Menentukan 1 Ramadhan & 1 Syawal 1415 H
dengan Program Mawaaqit 1.2
* Program Mawaaqit 1.2 bisa dicopy dari anonymous ftp
(isnet.ee.umanitoba.ca /pub/programs/maw12.zip)
Dengan Menu Calendar - More Phases, cari data "moon-conjunction" pada tahun 1995. Data ini terdapat pada kolom "New Moon". New Moon dan moon-conjunction di sini identis.
New Moon yang terdekat untuk Ramadhan 1415 H adalah: 1995-Jan-30 pukul 22:48 GMT.
New Moon yang terdekat untuk Syawal 1415 H adalah: 1995-Mar-01 pukul 11:48 GMT.
Data ini berlaku global, karena itu untuk mengetahui data untuk lokasi tertentu harus diperhatikan Time Zone-nya.
Kemudian lihat apakah di lokasi yang diinginkan, conjunction terjadi sebelum atau sesudah Sunset (Sunset bisa diketahui dengan Menu Calendar - Ru'yah atau Menu Praying - Any Date).
Sebagai pedoman: bila conjunction terjadi sebelum Sunset, maka Ru'yatul Hilal bisa dilakukan di hari yang sama. Namun bila conjunction terjadi sesudah Sunset, maka Ru'yatul Hilal baru bisa dilakukan di hari berikutnya.
Setelah Ru'yat date diketahui, masuk ke Menu Calendar - Ru'yah, dan masukkan Ru'yat Date dan Lokasi.
Menu ini akan memberikan data Sunset, Moonset, Moon's age dan Altidude pada tanggal dan lokasi tersebut.
Bila Altitude > 0 deg, berarti rembulan berada di atas ufuk.
Sekarang masalahnya tinggal apakah rembulan ini kelihatan atau tidak. Persoalan ini tidak lagi masalah astronomis, melainkan optis (memakai teropong atau dengan mata telanjang), meteorologis (terganggu awan atau tidak), dan fisis subyektif (keadaan fisik dan pengalaman pengamat).
Yang jelas, bila Altitude < 0 (atau rembulan masih di bawah ufuk), bagaimanapun caranya Hilal tidak mungkin kelihatan. Tabel berikut ini hanya memberikan "earliest Day", dalam arti mustahil 1 Ramadhan atau 1 Syawal jatuh di lokasi yang bersangkutan sebelum tanggal yang dicantumkan di sini. Namun tidak menutup kemungkinan, kedua hari istimewa itu (dengan berdasarkan definisi yang lain), jatuh sehari lebih lambat.
Sebenarnya, Ru'yah Date atau hari/saat pelaksanaan Ru'yatul Hilal, itu harus sesudah conjunction. Namun conjunction ini ternyata tidak selalu pas dengan 29 Sya'ban pada penanggalan yang sudah dicetak jauh-jauh hari. Seperti tahun 1415 H ini, beberapa penanggalan yang ada menunjukkan bahwa 29 Sya'ban 1415 H jatuh bersamaan dengan 30 Januari 1995 M.
Karena itu, mungkin banyak ummat Islam yang pada tanggal 30 Januari sudah berusaha untuk melakukan Ru'yatul Hilal (yang tentu saja tidak akan mendapatkan apa-apa, karena buat sebagian besar lokasi, rembulan belum conjunction).
Dengan demikian mereka akan "menggenapkan" bulan Sya'ban menjadi 30 hari, sehingga puasa baru dimulai tanggal 1 Februari. Hal ini memang cocok, karena bagi sebagian besar lokasi, pada tanggal 31 Januari, rembulan sudah di atas ufuk. Namun perbedaan tetap tidak bisa dihindarkan, karena memang ada lokasi yang boleh jadi pada tanggal 30 Januari sudah akan menyaksikan Hilal (misalnya di Los Angeles), sehingga puasa di sana dimulai 31 Januari.
Hal yang sama juga nanti pada saat menjelang Ied. Bila 1 Ramadhan dimulai pada tanggal 1 Februari, maka 29 Ramadhan jatuh pada 1 Maret, sehingga pada 1 Maret itu orang sudah akan mencoba untuk Ru'yatul Hilal. Di banyak lokasi (seperti di Indonesia), pada tanggal tersebut rembulan belum conjunction.
Ketidaksamaan ini antara lain juga terjadi karena sistem kalender Islam tidak mengenal Batas Penanggalan International seperti halnya sistem kalender Gregorian, atau dengan kata lain, Batas Penanggalan Islam bergerak dari waktu ke waktu.
Sebagaimana telah kita ketahui, di kebanyakan negara-negara Eropa, masyarakat Islam adalah minoritas. Demikian juga di Austria. Saat ini terdapat sekitar 200.000 muslim yang tinggal di salah satu negara di Eropa Tengah ini. Penduduk Austria sendiri sekitar 8 juta, dengan bagian terbesar (84%) beragama Katholik Roma, 6% Protestan, 4% penganut agama lain termasuk Islam, dan 6% tidak menganut agama apapun.
Islam di Mata Negara
Sebelum membicarakan bagaimana kedudukan Islam di negara federal ini, terlebih dulu kita tinjau bagaimana negara mengatur kehidupan agama. Masalah agama di negara yang pernah berbentuk kerajaan ini dipisahkan dari urusan pemerintahan, walaupun tetap ada Undang-undang yang mengaturnya. Dasar kehidupan beragama di Austria, seperti disebutkan dalam buku Religions in Austria, adalah toleransi dan kebebasan beragama. Oleh karena itu semua agama -ada 16 kelompok masyarakat agama53 di Austria- memiliki kedudukan yang sama dihadapan negara. Dengan demikian semua mendapat perlakuan yang sama, termasuk hak dan kewajiban sebagai warga negara. Semua pelajar di Austria berhak mendapat pendidikan agama yang memadai, sesuai dengan agama yang dianutnya. Sedangkan dalam hal kebebasan beragama, Undang-undang Austria menetapkan bahwa kebebasan menentukan agama yang dianutnya berlaku bagi anak yang berusia 14 tahun ke atas, sementara bagi anak berusia kurang dari 12 tahun orang tuanyalah yang memutuskan agama anak. Perubahan agama tidak boleh dipaksakan bagi anak yang berumur 12-14 tahun.
Negara yang selama beberapa abad sebagai negara Katholik ini menerima Islam sebagai salah satu agama yang diakui negara pada tahun 1912 dan umat Islam diperbolehkan menggunakan aturan-aturan Islam. Pada tahun 1980, untuk pertama kalinya dibentuk Masyarakat Islam Austria (The Islamic Religius Community), setelah sebelumnya Moslem Social Service Society meletakkan dasar material dan formal bagi terbentuknya suatu Masyarakat Muslim. Pembentukan Masyarakat Islam Austria ini dimaksudkan untuk melayani, melindungi sekaligus memajukan umat Islam di Austria. Salah satu tugas utama organisasi ini adalah menyelenggarakan pendidikan agama Islam bagi pelajar yang beragama Islam. Para guru yang diberi tugas oleh organisasi ini dibayar oleh pemerintah Austria. Hanya sayangnya pemilihan guru ini tidak selektif.
Kegiatan Islam internasional pernah beberapa kali diadakan di Wina, diantaranya adalah pertemuan Liga Muslim Dunia pada tahun 1986, dan Konferensi Islam terbesar untuk menyelesaikan Problema Muslim di Eropa pada tahun 1988.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, semua agama mempunyai kedudukan yang sama di mata negara. Dengan demikian hak dan kewajiban warga negara yang beragama Islam pun sama. Mereka tetap harus menjalani Wajib Militer selama 8 bulan, namun mereka dapat minta makanan yang sesuai dengan syariat Islam. Kaum Muslimin yang berwarga-negara Austria dapat bebas berpolitik. Mereka dapat bekerja dimana saja. Para pekerja diperbolehkan menjalankan kewajiban sholat. Umat Islam dapat mendirikan sekolah Islam, membangun masjid, menyelenggarakan pengajian dan aktivitas dakwah lainnya. Demikian pula bagi muslimah, tidak ada larangan mengenakan busana muslimah, baik ketika sekolah maupun bekerja. Dan untuk menyediakan kebutuhan bahan makanan, orang Islam dapat menyelenggarakan tempat penyembelihan sendiri, tentu saja dengan cara Islami.
Berdasarkan Undang-undang, tidak ada peraturan yang membatasi kehidupan beragama masyarakat Islam Austria. Kebebasan untuk menjalankan syariat Islam dijamin oleh undang-undang54. Satu hal yang membedakan dengan penganut mayoritas, adalah masalah hari besar Islam. Hari Besar Islam belum diakui untuk dijadikan hari libur nasional, sehingga ketika umat Islam harus melaksanakan Shalat 'Ied, baik tanggal 1 Syawal maupun 10 Dzulhijjah, mereka harus minta ijin.
Umat Islam di Austria
Saat ini terdapat sekitar 200.000 muslim yang tinggal di Austria (belum termasuk pengungsi Bosnia yang jumlahnya sekitar 78.000). Dua puluh ribu diantaranya adalah pelajar sekolah dasar dan menengah yang mendapatkan pelajaran agama Islam dari guru-guru yang ditugaskan oleh Masyarakat Islam Austria. Umat Islam di Austria ini berasal dari berbagai negara, dengan jumlah terbesar (80%) berasal dari Turki, kemudian Arab, Mesir, Syiria dan lain-lainnya, termasuk Indonesia tentu saja.
Di Wina terdapat sebuah Islamic Centre, yang dibangun atas bantuan Pemerintah Arab Saudi. Selain menyelenggarakan Penataran untuk para guru agama Islam, saat ini Islamic Centre menampung sekitar 100 pengungsi dari Bosnia. Pusat kegiatan Islam di Wina yang selalu penuh sesak saat Sholat Jum'at dan Sholat 'Ied ini menggunakan bahasa Arab dan Turki sebagai bahasa pengantarnya.
Ada sekitar 80 sarana ibadah dan kajian keislaman yang tersebar di seluruh wilayah Austria yang luasnya kira-kira dua pertiga Pulau Jawa ini. Di Wina sendiri ada 30 Masjid. Sayangnya masjid-masjid di sini , kecuali Islamic Centre tidak dibangun dengan tata ruang yang Islami. Hal ini disebabkan karena tempat yang digunakan merupakan bagian dari rumah / appartemen model Austria, yang disewa oleh orang-orang Islam. Jadi jangan membayangkan keadaan masjid di Austria sama seperti masjid di Indonesia pada umumnya, baik luasnya, tata ruangnya maupun arsitekturnya.
Kajian-kajian Islam juga diadakan di masjid-masjid tersebut. Hanya sayangnya, sedikit sekali yang menggunakan bahasa Jerman (bahasa resmi di Austria) sebagai media komunikasi. Umumnya bahasa yang digunakan adalah bahasa Turki, Arab dan ada juga yang menggunakan bahasa Urdu. Hal ini tentu saja menjadi masalah yang cukup penting bagi umat Islam yang tidak memahami bahasa tersebut.
Muslim Indonesia di Austria?
Jumlah muslim Indonesia di Austria sekitar 100 orang, dan sebagian besar tersebar di ibukota Austria, Wina. Mereka terdiri dari berbagai profesi, mulai dari staf diplomatik atau lembaga internasional beserta keluarganya (jumlah yang terbanyak), para pelajar, maupun orang Indonesia yang bekerja di Austria.
Kegiatan keislaman masyarakat Indonesia di Wina dapat dikatakan tidak begitu subur, lebih-lebih bila dibandingkan dengan masyarakat muslim Indonesia yang tinggal di Belanda atau Jerman. Di Wina masyarakat muslim Indonesia membentuk Warga Pengajian Wina (Wapena) sebagai wadah untuk mengadakan kajian dan kegiatan keislaman. Selama ini kegiatan yang diadakan adalah pengajian umum, yang sayangnya belum dapat berjalan secara rutin. Kegiatan yang lainnya adalah menyelenggarakan buka puasa dan tarawih bersama pada bulan Ramadhan dan Shalat 'Iedul Fitri, Taman Pendidikan Qur'an untuk remaja dan anak-anak, Pengajian ibu-ibu dan Pengajian Mahasiswa.
Apa kata mereka tentang Islam?
Bagi orang-orang Eropa, Islam identik dengan boleh beristri 4, tidak boleh makan babi dan minum alkohol (yang menjadi kebiasaan orang barat), hukum potong tangan dan dilempari batu sampai mati, merendahkan dan menindas wanita dan tidak mengharamkan perbudakan. Ya hanya itu yang mereka ketahui tentang Islam. Sebagian kecil saja yang mereka ketahui tentang Islam, itupun dengan persepsi mereka sendiri, yang tentu saja jauh dari kebenaran. Tidak heran jika kesan buruk yang mereka tangkap. Bagaimana mungkin keindahan Islam dapat mereka lihat, jika secuil yang mereka dengar tentang Islam -apalagi tanpa memahami latar belakang dan aturan main aturan Islam yang sebenarnya- mereka anggap sebagai Islam seluruhnya. Bagaimana mungkin mereka dapat menikmati kedamaian dalam naungan Islam bila mereka tidak tahu Islam yang syamil dan syahih? Ya bukankah orang yang tidak mengetahui tidak sama dengan orang yang mengetahui? Dan umat Islamlah yang harus memberikan penjelasan bagi mereka. Kewajiban muslim menyampaikan kalimah Allah pada orang-orang yang belum mengenal Dienullah.
Tantangan yang ada
Kita tahu bagaimana kehidupan model negeri barat. Pergaulan bebas antara pria wanita yang bukan muhrimnya yang dihalalkan di semua tempat dan sepanjang waktu, alkohol yang merupakan minuman sehari-hari dan mudah didapat di mana-mana, adalah contoh yang jelas. Dan umat Islam, yang mempunyai prinsip yang sangat bertentangan dengan mereka, harus hidup di tengah-tengah lingkungan yang seperti itu. Setiap saat harus berhadapan dengan kemunkaran dan kejahiliyahan modern yang sudah merupakan sistem hidup masyarakat Eropa. Ini tentu saja memberikan iklim yang tidak sehat untuk umat Islam. Sementara itu siraman ruhani nilai-nilai Islam sangat jarang didapatkan, andaipun dapat mendengarkan ceramah atau khutbah Jum'at misalnya, berapa banyak yang dapat dimengerti. Sebuah tantangan yang cukup berat bagi seorang muslim, lebih-lebih yang semula berasal dari lingkungan yang dekat dengan kehidupan Islam, suatu tantangan yang mungkin tidak ditemukan di Indonesia. Belum lagi kesendirian di negeri orang, jauh dari famili, jauh dari lingkungan Islami, tidak ada saudara yang saling mengingatkan, jauh dari orang tua. Itu semua menjadi masalah besar ketika ingin tetap menegakkan nilai-nilai Islam. Sekali lagi, barangkali masalah serupa tidak akan dijumpai oleh umat Islam di Indonesia.
Selain itu, hidup di tengah sistem yang jahiliyah ini, menuntut adanya ketrampilan tertentu dalam menanggulangi masalah yang ada. Ketrampilan khusus yang diperlukan dalam mensikapi sesuatu hal atau keadaan agar Islam tetap dapat ditegakkan dalam diri umat Islam. Tentu saja ini tidak mudah, apalagi sebelumnya keadaan semacam itu tidak dijumpai. Memang, di mana-mana, yang namanya menegakkan kebenaran, konsisten pada prinsip yang dipegang tidaklah mudah. Jalannya penuh onak dan duri. Namun rasanya, tantangan di negeri dengan minoritas muslim jauh lebih berat.
Jelas sekali, lebih banyak cobaan dan godaannya hidup di negeri Barat. Ada berjuta jalan syetan yang dihamparkan. Ada banyak kemudahan menuju lorong maksiat yang dapat ditemukan. Apa yang akan terjadi bila seorang muslim setiap saat harus berhadapan dengan hal-hal yang selalu membahayakan dan mengancam keteguhan imannya sementara pada saat yang sama dapat dikatakan hampir tidak ada siraman untuk menguatkan kalbu dan tidak ada seorang saudara pun yang akan mengingatkannya? Jelas iman yang tidak pernah dipelihara lama-lama akan mengalami penurunan, dan hati yang tiada pernah mendapat ketentraman akan mengalami sakit yang makin parah. Dan syetan pun makin berpesta pora, makin bersemangat untuk menawarkan keindahan-keindahan semu yang menyesatkan. Beberapa umat Islam memang kemudian tergelincir menjadi pengikut setan, makin jauh dari nilai-nilai Islam. Banyak umat Islam yang tidak lagi sholat, dan tanpa ragu minun Wine atau alkohol, atau tenggelam dalam kehidupan yang bebas. Ada juga kaum muslim yang tetap sholat namun menghalalkan alkohol. Singkatnya orang-orang Islam yang di negaranya baru ber-Islam karena mengikuti tradisi, akan melepas tradisi itu (artinya: meninggalkan aturan-aturan Islam yang selama di negara asalnya dipatuhinya) tak lama setelah ia hidup dalam kondisi dan situasi di Eropa.
Haruskah umat Islam larut dalam kegelapan, dan kembali kepada kejahiliyahan yang diperangi Rasulullah saw?
Tentu saja tidak! Bukankah untuk menegakkan kebenaran harus menapaki jalan penuh onak dan duri? Bukankah dulu para Rasul juga harus mengalami berbagai macam tantangan yang berat? Bukankah dulu Rasulullah harus menahan sakit karena lemparan batu saat akan masuk kota Thaif? Berapa kali nyawa Nabi Muhammad diancam jiwanya oleh kaum kafir Quraisy? Bukankah dulu Bilal harus bertahan dalam panggangan terik matahari yang garang sebelum akhirnya Abu Bakar membebaskannya? Dan banyak lagi umat Islam terdahulu yang mengalami ujian untuk mempertahankan keimanannya. Bukankah bila dibandingkan dengan ujian yang mereka terima, apa yang dihadapi seorang Muslim di negeri seperti Austria belumlah seberapa? Ya di salah satu negara yang terletak di Eropa Tengah ini, seorang muslim masih bisa mengerjakan sholat dengan bebas, masih dapat menemukan makanan dan minuman yang halal. Seorang muslim dapat menghindari pergaulan yang akan menjerumuskan, masih bisa bertemu dengan saudara sesama muslim, walaupun dalam jumlah terbatas dan pembicaraan yang kurang lancar, dapat dengan tegas menolak ajakan untuk minum alkohol atau pergi ke diskotik, masih bisa menjaga diri dengan prinsip selalu mencari jalan Allah senantiasa dinyalakan dalam hati agar tidak larut dalam kehidupan yang menyesatkan. Harus senantiasa ekstra hati-hati dalam menentukan sikap dan memilih aktivitas maupun teman. Ya, dibutuhkan kekuatan untuk menundukkan dan mengarahkan nafsu, agar selalu dalam ketaatan dan ketundukan pada Allah. Memang yang dibutuhkan hanyalah kesadaran dan kemauan diri sendiri untuk senantiasa dalam ikatan-Nya. Kesadaran untuk menjauhi larangan-larangan Allah dan Rasul-Nya, kesadaran untuk tetap memilih jalan orang-orang yang mendapat rahmat-Nya. Dan keyakinan bahwa hanya di jalan Allah sajalah kebahagiaan sejati akan didapat.
Catatan
Ada beberapa hal yang ditemukan di negara ini yang menarik untuk dicatat. Hal-hal "baik" tersebut adalah:
Sikap dewasa dari para pemimpin politik untuk mau menerima kritikan atas dirinya di media massa.
Kepatuhan warga masyarakat memelihara kepentingan umum dan kebersihan.
Larangan merokok di kendaraan umum dan tempat-tempat pelayanan umum, yang ditaati oleh semua warga.
Budaya antri sudah menjadi kebiasaan umum.
Penghargaan waktu dan disiplin waktu yang berlaku di mana-mana. Orang sini sudah akan banyak sekali minta maaf bila datang terlambat satu menit saja. Bahkan bila sudah jam tutup, toko-toko juga tidak lagi mau membuka pintu kecuali untuk pembeli yang mau keluar meninggalkan toko.
Adanya peraturan jam buka tempat kerja, misalnya toko dan pasar hanya boleh buka sampai jam 18.30 (kecuali pada hari istimewa) dan Sabtu sampai jam 13.00 (Ahad dan Hari Libur Nasional tutup), dengan maksud agar pekerjanya mendapat kesempatan untuk menikmati kehidupan bersama keluarganya dengan cukup. Pelanggaran terhadap peraturan ini akan dituntut sebagai persaingan dagang yang tidak fair.
Setiap perusahaan wajib menjamin kesehatan pekerjanya, membiayai perawatan kesehatan bila sakit, dan menyediakan tabungan yang dibayarkan kepada pekerja sewaktu-waktu dia kehilangan pekerjaan, sampai mendapatkan pekerjaan baru.
Seorang wanita yang bekerja, mendapat hak cuti hamil dan menyusui selama 2 tahun penuh, dan sesudahnya ia dapat kembali bekerja pada tempat yang sama. Dan selama cuti ia menjadi tanggungan negara.
Untuk setiap anak yang lahir dan mendapatkan pemeriksaan kesehatan semestinya, diberikan tunjangan anak hingga mencapai usia dewasa.
dimuat di majalah Ash-Sholihah edisi 26 thn. III, 1994
Dostları ilə paylaş: |