Mengatasi intimidasi radikalisme



Yüklə 87,1 Kb.
tarix15.01.2019
ölçüsü87,1 Kb.
#96938

20170038

MAKALAH

MENGATASI INTIMIDASI RADIKALISME
Di

Susun

Oleh


Nama : Rizvi Alfian

Kelas : XII IPA

Sekolah : MA Sunan Prawoto

KATA PENGANTAR

Puji syukur terhadap kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan keberkahanya dalam menjalani kehidupan dengan rasa nyaman dan aman. Semoga selalu dalam lindunganya dan teguh iman.

Sholawat serta salam juga semoga selalu tercurahkan untuk Rosulullah SAW yang telah memberi teladan bagi umat muslim semuanya dan memberi petunjuk yang terbaik untuk semuanya. Semoga syafa’at dari beliau bisa mengantarkan umat muslim teguh imanya di hari pembalasan kelak.

Hidup di jaman sekarang boleh saja mengejar pengetahuan demi meraih harapan, tetapi tidak harus meninggalkan kewajiban sebagai manusia. Ilmu sangatlah penting untuk menunjang kehidupan. Orang yang sedikit tahu ilmu pengetahuan akan membuat anti dengan Tuhan. Sebaliknya, orang yang berpengetahuan yang dalam tentang ilmu pengetahuan akan membuat lebih dekat dengan Tuhan. Dari segi itu, pengetahuan sangat berperan penting bagi setiap manusia untuk mengetahui hakekat hidup di dunia.

Di jaman ini pengetahuan tentang jihad sering di salah artikan karena kurangnya pengetahuan. Hal itu akan menjadikan sikap dari radikalisme muncul. Sedangkan Tuhan semesta alam sendiri mengajarkan manusia agar senantiasa untuk mencari ilmu setinggi mungkin. Allah SWT memberi wahyu untuk pertama kali yang berisi iqra’ (bacalah). Dari hal itu bila di cermati dengan seksama, maknanya sangat luas yaitu mencari pengetahuan atau ilmu. Untuk mencapai ilmu atau pengetahuan tersebut di butuhkan waktu yang cukup banyak melalui belajar dengan orang yang pandai dalam bidangnya atau membaca buku dan kitab. Saat ini sering di jumpai para pemuka agama yang terkenal namun masih rendah dalam bidang pengetahuan dan membuat argumen tentang jihad dengan sewenang-wenang, alhasil akan menyebabkan kekacauan dimana-mana karena ada ancaman radikal. Dari hal itu, seharusnya manusia dapat mempelajari lebih dalam tentang ilmu dan pengetahuan bukan sekadar menciptakan argumen tentang arti jihad tentang pembunuhan.

Karya tulis ini akan memaparkan masalah-masalah bagaimana sebenarnya manusia dalam ilmu pengetahuan tentang keagamaan untuk mengubah situasi yang lebih baik. Dengan ridha Allah, insya Allah penyampain dari pembahasan karya tulis ini yang berdasarkan dari hadist, Al-Qur’an dan pengetahuan lainya akan memberi pengetahuan pembaca tentang keadaan radikalisme yang semakin meluas.

Semoga karya tulis ini akan memberi manfa’at yang terbaik bagi pembaca dan akan merubah maindset yang lebih baik atas ijin Allah SWT.

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.............................................................2

Daftar Isi........................................................................3

BAB I

PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang......................................................4

  2. Rumusan Masalah.................................................5

  3. Tujuan Penulisan...................................................5

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Sebab Munculnya Pemikiran Radikal.................5

  2. Konsep Mencegah Pemikiran Radikalisme.........10

  3. Upaya Mengatasi Ancaman Radikalisme.............16

BAB III

PENUTUP

  1. Simpulan...................................................................21

  2. Saran.........................................................................22

  3. Penutup.....................................................................22

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Setelah jaman Rosulullah bermunculan paham-paham yang mengharapkan untuk di anut oleh beberapa orang ketika itu, namun paham/aliran di jaman itu tidak ekstrem pada jaman sekarang ini. Aliran/sekte seperti khowarij, murji’ah, syi’ah, jabariyah, qodariyah, muktazilah dan Aswaja itu semua mengajarkan tentang hal yang sama yaitu keislaman, tetapi lebih dari itu aliran-aliran tersebut justru memiliki perbedaan yang cukup membuat perselisihan antara aliran yang lainya karena pola pemikiran dalam pengajaranya berbeda. Seperti halnya dengan aliran khowarij dan murji’ah yang memberikan kajian tentang orang yang melakukan dosa besar atau dosa kecil, paham dari aliran khowarij hal itu di katakan kafir sedangkan aliran dari mur’jiah mengatakan hal itu tidak di hukumi kafir dan tidak juga mukmin karena itu semua di serahkan pada allah swt.1

Sebagian perbedaan pendapat tersebut muncul karena perbedaan penafsiran seperti halnya dengan aliran jabariyah yang menafsirkan Q.S. Al-insan ayat 30 yang artinya “Dan kamu tidak akan (menempuh jalan itu), kecuali kehendak allah” dari paham jabariyah beranggapan bahwa semua yang mengatur dan apa yang di lakukan menusia hanyalah allah dan manusia tidak tahu apa-apa (seperti halnya dengan wayang). Tetapi aliran itu bertentangan balik dengan aliran dari Qodariyah.

Belakangan ini radikalisme sangat menyebar di area sekitar kehidupan, termasuk juga di Indonesia bahkan semakin bertambahnya tahun, doktrin ajaran dari radikalisme semakin menyebar luas. Di jaman sekarang radikalisme lebih condong kepada keagamaan dari pada politik dan ekonomi. Hal paling mendasar dari sikap radikalisme adalah tidak adanya kepatuhan dalam aturan yang ada dan lebih memilih untuk menciptakan aturan yang baru agar dapat melakukan kegiatan sebebas mungkin menurut diri sendiri. Dalam hal itu mungkin lingkungan yang awalnya baik akan terasa terganggu karena adanya tindakan yang tidak di inginkan untuk terjadi, dan selebihnya membuat setiap orang akan berpikiran sama dengan sikap yang radikal itu karena kurangnya pemahaman dalam menafsirkanya. Itu semua akibat lingkungan yang kurang pas dan kurangnya pendidikan atau sekadar pengetahuan tentang hal yang terjadi di sekitar.

Atas uraian dari beberapa kata di atas, penulis ingin membahas sekaligus mengembalikan pola pikir seseorang terhadap paham radikalisme yang melenceng.



B. Rumusan Masalah

1. Apa sebab munculnya pemikiran radikal ?

2. Bagaimana konsep mencegah pemikiran radikal?

3. Upaya apa untuk mengatasi intimidasi radikalisme?



C. Tujuan Penulisan

Mengetahui dasar-dasar dari paham radikal agar tidak terjerumus pada pemikiran yang melenceng sekaligus memberi pemahaman adanya radikalisme. Dan juga untuk menumbuhkan perasaan pembaca agar dapat mencegah dengan tepat pemikiran radikalisme karena mencegah lebih efisien dari pada memperbaiki sikap yang terkena pemikiran radikal.



BAB II

PEMBAHASAN

  1. Sebab Munculnya Pemikiran Radikal

Radikalisme dari bahasa latin “radix” artinya (akar) yang dapat di artikan sebagai suatu kelompok yang menciptakan sebuah metode baru yang tidak berpegang pada aturan yang asli dan mengharapkan untuk di ikuti oleh seseorang.2 Paham tersebut menghendaki perubahan dan perombakan yang besar untuk mencapai kemajuan dengan cara kekerasan. Dari hal itulah terjadi perselisihan dimana-mana dan kebingungan tersendiri jika iman seseorang tidak kuat. Sikap dari radikalisme akan menciptakan ancaman ke berbagai pihak, terlebih bagi kalangan muda yang sedang gencar-gencarnya untuk mencari hakekat hidupnya atau sekadar mencari kehidupan yang lebih instan.

Secara sederhana, Radikalisme adalah pemikiran atau sikap yang di tandai dengan empat hal karakteristiknya, yaitu : pertama, sikap seseorang yang tidak toleran (tasamuh) serta tidak menghargai pendapat dan keyakinan oranglain. Kedua, sikap fanatik yang berlebihan, artinya sikap seseorang yang selalu membenarkan dirinya sediri. Ketiga, yakni sikap tertutup dan berbeda dengan kebiasaan orang lain. Keempat, sikap kecenderungan dengan kebebasan.

Dalam sebuah riwayat yang tertulis pada kitab musnad Ahmad bin Hambal. Dari Abdurrahman bin abi Laila berkata: Suatu ketika sejumlah sahabat melakukan perjalanan bersama Rosulullah. Ketika beristirahat, salah satu di antara mereka tertidur pulas. Sedang beberapa sahabat lain masih terjaga. Kemudian mereka megambil tombak seseorang yang tertidur itu dengan maksud bercanda. Maka ketika yang tertidur itu bangun, paniklah ia karena tombaknya hilang. Kemudian para sahabat yang lain tertawa. Maka Nabi bertanya,”apa yang membuat kalian tertawa?”. Para sahabat menjelaskan candaan tadi. Lalu Nabi pun bersabda, “Tidak halal bagi seorang muslim membuat panik muslim lainya”.3

Hadist tersebut menjelaskan bila seseorang sepatutnya tidak membuat panik orang lain, maka bisa kita pahami bahwa perkara yang membuat panik orang lain adalah perkara yang serius yang tidak boleh di buat bercanda. Dengan kata lain, “membuat panik orang lain” adalah memang persoalan besar yang di larang Rosulullah. Ini berarti harus kita teliti kembali, bahwa kalau dalam rangka bercanda saja kita sebagai umat muslim tidak boleh membuat orang lain panik ataupun ketakutan, maka apalagi dalam kondisi yang serius yang membuat kerusakan, kepanikan dan kekacauan dimana-mana sehingga membuat kemarahan orang lain, tentu hal tersebut sangat haram dan sama sekali tidak di anjurkan.

Dari hal tersebut sangat jelas bila membuat kepanikan atau ketakutan hukumnya haram walaupun dalam hal bercanda. Yang menjadi pertanyaan kita selanjutnya mengapa akhir-akhir ini semakin banyak tejadi Radikalisme dan Terorisme. Padahal Terorisme berasal dari kata teror yang artinya menakut-nakuti. Dari hal itu, apa benar para tetoris yang terus menerus meneror atau menakuti-nakuti lingkungan mengatasnamakan dirinya sebagai islam? Tentu jawabanya sangat tidak benar. Tidak mungkin benar bila islam melegalkan terorisme ataupun radikalisme karena dari hadist tersebut sudah cukup jelas bila membuat panik ataupun takut di haramkan buat muslim. Bahkan meneror kaum non muslim juga tidak di perbolehkan. Jadi penyebab munculnya radikalisme tersebut bukan datang dari islam, melainkan dari pihak lain yang ingin merusak agama karena islam tidak pernah mengajarkan hal itu. Bila orang lain menyebut agama islam sebagai embrio radikalisme, tentu orang tersebut salah dan kurangnya pengetahuan tentang hal itu serta kurangnya iman karena dari hadist di atas sudah jelas.

Penyebab munculnya pemikiran radikal sangatklah banyak dimana satu yang lainya saling berkaitan dan tidak hanya menyebutkan satu sebab tapi juga sebab-sebab yang lainya, diantaranya :



  1. Godaan Budaya Hidup Instan

Penyebab pertama terkena pemikiran radikal adalah godaan budaya hidup instan. Ingin sesuatu yang serba cepat, tanpa usaha keras, tanpa melalui proses yang lama telah menjadi salah satu ciri generasi sekarang.4 Budaya instan telah merusak jiwa dan pemikiran kehidupan di masyarakat. Jika orang sering berpikiran ingin sesuatu serba cepat, hal itu akan menjerumuskan ke dalam sikap radikal. Permasalahan yang muncul akan terjerumus dalam ISIS(Islam State Irak Syuri’ah). Kelompok radikal tersebut memberi sebuah harapan yang serba instan bagi kalangan yang imanya tidak kuat. Alhasil setelah terperangkap dari itu akan menjadikan pemikiran seseorang berubah dan harus patuh terhadap pihak yang memberikan serba instan. Gejala modern ini membuat pemikiran kaum muda sekarang lebih tertarik kepada yang cepat dan tidak memikirkan konsekuensi yang akan di terimanya ke depan. Godaan budaya hidup instan tersebut cenderung ke faktor ekonominya yang miskin, tetapi tidak menutup kemungkinan justru yang kehidupanya lebih kaya bisa terjerumus pada godaan instan tersebut untuk menambah lagi kekayaan. Pengangguran dan kemiskinan menjadi titik tumbuhnya godaan hidup instan karena mau memperoleh hal yang di inginkan dengan secara langsung dan cepat. Godaan instan seharusnya bisa di kurangi bagi para pemuda karena kehidupan serba instan hanya akan menyesatkan diri sendiri bila tidak di pikirkan terlebih dahulu. Jadi, siapa yang di salahkan bila sudah terjerumus kepada kesesatan di karenakan hidup instan, apakah pemerintah ataukah yang memberikan hidup instan. Sebenarnya tidak ada yang disalahkan karena instan atau serba cepat sudah menjadi kebudayaan setiap individu, sebaiknya diri sendirilah yang perlu intropeksi diri. Rizki sudah di tetapkan sang Maha Pencipta, seharusnya manusia bisa melakukan kehidupan sehari-hari dengan penuh semangat dan ikhtiar untuk mencari apa yang di butuhkan agar tehindar dari godaan budaya instan.

  1. Pergaulan

Pergaulan sangat kompleks dampaknya terhadap prilaku seseorang karena pergaulan merupakan aktivitas setiap saat untuk berekspresi pada lingkungan sekitar. Pergaulan yang salah memberikan pengajaran terhadap pelaku melenceng dan akan rugi terhadap dirinya. Dampak dari pergaulan yang melenceng bisa saja salah dalam hal mengartikan ayat-ayat Al-Qur’an tentang arti jihad. Sejatinya, jihad dengan perang mempunyai arti yang sangat berbeda. Al-Qur’an tidak menggunakan istilah jihad semata-mata untuk maksud perang, namun untuk menunjuk kata perang atau pertempuran, Al-Qur’an menunjuk kata (qital). Peperangan (qital) sebenarnya tidak di artikan hanya untuk pembunuhan dalam perang melawan musuh Allah tetapi perang melawan hawa nafsu itu juga bisa di sebut (qital). Perbedaan jihad dengan perang dalam islam (qital) sangat berbeda karena jihad mencakup hal yang luas.5 Maka, sebenarnya jihad tersebut bersifat mutlak dan tak terbatas sehingga jihad menjadi kewajiban setiap muslim sepanjang masih hidup. Adapun perang (qital) bersifat kondisional dan di batasi oleh kondisi darurat tertentu sebagai upaya paling akhir bila tidak ada cara selain perlawanan fisik. Seperti pada jaman Rosulullah, perang dilakukan bila memang sudah terdesak dan tidak bisa damai kembali. Pada dasarnya jihad itu baik, sementara qital sebaliknya, peperangan di ijinkan oleh Tuhan semesta alam tapi sangat tidak di sukai olehnya karena hakekat manusia untuk hidup sangat bermanfa’at untuk senantiasa beribadah padanya. Dan selain itu pelaksanaan perang harus memenuhi persyaratan yang banyak. Etika perang dalam islam berbeda dengan terorisme, adapun perbedaanya tersebut yakni metode dan tujuanya jelas dan mulia, perang hanya di perbolehkan untuk orang yang memerangi dan bukan penduduk sipil sekitar, perang berhenti bila musuh memilih damai, melindungi tawanan perang dan memelihara secara manusiawi, perang tidak harus merusak lingkungan sekitar, berperang tidak melampaui batas dan yang terakhir dapat menjaga hak kebebasan beragama dari tawanan perang atau musuh.

Bila pergaulan salah hal itu menyebabkan kekeliruan pemahaman sehingga prilaku manusia yang memiliki pergaulan salah akan terjerumus ke terorisme. Perang dalam islam sama halnya dengan jihad tetapi peperangan di lakukan bila hal yang darurat tertentu seperti pada jaman Rosulullah dan Sekali lagi, terorisme dengan perang dalam islam sangat berbeda. Etika perang dalam islam seperti yang di atas tersebut, sedangkan terorisme tidak menggunakan metode dan etika tersebut, sehingga terorisme tidak di sebut jihad tetapi melenceng sekali dari jihad. Intinya adalah tidak ada perang dalam islam kecuali jihad membela agama Allah. Jadi yang di lakukan pada akhir-akhir ini seperti bom bunuh diri ataupun peperangan dengan non muslim itu tidak di anggap jihad ataupun perang dalam islam melainkan sebagai terorisme karena kejadianya tidak darurat dalam kondisi tertentu dan juga sebenarnya bisa damai tidak harus berperang. Sehingga dari hal itu semua dapat di simpulkan. Pergaulan yang salah > salah menafsirkan ayat Al-Qur’an > jihad > perang dalam islam (qital) > terorisme. Bila itu semua terjadi mungkin akan menyebabkan lingkungan merasa terganggu dan tidak nyaman kembali karena muncul terorisme.



3.) Media Sosial

Peran dari media sosial juga cukup menghambat pemikiran dari setiap individu karena sangat berperan sebagai komunikasi setiap saat dalam menjalani hidup walau tanpa adanya interaksi secara langsung. Media sosial dapat memberi pengajaran kepada pengguna dan pihak pengguna akan mempraktekan terhadap apa yang di lihatnya. Dalam arti kata lain, peran media sosial akan memberi segala bimbingan, baik itu tindakan jelek ataupun baik. Hidup di jaman teknologi yang kian maju saat ini membuat para pihak yang menyebarkan paham radikal bisa sangat leluasa. Terutama tujuanya adalah generasi muda yang mungkin imanya masih lemah. Media sosial akan mengendalikan pengguna bila pengguna tidak mempunyai pemikiran dan ilmu yang matang untuk menghindari informasi-inrformasi yang buruk. Dari informasi-informasi yang dapat merusak masa depan itulah yang harus di hapus sejak dini.



  1. Kesalahan Penafsiran

Sikap orang-orang yang radikalis sebenarnya memahami arti iman dari apa yang di ajarkan dan di sampaikan oleh Rosulullah SAW. Namun dalam pengamalanya, para radikalis itu menganggap seseorang tidak di anggap beriman apabila tidak melaksanakan ajaran islam secara baik dan benar. Anggapan para radikalis itu, apabila seseorang hanya meyakini Tuhan tapi tidak melakukan syariat adalah orang yang harus di bunuh. Kekeliruan menurut pemuka agama atau para pakar dari Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam mengartikan kata “kafir” akan menyebabkan sebagai ladang radikalis untuk para pemuda sekarang. Padahal dalam Al-Qur’an, kata “kafir” bukan membahas perkara yang sempit, dan dalam hal itu Al-Qur’an menggunakan kata itu berbagai makna. Misal dalam “tidak bersyukur” (Q.S. Ibrahim;7).6 Orang yang tidak bersyukur atau kufur nikmat kelak akan di beri balasan azab oleh Allah, begitupun dengan orang yang kafir. Jadi, bisa saja dikatakan orang yang kufur nikmat serupa dengan kafir. Apakah orang yang tidak bersyukur berhak di bunuh sewenang-wenang begitu saja. Bukankah itu hanya merenggut hak asasi seseorang dalam hidup. Dalam hal itu seharusnya tidak serta merta untuk membunuh. Pendapat-pendapat yang menganggap orang kafir harus di bunuh, itu sebenarnya kekeliruan dalam penafsiran. Jadi, buat apa mengikuti pendapat yang salah dalam penafsiran, apalagi sampai dalam hal pembunuhan, Naudzubillah. Argumen tentang kekafiran ataupun yang lainya yang akan menyebabkan kekhawatiran berbagai pihak itulah yang seharusnya bisa di hindari.

  1. Konsep Mencegah Pemikiran Radikalisme.

Setiap pandangan seseorang mengenai keimanan sangat berbeda-beda, itu semua tergantung pada keadaan mental dari pikiran dan kemantapan hati dari individu. Adanya saling menghujat pemikiran orang lain sering muncul karena merasa tidak sesuai dengan hasil pemikiranya, itu mengakibatkan sikap dari tumbuhnya radikalisme/kekerasan. Untuk tumbuhnya suatu bangsa menjadi sejahtera dan sesuai dengan tujuan bangsa yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 allenia IV tidaklah semudah dalam jangka waktu yang singkat karena pertumbuhan itu membutuhkan waktu yang panjang, sedangkan lama waktu manusia hidup sangatlah singkat, maka dari itu dalam mengembangkan bangsa di perlukan generasi penerus bangsa yang terbaik. Tumbuh dan tidaknya bangsa yang bersih dari paham radikal tergantung pemikiran generasi berikutnya. Titik permasalahanya adalah pada umur manusia yang bisa di bilang singkat, jadi bagaimana dalam mengembangkan pola pikir generasi berikutnya agar dapat mencegah radikalisme.

Untuk menghindari pemikiran radikalisme selain mencegah untuk tidak berbuat budaya hidup instan, menghindari pergaulan yang jelek, menghindari informasi-informasi dari media sosial ataupun dari yang lain bila itu buruk, dan menghindari informasi dari kesalahan penafsiran. Yang sudah di jelaskan di halaman sebelumnya. Mencegah pemikiran radikalis dbutuhkan banyak cara, antara lain :



  1. Toleransi

Radikalisme sangatlah erat dengan kehidupan di sekitar ini, dari hal itulah sikap dari toleransi harus di utamakan. Toleran berasal dari bahasa latin tolerare yang dapat di artikan “membiarkan sesuatu” atau dalam penjabaranya yaitu seseorang harus dapat membiarkan sesuatu yang terjadi di sekitar dengan sabar dan saling menjaga kerukunan dari setiap pihak. Toleransi antar umat beragama dan kepercayaan adalah sikap yang sabar membiarkan orang lain memeluk agama dan kepercayaan masing-masing. Wujudnya adalah saling hormat menghormati dan bekerja sama, misalnya memberikan salam kepada orang yang sedang merayakan hari raya, tidak mengganggu ibadat orang lain dan tidak menghina salah satu agama. “Jangan pernah memaki orang kafir karena hal itu sama saja akan menyebabkan memaki allah”.7 Terdapat di (surah Al-an’am;108) dari ayat itu sudah jelas bila memaki sangat di larang. Memaki orang kafir atau tidak seagama di larang apalagi memaki seagama, tentu sangat tidak di anjurkan sekali dan di larang. Sikap toleran bisa di terapkan di kehidupan setiap hari untuk memberi suasana agar tenang dan tidak adanya saling mengancam antar sesama. Sikap toleransi antar sesama bisa di lakukan masing-masing setiap individu, walau orang yang di sekitar tidak bersikap toleransi yang terpenting kita harus bisa bersikap menghargai antar sesama. Bila seseorang bisa menghargai orang lain, orang yang ada di sekitar semakin lama akan bisa sadar dan merasa tenang atau nyaman terhadap adanya sikap toleransi.

Dalam menumbuhkan dan mengembangkan toleransi antar umat beragama, yang patut di perhatikan harus menjauhi :



  1. Sikap fanatik yang berlebihan, yaitu kebenaran suatu ajaran agama tidak boleh membuat kita sempit dalam pandangan yang lain serta bersikap tidak menghormati keyakinan orang yang memeluk agama lain.

  2. Mencampuradukkan ajaran agama dengan ajaran agama yang lain karena bagaimanapun juga ajaran agama harus tetap terjaga keutuhan dan kemurnianya.

  3. Sikap acuh tak acuh terhadap agama lain.

Jadi, pada dasarnya toleransi antar umat beragama merupakan :

  1. Penghormatan kepada orang lain dengan suara hati yang murni melalui sikap sosial.

  2. Sikap saling menghargai orang lain yang berpandangan beda dengan keyakinan kita.

  3. Penghargaan dan pengakuan bahwa orang lain mempunyai hak asasi untuk menganut pandangan atau agama lain menurut kata hatinya tanpa adanya paksaan.8

  1. Bimbingan Beramal Sholeh

Setelah memegang prinsip toleransi tersebut, kemudian yang kedua adalah bimbing orang yang ada di sekitar untuk bera’mal sholeh. Terutama dari keluarga atau saudara terdekat untuk mengajarkan selalu bera’mal sholeh. Bera’amal sholeh dapat di mulai dari hal yang terkecil dengan cara memberi sebagian dari harta kepada orang yang membutuhkan atau ke masjid-masjid. Hal itu akan mengajarkan sekaligus memberi bimbingan di masa depan kelak. Tidak hanya itu, memberi pengajaran untuk berkata baik juga di butuhkan walau hanya hal yang sepele, padahal perkataan baik juga akan mencerminkan prilaku untuk berbuat baik walau tidak semuanya yang berbicara baik tingkah lakunya seperti yang di ucapkan, setidaknya mengarahkan atau membimbing berkata baik sangat di anjurkan untuk mencegah berbuat yang tidak di harapkan seperti terjerumus dalam paham radikal/kekerasan.

  1. Pendidikan Keluarga

Untuk mencegah pemikiran radikalisme, inti awal adalah pada sikap keluarga, tidak di pungkiri lagi lingkungan yang bermutu tinggi terletak pada lingkungan keluarga dan kemudian yang kedua adalah lingkungan sosial. Peran keluarga sangat central dalam bidang keyakinan agar tidak terkena sikap radikalisme. Ruang lingkup hidup ini sering di jumpai peran orang tua dalam mengembangkan keyakinan pada anaknya atau agama tetapi dalam hal tersebut masih kurangnya pendidikan dasar untuk memberikan pemahaman kepada anak. Artinya adalah, peran orang tua harus memberikan pengetahuan-pengetahuan tentang agama pada si anak walau hanya terbatas. Memang dalam praktek pengajaranya, anak sudah banyak melakukanya, tetapi apakah cukup hanya praktek tanpa adanya pengetahuan. Sebelum seseorang melakukan praktek di perlukan beberapa pengetahuan agar dapat di realisasikan lebih sempurna dalam prakteknya. Pendidikan dasar disekolahan tentang keyakinan atau agama untuk bekal individu mungkin hanya 30% yang bisa di terima secara lahiriyah dan sisanya yaitu 70% ada pada pendidikan keluarga. Namun dalam hidup di jaman modern ini pendidikan keluarga malahan sering di singkirkan dan lebih mengutamakan pendidikan dasar di sekolahan. Terkait keyakinan di perlukan beberapa hal untuk memberikan komitmen, yang salah satunya adalah adanya hubungan darah langsung. Memberikan pedoman pada anak walau hal sepele cukup penting dilakukan sebagai penunjang kehidupanya kelak. Seperti halnya dengan sholat, anak kecil sudah sering di suruh untuk melakukan sholat tetapi sangat di sayangkan karena anak belum mengetahui apa tujuan dari sholat. Dari hal itulah di butuhkan pengajaran dari keluarga walau sekadar memberi nasehat kecil pada anak. Dari keluarga pun juga harus sering memberi pengetahuan tentang agama sejak kecil dengan bahasa yang mudah di mengerti anak.

  1. Pendidikan Formal

Peran yang perlu diperbaiki adalah pendidikan. Pendidikan di Indonesia saat ini cenderung mementingkan aspek-aspek formal saja. Pembelajaran dalam konteks agama lebih ditekankan pada orientasi hukum tata cara beribadah dan mengesampingkan makna cinta kasih yang terkandung di dalamnya. Alangkah prihatinnya kita melihat anak-anak diajarkan menghafal bacaan shalat tetapi sama sekali tidak paham makna dan tujuan shalat itu sendiri. Betapa kasihanya dan sangat di sayangkan pendidikan, ketika guru menjelaskan bahwa kebutuhan primer adalah kebutuhan berupa makanan, pakaian dan tempat tinggal sedangkan kebutuhan yang lebih utama berupa kebutuhan rohani/agama di tinggalkan. Pembelajaran yang mengutamakan nilai materil inilah yang menjadikan ladang radikalisme kian bisa dipupuk dalam kondisi Indonesia yang sedang terpuruk dalam sektor ekonomi, ketidakadilan, dan penegakan hukum yang bisa ditawar dengan sesuatu yang bersifat materil. Memang pendidikan tentang keagamaan sudah di ajarkan di sekolahan walau hanya sebatas pengetahuan tentang rukun iman dan lainya, hal itu sudah bisa di bilang cukup tetapi belum bisa di katakan sempurna. Hal itu akan berubah sekejab bila ada perbedaan pandangan tentang hal lain yang ada di lingkungan sosial karena kurangnya kemantapan dalam hati dan keimanan walau sudah mendapat pendidikan dasar yang cukup di sekolahan.

  1. Pendidikan Keagamaan

Pendidikan agama juga harus menekankan pada kesatuan antara iman dan akal. Agama selama ini sering disampaikan hanya sebatas keyakinan yang tidak berlandaskan pada akal pemikaran. Padahal manusia sejatinya di ciptakan tuhan mempunyai akal untuk berpikir dan apa bedanya manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya ketika tidak menggunakan akal sehat di dalam beribadah dan berkehidupan. Meski semua nilai-nilai agama tidak bisa di buktikan dengan logis dan nyata, pendidikan harus diarahkan pada penalaran setiap munculnya informasi yang mengatasnamakan agama agar dapat terhindar dari ajaran dan ajakan yang menyesatkan dunia dan akhirat. Agama merupakan petunjuk dasar bagi manusia di dalam menjalani kehidupan di dunia maupun di akhirat. Beberapa informasi di akhirat yang di kabarkan oleh tuhan melalui utusanya bertujuan agar manusia bisa sadar akan tugas dan tanggung jawabnya selama hidup di dunia yang hanya sekilas ini. Sudut pandang pembelajaran harus diubah. Dalam pembelajaran modern saat ini lebih ditekankan pada kesan tentang Tuhan yang menakutkan sehingga perilaku keagamaan menjadi ekspresi sensitif dan bereaksi untuk menghindar, misal pengetahuan tentang “hukuman pada manusia yang telah melakukan dosa”, hal itu hanya membuat pola pikir seseorang ketakutan. Situasi mental ini yang kemudian mudah terprovokasi menjadi kemarahan dan amukan. Padahal Tuhan memiliki sifat yang Maha pengasih dan Maha penyayang. Dari hal itu seharusnya pendidikan lebih menonjolkan pada nilai-nilai kebaikan, mendeskripsikan Tuhan yang penuh rahmat, memberikan nikmat yang tiada terhitung kepada hambanya. Ketika hamba melakukan kebaikan, Tuhan akan lebih menyayangi hamba tersebut. Adanya ajaran kebaikan akan memotivasi umat islam di dalam berbuat kebaikan yang akan bermanfaat bagi setiap individu. Pendidikan yang diajarkan juga harus bisa menciptakan pelajar yang berkarakter dan tidak hanya berfikir tentang keadaan di akhirat, tetapi harus bisa memikirkan kehidupan dunia maupun akhirat agar adanya keseimbangan di dalam berkehidupan sebagaimana tuntutan agama islam. Sifat seseorang yang mengutamakan akhirat saja akan menimbulkan sifat kemiskinan dan lemah karena tidak ada niat menjalani hidup di dunia dengan penuh tanggung jawab. Padahal umat islam dituntut untuk giat mencari rezeki di dunia agar dapat menjalani kehidupan seperti orang pada umumnya.

Pelajar dewasa sekarang atau pendidik muda islami harus bisa menjadi titik central di dalam menggerakkan pendidikan agama yang membangun kesadaran religius. Organisasi agama yang ada harus segera muncul kepermukaan kehidupan ini dan mulai menyebarkan agama melalui dakwah yang menampilkan perilaku beragama dengan baik secara kongkrit. Apa manfa’at seseorang belajar ilmu agama jika tidak di terapkan pada kehidupan modern saat ini. Tentu akan sia-sia, maka dari hal itu peran serta dari organisasi agama atau pendidik muda juga sangat di butuhkan dalam perkembangan sikap keagamaan agar terhindar dari radikalisme walau hanya memberikan bimbingan sedikit tentang keyakinan. Tetapi dalam hal pengajaranya seharusnya tidak hanya menonjolkan religius saja tetapi harus bisa menjadikan orang yang lebih bermanfaat dari pada hanya sebatas spiritualitas. Di jaman sekarang pendidik muda yang mengajarkan tentang keagamaan justru enggan mengajarkan apa yang dia ketahui ke lingkungan sosial karena lebih ingin memberikan pengetahuanya pada pendidikan-pendidikan dasar demi meraih rupiah. Padahal lingkugan sosial pun juga berhak untuk mendapat pengajaran tentang agama. Dari hal itulah yang harus bisa di ubah agar bisa menghindarkan lingkungan dari radikalisme. Dalam dunia dakwah tidak memikirkan umur ataupun jabatan sosial yang terpenting adalah kesiapan untuk memberi pengajaran keagamaan ke lingkungan sosial. Apakah siap untuk dakwah.



Mengenai dakwah harus perlu pembatasan dalam berdakwah antara lain :

  • Tidak ada paksaan seseorang dalam beragama karena agama sesuai dari kemantapan hati setiap insan.

  • Tidak berlebih-lebihan dalam beragama. Cotoh kecil saja, orang kafir yang masuk masjid, apa tidak boleh? Tentu boleh karena tidak ada dalilnya. Tetapi di jaman sekarang karena terlalu berlebih-lebihan menjadikan melarang orang kafir masuk masjid padahal masjid itu untuk semua pihak. Hal tersebut harus di hindari agar menjadikan hidup lebih tenang

  • Tekanan akidah adalah aniaya. “Lakum dii nukum waliyadin” (Untukmu agamamu, untukku agamaku). Itulah inti dari toleransi. Berdakwah tidak harus menekan keyakinan seseorang karena hal itu sama saja merenggut hak orang lain. Di dalam UUD45 sudah di jelaskan dalam pasal 28 E dan 29 yang mengatur tentang kebebasan memeluk agama.

  • Jangan terlalu fanatik karena itu ciri-ciri orang kafir, tidak membeda-bedakan antara sesama dan jangan pernah mengatakan hal lain haram/bid’ah/syubhat dan lain sebagainya bila tidak mempunyai penjelasan sesuai dengan aturan.

  • Dalam berdakwah lebih menekankan untuk membahas tentang urusan orang islam untuk mempermudah aktivitas sehari-hari atau dapat menjelaskan untuk selalu beriman kepada allah dalam (QS. Ali imran;114) sudah di jelaskan.9 “mereka beriman kepada Allah dan hari kiamat dan mereka menyuruh kepada kebajikan dan mereka mencegah dari yang munkar dan mereka bersegera dalam kebaikan-kebaikan dan mereka itu termasuk orang-orang sholeh”. Arti dari sepotong ayat tersebut mengajarkan bila orang-orang yang sholeh senantiasa untuk selalu mengajarkan kebajikan dan mencegah kemungkaran. Begitupun juga untuk seseorang yang ingin berdakwah, seharusnya selalu condong untuk mengajarkan kebaikan dari pada selalu membeda-bedakan antara agama yang satu dan yang lain. Dan pesan berdakwah intinya adalah untuk mengajarkan agar tidak menyembah kecuali Allah.

  • Bersikap keras pada orang kafir jika memerangi dan sebaliknya, bersikap lembut bila orang kafir tidak membuat kejanggalan apapun.10

  1. Mensosialisasikan Radikalisme

Maraknya ancaman-ancaman radikal di jaman ini membuat rakyat maupun pemerintah khawatir tentang keadaan dan situasi dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dari hal itu perlu adanya sosialisasi untuk membimbing setiap individu agar tidak takut terhadap radikal/kekerasan yang muncul. Mensosialisasikan dalam hal ini, tidak mengajarkan orang lain untuk bertindak radikal, tetapi lebih mengarahkan untuk menjauhi dari sikap itu. Sosialisasi dapat di mulai dari lingkup yang terkecil, seperti desa/kelurahan. Dari lembaga desa akan mengarahkan pihak RT/RW agar bisa memberi bimbingan para warganya untuk menghindari paham dari radikal. Sosialisasi tersebut memaparkan bahaya, dampak dan cara menghindari radikal serta harus dapat meyakinkan warga agar mengerti dengan benar. Terutama dari orang-orang yang kehidupanya tertutup atau enggan untuk bergaul dengan lingkungan sekitar yang harus di tekankan pengarahan tentang bahaya dari radikal karena orang-orang yang terutup justru tidak banyak mengetahui tapi banyak yang terjerumus dalam radikal.

  1. Terapkan Bhineka Tunggal Ika

Untuk mengembangkan dan memajukan negara Indonesia perlu adanya rasa satu kesatuan. Indonesia sendiri bersemboyan Bhineka tunggal Ika yang dapat di artikan “Berbeda-beda tetap satu tujuan”. Dari segi semboyan itu, seharusnya dapat di mengerti, walaupun berbeda pendapat, argumen, cara/metode, perbuatan bahkan berbeda agama sekalipun seharusnya bisa bersatu karena harapanya satu tujuan yaitu memajukan bangsa dan negara tanpa ada kekerasan dan ancaman. Semboyan itu tidak hanya pedoman yang sudah di telan sejarah. Tetapi pedoman itu untuk masa dahulu, masa ini dan masa yang akan datang. Semboyan itu tidak hanya kata yang di tulis atau hanya di pajang saja, namun bisa di terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Bila tidak ada semboyan itu dari dulu, mungkin negara dan bangsa ini sudah berpecah belah karena tidak adanya pedoman untuk satu tujuan. Kita sebagai penerus bangsa seharusnya dapat berterima kasih pada pendiri bangsa karena ada semboyan itu sebagai ciri khas bangsa Indonesia yang berbeda-beda tetapi tujuanya tetaplah satu. Untuk mencegah paham radikalis, para generasi berikutnya seharusnya bisa menerapkan semboyan itu dalam hidup sehari-hari.

  1. Upaya mengatasi Intimidasi Radikalisme

Untuk mengatasi ancaman radikalisme di perlukan satuan dan kesatuan dari semua pihak, sedangkan menciptakan persatuan bukanlah hal yang mudah karena diperlukan persaudaraan yang konsisten bagi semua pihak. Ancaman radikalisme muncul karena hendak mencapai kemajuan dengan cara kekerasan ataupun cara tertentu. Untuk mengatasi ancaman radikalis di perlukan berbagai upaya, dimana yang satu sama lainya berkaitan. Untuk mengatasi, antara lainya :

  1. Persaudaraan

Persaudaraan (ukhuwah) perlu di terapkan kembali dalam hidup di jaman sekarang ini setelah vacum dan tak di praktekan dalam hidup di jaman ini. Setiap muslim dengan muslim lainya adalah saudara dengan segala hak dan kewajiban yang melekat pada masing-masing pribadi. Persaudaraan terjadi karena ada persamaan antara satu dengan yang lain. Karena itu di perlukan persaudaraan (ukhuwah) yang kental dan melekat pada setiap pribadi.11 Ukhuwah sendiri di bagi menjadi tiga, diantaranya :

  1. Ukhuwah Islamiyah yaitu persaudaraan karena kesamaan agama yaitu sama-sama islam. Persatuan di mulai dari persaudaraan antara agama terlebih dahulu, bila antara sesama manusia yang sama-sama satu agama tidak bisa bersatu mana mungkin bisa menerapkan ukhuwah yang lain. Jadi agar ukhuwah bisa di terapkan harus di mulai dari sesama agama dahulu. Persaudaraan antara agama sesama manusia seharusnya tidak ada saling fiitnah ataupun membeda-bedakan karena sesama muslim adalah saudara. Terhadap pemeluk agama lain, islam juga memerintahkan untuk bersikap tasamuh. Sikap tasamuh (toleransi) terhadap non muslim itu hanya terbatas pada urusan yang bersifat duniawi, tidak menyangkut aqidah dari kepercayaan yang di anutnya.

  2. Ukhuwah Wathoniyah yaitu persaudaraan sebangsa dan tanah air walaupun berbeda agama atau keyakinan, maka harus saling menghormati keyakinan. Hidup dalam satu kawasan atau negara harus saling rukun karena sama-sama membutuhkan untuk memajukan bangsa dan tanah air. Dalam sosial hidup bernegara jangan saling bertindak anarki atau mengancam karena itu hanya menghambat untuk majunya bangsa dan tanah air. Persaudaraan sebangsa dan tanah air juga cukup penting untuk mengembangkan solidaritas antar bangsa demi meningkatkan kesenjangan dan keharmonisan sosial untuk menekan serta meminimalisir gerakan radikalisme/kekerasan.

  3. Ukhuwah Insaniyah yaitu persaudaraan antara sesama manusia apapun agamanya, bangsa dan sukunya. Maka harus saling menghormati dan menghargai. Dalam ketiga ukhuwah tersebut pasti agama lebih di tekankan, terbukti setiap persaudaraaan (ukhuwah) membahas tentang agama ataupun berbeda agama yang harus saling menghargai dang menghormati karena itu semua saudara. Jadi masing-masing hubungan persaudaraan tersebut menimbulkan konsekuensi hak dan kewajiban yang harus di tunaikan. Bila toleransi antara agama satu dengan yang lainya bisa di kembangkan pasti akan mudah melawan intimidasi radikalisme karena sudah terciptanya persaudaraan. Persaudaraan akan menciptakan persatuan yang tangguh untuk melawan intimidasi radikalisme ataupun terorisme tersebut.

Persaudaraan/ukhuwah bukan hanya ucapan ataupun sebatas tulisan saja namun harus bisa di terapkan dalam kehidupan sehari-hari bila hendak mengatasi ancaman radikalisme secara bersama-sama. Jika seseorang memusuhi orang lain karena tidak bisa membaca Al-Qur’an berarti yang di pertuhankan itu bukan Allah tapi al-Qur’an. Jika memusuhi orang melihat dari berbeda agamanya, berarti yang di pertuhankan itu bukan Allah tapi agama. Dan pembuktian seseorang bila mempertuhankan Allah harus menerima segala makhluk, karena makhluk apa saja itu dari ciptaan Allah. Dari hal itulah toleransi ada. Dari pemikiran itu seharusnya setiap pihak tidak pernah membeda-bedakan antara satu yang lainya karena sama halnya membeda-bedakan ciptaan Allah. Dan itu semua hanya akan menghambat persatuan untuk melawan ancaman dari radikalisme. NKRI, Pancasila, UUD45, Bhineka tunggal ika semuanya itu sudah berlaku final. Negara ini adalah negara bangsa bukan negara agama. Jadi pada dasarnya, pihak-pihak yang ingin menciptakan negara agama hanya menghambat kemajuan negara saja karena setiap individu mempunyai cara pandang sendiri untuk beragama yang datang menurut kata hatinya. Tentang hakekat beragama, cukup Tuhan sang Maha Pencipta lah yang akan mengurusnya dan membalasnya.

  1. Proses Mengatasi Ancaman Radikal

Untuk mengatasi ancaman radikalisme yang kian marak. Di butuhkan pendekatan pemikiran dan strategi yang baru yang lebih efisien dan tepat serta membutuhkan piihak yang bersangkutan sangat banyak. Dalam pemerintahan, perang dengan teroris sudah banyak di gencarkan dan di realisasikan. Seperti halnya dengan densus 88, pengepungan dan cara-cara yang lainya. Cara itu sudah cukup baik dan tepat. Tetapi semua cara itu tidak akan berakhir walau dengan pertumpahan darah yang sangat banyak. Untuk mengatasi radikalisme ataupun terorisme tidak seperti menjaga pertahanan dan keamanan semata. Karena itu di butuhkan pihak-pihak dan elemen yang sangat banyak dan cara yang tepat. Membersihkan dengan cara mengepung dan memberantas orang yang radikal atau melakukan teror hanya sebatas terkena duri semata namun tidak sampai ke akar-akarnya. Bila akarnya masih hidup, akar akan menumbuhkan duri kembali dan lagi-lagi menjadi permasalahan yang baru kembali. Permasalahanya adalah akar-akarnya sangat banyak karena bebeda penafsiran dan menyebar di seluruh lingkungan sosial. Langkah memberantas sikap radikal paling tidak ada tiga pihak atau elemen. Di mana pihak-pihak tersebut harus saling bersangkutan dan ada interaksi. Yaitu, yang pertama adalah para ulama’ kemudian yang kedua adalah media dan yang terakhir adalah percetakan/penerbit yang akan menangani berbagai masalah. Media saja tak cukup untuk mengatasi ancaman radikal tanpa adanya pemikiran yang cemerlang dari ulama’. Saat ini media sering mengeluarkan argumen dan pendapat dari tokoh-tokoh lain tentang radikal. Argumen dan pendapat tersebut belum tentu bisa tepat menangani masalah radikalisme tanpa adanya kontribusi dari para ulama’. Agar seimbang harus ada 3 point tersebut. Gagasan terbaik dari para ulama’ juga tak akan mungkin bisa tanpa adanya media percetakan atau media sosial. Karena ormas keagamaan yang mengharapkan menangkal ancaman radikalisme hanya bisa di lakukan di masjid-masjid ataupun pesantren saja. Dari hal itu, para kyai atau ulama’ yang sukar dengan media elektronik harus bisa berkontribusi dengan media dan percetakan. Media sebagai sarana pengantar kesepakatan para ulama’ dan mempublikasikanya. Penerbit/peercetakan untuk menerapkan kesepakatan ulama’ dalam hal penerbitan buku karena buku adalah jalur utama lewatnya pemikiran radikal. Lalu bagaimana sistem kerjanya. Berikut ini sistem kerjanya yang perlu di terapkan.

  1. Para Ulama’

Peran dari ulama’ disini terlibat sebagai bidang keagamaan dalam hal mengatasi ancaman radikal. Untuk metodenya, setidaknya harus bisa menghimpun seluruh ulama’ untuk di adakan konferensi dalam lingkup Internasional atau Nasional. Himpunan tersebut di hadiri semua pihak baik Sunni, Syi’ah, Muhammadiyah, HTI, FPI maupun ormas-ormas agama yang lainya, baik ormas itu besar ataupun kecil. Dari konferensi tersebut yang datang hanyalah perwakilan atupun ketua dari ormas keagamaan tersebut. Dari ormas keagamaan itulah yang menjadi akar dari semua hal yang mengakar ke bawah. Dari himpunan itu para ulama’ dapat memutuskan fatwa-fatwa yang berkenaan tentang radikal maupun terorisme. Fatwa yang di putuskan bersama itupun akan menjadi kekuatan baru dan baik karena di mulai dari akarnya. Sedangkan akar sendiri akan mengakar ke bawah. Untuk memutuskan fatwa ada 3 hal yang penting sebagai pembahasan.

Pertama adalah larangan untuk bom bunuh diri, aksi teror dan larangan antara pihak untuk saling mengkafirkan. Dikarenakan saat ini sering adanya ancaman seperti saling teror dan pihak yang saling mengkafirkan, pembahasan tersebut harus dilakukan dengan kesepakatan yang adil. Ormas-ormas yang ikut dalam himpunan konferensi besar tersebut dapat mengemukakan pendapatnya masing-masing, kemudian di pilih berdasarkan persetujuan yang banyak atau pendapat yang sangat tepat untuk di terapkan dan di setujui bersama.

Kedua adalah melarang mempublikasikan ideologi atau paham yang mengajarkan tentang radikal dari media sosial baik elektronik ataupun medi cetak. Karena teknologi yang kian maju, tidak menutup kemungkinan orang yang mendapat informasi dari media sosial akan terpengaruh dengan cepat dari informasi media sosial tersebut. Hal itu perlu di bahas bersama untuk persetujuan ataupun memakai pendapat dari masing-masing pihak perwakilan dari ormas yang di anggap tepat untuk mengatasi ideologi-ideologi radikal yang kemudian di setujui bersama kembali.

Ketiga adalah membersihkan ajaran, buku dan doktrin-doktrin yang akan menjerumuskan ke dalam sikap radikal. Selain itu, anti pancasila harus dapat di hapus biladalam lingku nasional. Jika dalam lingkup internasional, keadilan dan kebebasan setiap orang beragama harus dapat di jaga dantidak menekan akidah keyakinan. Di sinilah peran semuanya sangat penting karena perbedaan pendapat. Dari hal itu dapat di putuskan oleh ulama’ dengan pertimbangan dari semua pihak.

Dari kesepakatan tersebut, bila ada ormas lain yang melanggarnya harus di berikan sanksi yang tegas tersendiri dengan kesepakatan dari semua pihak yang telah di setujui. Sanksi tersebut tidak harus menghapus dan membubarkan ormas keagamaan. Menghapus ormas hanya akan menyebabkan kecaman dan ancaman dimana-mana. Terlebih bagi para pengikutnya mungkin akan menjadi permasalahan baru lagi dalam lingkungan sosial. Pandangan setiap pihak pemuka agama berbeda-beda antara satu yang lainya. Dari perbedaan itulah yang bisa menjadi pelajaran untuk saling mengawasi dan menjaga keutuhan dan kenyamanan bagi semua pihak demi bangsa yang aman. Jika memang kesepakatan dari para ulama’ dalam himpunan ulama’ nasional atau internasional telah di sepakati, jika ada ormas keagamaan yang melakukan pelanggaran harus di bubarkan. Pihak ormas keagamaan sendiri harus bisa menerima konsekuensi tersebut dan tidak harus memberi ancaman kembali terhadap lingkungan sosial.



  1. Penerbit

Dari kesepakatan semua oleh para ulama’ tersebut. Ulama’ akan berkontibusi dengan penerbit agar menghapus buku-buku yang di anggap bersifat radikal. Bila dalam pihak penerbit/ percetakan sendiri memutuskan semua hal tanpa adanya bantuan ulama’ tidak akan bisa mengatasi beberapa ancaman radikalisme yang kian marak karena para ulama’ yang tahu mana yang harus di hapus dan mana yang tidak berdasarkan hasil kesepakatan dari konferensi himpunan para ulama’tersebut.

  1. Media

Pihak media sebagai jalur atau corong para ulama’ yang harus di lakukan adalah mempublikasikan seluruh dari kesepakatan melalui media elektronik ataupun non elektronik. Kemudian media akan membersihkan doktrin-doktrin yang sesat melalui arahan dari para ulama’ berdasarkan hasil kesepakatan himpunan ulama’ tersebut. Bahkan bila sempat, media dapat memblokir pihak-pihak yang sewenang-wenang mengajarkan doktrin yang sesat.

Dari hal yang di atas, sebenarnya tanpa adanya tiga pelaksana tersebut, sulit untuk menjalankanya. Bila semua hal itu dapat di realisasikan, kemungkinan akan mengurangi dari ancaman radikalisme yang kian menyebar bahkan akan membersihkan dari radikalisme karena pihak-pihak yang terlibat tersebut berdasarkan dari akar-akarnya bukan hanya duri-durinya.

Setelah dari konsep keagamaan di jalankan kemudian dari segi pemerintahan juga sangat penting dalam mengatasi ancaman radikal. Saat ini pemerintah sedang gencar-gencarnya membuat rancangan UU tentang radikalisme dan terorisme. Hal itu sangat di nanti-nantikan oleh masyarakat agar jejak dari radikalisme dapat di hapus dengan tuntas. Namun, yang di harapkan bukanlah rancangan UU belaka. Tetapi pelaksanaanya juga sangat perlu untuk menunjang dari pembuatan rancangan UU tersebut dapat terlaksana. Dalam pelaksanaanya di butuhkan banyak pihak yang bersangkutan dalam hal mengawasi tindakan-tindakan radikal. Selain merumuskan UU baru tentang radikalisme, pemerintah seidaknya dapat membuat metode baru yang lebih tepat dan konsisten dalam menangani ancaman radikalisme.

Salah satu yang harus dilakukan adalah memperketat keamanan. Selama ini para pelaku radikal sering bermunculan entah itu dari luar negeri ataupun dari dalam negeri. Dari hal itu pemerintah harus gencar-gencar untuk perketat keamanan dari segi alat transportasi. Sarana transpotasi sendiri menjadi jalur utama masuknya para pelaku radikal. Keamanan dalam masyarakat juga harus di perketat kembali dan selalu konsisten. Seperti bom bunuh diri yang terjadi di lingkungan sosial akhir-akhir ini. Hal terebut kurangnya keamanan dari aparat membuat para pihak radikal leluasa untuk melakukan tindakan yang akan mengancam masyarakat. Dari segi tersebut, seharusnya pemerintah wajib memelihara keamanan masyarakat agar terhindar dari bahaya radikal.


BAB III

PENUTUP

  1. SIMPULAN

Berdasarkan dari semua hal yang telah di bahas, untuk mengatasi ancaman radikalisme dapat di simpulkan bahwa :

  1. Masih perlu adanya semua pihak baik itu dari warga kecil sampai pemerintahan untuk menangani permasalahan tentang radikalisme. Mengingat penyebabnya sendiri terdiri berbagai hal dan tidak sekadar satu permasalahan. Dari hal itulah perlunya kontribusi semua pihak.

  2. Dalam hal pencegahan harus dapat di lakukan sejak usia dini dan konsisten dalam menjalankanya. Di karenakan pemuda generasi selanjutnyalah yang akan menjadi penopang berkembangnya bangsa ini. Mencegah untuk tidak berbuat radikal lebih baik dibandingkan mengatasi dari sikap radikal. Maka dari itu, bila hendak menciptakan keadaan dan situasi yang nyaman dan tentram di butuhkan generasi berikutnya yang cerdas dan terhindar dari sikap yang melenceng yaitu pencegahan tentang adanya radikal.

  3. Mengatasi adanya ancaman dari radikal tidak semudah mengatasi ancaman keamanan dan pertahanan negara. Di karenakan ancaman radikal yang sering muncul hanya perlu mengeluarkan sebagian dari pihak-pihak pengikutnya atau bisa di bilang dari duri-duri kecilnya saja. Sedangkan para pencipta paham radikal cukup duduk santai dan mengarahkan anggotanya untuk berbuat kekerasan dan ancaman di luar sana dengan iming-iming jihad dan akan mendapat “surga”. Dari hal itu lah untuk menumpasnya harus dapat melalui akar-akarnya bukan hanya sekadar memberantas duri-durinya saja. Untuk mengatasinya, harus dapat mengumpulkan akar-akarnya atau pemuka agama masing-masing ormas kemudian membahas kesepakatan bersama untuk memberantas ancaman radikalisme.

B.) SARAN

Adapun saran-saran untuk mengatasi ancaman radikalisme yang kian menyebar di lingkungan sekitar, yaitu :



  1. Bersikap tenang dan tidak kegabah terhadap masalah-masalah yang sering terjadi seperti bom bunuh diri dan ajaran-ajaran yang di anggap mengantarkan ke “surga” melalui cara yang simple.

  2. Harus dapat mengatasi dan mengawasi ajaran-ajaran yang melenceng dengan iming-iming “surga”. Selalu konsisten mena’ati dan menjalankan ilmu agama yang di ajarkan oleh orang tua dan guru agama yang di anggap berpengetahuan luas.

  3. Selalu menyadari bahwa untuk mencapai kenikmatan dalam “surga” bukan hal yang mudah dengan cara bom bunuh diri, meneror, rela mati dengan anggapan jihad. Tetapi selalu ta’at dalam ajaran agama dan kepercayaan untuk mencapai ridha Tuhan semesta alam lebih utama dari pada berbuat yang sama sekali tidak di anjurkan oleh Tuhan.

  1. PENUTUP

Akhir kata dengan rasa syukur yang tercurahkan dalam benak hati seraya mengucap Alkhamdulillah karena sudah dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan lancar. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan dalam pembahasan maupun yang lainya karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar penyusunan yang akan datang lebih baik lagi. Penulis mohon ma’af yang sebesar-besarnya jika ada kekeliruan dalam kosa kata ataupun kalimat yang menyinggung pembaca. Terimakasih atas perhatianya berkenan membaca karya tulis ini. Wassalamu’alaikum wr .wb.
DAFTAR PUSTAKA

Usman, dkk. 2015. Akidah Akhlak kelas XI. Jakarta : Kementerian Agama RI.

Kuntowijoyo. 1997. Identitas Politik Umat Islam. Bandung : Mizan.

Kuswanto, dkk. 1991. Pendidikan Moral Pancasila. Solo : Tiga Serangkai.

Rifa’i Rif’an Ahmad. 2012. Karena Allah Tidak Tidur. Yogyakarta : Az-zahra media.

Tim Syaamil Al-Qur’an. 2012. Al-Qur’anul Karim Terjemah Per Kata. Bandung : Sygma.



1 Usman, dkk. Akidah Akhlak kelas XI (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2015), hal 12.







2 Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam (Bandung: Mizan, 1997), hal 49.








3
 http://nadhiftayu.blogspot.co.id/2015/05/tidak-halal-membuat-teror.html








4
 Rifa’i Rif’an Ahmad, karena allah tidak tidur, karya ke 10 (Yogyakarta: Az-zahra media, 2011), hal 107-113.








5
 Abd. A’la, “Pembumian Jihad dalam Konteks Indonesia Kekinian:
Pengentasan Masyarakat dari Kemiskinan dan Keterbelakangan”, dalam Harmoni:
Jurnal Multikultural dan Multireligius (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009), Volume VIII, Nomor 32,
Oktober-Desember 2009, hlm. 55.

6
 Tim Syaamil Al-Qur’an, Al-Qur’anul karim terjemah per kata, Q.S Ibrahim;7 (Bandung: Sygma, Syaamil Al-Qur’an, 2012), hal 256.


7
 Tim Syaamil Al-Qur’an, Al-Qur’anul karim terjemah per kata, Q.S Al-An’am(Bandung: Sygma, Syaamil Al-Qur’an, 2012), hal 141

8
 Kuswanto, dkk. Pendidikan Moral Pancasila(Solo:Tiga Serangkai, 1991), hal 10-11.

9
 Tim Syaamil Al-Qur’an, Al-Qur’anul karim terjemah per kata, Q.S Ali imran;114 (Bandung: Sygma, Syaamil Al-Qur’an, 2012), hal 50.


10
 Tim Syaamil Al-Qur’an, Al-Qur’anul karim terjemah per kata, pembahasan Bab IV (Bandung: Sygma, Syaamil Al-Qur’an, 2012), hal 9.

11
 Usman, dkk. Akidah Akhlak kelas XI (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2015), hal 164.

Page


Yüklə 87,1 Kb.

Dostları ilə paylaş:




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin