembali kepada faham
Islam sesuai dengan tununan salaf. Namun buku ini tidak sempat terbahas secara
luas di kalangan umat Islam yang telah terpengaruh oleh pemikiran beliau
sebelumnya.
Untuk mengenal lebih jauh tentang kaidah pemikiran beliau di bidang aqidah
sesudah beliau kembali ke metode pemikiran salaf yang kemudian lebih dikenal
dengan Salafu Ahli As Sunnah wa Al Jama'ah, beliau merumuskannya dalam tiga
kaidah sebagai berikut:
1. Memberikan kebebasan mutlak kepada akal sama sekali tidak dapat memberikan
pembelaan terhadap agama. Mendudukkan akal seperti ini sama saja dengan
merubah aqidah. Bagaimana mungkin aqidah mengenai Allah dapat tegak jika akal
bertentangan dengan wahyu.
2. Manusia harus beriman bahwa dalam urusan agama ada hukum yang bersifat
taufiqi, artinya akal harus menerima ketentuan wahyu. Tanpa adanya hukum yang
bersifat taufiqi maka tidak ada nilai keimanan.
3. Jika terjadi pertentangan antara wahyu dan akal maka wahyu wajib didahulukan
dan akal berjalan dibelakang wahyu. Dan sama sekali tidak boleh mensejajarkan akal
dengan wahyu apalagi mendahulukan akal atas wahyu.
Adapun manhaj Abul Hasan dalam memahami ayat (tafsir) adalah sebagai berikut:
1. Menafsirkan ayat dengan ayat.
2. Menafsirkan ayat dengan hadits
3. Menafsirkan ayat dengan ijma'.
4. Menafsirkan ayat dengan makna zahir tanpa menta'wilkan kacuali ada dalil.
5. Menjelaskan bahwa Allah menurunkan Al Quran dalam bahasa Arab, untuk itu
dalam memahami Al Quran harus berpegang pada kaidah-kaidah bahasa Arab.
6. Menafsirkan ayat dengan berpedoman kepada asbabun-nuzul dari ayat
tersebut
7. Menjelaskan bahwa isi ayat Al Quran ada yang umum dan ada yang khusus,
kedua-duanya harus ditempatkan pada kedudukannya masing-masing.
Banyak sekali buku-buku karya Abul Hasan Al Asy'ary. Yang ditulis beliau sebelum
tahun 320 (sebelum kembali kepada manhaj salaf) lebih dari 60 buku. Sedangkan
yang ditulis sesudah tahun 320 hampir mencapai 30 buah buku, diantara yang
terakhir ini adalah Al Ibanah fi Ushul Ad Diyanah. Wallahu A'lam.
Dinukil dari tulisan Abu Ibrahim, As Sunnah No.01/Th.I Nov 1992.
Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari
Beliau dilahirkan di desa Lok Gabang pada hari kamis dinihari 15 Shofar 1122 H, bertepatan 19 Maret 1710 M. Anak pertama dari keluarga muslim yang taat beragama , yaitu Abdullah dan Siti Aminah. Sejak masa kecilnya Allah SWT telah menampakkan kelebihan pada dirinya yang membedakannya dengan kawan sebayanya. Dimana dia sangat patuh dan ta’zim kepada kedua orang tuanya, serta jujur dan santun dalam pergaulan bersama teman-temannya. Allah SWT juga menganugrahkan kepadanya kecerdasan berpikir serta bakat seni, khususnya di bidang lukis dan khat (kaligrafi).
Silsilah keturunan :
Galur nasabnya adalah Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari bin Abdullah bin Abu Bakar bin Sultan Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Abu Bakar Al Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuk seluruh keluarga Al Aidrus) bin Abu Bakar As Sakran bin Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad Dark bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali Faqih Nuruddin bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad Maula Shama’ah bin Alawi Abi Sadah bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam Muhammad An Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al Imam Ja’far As Shadiq bin Al Imam Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Mu’minin Ali Karamallah wa Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah SAW.
Riwayat :
Diriwayatkan, pada waktu Sultan Tahlilullah (1700 – 1734 M) memerintah Kesultanan Banjar, suatu hari ketika berkunjung ke kampung Lok Gabang. Sultan melihat seorang anak berusia sekitar 7 tahun sedang asyik menulis dan menggambar, dan tampaknya cerdas dan berbakat, dicerita-kan pula bahwa ia telah fasih membaca Al-Quran dengan indahnya. Terkesan akan kejadian itu, maka Sultan meminta pada orang tuanya agar anak tersebut sebaiknya ting-gal di istana untuk belajar bersama dengan anak-anak dan cucu Sultan.
Setelah dewasa beliau dikawinkan dengan seorang perempuan yang solehah bernama tuan “BAJUT”, seorang perempuan yang ta’at lagi berbakti pada suami sehingga terjalinlah hubungan saling pengertian dan hidup bahagia, seiring sejalan, seia sekata, bersama-sama meraih ridho Allah semata. Ketika istrinya mengandung anak yang pertama, terlintaslah di hati Muh. Arsyad suatu keinginan yang kuat untuk menuntut ilmu di tanah suci Mekkah. Maka disampaikannyalah hasrat hatinya kepada sang istri tercinta.
Meskipun dengan berat hati mengingat usia pernikahan mereka yang masih muda, akhirnya Siti Aminah mengamini niat suci sang suami dan mendukungnya dalam meraih cita-cita. Maka, setelah mendapat restu dari sultan berangkatlah Muh. Arsyad ke Tanah Suci mewujudkan cita-citanya.Deraian air mata dan untaian do’a mengiringi kepergiannya.
Di Tanah Suci, Muh. Arsyad mengaji kepada masyaikh terkemuka pada masa itu. Diantara guru beliau adalah Syekh ‘Athoillah bin Ahmad al Mishry, al Faqih Syekh Muhammad bin Sulaiman al Kurdi dan al ‘Arif Billah Syekh Muhammad bin Abd. Karim al Samman al Hasani al Madani.
Syekh yang disebutkan terakhir adalah guru Muh. Arsyad di bidang tasawuf, dimana di bawah bimbingannyalah Muh. Arsyad melakukan suluk dan khalwat, sehingga mendapat ijazah darinya dengan kedudukan sebagai khalifah.
Menurut riwayat, Khalifah al Sayyid Muhammad al Samman di Indonesia pada masa itu, hanya empat orang, yaitu Syekh Muh. Arsyad al Banjari, Syekh Abd. Shomad al Palembani (Palembang), Syekh Abd. Wahab Bugis dan Syekh Abd. Rahman Mesri (Betawi). Mereka berempat dikenal dengan “Empat Serangkai dari Tanah Jawi” yang sama-sama menuntut ilmu di al Haramain al Syarifain.
Setelah lebih kurang 35 tahun menuntut ilmu, timbullah kerinduan akan kampung halaman. Terbayang di pelupuk mata indahnya tepian mandi yang diarak barisan pepohonan aren yang menjulang. Terngiang kicauan burung pipit di pematang dan desiran angin membelai hijaunya rumput. Terkenang akan kesabaran dan ketegaran sang istri yang setia menanti tanpa tahu sampai kapan penentiannya akan berakhir. Pada Bulan Ramadhan 1186 H bertepatan 1772 M, sampailah Muh. Arsyad di kampung halamannya Martapura pusat Kerajaan Banjar pada masa itu.
Akan tetapi, Sultan Tahlilullah seorang yang telah banyak membantunya telah wafat dan digantikan kemudian oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan HW, yaitu cucu Sultan Tahlilullah. Sultan Tahmidullah yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya.
Sultan Tamjidillah menyambut kedatangan beliau dengan upacara adat kebesaran. Segenap rakyatpun mengelu-elukannya sebagai seorang ulama “Matahari Agama” yang cahayanya diharapkan menyinari seluruh Kerajaan Banjar. Aktivitas beliau sepulangnya dari Tanah Suci dicurahkan untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Baik kepada keluarga, kerabat ataupun masyarakat pada umumnya. Bahkan, sultanpun termasuk salah seorang muridnya sehingga jadilah dia raja yang ‘alim lagi wara’.
Kitab karya Syekh Muhammad Arsyad yang paling terkenal ialah Kitab Sabilal Muhtadin, atau selengkapnya adalah Kitab Sabilal Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin, yang artinya dalam terjemahan bebas adalah “Jalan bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk mendalami urusan-urusan agama”. Syekh Muhammad Arsyad telah menulis untuk keperluan pengajaran serta pendidikan, beberapa kitab serta risalah lainnya, diantaranya ialah:
-
Kitab Ushuluddin yang biasa disebut Kitab Sifat Duapuluh,
-
Kitab Tuhfatur Raghibin, yaitu kitab yang membahas soal-soal itikad serta perbuatan yang sesat,
-
Kitab Nuqtatul Ajlan, yaitu kitab tentang wanita serta tertib suami-isteri,
-
Kitabul Fara-idl, semacam hukum-perdata.
Dari beberapa risalahnya dan beberapa pelajaran penting yang langsung diajarkannya, oleh murid-muridnya kemudian dihimpun dan menjadi semacam Kitab Hukum Syarat, yaitu tentang syarat syahadat, sembahyang, bersuci, puasa dan yang berhubungan dengan itu, dan untuk mana biasa disebut Kitab Parukunan. Sedangkan mengenai bidang Tasawuf, ia juga menuliskan pikiran-pikirannya dalam Kitab Kanzul-Makrifah.
Setelah ± 40 tahun mengembangkan dan menyiarkan Islam di wilayah Kerajaan Banjar, akhirnya pada hari selasa, 6 Syawwal 1227 H (1812 M) Allah SWT memanggil Syekh Muh. Arsyad ke hadirat-Nya. Usia beliau 105 tahun dan dimakamkan di desa Kalampayan, sehingga beliau juga dikenal dengan sebutan Datuk Kalampayan.
Dikutip dari :
- Wiki : Muhammad Arsyad al Banjari bin Abdullah Al Aidrus
- Biografi : Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari
Baca Selengkapnya : http://www.adityaperdana.web.id/mengenal-syekh-muhammad-arsyad-al-banjari.html#ixzz1Pnvnueah
Dostları ilə paylaş: |