Membangun sumber daya insani



Yüklə 209,98 Kb.
səhifə1/4
tarix28.10.2017
ölçüsü209,98 Kb.
#18669
  1   2   3   4


BAB I
PENDAHULUAN


    1. Latar Belakang Masalah

Hidup memang penuh onak duri atau persoalan, baik pribadi sifatnya, kelompok, maupun yang menyangkut seluruh penghuni dunia. Mulai dari soal balita merokok, kemiskinan, harga sembako, ketenagakerjaan sampai soal markus dan bank Century yang melahap uang rakyat dan negara sebesar 6, 7 triliun. Namun, meski dari hari ke ke hari persoalan itu semakin mengkhawatirkan, cuma sedikit orang yang mau berfikir untuk menghadapinya, kebanyakan lainnya sibuk dengan urusan mencari nafkah dan kebutuhan hidup serta penghidupan.

Keasyikan bergelut dengan masalah sehari-hari membuat kita lupa, bahwa persoalan yang bagi kita penting, mungkin juga penting bagi orang lain terlupakan. Kecuali, bahwa kita ingin menyelesaikannya sendiri. Artinya, kita menjadikannya sebagai suatu persoalan yang terisolir. Memang, pada umumnya masyarakat bertindak demikian. Masalah pribadi diselesaikan secara pribadi pula. Ini memang bagian dari mitos yang berlaku dalam kehidupan kita. Tetapi, masyarakat telah berkembang, menjadi lebih kompleks, multi dimensional dari pada yang kita percayai. Apalagi sekarang kita paranoid dengan penerapan ACFTA (Asean China Free Trade Agreement) diperkirakan berdampak negatif terhadap beberapa sector industry, seperti penurunan utilisasi dan/ atau penutupan perusahaan, dan akhirnya terjadi pemutusan hubungan kerja secara massal.

Masalah sumber daya manusia dalam perusahaan, bukan hanya masalah perusahaan atau tanggung jawab perusahaan, tetapi juga merupakan tanggung jawab pemerintah, dan serikat pekerja/ buruh, termasuk pekerja itu sendiri. Masalah yang perlu mendapatkan perhatian yang serius mengenai hubungan industrial. Hubungan industrial ini perlu dibangun agar para pekerja/ buruh dan serikat pekerja / serkat buruh mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan, ketertiban , demokratis, dan mempunyai ketrampilan dan keahlian. Semua ini dapat dilaksanakan dengan cara membangun sumber daya manusia secara insani.

Sumber daya menyangkut factor produksi terdiri atas tanah, tenaga kerja, dan modal yang dipakai dalam kegiatan ekonomi untuk menghasilkan barang, jasa, serta mendistribusikannya.1 Sumber daya merupakan bahan atau keadaan yang dapat digunakan manusia untuk memenuhi keperluan hidupnya. Sumber daya adalah segala sesuatu, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang digunakan untuk mencapai hasil, masalah peralatan, sediaan, waktu dan tenaga kerja.

Sumber daya manusia merupakan potensi manusia yang dapat dikembangkan untuk proses produksi. Sumber daya manusia merupakan masalah perusahaan yang paling penting, karena dengan sumber daya manusia menyebabkan sumber daya yang lain dalam perusahaan dapat berfungsi atau dijalankan.2 Di sisi lain, sumber daya manusia dapat menciptakan efesiensi, efektifitas dan produktifitas perusahaan.

Sumber daya manusia adalah seseorang yang siap, mau dan mampu memberi sumbangan terhadap usaha pencapaian tujuan organisasi (the people who are ready willing able to countribute to organizational goals). Di samping itu, sumber daya manusia merupakan salah satu unsur masukan (input) yang bersama dengan unsur lainnya, seperti: modal, bahan, mesin dam metode/ teknologi diubah melalui proses manajemen menjadi keluaran (output) berupa barang dan atau jasa dalam usaha mencapai tujuan perusahaan.

Sumber daya insani merupakan istilah lain dari sumber daya manusia. Kata insani berarti bersifat atau menyangkut manusia, kemanusiaan atau manusiawi. Dengan cara kemanusiaan dan memanusiakan manusia, sumber daya manusia dapat dikelola secara baik dan professional agar dapat tercipta keseimbangan antara kebutuhan sumber daya manusia dengan tuntutan serta kemajuan bisnis perusahaan. Keseimbangan tersebut dapat terjadi dengan cara memanusiakan manusia. Keseimbangan tersebut merupakan kunci sukses utama bagi perusahaan agar dapat berkembang dan tumbuh secara produktif dan wajar.

Perkembangan bisnis perusahaan sangat tergantung pada prouktifitas tenaga kerja yang ada di perusahaan, firman Allah SWT, dalam Surah Yunus (10):36 menyatakan: “Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja, sesungguhnya Allah maha Mengetahui atas yang mereka kerjakan”. Sesuatu yang diperoleh dengan prasangka sama sekali tidak bisa menggantikan sesuatu yang diperoleh dengan upaya sungguh-sungguh dan kehendak Allah SWT. Hal ini kita lanjutkan dalam firman Allah SWT., dalam Surah Al-Anfaal (8):23 menyatakan: “Kalau sekiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar, dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu)”

Hubungan industrial merupakan tata kehidupan dan tata pergaulan di tempat kerja. Hubungan industrial harus dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hubungan industrial harus dilaksanakan secara harmonis, dinamis, berkeadilan dan berbudaya. Terwujudnya ketenangan industrial, ketenangan bekerja, ketenangan berusaha, diperlukan dalam rangka stabilitas produksi. Hal tersebut dapat terwujud apabila hak dan kewajiban para pihak terpenuhi. Di sisi lain, perlu adanya peningkatan kesejahteraan pekerja, produktivitas, dan kemajuan usaha. Selain itu, apabila terjadi perselisihan diselesaikan secara musyawarah mufakat. Ini semua harus dilaksanakan dalam rangka mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, bermartabat dan berbudaya. Hubungan ini bisa terjadi apabila dilaksanakan dengan cara insani, memanusiakan manusia, menghargai manusia, dan saling menghormati.


    1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikutr :

1) Bagaimana melaksanakan hubungan industrial secara insani pada perusahaan ?

2) Bagaimana prinsip-prinsip hukum dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berbudaya ?


    1. Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui, memahami dan menemukan terhadap pelaksanaan hubungan industrial secara insani di bidang ketenagakerjaan pada perusahaan.

2) Untuk memahami dan menemukan prinsip-prinsip hukum dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berbudaya di bidang ketenagakerjaan pada perusahaan.




    1. Manfaat Penelitian

  1. Secara teoritis, menemukan pelaksanaan hubungan industrial secara insani, yang hasilnya dapat digunakan untuk mengembangan ilmu pengetahuan dan menambah bahan kepustakaan yang ada di bidang hukum ketenagakerjaan, khususnya dalam bidang penyelesaian perselisihan hubungan industrial pada perusahaan.

  2. Secara praktis, dapat digunakan sebagai bahan atau pedoman dalam menyelesaikan perselisihan penyelesaian hubungan industrial secara insani, yang berbudaya dan bermartabat, baik dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial karena hak, kepentingan, pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan atar serikat pekerja/serikat buruh pada perusahaan.


1.5.Tinjauan Pustaka

1) Prinsip-prinsip Hukum

Prinsip-prinsip huikum merupakan fondasi suatu undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Dalam setiap peraturan perundang-undangan yang dibuat selalu didasari sejumlah asas atau prinsip.3 Mengenai asas hukum ini, Sudikno Mertokusumo mengatakan sebagai berikut :

“…bahwa asas hukum bukan merupakan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang pengaturan konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum. Hal ini terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau cirri-ciri yang umum dalam peraturan konkrit tersebut”.4
Satjipto Rahardjo menegaskan bahwa”asas hukum bukan peraturan hukum, namun tidak ada hukum yang bisa dipahami tanpa mengetahui asas-asas hukum yang ada di dalamnya. Karena asas hukum ini member makna etis kepada peraturan hukum serta tata hukum”.5 Di sisi lain, beliau mengibaratkan asas huikum sebagai “jantung” peraturan hukum atas dasar dua alasan. Pertama, asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya sebuah peraturan hukum. Ini berarti penerapan peraturan-peraturan hukum itu bisa dikembalikan kirepada asas hukum. Kedua, karena asas hukum mengandung tuntutan etis, maka asas hukum diibaratkan sebagai “jembatan” antara peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita social dan pandangan etis masyarakatnya.6 Sifat abstrak yang dimiliki oleh asas hukum itu, membuat asas hukum itu tidak dituangkan dalam peraturan atau pasal yang konkrit. Asas hukum dapat membentuk sistem hukum.

Sistem adalah himpunan unsur (elements) yang saling mempengaruhi, untuk mana hukumj tertentu menjadi berlaku. Adapun komponen-komponen sistem itu meliputi komponen jiwa bangsa, structur, substansi, dan budaya hukum. Jiwa identik dengan hidup, terjelma sebagai dorongan perasaan, dan naluri. Dalam naluri bermaknalah kelakuan manusia. Struktur berkenaan dengan struktur hukum, yaitu, adanya badan-badan yang membentuk hukum. Substansi adalah produk hukum dari komponen structural, apabila tertulis disebut undang-undang, dan apabila tidak tertulis disebut kebiasaan. Budaya hukum adalah sikap-sikap beserta nilai-nilai yang dipegang oleh anggota-anggota masyarakat terhadap hukum positif atau kebiasaan perilaku orang untuk mematuhi peraturan-peraturan hukum positif, baik itu peraturan hukum berupa undang-undang maupun kebiasaan.



  1. Penyelesaian Perselisihan

Perselisihan adalah persengketaan tentang sesuatu hubungan hukum (perdata) yang terjadi di antara dua pihak atau lebih, dikarenakan hubungan hukum (perikatan) tidak terlaksana dengan baik atau tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat di antara mereka.7 Adanya perselisihan dapat menimbulkan perbantahan atau pertengkaran dan atau menjadi perkara, yang kemudian diselesaikan dengan perdamaian di luar pengadilan atau di muka pengadilan atau dilanjutkan menjadi perkara di hadapan hakim. Berdamai adalah selama perkara tersebut sedang diperiksa dan perdamaian dilakukan di depan hakim. Menurut ketentuan Pasal 130 Ayat 1 HIR, hakim sebelum memeriksa perkara perdata harus berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak. Usaha perdamaian itu dapat dilakukan sepanjang proses berjalan. Peranan hakim dalam usaha menyelesaikan perkara tersebut secara damai adalah sangat penting. Putusan perdamaian mempunyai arti yang sangat baik bagi masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi orang yang mencari keadilan. Sengketa selesai sama sekali, penyelesaiannya cepat dan ongkosnya ringan, selain daripada itu permusuhan antara kedua belah pihak yang berperkara menjadi berkurang. Hal ini jauh lebih baik daripada apabila perkara sampai diputus dengan suatu putusan biasa, di mana terdapat salah satu pihak yang dikalahkan dan ada salah satu pihak yang dimenangkan.

Dalam masyarakat penyelesaian perselisihan ini masih berlaku dalam bentuk penyelesaian perselisihan secara damai dengan musyawarah mufakat. Artinya bahwa jika terjadi perselisihan di antara warga yang satu dan warga yang lain, maka perselisihan itu harus diselesaikan dengan musyawarah (perundingan) yang baik di antara mereka, dan jika sudah ada kesepakatan antara yang satu dan yang lain, maka para pihak yang bersangkutan wajib melaksanakan dan menaatinya.



3) Musyawarah Mufakat

Hidup bermasyarakat berarti mengakui eksistensi orang lain. Mengakui eksistensi orang lain berarti harus menyadari bahwa ia tidak dapat berbuat semauanya sendiri. Ia tidak dapat berbuat bebas tanpa batas. Ia hidup dibatasi oleh berbagai factor, yaitu, dirinya sendiri, orang lain, alam sekitarnya dan Tuhan. Dalam hidup bermasyarakat di situ terdapat hukum. Ibi societas, ibi ius. Hidup bermasyarakat berarti harus bersedia memandang orang lain sebagai dirinya sendiri. Dengan cara demikian orang dapat saling bertenggang rasa, saling menghargai dan menghormati, saling mengingatkan jika terjadi kesalahan.8 Hal inilah yang terjadi dalam tata cara kehidupan bermasyarakat yang mengakui dan menghargai serta melakukan pola hidup tersebut.

Pola hidup musyawarah mufakat merupakan budaya bangsa Indonesia. Pola hidup ini dituangkan dalam sila keempat Pancasila, yaitu, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan. Tujuan kerakyatan adalah mrencapai mufakat. Caranya adalah musyawarah dengan penuh kebijaksanaan. Bermusyawarah penuh kebijaksanaan berarti bermoral karena kebijakan atau kebijaksanaan itu sendiri merupakan salah satu cirri perbuatan moral yang saleh.9 Orang saleh atau bermoral itu mempunyai empat cirri pokok, yaitu, kebijakan, kewiraan, kepatuhan, dan keadilan. Segala sesuatu yang diputuskan sebagai hasil musyawarah adalah bernilai etik atau bermoral, karena didasarkan atas hikmah kebijaksanaan.

4) Kesepakatan

Kesepakatan merupakan asas dalam perjanjian. Kesepakatan adalah hasil dari musywarah mufakat. Sepakat mereka yang mengikatkan diri adalah asas esensial dari hukum perjanjian.10 Azas ini dinamakan juga azas otonomi konsensualisme yang menentukan adanya perjanjian. Azas ini terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disinghkat KUH Perdata), yang mengandung arti kemauan para pihak untuk saling berpartisipasi ada kemauan untuk saling mengikatkan diri. Kemauan ini membangkitkan kepercayaan bahwa perjanjian itu dipenuhi, bahwa hasil musyawarah mufakat itu dilaksanakan. Azas kepercayaan ini merupakan nilai ertis yang bersumber pada moral. Eggens mengatakan bahwa manusia terhormat akan memelihara janjinya.11



5) Perdamaian

Perdamaian adalah suatu kesepakatan di antara beberapa pihak yang saling bertentangan dalam sesuatu urusan yang telah mengganggu keseimbangan di antara mereka agar keseimbangan itu dapat dipulihkan kembali. Perdamaian tidak saja terjadi dalam hubungan social budaya, tetapi juga dalam hubungan-hubungan hukum yang menyangkut kebendaan dan perekonomian. Dalam Pasal 1851 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dinyatakan bahwa :



“Perdamaian adalah suatu persetujuan dengan mana kedua pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara. Persetujuan ini tidak sah, melainkan jika dibuat secara tertulis”.
Menciptakan perdamaian jelas berhubungan atau berkaitan dengan upaya mengurangi kekerasan ( pengobatan ) dan menghindari kekerasan (pencegahan). Johan Geltung menyatakan bahwa “Perdamaian adalah tidak adanya / berkurangnya segala jenis kekerasan. Perdamaian adalah transformasi konflik kreatif non kekerasan ”.12 Perdamaian terdapat beraneka ragam, antara lain perdamaian negative dan perdamaian positif. Johan Geltung juga membagi perdamaian menjadi “perdamaian negative dan perdamaian positif. Perdamaian negative adalah tidak adanya segala jenis kekerasan. Perdamaian positif adalah kebaikan verbal dan fisik, baik bagi tubuh, pikiran dan jiwa diri dan orang lain ditujukan untuk semua kebutuhan dasar, kelangsungan hidup, kesejahteraan, kebebasan dan identitas. Cinta adalah lambing dari ini, pernyataan tubuh, pikiran dan jiwa.13 Perdamaian adalah apa yang kita miliki ketika transformasi konflik yang kreatif berlangsung secara tanpa kekerasan. Dengan demikian, perdamaian dilihat sebagai sebuah karakteristik sistem, sebuah konteks yang dengannya hal-hal tertentu dapat terjadi secara khusus. Perdamaian adalah sebuah saran yang revolusioner. Bukan hanya memerlukan satu kultur perdamaian, namun juga adanya satu struktur perdamaian. Kedua karakteristik sistem perdamaian ini membentuk para actor secara tanpa kekerasan dan secara kreatif, dan begitu pula sebaliknya. Hanya orang-orang yang trampil dalam bernegosiasi yang dapat melakukan perdamaian. Ketrampilan yang dimiliki orang-orang tersebut berupa pengetahuan praktis + imajinasi + kasih sayang + kegigihan. Ini adalah kunci dalam melaksanakan perdamaian. Ketrampilan ini harus dibangun dalam rangka melaksanakan hubungan industrial pada perusahaan.

  1. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Hubungan industrial harus dilaksanakan secara harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai nilai-nilai Pancasila. Masalah perselisihan dalam hubungan industrial harus diselesaikan dengan cepat, tepat, adil dan murah. Penyelesaian yang terbaik dalam hubungan industrial dilakukan secara musyawarah mufakat tanpa ikut campur pihak lain. Menurut Lalu Husni, bahwa “ penyelesaian perselisihan secara musyawarah mufakat dapat menekan biaya, hemat waktu, dan cepat. Pernyelesaian musyawarah mufakat dilakukan dengan cara perundingan atau negosiasi. Penyelesaian perselisihan ini dilakukan oleh para pihak dengan tanpa melibatkan pihak lain dengan tujuan mencari kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang harmonis dan kreatif.14 Penyelesaian semacam ini dilakukan dengan menggunakan proses tawar menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau menerima guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak dengan pihak lainnya, Penyelesaian semacam ini dilakukan secara damai dengan melalui perundingan antara para pihak yang bersengketa. Perundingan untuk mencari penyelesaian secara musyawarah unytuk mencapai mufakat yang dilakukan oleh para pihak harus dilakukan dengan membuat kesepakatan yang ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa. Kesepakatan ini dituangkan dalam bentuk perjanjian, yaitu, perjanjian para pihak yang bersifat mengikat dan menjadi hukum serta wajib dilaksanakan.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Undang-undang ini mengatur penyelesaian perselisihan hubungan industrial di luar pengadilan dan pengadilan. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial di luar pengadilan dapat diselesaikan melalui perundingan bipartite, melalui mediator, konsiliator dan arbitrase. Cara-cara penyelesaian perselisihan ini harus dilakukan sebelum dilanjutkan penyelesaian melalui pengadilan. Penyelesaian melalui pengadilan hubungan industrial dilakukan sebagai upaya terakhir, apabila upaya-upaya penyelesaian di luar pengadilan tidak berhasil. Penyelesaian perselisihan yang terbaik adalah penyelesaian oleh para pihak yang berselisih, sehingga dapat diperoleh hasil yang menguntungkan kedua belah pihak. Penyelesaian bipartite ini dilakukan melalui musyawarah mufakat oleh para pihak tanpa dicampuri oleh pihak manapun, inilah bentuk penyelesaian yang harus diterapkan karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia.


1.6. Metode Penelitian

  1. Pendekatan Masalah

Penelitian dan penulisan hukum ini merupakan penelitian hukum normative.15 Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (stauta approach). Peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

  1. Sumber Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan berasal dari studi kepustakaan (library research). Sumber bahan hukum yang utama di bidang hukum acara perdata, khususnya di bidang penyelesaian perselisihan hubungan industrial di bidang ketenagakerjaan, yang dilakukan dengan cara-cara atau mekanisme yang berbudaya Sumber bahan hukum berasal dari bahan hukul primair, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier16. Bahan hukum primair berupa peraturan perundang-undangan sesuai dengan jenis dan hirarki peraruran perundang-undangan sesuai Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan undang-undang peninggalan zaman penjajahan kolonial Belanda berupa Herzien Inlandch Reglement. Sumber bahan hukum sekunder berasal dari karya-karya ilmiah, hasil penelitian, dan literatur-literatur. Sumber bahan hukum tersier berupa kamus hukum.

  1. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum yang berasal dari kepustakaan diinventarisasi dan didukomentasikan sesuai dengan permasalahan yang ada, sesuai dengan bab dan sub bab yang ada, dan sesuai dengan masalah yang dikaji atau diteliti. Bahan hukum dikumpulkan dengan cara pencatatan, foto kopi dan pengadaan literature. Hasil bahan hukum yang dikumpulkan, kemudian dipilah-pilahkan sesuai dengan bab dan sub bab-sub bab yang ada, dan sesuai dengan rumusan masalah yang dikaji atau diteliti.

  1. Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum yang terkumpul dianalisis secara kualitatif, karena bahan hukum berupa dokumen atau bahan hukum kepustakaan (doktrinal). Bahan hukum yang berasal dari studi kepustakaan ini, kemudian dianalisis secara sistematis, runtun, dan runtut dengan menggunakan logika hukum. Hasil ini kemudian dideskripsikan secara dekduktif, untuk memperoleh jawaban sesuai rumusan masalah atau masalah yang ada dan/atau sesuai dengan bab dan sub bab-sub bab yang, dikaji atau diteliti.
1.7. Pertanggungajawaban Sistematika

Penelitian dan penulisan hukum ini terdiri dari 2 (dua) bab isi. Bab isi ini merupakan jawaban terhadap permasalahan yang dikaji atau diteliti. Sistematika penelitian dan penulisan hukum ini dimulai dengan pemaparan bab satu. Bab satu mengenai pendahuluan, terdiri dari uraian mengenai situasi-situasi mengenai latar belakang masalah, yang dapat menimbulkan rumusan masalah. Di sisi lain, bab ini juga menguraikan mengenai tunjuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan metode penelitian. Metode penelitian ini menguraikan mengenai pendekatan masalah, sumber bahan hukum, prosedur pengumpulan bahan hukum, dan analisis bahan hukum. Bab ini diakhiri dengan pertanggungjawaban sistematika yang menguraikan mengenai alasan-alasan dalam menempatkan bab dan sub yang ada dalam daftar isi.

Bab dua tentang pelaksanaan hubungan industrial secara insani di perusahaan, yang menguraikan mengenai membangun sumber daya insani di perusahaan dan implementasi hubungan industrial secara insa di perusahaan. Hasil dari pembahasan ini merupakan jawaban terhadap permasalahan pertama, dan juga hasil pembahasan ini digunakan sebagai landasan filisofis dan yuridis dalam menyelesaikan dan/atau menjawab permasalahan kedua dan menyelesaikan pembahasan bab ketiga dan keempat.

Bab ketiga tentang pelaksanaan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berbudaya, yang menguraikan mengenai karakteristik penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan implementasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berbudaya. Hasil dari pembahasan ini merupakan jawaban terhadap permasalahan kedua dan permasalahan yang terdapat dalam judul penelitian dan penulisan hukum ini.

Bab keempat tentang penutup, berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan pertama merupakan intisari dari hasil pembahasan bab kedua, dan kesimpulan kedua merupakan intisari terhadap hasil pembahasan bab ketiga. Dari hasil kesimpulan pertama ditarik saran pertama, dan dari hasil kesimpulan kedua ditarik saran kedua, yang semuanya merupakan satu kesatuan dalam peneltian dan penulisan hukum ini.

BAB II
PELAKSANAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL SECARA INSANI

DI PERUSAHAAN


Yüklə 209,98 Kb.

Dostları ilə paylaş:
  1   2   3   4




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin