Membangun militansi kader



Yüklə 57,58 Kb.
tarix09.03.2018
ölçüsü57,58 Kb.
#45249

MEMBANGUN MILITANSI KADER

Dr. Ari Anshori, M.Ag1

(Disampaikan pada Rapat Kerja Nasional Majelis Pembinaan Kader, 23 April 2016 di Yogyakarta)



Pendahuluan

Perhatian terhadap kader dan perkaderan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya organisasi dan dinamika Muhammadiyah sejak lebih dari satu abad yang lalu. Untuk itu perkaderan harus lebih digerakkan lagi, karena tantangan yang dihadapi Muhammadiyah (juga Aisyiyah), semakin kompleks. “Sebelum patah telah tumbuh, sebelum hilang telah berganti” Bidang pendidikan kader pada periode 2015-2020 bertumpu pada visi pengembangan yaitu “berkembangnya fungsi dan kualitas perkaderan yang sistematik dengan memperteguh militansi, kompetensi dan peran kader Muhammadiyah (tentu dengan Aisyiyah) sebagai pelaku gerakan dalam menghadapi kompetisi dan tantangan yang kompleks di tengah dinamika persyarikatan, umat, bangsa dan perkembangan global”. Home Work MPK selama lima tahun agaknya tidak lah ringan, namun apabila dipikul dan dijinjing bersama, insya Allah akan menjadi ringan.



Pengertian Militansi Kader

Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), istilah Militansi merupakan kata dasar dari militan yang memiliki arti bersemangat tinggi, penuh gairah, memiliki kemauan atau berhaluan keras. Sedangkan istilah militansi mengandung arti seseorang yang memiliki sifat ketangguhan dalam berjuang dalam menghadapi berbagai kesulitan yang ditemuinya.

Kader (Perancis:cadre) atau les cadres maksudnya adalah anggota inti yang menjadi bagian terpilih, dalam lingkup dan lingkungan pimpinan serta mendampingi di sekitar kepemimpinan. Kader bisa berarti pula sebagai jantung suatu organisasi. Jika kader dalam suatu kepemimpinan lemah,maka seluruh kekuatan kepemimpinan juga akan lemah. Kader berarti pula pasukan inti. Daya juang pasukan inti ini sangat tergantung dari nilai kadernya yang berkualitas, berwawasan, militan, dan penuh semangat.

Dalam pengertian lain, kader (Latin:quadrum), berarti empat persegi panjang atau kerangka. Dengan demikian kader dapat didefinisikan sebagai kelompok manusia yang terbaik karena terpilih, yaitu merupakan tulang punggung (kerangka) dari kelompok yang labih besar dan terorganisasi secara permanen. Jadi, jelas bahwa orang-orang yang berkualitas itulah yang terpilih dan berpengalaman dalam berorganisasi, taat asas dan berinisiatif, yang dapat disebut sebagai kader.

Jadi, militansi kader atau kader yang militan adalah anggota inti yang merupakan tulang punggung dari sebuah organisasi yang memiliki ketangguhan dalam menghadapi segala macam hambatan dan tantangan hidup dengan penuh semangat dan berhaluan keras.

Dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 138, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya “Shibghah Allah. dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nya kami tuduk patuh”. Apa yang dikemukakan dalam ayat ini adalah tentang ajaran Nabi Ibrahim, seperti keesaan Allah Subhanahu wa ta’ala, penyerahan diri secara penuh kepada Allah tentang Islam, dan lain-lain. Kata صبغة adalah celupan. Jika Anda mencelupkan sesuata, maka sesuatu itu akan mengambil warna sesuai warna celupan, dan ia akan meresap ke dalamnya. Hal ini berbeda dengan cat yang tidah meresap dan hanya mewarnai permukaannya saja. Sedangkan celupan meresap dan menyatu ke dalam pori-pori.

Dalam ayat di atas, celupan yang dimaksud adalah iman yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim as kepada umatnya. Sebagai gambaran, kain yang dicelup dengan warna tertentu akan sama warnanya, dan jelas terlihat ke permukaan. Ia berbeda dengan celupan lain dengan mengambil warna yang lain. Demikian juga kita sebagai umat Nabi Muhammad saw. dengan umat yang lain yang tentunya berbeda dalam keimanan dengan umat yang lain, meskipun masing-masing telah dicelup. Celupan kami adalah celupan Allah. boleh jadi warna yang dipilih sama, tetapi kualitasnya berbeda. Kita sama-sama mengagungkan nabi Ibrahim, tetapi kita berbeda dalam memahami ajaran beliau, kita berbeda dalam pandangan hidup. Celupan yang baik tidak akan luntur walau silih berganti panas dan dingin, angin dan embun menerpanya. Demikian juga dengan celupan Allah.

Berkaitan dengan perbedaan pandangan hidup dan dalam memahami ajaran Nabi Ibrahim, Allah telah menjelaskannya dalam ayat sebelumnya, yakni Al-Baqarah ayat 136-137 yang artinya: “Katakanlah: “kami beiman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.’ Maka jika mereka beriman persis sama dengan apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam sisi yang berbeda dengan kamu. Maka Allah akan mencukupkan untuk kamu dari mereka. Dan dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Dalam beberapa kitab tafsir dijelaskan, antara lain: menjelaskan ayat 136-137 ini merupakan lanjutan pengajaran Allah kepada Nabi kaum muslimin yakni Muhammad saw. menyangkut apa yang mereka harus ucapkan dan laksanakan. Ayat ini berpesan, katakanlah hai orang-orang mukmin “Kami beriman kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, Pemelihara seluruh alam raya, dan beriman juga terhadap apa yang diturunkan kepada kami baik berupa ayat-ayat al-Qur’an maupun tuntunan Ilahi lainnya yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw., dan apa yakni wahyu yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan demikian juga kami percaya kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa as. oleh Allah swt., baik kitab suci maupun mukjizat-mukjizatnya serta apa yang diberikan kepada semua nabi-nabi pemberian yang bersumber dari tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dalam hal kepercayaan tentang kenabian mereka, dan kami hanya tunduk patuh lahir dan batin kepada-Nya Yang Maha Esa.

Setelah menjelaskan apa yang diperintahkan kepada kaum beriman untuk disampaikan kepada Bani Isra’il dan selain mereka, maka ayat di atas dilanjutkan dengan menyatakan, Maka jika ajakan ini mereka terima, walaupun hal tersebut diragukan sebagaimana dipahami dari kata ini yang digunakan dalam ayat ini, sehingga mereka beriman persis sama dengan apa, yakni unsur-unsur keimanan yang kamu telah beriman kepadanya seperti tersebut di atas, sungguh mereka telah mendapat petunjuk yang benar; dan jika mereka berpaling, dan enggan beriman sebagaimana iman kamu, maka sesungguhnya mereka berada dalam sisi yang berbeda dengan kamu, maka ketika itu jangan khawatirkan gangguan dan tipu daya mereka karena Allah akan mencukupkan pemeliharaan-Nya untuk kamu dari gangguan mereka yang sangat menyakitkan atau membahayakan hidup kamu. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa umat Islam sama sekali tidak membeda-bedakan nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad saw. semuanya dipandang sama sebagai utusan Allah dan mengimani ajaran mereka, kitab-kitab mereka, serta mukjizat-mukjizat mereka. Namun, harus dipahami bahwasanya nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad diutus hanya untuk umatnya pada masa tersebut. Sedangkan setelah kedatangan Nabi Muhammad, maka umat Nabi Muhammad diperintahkan untuk mengajak selain umat Islam untuk mengikuti ajaran Islam.

Dalam ayat 137 disebutkan pula jika umat lain tidak mau mengikuti ajakan ini, maka Allah yang akan memelihara umat Islam dari gangguan dan tipu daya orang-orang kafir. Hal ini sudah dijelaskan oleh Allah dalam al-Qur’an bahwa orang-orang kafir akan selalu mengganggu dan melakukan tipu daya dengan berbagai macam cara untuk meruntuhkan keimanan umat Islam. Oleh karena itu, dalam ayat 138 Allah menjanjikan bahwa celupan Allah itu adalah celupan terbaik kualitasnya dari celupan-celupan yang lain. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim, seharusnya memiliki ketangguhan dalam menghadapi segala macam hambatan dan gangguan serta tipu daya kaum kafir. Memperjuangkan Islam bagi seorang muslim, muslimah, adalah suatu keniscayaan. Perjuangan tidak akan berhasil jika dilakukan tanpa ketangguhan hati. Seorang muslim yang lemah tidak akan mampu untuk menegakkan agama Allah. Maka sangat dibutuhkan muslim yang memiliki semangat tinggi, penuh gairah, ketangguhan dalam berjuang, dan berhaluan keras dalam menegakkan agama Islam.

Untuk mengupayakan pencelupan yang maksimal sebagaimana celupan Allah yang tentunya berbeda kualitasnya dengan celupan pada umat lain, maka PUTM menyusun kurikulum pendidikannya menjadi 3 pola pembinaan, yaitu aspek ruhiyah, dakwah, dan ilmiah. Pola pembinaan ruhiyah disusun dalam berbagai kegiatan seperti sholat lail, puasa senin-kamis, tadarus al-Qur’an, dan lain-lain. Untuk pola pembinaan dakwah disusun dalam program pelatihan dakwah dalam bentuk workshop, seminar, praktik dakwah, dan lain-lain. Sedangkan pola pembinaan ilmiyah disusun dalam program perkuliahan dengan menggunakan pendekatan kajian kitab, sebagaimana yang berlaku di pondok-pondok pesantren dan pendekatan ceramah/diskusi, tugas mandiri dan kelompok sebagaimana yang berlaku di perguruan tinggi.

Membangun Kompetensi Melalui PTM-PTA Sebagai Pilar Perkaderan PTM-PTA

Dalam Tanfidz Keputusan Muktamar Muhammadiyah Ke-47 di Makassar, Program Perbidang, khusus pada Visi PTM (PTA) dan Pengembangan Sistem Gerakan dinyatakan: “Visi PTM, Berkembangnya fungsi pendidikan tinggi Muhammadiyah yang berbasis Al Islam-Kemuhammadiyahan, holistik integratif, bertata kelola baik, serta berdaya saing dan berkeunggulan”. Dalam Program Pengembangan dicantumkan lima unsur penting yaitu meliputi: a. Sistem Gerakan, b. Organisasi dan Kepemimpinan c. Jaringan, d. Sumber Daya, e. Aksi Pelayanan. Guna mengelaborasi Visi dan lima Program Pengembangan, maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: kata kunci pada Visi meliputi, Al-Islam-Kemuhammadiyahan, holistik integratif, bertata kelola baik, berdaya saing dan berkeunggulan.(PP Muh: Berita Resmi,Tanfidz No. 1, P. 29-30 )

Sebagai wujud nyata dari center of excellence dari PTM (PTA) sebaiknya telah disiapkan sumber daya manusia yang unggul di masing-masing PTM (PTA). Keunggulan sering kali dikaitkan dengan proses dan mutu, selain modal yang cukup, PTM (PTA) sebaiknya memiliki keunggulan bersaing sebagai Universitas, karena proses penyelenggaraan PTM (PTA) selalu berpijak pada empat pilar mutu, di antaranya customer satisfaction, efficiency and productivity, continuous improvement, dan community acknowledment. ,(Alimul Hidayat: Suara Muhammadiyah, Edisi No. 02 TH KE-101, 16-31 Jan. 2016),

Menurut azam ketua umum PP Muhammadiyah Dr. H. Haedar Nashir: “Ke depan Muhammadiyah, agaknya lebih baik menjadi Persyarikatan yang dinamis dan mandiri, dalam konteks PTM, sudah selayaknya PTM menjadikan dirinya sebagai Center of Technopreneurship dan sekaligus menyiapkan change leader, berbekal change leader, akan mampu mengubah constraint menjadi opportunity, kita butuh pemimpin yang berani memulai hari ini, bukan besok, bukan lusa!”. (Rhenald Kasali: Change Leadership Non-Finito, Mizan 2015, P. 116)

Sebagai Center of Technopreneurship, merupakan pusat dalam penciptaan proses dan pembentukan usaha baru dengan menggunakan teknologi sebagai dasarnya, dengan tujuan menciptakan produk dan inovasi sekaligus memposisikan teknologi sebagai salah satu faktor dalam mengembangkan ekonomi. PTM diarahkan sebagai pusat riset, salah satu indikatornya jumlah program studi dan mahasiswa setingkat S2/S3 lebih banyak, demikian pula dosennya sudah banyak yang tamatan S3. Beberapa negara di Asia, seperti Tiongkok, India, Jepang, Korea Selatan, Singapura, Malaysia, dan Thailand, sudah menyadari pentingnya riset di perguruan tinggi. Negara-negara itu mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan dengan mengintegrasikan perguruan tinggi, industri, dan pemerintah. (Intan Ahmad: Kompas, Selasa 19 Januari 2016, P. 12)

Sebagai Perguruan Tinggi yang mandiri yang telah lama memiliki konsep sebagai Universitas Holding tentu selalu berupaya melakukan integrasi konsep bisnis dengan pendidikan, yang mana unit usaha yang dihasilkan oleh PTM (PTA) dapat memberikan kontribusi secara finansial untuk membantu pengembangan catur darma perguruan tinggi, dan hal tersebut telah dilakukan oleh beberapa PTM, sehingga pada saat ini telah banyak unit-unit bisnis yang dikelola oleh PTM. Karena tuntutan pada Program Pengembangan, khususnya poin b, dinyatakan bahwa: Mengembangkan sistem manajemen dan kepemimpinan yang berkeadilan, dinamis, produktif dan berdaya saing dalam meningkatkan kualitas Catur Dharma (Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan al-Islam Kemuhammadiyahan) di Perguruan Tinggi Muhammadiyah.

Dalam Program Pengembangan poin d. dinyatakan: Meningkatkan pembinaan, pengembangan, dan pemberdayaan SDM, aset, dan infrastruktur PTM sebagai investasi utama dalam dakwah dan kaderisasi secara konsisten dan berkelanjutan. PTM wajib ikut mengembangkan fungsi dan kualitas perkaderan yang sistematik dengan cara memperteguh militansi, kompetensi, dan menempatkan kader Muhammadiyah sebagai pelaku gerakan di tengah dinamika Persyarikatan, umat, dan bangsa serta perkembangan global.

Perkaderan Muhammadiyah-Aisyiyah

Pada hakikatnya Bermuhammadiyah-Aisyiyah, ialah memimpinkan Islam kepada warga Muhammadiyah, dalam konteks Civitas Akademika PTM (PTA) ialah memimpinkan Islam kepada segenap warga almamater di lingkungan PTM (PTA), tujuan perkaderan Muhammadiyah-Aisyiyah adalah: “Terbentuknya kader Muhammadiyah yang berjiwa Islam berkemajuan serta mempunyai integritas dan kompetensi untuk berperan dalam Persyarikatan, kehidupan umat, dinamika bangsa dan konteks global.” (MPK PP Muh: SPM, 2015, P. 47) Memimpinkan Islam dapat dimaknai meneguhkan ideologi ber-Muhammadiyah, menginternalisasikan nilai-nilai Islam, dalam tradisi dan semangat kenabian, pewarisan nilai seperti ini senantiasa mengacu kepada risalah yang satu yang bersumber dari Dzat Yang Esa, seperti wasiat Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’qub alaihimassalam. Firman Allah, dalam Q S. al-Baqarah/2 ayat 132-133:

                                            

132. “Dan Ibrahim telah Mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". 133. Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".

Langkah untuk maju, karena mengusung branding berislam yang berkemajuan, maka tidak boleh tidak harus melakukan gerakan pencerahan, gerakan ini dilakukan melalui proses transformasi, yang bersifat membebaskan, mencerahkan, dan memajukan kehidupan “tatanan kehidupan yang lebih baik, dan lebih utama”

Firman Allah, Q S. an-Nahl/16 ayat 97

                   

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[ditekankan dalam ayat ini bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman] dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Selanjutnya Allah menunjukkan kepada hambanya, bahwa piranti untuk maju ialah melalui pengembangan ilmu dan juga pengembangan pemikiran (Filsafat), Firman Allah, Q S. an Nur/24 ayat 35:

                                                        

Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus[misykat ialah suatu lobang di dinding rumah yang tidak tembus sampai ke sebelahnya, biasanya digunakan untuk tempat lampu, atau barang-barang lain], yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya)[pohon zaitun itu tumbuh di puncak bukit ia dapat sinar matahari, baik diwaktu matahari terbit maupun akan terbenam, sehingga pohonnya subur dan menghasilkan buah yang banyak], yang minyaknya (saja) Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

Demikian pula Allah memberi tamsil tentang ilmu, Q S.al-Baqarah/2 ayat 257.:

                           

Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

Clearly that the question of God is intimately related to science (and philosophy), we shall thus return to these issue in various ways in future era. So every Muslim should Reconciling Muslim Tradition and Modern Science. (Guessoum: Islam’s Quantum Question, 2011, P. 46), menyatukan kembali Sains Modern dengan Tradisi Muslim, merupakan langkah strategis dan bernas “Sinergi kaderisasi di PTM dan PTA”, sebaiknya tidak dibiarkan wacana keilmuan dan keislaman dalam diskursus yang tidak berkesudahan, ambil langkah nyata! Mengapa demikian? Karena, di Pakistan dan Negeri Jiran (baca: Malaysia), telah lama berdiri Islamic International University.

Peran Kader Sebagai Penjaga Gawang Ideologi Muhammadiyah/ Aisyiyah (Pentingnya Revitalisasi Ideologi Muhammadiyah)

Core business MPK (MPK-PPA), biasa dikaitkan dengan internalisasi nilai-nilai ke-Muhammadiyahan atau pendidikan Ideologi di Muhammadiyah, Ideologi merupakan salah satu pandangan dunia (world view) yang penting dan berpengaruh besar dalam sejarah peradaban manusia, di samping agama dan ilmu pengetahuan. Kendati di awal abad ke-21 terdapat pemikiran yang menyuarakan “kematian ideologi” atau “akhir ideologi” (the end of ideology), terutama setelah berakhirnya perang dingin, namun dalam kenyataanya ideologi tetap menjadi rujukan alam pikiran umat manusia di era modern ini. Gerakan-gerakan Islam “politik” yang muncul di era reformasi 1998 bahkan mengusung “ideologi Islam” sebagai alternatif, yakni Islam sebagai “mabda” (ideologi) dalam satu paket membangun “sistem Islam” (al-nidham al-Islamy), yang dianggap atau diyakini oleh para aktivisnya sebagai ideologi tandingan dari ideologi –ideologi dunia yang dianggap berbeda atau bertentangan dengan pandangan Islam. (Nashir,2015: 194)

Ideologi adalah “sistem keyakinan yang menjelaskan rencana sosial dengan segala kaitannya” (Vago,1989: 9), sebagai “suatu sistem ide yang mendasari dan menjelaskan politik” (Jary, 1991: 295 ). Menururt Shariati (1982: 146) ideologi merupakan paham dan teori perjuangan yang dianut kuat oleh kelompok manusia menuju pada cita-cita sosial tertentu dalam kehidupan. Ideologi memiliki unsur pokok, yaitu: (1) pandangan yang komperhensif tentang manusia, dunia, dan alam semesta dalam kehidupan; (2) rencana penataan sosial-politik berdasarkan paham tersebut; (3) kesadaran dan pencanangan dalam bentuk perjuangan melakukan perubahan-perubahan berdasarkan paham dan rencana ideologi tersebut; (4) usaha mengarahkan masyarakat untuk menerima ideologi tersebut yang menuntut loyalitas dan keterlibatan para pengikutnya; (5) usaha memobilisasi seluas mungkin para kader dan massa yang menjadi pendukung ideologi tersebut (Riberu, 1986: 5).

Dalam “Rumusan Pokok-pokok Persoalan tentang Ideologi Keyakinan Hidup dan Muhammadiyah” yang disusun oleh Panitia Tajdid Seksi “ Ideologi Keyakinan Hidup Muhammadiyah” dalam Muktamar ke-37 tahun 1968 dinyatakan bahwa ideologi yaitu : ajaran atau ilmu pengetahuan yang secara sistematis dan menyeluruh membahas mengenai gagasan, cara-cara, angan-angan atau gambaran dalam pikiran, untuk mendapatkan keyakinan mengenai hidup dan kehidupan yang benar dan tepat”. Dinyatakan pula bahwa ideologi berarti “ keyakinan hidup”, yang mencakup “1. Pandangan hidup, 2. Tujuan hidup, 3. Ajaran dan cara yang dipergunakan untuk melaksanakan pandangan hidup dalam mencapai tujuan hidup tersebut”.

Dari pemaknaan tersebut maka ideologi bukan sekadar seperangkat pemikiran atau paham, tetapi juga teori atau sistem perjuangan maupun strategi perjuangan untuk mewujudkan paham tersebut dalam kehidupan. Dalam suatu gerakan “ideologi politik” Islam misalnya, politik bukanlah sekedar urusan praktis atau teknis yang menyangkut pilihan, tetapi sekaligus sebagai sistem perjuangan untuk mewujudkan Islam sebagai cita-cita politik atau kekuasaan dalam negara, sehingga tidaklah dapat dipisahkan antara urusan politik dan strategi atau metode perjuangan dengan ideologi politik yang mendasarinya. Karena itu suatu ideologi apapun merupakan suatu sistem paham dan sekaligus perjuangan, yang dilaksanakan dengan suatu gerakan yang sistematik dan penuh militansi untuk mewujudkannya dimulai dari ranah praktis atau teknis hingga ke wilayah strategi dan keyakinan ideologis yang dicita-citakannya.

Dalam Muhammadiyah kendati tidak bersifat ketat dan monolitik, pembahasan dan kepentingan akan adanya “ideologi” atau “keyakinan dan cita-cita hidup” telah berkembang lama. Kelahiran Muhammadiyah bahkan melekat dengan ideologi , yakni ide-ide dan cita-cita tentang Islam yang melekat dalam pemikiran dan spirit gerakan dari KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Karena itu pembahasan dan kepentingan atas revitalisasi ideologi dalam Muhammadiyah saat ini bukanlah sesuatu yang baru, juga bukan sebagai tuntutan kondisional atau situasional semata. Kepentingan tersebut juga merupakan suatu hal yang penting dan melekat dengan sejarah perkembangan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, sekaligus merupakan tuntutan yang mendasar untuk menjaga keutuhan dan kelangsungan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang memiliki “keyakinan dan cita-cita hidup” sebagaimana telah menjadi alam pikiran yang fundamental selama ini, termasuk ketika civitas akademika yang bermaksud membangun militansi kader Muhammadiyah-Aisyiyah

.

Purifikasi dan Dinamisasi

Selama ini konsep tajdid dalam sebagian alam pikiran warga Muhammadiyah cenderung bermakna pemurnian (tajrid, tadhif). Konsep tajdid fil-Islam sering diartikan terbatas pada memurnikan ajaran Islam, yakni dengan kembali pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang shahih/maqbullah. Artinya isu al-ruju’ ila’l-qur’an wa al-sunnah sebagaimana menjadi spirit gerakan Muhammadiyah tidak ada makna lain selain pemurnian, yakni kembali pada ajaran dan sumber ajaran Islam yang murni. Tekanan pada pemurnian tersebut antara lain dapat ditemukan dalam rumusan Kepribadian Muhammadiyah ketika menjelaskan dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar kepada yang telah beragama Islam dan yang belum Islam, di sana dikatakan bahwa dakwah kepada yang telah Islam bersifat pembaruan (tajdid), yaitu mengembalikan kepada ajaran Islam yang asli dan murni.

Perkembangan pemikiran yang menarik dan penting tentang tajdid Muhammadiyah terjadi sejak tahun 1990 hasil Muktamar tarjih XXII di Malang. Dalam tanfidz muktamar tarjih tersebut disebutkan bahwa dari segi bahasa tajdid berarti pembaruan, sedangkan dari segi istilah memiliki dua arti yaitu: (a) pemurnian; dan (b) peningkatan, pengembangan, modernisasi, dan yang semakna dengannya. Dalam arti “pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai penafsiran, pengamalan, dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Ash-Sunnah Ash-Shahihah atau Al-Maqbullah. Guna melaksanakan tajdid dalam kedua pengertian tersebut diperlukan aktualisasi akal pikiran yang cerdas dan fitri, serta akal budi yang bersih, yang dijiwai oleh ajaran Islam.

Pemaknaan dan pengembangan tajdid sebagai pembaruan yang berdimensi purifikasi dan dinamisasi maupun Manhaj Tarjih yang mengandung tiga pendekatan bayani, burhani dan irfani dalam sistem pemikiran keagamaan merupakan terobosan berpikir yang mampu memberikan jalan keluar Muhammadiyah dari tarikan-tarikan pemikiran tajdid yang bersifat ekstrem. Di satu pihak pemikiran yang cenderung literal-konservatif yang sangat menekankan pada pemurnian dan pendekatan naqli-bayani yang sangat rigid dengan bermacam variannya dalam gerakan-gerakan Islam. Di pihak lain pemikiran yang cenderung liberal-progresif yang sangat menekankan pada dinamisasi dengan pendekatam burhani dan irfani yang serba bebas dengan berbagai variannya dalam gerakan Islam kontemporer di negeri ini.

Muhammadiyah dengan tajdid purifikasi dan dinamisasi itu gerakan Islam ini telah melakukan pilihan integratif sekaligus moderat (tawasuth, tawazun). Demikian pula dengan manhaj bayani, burhani dan irfani, Muhammadiyah telah menempuh pendekatan holistik-integratif dalam sistem pemikiran keagamaannya. Pilihan tersebut harus menjadi manhaj gerakan Muhammadiyah secara sistemik, sehingga bukan lagi wacana dan kontroversi. Kini sudah saatnya keputusan organisasi yang demikian subtanstif, mendasar dan strategis tersebut dijadikan manhaj gerakan Muhammadiyah serta bukan lagi dipandang sebagai wacana individual apalagi dianggap tidak memiliki legitimasi yang kuat secara sistem.

Posisi tajdid Muhammadiyah yang moderat bukanlah bersifat politik sebagaimana tudingan sementara pihak. Posisi moderat merupakan pilihan teologis sekaligus ideologis karena di satu pihak Muhammadiyah telah mengambil tajdid sebagai bagian dari sejarah perjalanan hidupnya. Konstruksi surat Ali-Imran 104 dan 110 tentang dakwah dan khaira ummah (ummatan washata) secara teologis mengisyaratkan Muhammadiyah sebagai gerakan tengahan yang dikontekstualisasikan oleh Prof. Amien Rais sebagai al-amru bil ’adli wa nahyi ‘anidz-dzilmi. Pandangan Azyumardi Azra yang memberikan predikat Salafiyah-Washatiyyah (Salafi-Tengahan), semakin memperkuat bahwa moderasi Muhammadiyah bukanlah pilihan politik tetapi teologis dan ideologis. Pandangan tersebut semakin diperkuat dengan dukungan sejarah ketika KH. Ahmad Dahlan mempelopori berdirinya Muhammadiyah lebih memilih gerak tajdid dan dakwah yang bersifat kultural untuk “menyebarluaskan” dan ‘memajukan” ajaran Islam di nusantara. Pilihan moderat itu bahkan memiliki fungsi maslahat atau tahsinah (fungsi kebaikan dan/kemanfaatan) untuk keluar dari jebakan kebuntuan dan ekstrimitas sebagaimana terjadi dalam kontroversi pemikiran dan gerakan Islam antara genre literal-konservatif dan liberal-progresif yang saling berhadapan. Muhammadiyah dengan kekayaan pemikiran dan amaliahnya perlu tampil sebagai gerakan moderat-trasformatif yang bersifat alternatif dan produktif. Momentum menjadikan PTM sebagai pilar perkaderan di Muhammadiyah, bukanlah langkah basa-basi, sebaiknya lebih dimaknai pembinaan dan pengembangan human capital dari kalangan muda yang masih penuh idealime dan siap menerima tantangan ekonomi kreatif (the creative economy). Indonesia, sesungguhnya di masa depan memiliki titik genting, mengapa demikian, sebab bentuk piramida penduduk Indonesia pada awal millenium ini membesar di tengah, (usia remaja), sementara rendahnya kapasitas daya saing mereka dalam kompetisi antarbangsa terasa masih lemah.Untuk itu, diperlukan politik kreativitas.

Fenomena : Generasi X yang akan diganti oleh Generasi Y

Generasi X sebagai generasi yang cenderung egois, segera diganti oleh Generasi Y atau generasi milenial (kelahiran tahun 1980-1999) memiliki ciri berpikir strategis, inspiratif, inovatif, interpersonal, energik, antusias, egaliter, digital native, dan diprediksi akan menjadi pemimpin yang kuat. Ciri generasi ini terlihat kentara di korporasi. Gaya mereka mengubah kultur dan cara kerja korporasi. Menurut Neil Howe dan William Strauss (millennial rising: the next great generation, 2000), generasi Y menjadi generasi yang peduli pada masalah-masalah sosial. Generasi Y diprediksi memberikan kontribusi dan memperkuat lemaba-lembaga sipil dan negara.

Generasi Y bisa menjadi pahlawan jika mampu menangani krisis. Jika gagal, energi besar mereka bisa berubah negatif dan mengakibatkan kediktatoran dan kerugian-kerugian lainnya. Karena itu pandangan sinis pula bahwa generasi Y itu tidak suka diatur, kurang loyal, tidak sabar, dan lebih instan. Anggap saja pandangan sinis itu pelecut bagi generasi Y.

Di panggung politik, banyak pemimpin generasi Y bermunculan. Sebut beberapa nama, Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan (kelahiran 1989), Bupati Trenggalek Emil Elestianto Dardak (kelahiran 1984) dan wakilnya M Nur Arifin (kelahiran 1990) Gubernur Zumi Zola (kelahiran 1980), sebelumnya Gubernur Lampung Ridho Ficardo (kelahiran 1980), dan Bupati Bangkalan Makmun Ibnu Fuad (kelahiran 1987). Tidak hanya di dunia politik, di dunia korporasi pun persaingan merayu generasi Y saat ini cukup ketat misalnya, menurut sekretaris perusahaan Bank Mandiri (Persero) Tbk, Rohan Hafas menjelaskan, untuk menarik SDM terbaik Bank Mandiri membuat seleksi ketat tetapi harus menarik mereka (generasi Y), misalnya ada tawaran seperti penyediaan sponsor untuk pendidikan lanjutan, pelatihan dan pengembangan professional, kesempatan perjalanan atau penempatan di luar negeri, dan lingkungan kerja yang kreatif dan dinamis. Sekretaris perusahaan PT Wijaya Karya (Persero) Suradi mengatakan, Wijaya Karya menawarkan sumber daya berbakat untuk magang di perusahaan global, seperti Kajima Corps di Jepang dan Korea Selatan. Untuk merekrut mereka, Wijaya Karya antara lain melakukan pemantauan di berbagai universitas untuk lulusan baru, sedangkan tenaga pengalaman direkrut melalui lembaga pemburu SDM yang bekerja sama dengan konsultan dalam dan luar negeri. (Kompas, Sumber Daya Manusia, Kamis 17 Maret 2016, hal 1. Dan M Subhan SD : Kompas, Kamis 17 Maret 2016, hal..2)



Penutup

Dalam konteks persyarikatan, kini ke depan yang diperlukan adalah pengayaan (enrichment) dalam tajdid Muhammadiyah, baik yang berdimensi purifikasi maupun dinamisasi, termasuk dalam memaknai pendekatan bayani, burhani, dan irfani dalam manhaj tarjih Muhammadiyah. Terpaku dalam dinamisasi dan purifikasi sebagai jalan tengah tidak boleh bersifat pasif-doktriner belaka, karena keduanya memerlukan pengayaan dalam subtansi dan metodologinya. Pemurnian dan pembaruan yang berjargon belaka apalagi kering dari teori dan metodologi hanya akan menjadi lapuk dalam slogan moderasi yang pasif. Demikian pula dengan pendekatan bayani, burhani dan irfani minus pengayaan teoritik dan metodologik hanya akan menjadi sebuah keindahan di atas kertas belaka dan tidak memberikan jalan pengembangan bagi masa depan pemikiran Islam dan Muhammadiyah. Apalagi jika terus mauquf atau berhenti penuh kecemasan maka Muhammadiyah akan semakin ketinggalan baik dari kelompok pemurnian yang konservatif tapi militan maupun kelompok dinamisasi yang liberal dan progresif. Sekali lagi diperlukan Reconciling Muslim Tradition and Modern Science.

Sungguh tepat, apabila PTM atau PT Aisyiyah, senantiasa menempatkan diri dan menyediakan diri sebagai pilar Perkaderan, di Persyarikatan Muhammadiyah. Karena kejayaan Muhammadiyah yang akan datang banyak tergantung pada cara pembibitan dan start up Muhammadiyah-Aisyiyah masa kini. Upaya membangun militansi kader akan tercapai, apabila diupayakan dengan sungguh-sungguh dan istiqamah, kader memiliki kapasitas dan kemampuan serta mampu membangun jaringan.

Yogyakarta, 23 April 2016.



Daftar Pustaka

Al-Thabarî, Abî Ja’far Muhammad ibn Jarîr, Jami’ al-Bayân ‘an Ta’wîl âyi Al-Qur’ân, (Beirut: Dar El-Fikr, 1425-1426 H / 2005 M)

Al-Jazâiry, Abu Bakr Jaber, TafsirAisaarut Tafaasir Likalami al ‘Aliyyi al-Kabir (Madinah : Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam, 1423 H / 2002 M)

Anshori, Ari, Membangun Sumber Daya dan Jaringan Kader (Yogyakarta : Quadrum Edisi I-Volume V, 2016)

Brosur Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM), 16 Jumadil Awwal 1437 H / 25 Februari 2016

Guessoum, Nidhal, Islam’s Quantum Question Reconciling Muslim Tradition and Modern Science, (New York : I. B. Tauris and Co Ltd, 2011)

Hidayat, Alimul, Suara Muhammadiyah, Edisi No. 02 TH KE-101, 16-31 Jan. 2016

Kompas, Sumber Daya Manusia, Kamis 17 Maret 2016, hal 1. Dan M Subhan SD : Kompas, Kamis 17 Maret 2016, hal..2 (Jakarta : PT Kompas Media Nusantara)

Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Sistem Perkaderan Muhammadiyah (Yogyakarta : MPK PP Muhammadiyah, 2015

Nashir, Haedar, Dinamisasi Gerakan Muhammadiyah, Agenda Strategis Abad Kedua (Yogyakarta : Suara Muhammadiyah, 2015)

Nashir, Haedar, Memahami Ideologi Muhamamadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2015)

Nashir, Haedar, Manhaj Gerakan Muhammadiyah: Ideologi, Khittah, dan Langkah (Yogyakarta : Suara Muhammadiyah, 2009)

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka)


1 Ketua MPK PP Muhammadiyah periode 2015-2020, Dosen FAI dan Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rapat Kerja Nasional Majelis Pembinaan Kader Yogyakarta, 22-24 April 2016



Yüklə 57,58 Kb.

Dostları ilə paylaş:




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin