1337 Hadis Sahih, 900 Keistimewaan, 830 Tafsir


Orang-orang yang miskin hakikatnya adalah orang-orang yang tak mampu dan ia enggan (tidak mau) meminta-minta sedekah 2: 273



Yüklə 2,05 Mb.
səhifə16/16
tarix26.10.2017
ölçüsü2,05 Mb.
#14081
1   ...   8   9   10   11   12   13   14   15   16
Orang-orang yang miskin hakikatnya adalah orang-orang yang tak mampu dan ia enggan (tidak mau) meminta-minta sedekah 2: 273

[2.273] (Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui

لِلْفُقَراءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لاَ يَسْتَطِيعُونَ ضَرْباً فِي الأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُم بِسِيمَاهُمْ لاَ يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافاً وَمَا تُنفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ (273)

ضَرْباً فِي الأَرْضِ

Perdagangan dan bisnis (usaha)

مِنَ التَّعَفُّفِ

Meninggalkan meminta-minta

بِسِيمَاهُمْ

Dengan hal-hal yang tampak bagi mereka daripada kekhusyu’an dan kesulitan keadaannya.

إِلْحَافاً

Dengan memaksa. (Berasal dari kata) alchafa semakna dengan kata alachcha.
Diriwayatkan dari Abu Huroiroh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwasanya Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Bukanlah orang miskin orang yang meminta-minat satu butir kurma atau dua butir, atau satu suap atau dua suap. Orang-orang miskin itu adalah orang-orang yang menjaga kehormatan dirinya. Bacalah jika kalian mau, yakni firman-Nya Yang Maha Luhur:

......لاَ يَسْأَلُوْنَ النَّاسَ إِلْحَافًا.....

Artinya: “……mereka tidak meminta kepada orang-orang dengan cara mendesak (atau memaksa)……”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad melalui beberapa jalur, Al-Bukhooriy dalam bab zakat dan bab tafsir, Muslim dalam bab Zakat, An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Mujtabaa dan Al-Kubroo, dan yang selain mereka.
Dalam hadits tersebut terdapat penjelasan tentang faqir menurut keterangan Al-Qur’an yang hendaknya disedekahi (atau paling berhal menerima sedekah) adalah orang miskin yang menjaga kehormatan dirinya dan tidak diketahui oleh orang-orang, dan bukan orang-orang yang menghinakan dirinya menjadi gelandangan (atau meminta-minta) dengan mendesak atau memaksa.
[2.274] Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati

الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُم بِالَّليْلِ وَالنَّهَارِ سِراًّ وَعَلانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ (274)


@Riba dan Perdagangan (Jual-Beli) 2: 275 – 276

[2.275] Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ المَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا البَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ البَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (275)

الرِّبَا


Telah dikethaui maknanya secara syari’at. Adapun asal maknanya adalah bertambah dan berkembang.

يَتَخَبَّطُهُ

Hilang kesadarannya akibat kesurupan atau dicekik (oleh setan)

المَسِّ


gila

مَا سَلَفَ



Apa yang telah dimakan dan telah berlalu
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “ayat terakhir yang turun atas Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – adalah ayat tentang riba.
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab tafsir.
Dan diriwayatkan dari Umar – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Termasuk yang terakhir turun adalah ayat riba, dan bahwasanya Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – wafat sebelum menjelaskannya kepada kita maka tinggalkanlah riba dan keragu-raguan.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Maajah, dan selain keduanya dengan sanad yang sahih, dan hadits ini memiliki hadits pendukung dari Abu Sa’iid Al-Khudriy menurut periwayatan Ibnu Maajah.
Dan diriwayatkan dari ‘Aa-isyah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Ketika turun beberapa ayat dari akhir surat Al-Baqoroh tentang riba, maka Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – membacakannya di atas mimbar kemudian beliau mengharamkan perdagangan khomr.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab tafsir dan bab jual-beli, dan bab musaaqooh, juga oleh Abu Daawuud, An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Kubroo dan Al-Mujtabaa.
Dan diriwayatkan dari Samuroh ia berkata: “Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Aku melihat dua orang lelaki mendatangiku dan membawaku keluar ke sebuah tanah yang suci, maka kami pergi sehingga kami tiba di sebuah sungai dari darah padanya terdapat seorang lelaki yang berdiri, dan di tengah sungai terdapat seorang lelaki yang dihadapannya terdapat batu, maka lelaki yang di sungai menuju ke arah kami. Lalu jika lelaki itu ingin keluar (dari sungai itu) maka lelaki (yang di tepi) melemparinya dengan batu di mulutnya maka lelaki itu mengembalikannya ke tempat sebelumnya ia berada. Maka demikianlah setiap kali ia hendak keluar maka lelaki (yang di pinggir sungai) itu melemparinya dengan batu sehingga ia kembali ke tempat semula. Aku berkata: “Apa ini?” maka orang (yang membawaku) itu berkata: “Yang engkau lihat di sungai itu adalah orang yang memakan harta riba.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab jenazah dan bab jual-beli, dan dalam bab ta’bir (mimpi) diriwayatkan secara panjang lebar.
Dan diriwayatkan dari Abdulloh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – melaknat orang yang memakan riba (yakni yang meminjamkan uang dengan cara riba), yang menerima riba (yang meminjam), dua orang saksinya, dan juru tulisnya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dalam bab Musaaqooh, Abu Daawuud, At-Turmudziy, An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Kubroo dan Al-Mujtabaa, juga oleh Ibnu Maajah, Ibnu Chibbaan, juga hadits yang sama dari Jaabir yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, dan Ibnul Jaaruud, da nada tambahana padanya: “mereka semua adalah sama (dalam hal dosa).”
Dan diriwayatkan dari Abu Huroiroh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Pada malam aku di-isro’-kan aku tiba pada sebuah kaum yang perut mereka seperti rumah di dalam perutnya terdapat ular-ular yang berjalan (masuk) dari luar perut mereka.” Aku bertanya: “Siapa mereka itu wahai Jibril?” Jibril berkata: “Mereka itu adalah para pemakan riba.”
Hadits riwayat Ahmad, Ibnu Chibbaan, dan para perawinya adalah orang-orang yang terpercaya, kecuali Ibnu Jad’an sebab ia lemah, namun sebagian menghukuminya hasan.
Riba secara bahasa pada dasarnya berarti ‘tambahan’ secara mutlak, kemudian orang-orang memakainya untuk menyebut tambahan pada modal atau pokok harta. Lalu dating Islam dan membatalkannya serta mengharamkannya.
Riba dalan syari’at Islam ada tiga macam:

Yang pertama: riba Nasii-ah adalah riba yang di ambil oleh sang pemilik hutang untuk hutangnya, macam inilah yang menyebar di kalangan masyarakat jahiliah, dan inilah pula yang dipakai secara internasional di bank-bank Negara yang ribawi.


Yang kedua: riba fadhl yaitu yang terjadi ketika pertukaran barang-barang ini yang mana dijelaskan dalam teks hadits Nabi, yaitu: gandum, kurma, kismis, garama, emas, dan perak. Maka kelebihan pada pertukaran barang-barang tersebut adalah riba.
Yang ketiga: riba ta’khiir yaitu yang terjadi ketika pertukaran barang-barang tadi dengan tempo waktu, di antaranya adalah penukaran uang, maka tidak boleh menunda menyerahkan salah satu dari dua mata uang yang dipertukarkan, sebab sabda Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – dalam hadits sahih: jika berbeda jenis maka perjual-belikanlah bagaimanapun caranya yang kalian kehendaki dengan syarat kontan.
Adapun hadits-hadits tersebut di atas menunjukkan kepada dua hal:

Pertama: bahwasanya ayat riba termasuk ayat yang terakhir turun sebagaimana kejelasan dari perkataan Ibnu ‘Abbaas dan Umar – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi mereka semua – hanya saja ini bertentangan dengan yang akan datang dalam akhir surat An-Nisaa’ yang diriwayatkan dari Al-Baroo’ yang mana surat terakhir turun adalah surat Al-Baroo-ah (yakni At-Tawbah) dan ayat yang terakhir turun adalah:

يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الكَلالَةِ (النساء: 176)

Artinya: “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalaalah), katakanlah: “Allah memberi fatwa kepada kalian tentang Kalaalah…….” (Q.S An-Nisaa’: 176)

Adapun Al-Chaafizh telah mengumpulkan pendapat-pendapat itu dalam kitab Fatchul Baarii dan yang lainnya dan penjelasan itu akan datang nanti pada ayat yang telah ditunjukkan di atas.
Adapun perkataan Sayyiduna Umar – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwa Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – wafat sebelum beliau menjelaskannya kepada kita, yang ia maksud adalah perincian bagian-bagian riba yang tidak terbatas itu, sebagaimana ia juga pernah berkata: “Ada tiga hal yang mana saya sangat ingin bahwasanya Rasululloh menjelaskan kepada kita dengan sebuah penjelasan yang mencukupi (yang memuaskan): yakni masalah kakek (dalam hak warisnya), Kalaalah (seorang yang meninggal namun tidak memiliki anak), dan jenis-jenis riba.” Yakni beberapa masalah yang padanya terdapat sangkutan atau campuran riba, seperti muzaabanah (jual-beli barang yang tudak diketahui takaran atau timbangannya), muchaaqolah (jual-beli tanam-tanaman sewaktu masih di ladang), mukhoobaroh (penggarapan tanah dengan upah yang tidak jelas), ‘iinah (penjualan secara kredit dengan tambahan harga), dan yang selainnya yang banyak terjadi.
Dan sunnguh telah datang pada hadits sahih dari Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – yaitu: “Riba itu memiliki 73 (tujuh puluh tiga) pintu, yang paling rendah adalah seperti seseorang berzina dengan ibunya sendiri, dan sesungguhnya riba yang paling besar adalah (merusak) kehormatan seorang muslim.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Chaakim dari Ibnu Mas’uud dengan sanad yang sahih, Ibnu Maajah dari Abu Huroiroh, juga oleh Ath-Thobroniy dari Al-Baroo’, dan yang selain mereka. Maka yang dimaksud dengan riba di sini adalah dalam maknanya yang lebih umum, dan itulah yang dimaksud oleh Amiirul Mu’miniin Sayyiduna Umar.
Yang kedua: dalam hadits-hadits tersebut sebagaimana dalam ayat yang mulia di atas terdapat ancaman keras bagi orang-orang yang melakukan praktek riba dan bahwasanya mereka dilaknat (yakni dijauhkan dari rahmat Allah) baik yang mengambil riba, maupun yang memberi riba, juga juru tulisnya, saksinya, yang memakan, dan yang memberi makan dengan uang riba, semuanya sama. Dan bahwasanya orang yang melakukan praktek riba akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan tidak dapat berdiri tegak, namun seperti orang yang kerasukan setan atau seperti orang gila, dan disiksa di barzakh di sungai dari darah dan dilempari dengan batu, kemudian dibalas lagi dengan siksaan yaitu disengat oleh ular-ular berbisa di dalam perutnya, semoga Allah melindungi kita. Dan cukuplah ancaman yang keras ini sebagai pencegah bagi orang yang suka melakukan riba dan juga para pembantunya. Kecuali orang yang bertaubat dan berhenti dari itu.
Dan firman Allah Yang Maha Luhur:

.....وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيْهَا خَالِدُوْنَ (البقرة: 275)

Artinya: “…..dan barangsiapa yang kembali (melakukannya) maka mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.” (Q.S Al-Baqoroh: 275)

Maknanya jelas bahwasanya orang-orang yang melakukan riba akan kekal dalam neraka, namun ini hanyalah bagi mereka yang menghalakannya atau menganggapnya boleh. Sebab, suatu kemaksiatan walaupun besar tidak dapat menjadikan pelakunya sebagai orang kafir, jika ia masih meyakini keharaman perbuatan yang ia lakukan itu, berbeda dengan pendapat khowaarij. Dan dalam firman-Nya terdapat hikayat tentang perkataan orang-orang kafir:

....ذلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوْا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا..... (البقرة: 275)

Artinya: “…..itu dikarenakan mereka mengatakan: “Hanya saja jual beli itu seperti (sama dengan) riba…..” (Q.S Al-Baqoroh: 275)

Itu karena kebodohan dan kedunguan mereka, dan suatu perbandingan (analogi) yang batil dan menunjukkan atas kejahilan mereka. Sebab sesungguhnya riba itu menyedot harta orang-orang yang sangat membutuhkan tanpa rasa payah yang banyak, berbeda dengan jual-beli sebab di situ terdapat tukar menukar antara dua pihak.
Dan munculnya riba dan juga perzinaan adalah penyebab kebinasaan ummat-ummat sebagaimana datang keterangannya dalam hadits: “Tidaklah muncul riba dan zina pada suatu kaum kecuali mereka mengundang sendiri azab Allah.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, dan yang lainnya.
[2.276] Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa

يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كُفَّارٍ أَثِيمٍ (276)

يَمْحَقُ

kurang


اللَّهُ الرِّبَا

وَيُرْبِي

Memperkembangkan
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’uud – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – dari Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – beliau bersabda: “Sesungguhnya riba meskipun (hasilnya) banyak akan tetapi kesudahannya menghantarkan kepada kesedikitan (kefakiran).” Dan dalam riwayat lain: “Tidak ada seorang pun menjadi banyak (hartanya) karena riba kecuali kesudahan urusannya akan menjadi sedikit.”
Hadits ini diriwayakan oleh Ahmad, Ibnu Maajah, Al-Chaakim dari jakur Ahmad, dan disahihkan oleh Al-Chaakim serta disetujui oleh Adz-Dzahabiy, Al-Buushiiriy berkata dalam Az-Zawaa-id: “Sanadnya sahih.”
Dan diriwayatkan dari Abu Huroiroh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Barangsiapa yang bersedekah dengan satu butir kurma (atau yang semisalnya) dari hasil usaha yang baik (halal) – dan Allah tidak akan men erima kecuali dari yang baik – maka sesungguhnya Allah akan menerimanya dengan ‘tangan kanan’-Nya, kemudian Dia akan memperkembangkannya sebagaimana seseorang dari kalian merawat anak kudanya, sehingga menkadi seperti gunung.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhooriy dalam bab zakat dan bab tauhid, juga oleh Muslim dalam bab zakat.
Hadits pertama menafsirkan firman Allah Yang Maha Luhur: yamchaqullohur ribaa [artinya: Allah memusnahkan riba] yamchaqu terambil dari kata al-machqu yang artinya mengurangi sedikit demi sedikit, maka riba akhirnya akan berujung pada kerugian dan kebangkrutan sebagaimana disaksikan.
Adapun hadits kedua menjelaskan makna firman-Nya Yang Maha Luhur: wayurbish shodaqoot [artinya: Dia menyuburkan sedekah] yakni memperbanyak sedekah dan menumbuhkannya, oleh karenanya datang keterangan di hadits tersebut bahwasanya Allah mengambilnya dengan tangan kanan sebagaimana salah seorang kita merawat anak unta (atau sebangsanya) sehingga besarnya seperti gunung. Dan Allah memeiliki karunia yang agung.
Adapun firman Allah: walloohu laayuchibbu kulla kafaarin atsiim [artinya: dan Allah tidak menyukai orang-orang yang suka kufur (nikmat) dan berbuat dosa] Ibnu Katsiir – semoga Allagh merahmatinya – ia berkata: “Haruslah ada kesesuai ketika Allah menutup ayat ini dengan sifat (yang tersebut dalam kata-kata) tersebut. Yaitu bahwasanya orang yang melakukan riba tidak rela dengan apa yang telah dibagikan oleh Allah daripada harta yang halal, dan tidak merasa cukup dengan apa yang disyari’atkan-Nya dari hal-hal yang mubah. Maka ia terus berusaha memakan harta orang lain dengan cara yang batil dengan berbagai cara usaha yang buruk. Maka hal tersebut merupakan pengingkaran nikmat yang telah ada padanya, dan ia sangat zalim dan berdosa dengan memakan harta orang lain secara batil , dan Allah tidak menyukai yang seperti ini.”
@Nilai sholat dan zakat 2: 277

[2.277] Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ (277)
@Riba 278 – 279

[2.278] Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ (278)
[2.279] Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya

فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ (279)


Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – firman-Nya Yang Maha Luhur:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ

hingga firman-Nya:

فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ



Ibnu ‘Abbaas berkata: “Barangsiapa yang tetap melakukan praktek riba dan dia tidak menarik diri darinya maka sudah menjadi hak bagi pemimpin kaum muslimin untuk memintanya bertaubat, jika ia menarik diri (maka ia bebas), namun jika tidak maka dipotong lehernya (dihukum mati).” Dan diriwayatkan darinya pula bahwa ia (Ibnu ‘Abbaas) berkata: “Akan dikatakan nanti pada hari kiamat kepada orang yang memakan riba: “Ambillah senjatamu untuk berperang.” Allah berfirman: “jika kalian tidak melakukan (yakni tidak bertaubat) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian.”
Hadits tersebut di atas di riwayatkan oleh Ibnu Jariir, Ibnu Abi Chaatim, dan kedua riwayat itu sanadnya sahih, kecuali pendpaat para ulama tentang Abdulloh bin Sholih, maka ia hasan haditsnya.
Dan diriwayatkan dari ‘Amr bin Al-Achwash – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwasanya ia menyaksikan peristiwa hajji wada’ bersama Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – lalu beliau memuji dan menyanjung Allah, mengingatkan serta memberi wejangan, kemudian beliau bersabda: “Hari apa yang paling mulia....” lalu periwayat menyebutkan lanjutan haditsnya, di antaranya: “Ketahuilah bahwasanya setiap riba yang dahulu berlaku pada masa jahiliah semuanya telah dibatalkan, bagi kalian pokok harta kalian, tidak boleh kaliab menzalimi dan tidak pula dizalimi. Kecuali riba Al-‘Abbaas bin Abdul Muththolib, maka ia terbatalkan semuanya.” Akan datang pula hadits ini di surat At-Tawbah, dan yang lainnya.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daawuud dalam bab jual beli, At-Turmudziy dalam tafsir surat At-Tawbah, An-Nasaa-iy dalam bab hajji dalam kitab Al-Kubroo, Ibnu Maajah dalam bab manasik dengan sanad yang sahih, dan dihasankan serta disahihkan oleh At-Turmudziy, dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Chaatim, dan padanya terdapat: “Dan riba yang pertama kali digugurkan adalah riba Al-‘Abbaas bin Abdul Muththolib, ia digugurkan semuanya.”
Para ahli tafsir menyebutkan bahwasanya sekelompok kaun dari bani ‘Amr bin Umair dari kabilah Tsaqiif, dan bani Mughiiroh dari kabilah bani Makhzuum mereka memiliki kaitan transaksi riba pada masa jahiliah. Lalu ketika datang Islam dan mereka masuk Islam mereka berselisih pendapat tentang hal itu, lalu mereka pun memberitahukan kepada Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – tentang apa yang terjadi, lalu turunlah ayat maka Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – (menyuruh untuk) menuliskan ayat itu, maka mereka berkata: “Kami bertubat kepada Allah dan kami akan meninggalkan apa yang masih tersisa dari riba.”
Dalam ayat yang mulia tersebut terdapat ancaman yang keras dan kuat bagi orang yang terus melakukan riba setelah datang peringatan. Oleh karena itu Ibnu ‘Abbaas berpendapat untuk membunuh orang-orang yang terus melakukan riba jika mereka tidak mau bertaubat, sebab mereka berarti menantang perang dengan Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung, karena firman Allah Yang Maha Luhur: “maka jika kalian tidak melakukannya maka ketahuilah bahwa Allah dan rasul-Nya memerangi kalian....” yakni jika kalian tidak bertaubat dan meninggalkan praktek riba atau apa yang masih tersisa darinya maka ketahuilah dan yakinilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian. Maka cukuplah itu sebagai sebuah kerugian. Hadits ‘Amr bin Al-Achwash menunjukkan atas waibnya menggugurkan riba secara mutlak dan tidaklah boleh diambil kecuali pokok harta, sebagaimana tersebut di ayat yang mulia di atas.
@Menunjukkan sikap belas-kasih kepada penghutang 2: 280

[2.280] Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui

وَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَن تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ (280)
Diriwayatkan dari Abul Yasar – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Saya mendengar Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Barangsiapa yang memberi tangguh kepada orang yang kesulitan (dalam melunasi hutang) atau menggugurka (hutang)nya maka ia akan Allah naungi di bawha naungan-Nya pada hari tiada naungan kecuali naungannya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dalam akhir bab zuhud, dan hadits yang senada juga dari Abu Huroiroh yang diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Turmudziy.
Dan diriwayatkan dari Buroidah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Saya mendengar Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Barangsiapa yang memberi tangguh kepada orang yang sulit (membayar hutang) maka untuknya pada setiap hari pahala sedekah yang sama dengan jumlah hurtangnya selama belum jatuh tempo. Namun jika telah jatuh tempo lalu ia beri tangguh lagi maka baginya pahala sedekah dua kali lipat dari jumlah hutangnya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Maajah, Al-Chaakim dan disahihkan olehnya menurut syarat Al-Bukhooriy dan Muslim serta disetujui oleh Adz-Dzahabiy.
Adalah dahulu orang-orang jahiliah ketika jatuh tempo maka seorang dari mereka berkata kepada orang yang berhutang: “Sekarang engkau lunasi hutangmu atau engkau beri tambahan, yakni menambah keuntungan baginya agar diberi tangguh, lalu datanglah Islam, maka Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung menyuruh orang yang menghutangi agar memberi tangguh kepada orang-orang yang sedang kesulitan (dalam membayar hutang) sehingga waktu lapangnya, kemudian Allah menganjurkan mereka untuk menggugurkan hutang mereka sama sekali (yakni menganggapnya lunas) dan bersedekah dengan harta mereka yang menjadi tanggungan mereka itu. Datang pula hadits yang mulia menjelaskan pahala yang banyak dan ganjaran yang besar atas hal itu, dan bahwasanya yang memberi tangguh kepada orang yang kesulitan atau menggugurkan hutangnya maka ia nanti di hari kiamat akan berada di bawah naungan Allah yang mana di situ tiada naungan kecuali naungan-Nya, dan bahwasanya ia akan diganjar dengan pahala sedekah sejumlah hutang orang tersebut setiap harinya sebelum datang waktu pelunasan, dan jika telah datang waktunya lalu ia memberi tangguh lagi maka baginya pahala sedekah dua kali lipat dari jumlah harta yang dihutangkannya setiap harinya. Dan ini adalah sesuatu yang agung yang diberikan oleh Allah kepada orang yang menghutangi yang memberi tangguh, maka tidaklah menganggap rendah janji ini kecuali orang yang tidak ada kebaikan pada dirinya.
@Hari Penghakiman 2: 281

[2.281] Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan)

وَاتَّقُوا يَوْماً تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ (281)
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Yang terakhir yang turun daripada Al-Qur’an adalah:

وَاتَّقُوْا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فِيْهِ إِلَى اللهِ....”


Hadits ini diriwayatkan oleh An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Kubroo, Ibnu Jariir, Al-Bayhaqiy dalam Dalaa-ilun Nubuwwah dengan sanad yang sahih.
Atsar ini secara zahir bertentangan dengan keterangan yang terdahulu yang juga dari Ibnu ‘Abbaas dalam ayat riba bahwasanya itu adalah dan bahwasanya ayat riba itu adalah yang terakhir kali turun, dan riwayat tersebut terdapat dalam sahih Al-Bukhooriy dan sebenarnya tidak ada pertentangan antara keduanya, sebab ayat ini adalah penutup ayat riba, maka kedua riwayat itu bersesuaian maknanya, dan kedua atsar ini menunjukkan bahwa ayat ini adalah ayat yang terakhir turun dari Al-Qur’an. Sehingga Sa’iid bin Al-Musayyib – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – mengatakan: “Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – hidup setelah turunnya ayat ini sembilan malam kemudian beliau wafat pada hari senin, hari kedua dari bulan Robi’ul Awwal.”
Hal tersebut diriwayakan oleh Ibnu Abi Chaatim, Ibnu Mardawaih, dan demikian pula diriwayatkan oleh Ibnu Jariir dari Ibnu Juraij ia berkata: “Mereka (para sahabat) berkata: “Sesungguhnya Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – hidup setelahnya sembilan malam......”
Adapun makan ayat yang mulia tersebut adalah: hati-hatilah terhadap hari yang dahsyat itu yang mana pda hari itu kalian akan dikembalikan kepada Allah dan digenapi setiap jiwa hisabnya dan balasannya masing-masing tanpa kezaliman atau pengurangan atau penambahan. Maka jadikanlah antara engkau dan antara kedahsyatan pada hari itu penjagaan berupa iman yang sungguh-sungguh, dan amal salih yang ikhlas, dan meninggalkan perbuatan-perbuatan keji dan dosa-dosa besar. Dan Allah Yang Maha Suci telah menyandarkan taqwa di sini kepada hari tersebut dan dalam kebanyakan ayat lain Dia menyndarkannya kepada diri-Nya Yang Suci, sebagaimana di ayat lain Dia menyandarkannya kepada neraka, dan semuanya itu memiliki satu makna yaitu menjaga diri dari murkan Allah dan azab-Nya. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
@Akad atau perjanjian (kontrak) 2: 282 – 283

[2.282] Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun daripada utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُب بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلاَ يَأْبَ كَاتِبٌ أَن يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلاَ يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئاً فَإِن كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الحَقُّ سَفِيهاً أَوْ ضَعِيفاً أَوْ لاَ يَسْتَطِيعُ أَن يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِن رِّجَالِكُمْ فَإِن لَّمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّن تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَن تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأُخْرَى وَلاَ يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلاَ تَسْأَمُوا أَن تَكْتُبُوهُ صَغِيراً أَوْ كبِيراً إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِندَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلاَّ تَرْتَابُوا إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ ألاَّ تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلاَ يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلاَ شَهِيدٌ وَإِن تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (282)

كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ

Dengan kebenaran

وَلاَ يَبْخَسْ

Jangan mengurangi

وَلاَ تَسْأَمُوا

Kalian bosan

أَقْسَطُ


Paling adil. Dikatakan: aqsatho al-chaakim - yuqsithu, iqsaathon – yakni haim itu berbuat adil. Dan dikatakan: qosatho yaqsithu qusuuthon jika ia zalim.

أَدْنَى


Paling dekat

أَلاَّ تَرْتَابُوا

Jangan kalian ragu

وَلاَ يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلاَ شَهِيدٌ

Seorang juru tulis menulis apa yang tidak didektekan kepadanya dan saksi tidak bersaksi dengan yang sebenarnya. Adapula yang mengatakan bahwa maknanya adalah: seseorang memanggil juru tulis dan saksi sedang keduanya tengah ada hajat / keperluan yang sangat penting maka keduanya meminta maaf kepada orang itu, lalu orang itu berkata: “Kalian berdua telah ddiperintah oleh Allah – Yang Maha Mulia lagi Maha Agung – untuk memenuhi panggilanku” (yakni ia mengatakan demikian untuk memaksa keduanya berbsaksi dan menulis untuknya) maka janganlah ia melakukan itu kepada kedunya sehingga menghalangi keduanya dari keperluan mereka, sedangkan ia dapat mencari orang lain selain keduanya.
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – ia berkata: “Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – tiba di Madinah sedangkan mereka (penduduk Madinah) biasa memesan kurma untuk setahun atau dua tahun, lalu beliau bersabda: “Barangsiapa yang memesan kurma (atau menjualnya dengan cara hutang) maka hendaknya ia lakukan dengan takaran yang diketahui, dan timbangan yang diketahui, hingga batas waktu yang diketahui.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dan Muslim, keduanya dalam bab jual-beli dalam amasalah salam (akad pemesanan).
Dan diriwayatkan pula darinya (yakni Ibnu ‘Abbaas) ia berkata: “Aku bersaksi bahwasanya pemesanan yang dijamin hingga batas waktu tertentu bahwasanya Allah menghalalkannya dan mengizinkannya, kemudian ia membacakan ayat:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى....



Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman jika kalian bertransaksi dengan hutang hingga batas waktu tertentu……”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Chaatim dan Al-Chaakim dan disahihkan olehnya menurut syarat Al-Bukhooriy dan Muslim.”
Dan diriwayatkan pula darinya (yakni Ibnu ‘Abbaas) ia berkata: “Ketika turun ayat hutang (yang tersebut di atas) Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Sesungguhnya orang yang pertama kali ingkar adalah Adam – semoga salam tetap atasnya – bahwasanya Allah ketika Dia menciptakan Adam, Dia mengusap punggungnya dan mengekuarkan Dia mengekuarkan darinya segala manusia yang akan ada hingga hari kiamat, maka Allah memaparkan keturunannya kepada Adam, maka ia melihat di antara mereka ada keturunannya yang bercahaya, maka ia berkata: “Wahai Tuhanku, siapa dia?” Allah berfirman: “Dia anakmu Daud.” Adam berkata: “Wahai Tuhanku berapa umurnya?” Allah menajwab: “Enam puluh tahun.” Adam berkata: “Tuhanku, tambahkanlah umurnya.” Allah berfirman: “Tidak, kecuali jika aku menambahkannya dari umurmu.” Adalah umur Adam seribu tahun, maka ia menambahkan umur Dawud empat puluh tahun, maka Allah menuliskan hal itu dan mempersaksikan para malaikat atas hal itu. Lalu ketika Adam sekarat, malaikat mendatanginya. Adam berkata: “Sesungguhnya umurku masih tersisa empat puluh tahun.” Maka dikatakanlah kepadanya: “Sesungguhnya engkau telah memberikannya kepada puteramu Dawud.” Adam berkata: “Aku tidak melakukannya.” Maka Allah menampakkan kepadanya tulisan terdahulu dan mempersaksikan para malaikat atas hal itu maka Dia menggenapkan umur Dawud seratus tahun, dan menggenapkan bagi Adam seribu tahun.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Ath-Thoyaalisiy, Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah, Ibnu Abi Chaatim, Ibnu Sa’d dalam Ath-Thobaqoot, dan Al-Bayhaqiy, dan para perawinya adalah orang-orang terpercaya, kecuali Ibnu Jad’aan, maka ia masih diperselisihkan. Akan tetapi hadits tersebut sahih dan ia memiliki hadits pendukung dari Abu Huroiroh yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim dan Al-Chaakim dari jalur-jalur dan sanad yang sahih, dan disahihkan oleh Al-Chaakim dengan syarat Muslim dan disetujui oleh Adz-Dzahabiy.
Hadits pertama seperti ayat di atas menunjukkan tentang penentuan bats waktu, dan ini tidak ada perselisihan di antara para ulama, sedangkan hadits kedua bersesuaian dengan firman-Nya: faktubuuh [tulislah atau catatlah] dan bahwasanya yang demikian itu lebih adil, dan lebih lurus dan lebih dekat kepada ketidak-raguan dalam jumlah hutang dan jangka waktunya. Terutama jika jangkanya lama, sebagaimana terjadi pada ayah kita Adam – semoga salam tetap atasnya – sebab sesungguhnya dia mengingkari umur yang telah dia berikan kepada puteranya, Dawud – semoga salam tetap atasnya – , karena panjangnya masa. Akan tetapi karena hal itu telah ditulis dan dipersaksikan oleh para malaikat maka ia tidak mendapati jalan lain kecuali mengakuinya.
Adapun firman-Nya Yang Maha Luhur:

.....وَاسْتَشْهِدُوْا شَهِيْدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُوْنَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَّامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا اْلأُخْرَى.....

Artinya: “...... dan datangkanlah dua saksi dari lelaki kalangan kalian (kaum muslimin) lalu jika tidak ada dua orang lelaki maka seorang lelaki dan dua orang perempuan dari orang-orang yang kalian senangi dari para saksi agar bila salah satu dari keduanya tersesat maka salah satu yang lain dapat mengingatkannya......”
Diriwayatkan dari Abu Huroiroh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – dari Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bahwasanya beliau bersabda: “Wahai para wanita, bersedekahlah kalian dan perbanyaklah oleh kalian istighfar meminta ampun, sebab aku melihat kalian adalah penghuni neraka yang terbanyak.” Maka salah satu wanita dari mereka berkata dengan fasih: “Mengapa kami menjadi penghuni neraka yang paling banyak, wahai Rasululloh?” Beliau bersabda: “Kalian banyak mela’nat dan mengkufuri (tidak berterimakasih kepada) suami. Aku tidak pernah melihat orang yang kurang akalnya dan agamanya yang lebih dapat menguasai terhadap lelaki yang berakal sekalipun melebihi kalian (para wanita).” Perempuan tadi bertanya lagi: “Ya Rasululloh, apakah yang kekurangan akal dan agama itu?” Beliau bersabda: “Adapun kekurangan akal dari wanita adalah karena persaksian dua orang wanita sama dengan persaksian seorang lelaki, maka itu adalah kekurangan dari segi akal. Sedangkan kekurangan dari sisi agama adalah wanita berdiam diri tidak sholat beberapa malam (karena haidh atau nifas) dan berbuka (tidak berpuasa) di bulan Romadhon, maka itu termasuk kekurangan dari sisi agama.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dalam bab keimanan, At-Turmudziy dalam bab keimanan, sedangkan hadits serupa ini ada dalam sahih Al-Bukhooriy dan sahih Muslim dari Abu Sa’iid, dan dalam riwayat Muslim dan yang lainnya dari Ibnu Umar, dan lain-lain.
Yang dijadikan dalil dalam hadits di atas adalah bahwa persaksian dua orang perempuan sama dengan persaksian dua orang lelaki, dan itu sesuai dengan ayat yang mulia, dan di hadits tersebut terdapat beberapa faedah yang mana tidak tepat jika disampaikan di sini.
Adapun firman-Nya Yang Maha Luhur:

.....وَلاَ يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوْا....

Artinya: “.....janganlah saksi itu enggan apabila mereka dipanggil....”
Diriwayatkan dari Zaid bin Khoolid Al-Juhaniy – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwasanya Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Ketahuilah, aku akan mengabarkan kepada kalian tentang saksi yang paling bail, yaitu orang yang menyampaikan persaksiannya sebelum ia ditanya (yakni memudahkan persaksian).”
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, Abu Daawuud, At-Turmudziy, dalam awal bab persaksian, dan Ibnu Maajah dalam bab hukum-hukum.
Dalam hadits tersebut terdapat keutamaan menyampaikan persaksian jika ia memang orang yang memilikinya, sebagaimana ayat yang mulia di atas melarang seseorang yang memiliki persaksian mencegah dirinya dari menyampaikan persaksiannya ketika ia diminta ata diundang untuk itu.
Adapun tentang firman-Nya Yang Maha Luhur:

.....وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ......



Artinya: “….dan persaksikanlah (ambillah saksi) jika kalian berjual-beli……”
Diriwayatkan oleh Umaaroh bin Khuzaymah bahwasanya pamannya adalah termasuk sahabat Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bahwasanya Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – membeli sebuah kuda dari seorang arab badwi (pedesaan) maka Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – memintanya untuk mengikuti beliau (kerumah beliau) agar beliau dapat membayar harga kudanya maka Rasuulloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersegera dalam berjalan sedangkan orang arab badwi tersebut lambat dalam jalannya maka mulailah beberapa orang mencegat orang arab badwi tersebut dan menawar kuda tadi, sedangkan orang-orang itu tidak mengetahui bahwa Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – telah membelinya. Maka orang arab tersebut menyeru Rassululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – dan berkata kepada beliau: “Jika engkau ingin membeli kuda ini (maka bersegeralah) namun jika tidak aku akan menjualnya.” Maka Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bangkit ketika mendengar panggilan orang arab tersebut dan beliau bersabda: “Bukankah aku telah memebelinya darimu.” Lalu orang itu berkata: “Tidak, demi Allah aku tidak pernah menjualnya kepadamu.” Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Ya. Aku telah membelinya darimu.” Maka orang arab itu mulai berkata: “Datangkanlah seorang saksi.” Maka Khuzaymah bin Tsaabit berkata: “Aku bersaksi bahwasanya anda telah membelinya.” Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Dengan apa engkau bersaksi.” Ia berkata: “Dengan pembenaranmu (kepercayaan kepadamu) wahai Rasululloh.” Maka Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – meenjadikan persaksian Khuzaymah seperti persaksian dua orang lelaki.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daawuud dalam bab peradilan, An-Nasaa-iy dalam bab jual-beli, Ibnu Sa’d, Al-Chaakim, Al-Bayhaqiy, Ath-Thochaawiy dalam Ma’aanil Aatsaar dengan sanad yang sahih, dan juga disahihkan oleh Al-Chaakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabiy.
Dalam hadits tersebut terdapat kesyari’atan pendatangan saksi dalam jual-beli karena Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – menetapkan perbuatan Khuzaymah yang menjadikan dirinya sebagai saksi untuk Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – ketika orang arab badwi itu meminta saksi ketika itu.
Adapun ayat maka telah jelas memerintahkan hal itu namun hal tersebut tidaklah wajib menurut umumnya para ulama. Walloohu a’lam.
Ringkasan ayat tentang hutang-piutang
Telah kami ketengahkan dalam awal surat ini bahwa ayat hutang ini merupakan ayat terpanjang dalam Al-Qur’an secara mutlak, dan ia mengandung beberapa hukum:

Yang pertama: kesyari’atan akad utang-piutang hingga batas waktu tertentu

Yang kedua: penulisan terhadap hal tersebut agar menjadi lebih kuat dan lebih teguh.

Yang ketiga: penjelasan tentang kewajiban juru tulis dan orang yang berhutang dalam hal itu.

Yang keempat: penjelasan tentang saksi yang diakui secara syari’at

Yang kelima: tidak enggan untuk memberikan kesaksian ketika diminta untuk itu

Yang keenam: tidaklah bosan untuk mencatat apa yang harus dicatat baik kecil atau besar

Yang ketujuh: mendatangkan saksi ketika jual-beli

Yang kedelapan: hendaknya para pemilik hak tidak memberatkan para juru tulis dan saksi
[2.283] Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan

وَإِن كُنتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِباً فَرِهَانٌ مَّقْبُوضَةٌ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضاً فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلاَ تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَن يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ (283)

آثِمٌ قَلْبُهُ

Berusaha untuk menyembunyikannya merupakan dosa besar


Diriwayatkan dari Anas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwasanya Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – meninggal dunia sedangkan baju perang beliau masih tergadai di seorang Yahudi karena hutang beliau sejumlah 30 wasaq dari gandum, beliau menggadaikannya untuk makan keluarga beliau.
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab jula-beli dalam bab gadai, juga oleh At-Turmudziy dan An-Nasaa-iy. Dan hadits serupa juga diriwayatkan dari ‘Aa-isyah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – yang diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam bab gadai, babjihad, dan akhir bab peperangan, juga oleh Muslim dalam bab gadai, dan juga hadits dari Ibnu ‘Abbaas menurut riwayat Ibnu Maajah dengan sanad yang sahih.
Adapun firman Allah Yang Maha Luhur:

.....فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللهَ رَبَّهُ.....

Artinya: “lalu jika salah satu saling percaya kepada yang lain maka hendaklah ia menunaikan yang telah menjadi amanatnya itu dan hendaklah ia bertaqwa (takut) kepada Allah Tuhannya…..”
Diriwayatkan dari Abu Sa’iid Al-Khudriy – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – bahwasanya ia membaca ayat ini:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ....

Hingga kalimat yang berbunyi:

فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا

Ia berkata: “Kalimat (pada ayat) ini menasakh ayat yang sebelumnya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dalam A-Taariikh Al-Kabiir, juga oleh Ibnu Maajah dalam bab hukum-hukum, juga oleh Ibnu Jariir dan iBnu Abi Chaatim dengan sanad yang baik sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsiir dan As-Suyuuthiy.
Ayat yang mulia di atas bermakna: apabila telah saling percaya antara kedua belah pihak maka tidak ada dosa jika tidak ditulis dan tidak disertai saksi, sebab tujuan dari semua itu adalah untuk menambah kekuatan atau kepercayaan. Oleh karenanya, jika telah dihasilkan keamanan dari pengkhianatan maka akad tersebut tidaklah butuh kepada sesuatu yang lain. Dari sini maka nampaklah jlas apa yang dikatakan oleh Abu Sa’iid bahwa ayat ini menasakh ayat sebelumnya.
Dan diriwayatkan dari Samuroh dari Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – beliau bersabda: “Pada tanganlah terletak tanggung jawab atas apa yang telah diambil oleh tangan tersebut hingga ditunaikannya sesuatu itu (sebagai amanat).”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daawuud, At-Turmudziy, Ibnu Maajah, Ad-Daarimiy, Al-Chaakim. At-Turmudziy berkata: “Ini hadits hasan sahih.”
Dalam hadits tersebut terdapat kewajiban menunaikan segala sesuatu yang telah diambil oleh seseorang berupa amanat dan yang lainnya, sama baik itu berupa hutang, pinjaman barang atau yang lainnya, dan maknanya sesuai dengan ayat yang mulia di atas. Dan akan datang hadits: “Tunaikanlah amanah itu kepada orang yang berhak menerimanya” dalam surat An-Nisaa’ insyaa Allooh.
@Allah Maha mengetahui apa yang ada dalam hatimu 2: 284

[2.284] Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu

لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَإِن تُبْدُوا مَا فِي أَنفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُم بِهِ اللَّهُ فَيَغْفِرُ لِمَن يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (284)

@Para rasul Allah adalah setara atau sama dalm tugas kenabian (yakni wajib bagi kita mengimani kesemuanya tanpa membada-bedakan dalam hal keimanan, walaupun derajat mereka berbeda-beda di hadapan Allah) 2: 285

[2.285] Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali"

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ المَصِيرُ (285)


@Permohonan akan ampunan dan kasih sayang 2: 286

[2.286] Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo`a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir"

لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْراً كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلانَا فَانصُرْنَا عَلَى القَوْمِ الكَافِرِينَ (286)

وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْراً

Perjanjian yang kami tidak mampu melaksanakannya
Dan diriwayatkan dari Abu Huroiroh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Ketika turun kepada Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – ayat ini:

ِللهِ مَا فِي السَّموَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوْا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوْهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللهِ.......

Artinya: “Hanya milik Allah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan jika kalian menampakkan apa yang ada dalam diri kalian atau kalian sembunyikan maka pasti Allah akan menghisabnya......”

Abu Huroiroh berkata: “Maka isi ayat tersebut membuat berat para sahabat Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – lalu mereka pun mendatangi Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – dan mereka berlutut di atas lutut mereka (di hadapan Rasul), lalu mereka berkata: “Wahai Rasululloh, kami diberi perintah sesuatu yang kami mampu: sholat, puasa, jihad, sedekah, dan sekarang telah turun ayat itu sedangkan kami tidak mampu menanggungnya.” Lalu Rasululloh bersabda: “Apakah engkau hendak mengatakan apa yang dikatakan oleh orang-orang yang diberikan kepada mereka dua kitab (Taurat dan Injil) sebelum kalian: “Kami dengar dan kami taati.” Katakanlah: “Kami dengan dan kami taati, (kami memohon) ampunan-Mu wahai Tuhan-Mu, dan hanya kepada-Mu tempat kembali.” Maka mereka pun sama berkata: “Kami dengar dan kami taati.....dst” lalu ketika kaum itu membacanya maka lisan mereka menjadi pun menjadi tunduk. Lalu Allah menurunkan setelahnya: aamanar Rosuulu bimaa unzila ilayhi mirrobbihi wal mu’minuun....hingga firman-Nya: Al-Mashiir ketika mereka melakukan hal itu (yakni mengatakannya) Allah me-nasakh (membatalkan hukumnya) lalu Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung menurunkan: laa yukallifulloohu nafsan illaa wus’ahaa. Dan dalam riwayat ini setelah selesai setiap doa mereka (yang tersebut dalam ayat 286) Allah mejawabnya dengan firman-Nya: “Ya, Ya dan Ya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dalam bab Iman, juga oleh Ibnu Jariir, dan Ibnu Abi Chaatim.

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoi keduanya – ia berkata: “Ketika turun ayat ini:

....وَإِن تُبْدُوا مَا فِي أَنفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُم بِهِ اللَّهُ.....

Artinya: “....dan jika kalian menampakkan apa yang ada dalam diri kalian atau kalian sembunyikan maka pasti Allah akan menghisabnya......”

masuklah ke dalam hati para sahabat sesuatu yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya (yakni perasaan berat terhadap ayat tersebut). Lalu Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Katakanlah: “Kami dengar dan kami taati dan kami berserah diri.” Maka Allah pun memasukkan keimanan ke dalam hati mereka, lalu Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung menurunkan:

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ......

Artinya: “Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman......”

لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا........

Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya....”

رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا

Artinya: (Mereka berdo`a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.”

Lalu Allah berfirman: “Aku telah melakukannya.”

رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْراً كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَا

Artinya: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami.”

Lalu Allah berfirman: “Aku telah melakukannya.”

رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلانَا فَانصُرْنَا عَلَى القَوْمِ الكَافِرِينَ (286)

Artinya: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.”

Lalu Allah berfirman: “Aku telah melakukannya.”


Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dalam bab Iman, At-Turmudziy, An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Kubroo, Ibnu Jariir, Al-Chaakim, semuanya dalam bab tafsir.
Dan diriwayatkan dari Abu Huroiroh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Sesungguhnya Allah Yang Maha Luhur memaafkan untukku dari ummatku apa yang mereka bicarakan dalam diri (hati) mereka selama mereka belum mengucapkannya atau melakukannya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhooriy dalam bab pembebaan hamba sahaya, bab talak, bab sumpah dan nadzar, juga oleh Muslim dalam bab Iman, juga oleh Abu Daawuud, At-Turmudziy, An-Nasaa-iy dalam kitab Al-Kubroo, dan Ibnu Maajah, keempatnya meriwayatkan dalam bab talak.
Hadits –hadits dalam masalah ini menunjukkan bahwa firman Allah Yang Maha Luhur:

....وَإِن تُبْدُوا مَا فِي أَنفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُم بِهِ اللَّهُ.....

Artinya: “....dan jika kalian menampakkan apa yang ada dalam diri kalian atau kalian sembunyikan maka pasti Allah akan menghisabnya......”

Telah di nasakh oleh dua ayat yang mulia yang ada setelahnya atau dikhususkan. Sedangkan dalam hadits Abu Huroiroh yang terakhir terdapat penjelasan tentang karunia Allah Yang Maha Luhur atas ummat ini dengan tidak disiksanya mereka karena apa yang terlintas di hati mereka daripada was-was atau lintasan hati (yang berisi) seperti: kekafiran, pembunuhan, zina, talak dan sebagainya selama ia belum menjadi niatan, atau perkataan atau perbuatan. Ini termasuk rahmat Allah Yang Maha Lunur dan kelembutan-Nya terhadap para hamba-Nya.


Sedangkan dalam dua hadits Abu Huroiroh yang awal dan juga Ibnu ‘Abbaas terdapat isyarat yang agung bagi ummat Islam dengan diangkatanya kesulitan dan beban berat juga perintah yang tidak mampu kita lakukan, tambahana lagi jawanban dari Allah atas orang yang mmebaca dua ayat tersebut dengan firman-Nya: “Aku telah lakukan, Aku telah lakukan, Aku telah lakukan.” Atau (dalam riwayat lain): “Ya, Ya, dan Ya.” Alangkah seb uah kabar gembiran yang sangat baik, dan kebaikan serta karunia yang sangat besar (menakjubkan). Semoga Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung – dengan karunia dan kedermawanan-Nya – menjadikan kita termasuk orang-orang yang pantas menerimanya. Amiin.
Di Antara Keutamaan Penutup Surat Al-Baqoroh ini

Diriwayatkan dari Abdulloh – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Ketika Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – di-Isro’-kan beliau sampai kepada Sidratul Muntahaa, dan ia berada di langit ketujuh, di sanalah terhaneti segaa apa yang naik dari bumi, sehingga dipeganglah olehnya, dan kepadanyalah terhenti segala yang turun dari atasnya maka dipeganglah olehnya. Allah berfirman:

إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى (النجم: 16)

Artinya: “(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.” (Q.S An-Najm: 16)

Perawi (periwayat) berkata: “Kupu-kupu dari emas.”

Perawi berkata: “Maka Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – diberi tiga hal: beliau diberi sholat lima waktu, beliau di beri akhir dari surat Al-Baqoroh, dan Allah mengampuni dosa besar dari siapa saja yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun dari kalangan ummat beliau.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dalam bab Iman.

Dan diriwayatkan dari Abu Dzarr – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasululloh – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Aku diberi akhir surat Al-Baqoroh ini dari perbendaharaan di bawah ‘Arsy, yang mana ia tidak pernah diberikan kepada seorang Nabi pun sebelumku.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, dan Al-Chaakim dengan sanad yang sahih dan disahihkan oleh Al-Chaakim menurut syarat Al-Bukhooriy.

Dan diriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Aamir – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Rasulullohc– semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Bacalah dua ayat terakhir dari surat Al-Baqoroh sebab aku diberi dua ayat itu dari perbendaharaan di bawah ‘Arsy.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad hasan.

Dan diriwayatkan dari An-Nu’maan bin Basyiir – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – dari Nabi – semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah menulis tulisan (ketentuan) dua ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi, dan Allah turunkan dari tulisan itu, dua ayat terakhir yang ia pakai untuk menutup surah Al-Baqoroh, yang mana tidak ada seorang pun yang membacanya di sebuah rumah tiga hari kecuali setan tidak akan mendekati rumah itu.”

Hadits ini diriwayatkan oleh At-Turmudziy dalam bab tafsir, dan Al-Chaakim, dan ia mensahihkannya dengan syarat Muslim dan disetujui oleh Adz-Dzahabiy. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ad-Darimiy, Ibnu Chibbaan, dan Ahmad.

Adapun tentang perkataan ‘perbendaharaan di bawah ‘Arys’ dalam hadits di atas maka itu termasuk hal ghaib yang wajib kita imani dan cukuplah bahwa tidak ada satu pun keterangan yang menjelaskan kepada kita tentang bentuk dan sifat perbendaharaan (gudang / tempat penyimpanan) itu. Sedangkan kata-kata ‘di bawah ‘Arsy’ itu mencakup semua alam, sebab ‘Arsy terletak di atas tujuh lapis langit dan di atas surga, bahkan ‘Arsy merupakan atap surga firdaus, sebagaimana datang keterangannya dalam hadits sahih.

Adapun perkataan ‘sesungguhnya Allah telah menulis ketetapan (tulisan) dua ribu tahun sebelum Dia menciptakan tujuh lapis langit dan bumi’ secara lahir ini nampak bertentangan dengan riwayat dalam hadits sahih Muslim dan yang lainnya yaitu bahwasanya Allah telah menentukan taqdir lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan tujuh lapis langit dan bumi, dan dapat dikumpulkan antara dua riwayat itu yaitu bahwasanya waktu penulisan di Lauchul Machfuuzh (yang dijelaskan dalam dua hadits itu) berbeda, atau dua penulisan yang tersebut dalam masing-masing hadits tersebut adalam berbeda, atau bilangan dalam dua hadits tersebit hanya berfungsi untuk menunjukkan sangat banyaknya sesuatu bukan membatasi sesuatu dalam jumlah bilangan tertentu. Walloohu a’lam.

Bagaimana pun juga hadits-hadits tersebut di atas menunjukkan atas keutamaan penutup surat Al-Baqoroh ini dan bahwa ia memiliki kedudukan mulia di sisi Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung.



Termasuk kekhususannya adalah ia dapat mencukupkan (melindungi) pembacanya dari segala sesuatu, sebagaimana hal ini telah dijelaskan di awal surat, dan rumah yang dibacakan ayat ini selama tiga harti tidak akan didekati oleh setan. Dan itu semua tidak lain karena rahasia-rahasia ilahi yang mana kita tidak mengetahuinya.

Dengan ini, maka sempurnalah tafsir surat Al-Baqoroh dengan hadits sahih, dan selesainya adalah pada pagi hari kami tanggal 25 (dua puluh lima) shofar tahun 1419 (seribu empat ratus sembilan belas) hijriah. Dan segala puji bagi Allah Yang hanya dengan nikmat-Nya dapat sempurna segala hal yang baik. Dan semoga Allah selalu mencurahkan salawat, salam serta berkahnya, kepada junjungan kita Nabi Muhammad, dan atas keluarga beliau yang baik dan para sahabat beliau yang mulia, maka cukuplah bagi kami Allah dan Dia sebaik-baik pemelihara, dan tiada daya dan upaya melainkan dengan (pertolongan) Allah Yang Maha Luhur lagi Maha Agung.
Yüklə 2,05 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   ...   8   9   10   11   12   13   14   15   16




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin