Alasan pertama : Al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 154 : "Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup. tetapi kamu tidal menyadarinya".
Setelah penulis melakukan penelitian terhadap sejumlah kitab tafsir diperoleh data sebagai berikut : Menurut al-Razi di dalam tafsir al-Razi disebutkan bahwa asbab al-muzul ayat ini karena gugurnya 14 orang muslim di medan tempur, terdiri dari enam orang Muhajirin dan 8 orang Anshar. kaum Muhajirin yang gugur antara lain Ubaidah bin Haris bin Abdil Muthallib, Umar bin Abi Waqas, dan Amir bin Bakr. Sedangkan dari kaum Anshar antara lain Qais ibn Abi Mundir, Zaid ibn Harits, dan Haritsah ibn Suraqah. Ketika mereka gugur, para sahabat berseru ": si Fulan gugr, si fulan mati!". Maka turunlah ayat ini yang menyatakan bahwa mereka tidak mati namun tetap hidup. Selanjutnya al-Razi menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan hidup disini adalah hidup di dalam kubur dan mendapat nikmat.144
Menurut Abi Ja'far Muhammad ibn Jarir al-Thabary dengan menguntip hadits dari Ibn Ashim, hadits dari Qatadah, hadits dari Abdur Razaq dari Qatadah, serta hadits dari Muhammad ibn Ja'far dari Utsman ibn Ghiyas dari Ikrimah, menyatakan bahwa para syuhada itu di beri rizki dari buah-buahan syurga. Mereka bagaikan burung-burung.145
Abu Abdillah al-Qurthubi di dalam al-Ahkam al-Qur'an menyatakan bahwa kalau yang dimaksud hidup dan diberi rizki setelah kiamat, hal itu sama saja dengan manusia biasa. Akan tetapi yang dimaksud hidup di sini adalah Mereka mati dan mereka pun hidup.146 Senada dengan itu Muhammad Mahmud Hijazi didalam al-Tafsir al-Wadhih, menyatakan bahwa syuhada itu berbeda dengan kematian manusia biasa, sebab mereka hidup di dalam quburnya, yakni diberi rizki namun bagaimana bentuk dan sifatnya wallau a'lam.147
Menurut Sayyid Quthub di dalam tafsir Fi Dlilal al-Qur'an bahwa pada hakikatnya syuhada tetap hidup tapi dalam suatu kehidupan di luar pengetahuan manusia. Oleh karena itu syahid tidak dimandikan karena mandi adalah membersihkan jasad padahal dia sudah lebih suci lahir batin. Syahid pun tidak dikafani sebab pakaiannya menjadi saksi. Quthub pun menegaskan bahwa maksud Hidup di sini adalah hidup mulia sebagaimana dijelaskan oleh syuhada itu bagaikan burung-burung yang bertengger di syurga.148
Syaikh Ahmad Mushtafa al-Maraghi di dalam Tafsir al-Maraghi menyatakan bahwa para syuhada itu hidup di suatu alam yang berbeda dengan alam kita, alam yang ghaib, arwahnya agung dibandingkan dengan arwah segenap manusia, namun manusia tidak mengetahui hakikat kehidupan ini dan rizki yang diperolehnya. Dan kita tak dapat membahasnya karena itu alam ghaib. Yang jelas itu adalah kehidupan ruhaniyah yang tak dapat diketahui rahasianya.149
Dari beberapa penafsiran di atas dapat diringkaskan bahwa (i). Orang yang mati di jalan Allah pada hakikatnya adalah hidup. (ii). Mereka hidup di suatu alam yang sangat dirahasiakan oleh Allah sehingga manusia tidak dapat mengetahuinya. (iii). Di alam itu mereka mendapatkan rizki yakni kenikmatan alam yang luar biasa.
Dari beberapa kitab tafsir yang diteliti, tak ada satupun yang menafsirkan bahwa syuhada masih beribadah atau yang menafsirkan bahwa mereka masih bisa berhubungan dengan orang di dunia. Jadi pendapat bahwa orang yang sudah wafat masih bisa dimintai bantuan belum ditemukan dasar hukumnya, apalagi bagi mereka (wali) yang matinya bukan di medan tempur.
Alasan kedua, Perintah mengucapkan assalamu'alikum ya ahla al-diyar ketika menziarahi kubur memang menjadi dalil bahwa manusia di dalm kubur adalah hidup dialam lain, akan tetapi tidak menjadi dalil pengabsahan istigatsah, bahkan sebaliknya, yakni perlunya mendoakan (membantu) orang yang telah mati.
Alasan ketiga, Mengenai ruh para nabi bisa shalat di dalam kubur, jadi dia bisa memberikan pertolongan. Dari Anas ra, sesungguhnya Rasulullah saw, berkata :"Saya telah berjumpa dengan Musa pada malam Mi'raj, ia sedang berdiri shalat di kuburnya".150 Sanad hadits ini adalah dari Salman, dari Khatib Banani dari Anas ibn Malik. Di dalam kitab Dalail Nubuwah, Al-Baihaki menyatakan bahwa kualitas hadits ini shahih,151 tetapi Nashiruddin al-Bani menyatakan ini hadits sangat lemah.152 Menurut hemat penulis hadits inipun bertentangan dengan hadits yang lebih kuat, yakni hadits yang menyatakan bahwa amal maunsia akan putus manakala ajal tiba kecuali tiga, yakni amal jariyah, ilmu yang dimanfaatkan serta anak yang saleh yang mendoakan (HR. Bukhari).153
Dengan demikian dasar-dasar yang menjadi rujukan istighatsah seluruhnya tertolak. Sebelum mengakhiri pembahasan tentang istighatsah ini penulis kemukakan pendapat Sa'id Hawa sebagai berikut dibawah ini.
Menurut Sa'id Hawa, Allah SWT menyuruh mukminin untuk mendoakan mereka yang telah wafat lebih, bukan menyuruh mereka untuk berdoa. Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa :"Ya Tuhan kami, berilah kami ampunan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami…."(Al-Hasyr : 10). Menurut Sa'id Hawa, beberapa tarekat melakukan istighatsah karena didasarkan kepada hadits di bawah ini :
Thabrani meriwayatkan dalam kitab al-Kabir : Dari Utbah Ibn Ghazwan diangkat kepada Rasulullah saw : Nabi bersabda : Jika seorang di antara kamu ingin minta tolong, dan dia berada di suatu daerah yang tidak ada manusianya, maka hendaklah ia berkata : Wahai hamba-hamba Allah, tolonglah aku, wahai hamba-hamba Allah tolonglah aku !. Sesungguhnya Allah meiliki ham
ba-hamba yang tidak terlihat.154
Tabarri dan Bazzar meriwayatkan : Dari Ibn Abbas marfu kepada Rasulullah saw : Allah memiliki malaikat di bumi. Selain diberi tugas memelihara, kerja mereka mencatat daun-daunan yang jatuh. Maka jika salah seorang di antara kamu terperosok di padang sahara, berserulah, wahai hamba-hamba Allah tolonglah aku!.155
Abu Ya'li dan Thabrani meriwayatkan di dalam al-Kabir : Dari Ibn Mas'ud r.a dari rasulullah saw, beliau bersabda :" Jika ternak salah seorang diantara kamu lepas dari suatu daerah, maka berserulah :" Wahai hamba-hamba Allah, tahankanlah (tangkaplah)". Sesungguhnya Allah memiliki (malaikat) yang hadir di bumi, dan ia akan menangkapnya.156
Hadits ini dijadikan landasan istighatsah, padahal tidak tepat dengan alasan bahwa hadits pertama adalah hadits munqathi' (terputus sanadnya). Hadits ke dua dalam sanadnya terdapat nama Ma'ruf ibn Hasan ia dhaif. Sedangkan hadits ke tiga adalah hadits Hasan dan hanya berbicara soal melaikat. Jadi tak dapat dikiaskan kepada makhluk-makhluk lain.157
Akhirnya Sa'id Hawa menyatakan bahwa masalah istighatsah kepada orng-orang saleh, para syaikh, dan para wali perlu disisihkan dari riwayat tasawuf.158
Catatan Akhir :
-
Ajaran Tasawuf yang benar adalah ajaran tasawuf yang berdasarkan Al-Qur’an dan hadits sahih. Jangan sekali-kali terpukau dengan ajaran tasawuf jika tidak memiliki dasar yang kuat.
-
Banyak sekali pokok-pokok ajaran tarekat yang batil atau bid’ah, oleh karena itu agar kita terhindar dari kekeliruan syar’I, maka cukuplah beragama dengan menggunakan Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak perlu beramal dengan amalan yang bersumber dari mimpi seorang syaikh tarekat.
Dostları ilə paylaş: |