Hegemoni faktor politik dan ekonomi dalam



Yüklə 0,56 Mb.
səhifə7/7
tarix11.09.2018
ölçüsü0,56 Mb.
#80287
1   2   3   4   5   6   7
80 Pelembagaan waktu pemilu ini adalah menata pemilu menjadi dua jenis pemilu, yaitu pemilu nasional dan pemilu lokal. Pemilu nasional untuk memilih DPR, DPD, dan Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan pada waktu yang bersamaan (dalam satu pemungutan suara ditujukan untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden dan Wakil Presiden). Pemilu secara bersamaan waktu ini dimaksudkan untuk memperkuat stabilitas politik, terutama relasi politik antara DPR dan Presiden, karena bangunan koalisi politik akan dibangun sejak dini, bukan koalisi sesaat setelah pemilu legislatif. Pada waktu berikutnya (2 atau 2,5 tahun berikutnya) diselenggarakan pemilu lokal untuk memilih anggota DPRD (provinsi dan kabupaten/kota) dan sekaligus memilih Gubernur dan Bupati/Walikota. Pelembagaan waktu penyelenggaraan pemilu yang demikian ini, selain untuk membangun stabilitas politik, dan untuk meredam masyarakat agar tidak terfragmentasi secara terus-menerus, juga dalam rangka efisiensi biaya pemilu.

Ketiga, karena partai politik sebagai aktor utama dalam pengisian jabatan politik-kenegaraan, maka sudah saatnya partai politik didorong untuk segera merevitalisasi diri dan mengoptimalkan perannya, terutama dalam pendidikan politik, rekrutmen politik dan artikulasi kepentingan politik rakyat. Salah satu agenda utama demokratisasi Indonesia adalah mendemokratiskan partai politik.

DAFTAR PUSTAKA


Hasyim Asy’ari, “Mempertahankan Pilkada Langsung”, Harian Kompas, 24 Maret 2011.

_____________, “Posisi Wakil Kepala Daerah”, makalah disampaikan pada Focus Group Discussion (FGD), “Evaluasi Format Pilkada”, diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Politik (P2P), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, Kamis, 4 April 2013.

Jimly Asshiddiqie, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid 1, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi).

Ramlan Surbakti, 2013, “Kepala Daerah Harus Lewat Pemilu”, Harian Kompas, 24 Juni 2013.

Ramlan Surbakti, Didik Supriyanto dan Hasyim Asy’ari, 2011, Menyederhanakan Waktu Penyelenggaraan Pemilu: Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah, Seri Demokrasi Elektoral Buku 2, (Jakarta: Partnership-Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan Indonesia).

Tim Penyusun Naskah KomprehensifProses dan Hasil Perubahan UUD 1945, 2010, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, 1999-2002, Buku IV Kekuasaan Pemerintahan Negara, Jilid 2, (Edisi Revisi), (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi).



Hasyim Asy’ari adalah Dosen Bagian Hukum Tata Negara (HTN), Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang. Menempuh pendidikan doktoral (Ph.D.) Sociology of Politics, University of Malaya, Kualalumpur, Malaysia, lulus 2012, menulis disertasi “Konsolidasi Menuju Demokrasi: Kajian tentang Perubahan Konstitusi dan Pemilu 2004 di Indonesia”. Magister Ilmu Politik (M.Si.) ditempuh pada Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, lulus 1998, menulis tesis “Demokratisasi Melalui Civil Society: Studi tentang YLBHI dan Pemberdayaan Civil Society di Indonesia 1971-1996”, dan pendidikan hukum (S.H.) ditempuh pada Fakultas Hukum, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jurusan Hukum Tata Negara dalam spesialisasi kajian Hukum dan Politik, lulus 1995, menulis skripsi “Pembreidelan Pers: Kajian tentang Politik Hukum Pembreidelan Majalah TEMPO Tahun 1994”. Dapat dihubungi melalui Email: hsym@indo.net.id


1 Penulis adalah Dosen tetap Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus

2 Meminjam istilah dari Jefkins, Frank. 1997. Periklanan. Jakarta : Erlangga

3 Laporan hasil survei el-Kasyf Kudus tentang Sikap Masyarakat Kudus dan Elektabilitas Para Calon Bupati- Wakil Bupati dalam Pemilukada Kudus Tahun 2013

4 Monika Wutun, “Analisis Berita Politik tentang Gubernur Nusa Tenggara Timur Di Media Massa Cetak (Studi Analisis Wacana Model Teun A.Van Dijk Pada Headline Pemberitaan Di Surat Kabar Harian Pos Kupang dan Harian Pagi Timor Express Dalam Perspektif Public Relations Politik Periode Agustus – September 2012)”, tesis, Universitas Padjajaran, 2013.

5 Ni Made Ras Amanda G., “Pola Penggunaan Media Massa sebagai Komunikasi Politik Calon Kepala Daerah (Studi Kasus:Pilkada 5 (Lima) Kabupaten/Kota Di Bali, 2010”, tesis, Universitas Udayana, 2013.

6 Benny Siga Butarbutar, “Dominasi Media Massa dalam Pemilihan Kepala Daerah: Kajian Ekonomi Politik Media terhadap Pilkada Depok,” tesis, Universitas Indonesia, 2006.

7 Zainuri, “Partisipasi Politik Perempuan (Perspektif Tradisi Islam Lokal Kudus)” tesis, Universitas Diponegoro, 2007.

8 Mohammad Sholihin, “Perilaku Pemilih Buruh Rokok dalam Pilkada Langsung di Kabupaten Kudus tahun 2008”, tesis, Universitas Diponegoro, 2009.

9 Survey el-Kasyf sebelum kampanye 2013

10 ibid

11 ibid

12 ibid

13 Peraturan KPU No.17 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaporan Dana Kampanye Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,

14 Penulis adalah Staf Pengajar pada Fakultas Teknik UNISSULA Semarang dan Ketua PSG UNISSULA

15 Mavivi Myakayaka Manzini, Pemberdayaan Perempuan di Afrika Selatan dalam YJP: Perempuan di Parlemen: Bukan sekedar Jumlah, YJP, Jakarta: 1999, hal. 165

16Jurnal perempuan Vol. 34, Maret 2004, YJP, Jakarta, hal. 8

17 UNDP, Partisipasi politik Perempuan dan Tata Pemerintahan yang Baik: Tantangan Abad 21, Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta, UNDP, 2003, hal. 54

18. Jurnal perempuan No. 34, Maret 2004, YJP, Jakarta, 2004, hal.9

19 Jurnal Perempuan untuk Pencerahan dan kesetaraan Vol. 46 Cetakan Pertama, Maret 2006, ibid, hal. 26

20 Ibid, hal.27

21 Ibid, hal.28

22 Ibid, hal. 30

23 Jurnal Perempuan untuk Pencerahan dan kesetaraan Vol. 34, Cetakan Pertama Maret 2004, hal. 113

24 Sutjipto, Ani., 2000., “Hak Politik Wanita dalam Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita” (T.O. Ihromi ed) Alumni Bandung, hal. 113

25 UNDP, Partisipasi politik Perempuan dan Tata Pemerintahan yang Baik: Tantangan Abad 21, Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta, UNDP, 2003

26 Penulis adalah peneliti di El-kasyf kudus

27 Kyai adalah elemen yang paling esensial dari suatu pesantren. Ia seringkali bahkan pendirinya. Pertumbuhan suatu pesantren semata mata bergantung pada kemampuan pribadi kyainya. Menurut asal usulnya kyai dalam bahasa jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang berbeda yaitu : pertama sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap kermat, kedua gelar untuk orang-orang tua pada umumnya, ketiga gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab islam klasik kepada para santrinya. Lihat Zamakhsyari Dhofir, Tradisi Pesantren : Studi tentang Pandangan Hidup kyai, LP3ES, tt, hal 55

28 Hamdan daulay, Dakwah ditengah Persoalan Budaya dan politik, LESFI,Yogyakarta 2001 hal 53

29 Antony Black, Pemikiran Politik Islam dari masa Nabi Hingga Masa Kini,PT Srambi Ilmu Semesta, Jakrta 2006, hal 330-331

30 Hal ini dibuktikan oleh adanya spanduk disuatu daerah pada salah satu kecamatan dikabupaten kudus yang memuat ungkapan “tidak ada uang tidak ada suara”

31 Lihat M.Ali Haidar, Nahdatul Ulama dan Islam di Indonesia; Pendekatan Fikih dalam Politik, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1994, hal 21.

32 Terdapat dalam al Qur’an 2;30, 10;14, 6;165, 7;69, 35;39, dan 27;62

33 Muhammad Abdul Qodir Abu Fariz, Sistem Politik Islam, Robbani Press, Jakarta 2000, hal 121

34 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Attahiriyah, Jakarta ; 1954, Hal 470

35 Departemen agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, CV Diponegoro Bandung 2000, hal 15

36 Maksudnya: tidak Berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya.

37 Maksudnya: Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik.

38 Nusyuz: Yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya.

39 Maksudnya: untuk memberi peljaran kepada isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya haruslah mula-mula diberi nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur mereka, bila tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan seterusnya.


40 Ibid, 126

41 Abdurrahman Tsanie, Mutiara Kehidupan Manusia, Ababil Pers Surabaya,2003, hal 38

42 Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Sistem Politik Islam,hal 127

43 Departemen Agama, hal 148

44H.Jalaludin, Teologi Pendidikan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta : 2002,cet 2, hal 127

45 Martin Van Bruinessen, Rakyat Kecil, Islam dan Politik, yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta 1998, hal 165

46 M.Ali Haidar, hal 97

47 Muhammadun, kiai Sahal,NU, dan Politik 2014, jawaps disi Sabtu 25 Januari 2014, hal 4

48 Etika dibagi dalam etika umum dan etika khusus. Etika umum adalah etika yang mempertanyakan tentang prinsip-prinsip dasar yang berlaku bagi segenap tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip prinsip tersebut dalam berbagai lingkup kehidupannya. Yang kemudian dibedakan antara etika individu, yang membahas tentang kewajiban manusia sebagai individu terhadap dirinya sendiri dan terhadap tuhannya, dengan etika social yang didalamnya tercakup juga etika politik yang menyangkut tentang kewajiban dan tanggungjawabnya terhadap orang lain, lingkungannya dan dipertanggungjawabkan kepada Tuhannya. lihat Franz Magnis Suseno, Etika Politik, Prinsip-prinsip Moral Dasar KeNegaraan Modern, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2005 hal 13

49 Yang dimaksud dengan Zabur di sini ialah seluruh kitab yang diturunkan Allah kepada nabi-nabi-Nya. sebahagian ahli tafsir mengartikan dengan kitab yang diturunkan kepada Nabi Daud a.s. dengan demikian Adz Dzikr artinya adalah kitab Taurat.

50 Ainna amalia F.N, Psantren dan Anas Urbaningrum, Jawa Pos, Rabu 22 Januari 2014, hal 4

51 Antony Black, Pemikiran Politik Islam dari masa Nabi Hingga Masa Kini, hal 479-480

52 Penulis adalah Dosen tetap STAIN Kudus

53Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, cet. ke-4,1994, hlm. 967.

54Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003, hlm. 8.

55Ghalia Indonesia, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984, hlm. 7.

56M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci, Paramadina, Jakarta, 2002, Cet. II, hlm: 349

57Ibid, hlm: 357

58Dalam Tafsir al-Misbah katakhalifah pada mulanya berarti yang menggantikan atauyang datang sesudah siapa yang datang sebelumnya. Ada juga yang memberikan makna yang “menggantikan Allah”, bukannya dia tidak mampu untuk menjadikan manusia menjadi Tuhan, akan tetapi ini merupakan ujian bagi manusia, dan memberinya penghormatan epada manusia. Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (pesan dan Kesan Keserasian al-Qur’an), Jakarta:Lentera Hati, volume.I, cet. Ke-2, 2004, hlm. 140.

59Dalam proses penciptaan manusia sebagai khalifah di Bumi (Adam), terjadi penolakan dari mahluk-mahluk yang lain, yakni Malaikat. Mereka merasa dia lebih hebat banding dengan manusia, pada dasarnya, mereka beranggapan dengan adanya manusia, maka akan terjadi malapetaka di muka bumi ini seperti pengalaman yang dulu. Malaikat beralasan bahwa mereka diciptakan dari Nur. Hal serupa ditandaskan oleh mahluk yang bernama Iblis, dia merasa lebih hebat dari manusia, dengan argumen dia di ciptakan dari api, sedangkan manusia diciptakan dari tanah. Iblis sangat kecewa dengan kehadiran manusia, karena mereka tidak dianggap sebagai wakil-Nya untuk menjaga Bumi. Untuk itu, Iblis bersumpah kapada Allah, akan mengganggu manusia sepanjang zaman. Lihat Achmad Chodjim, Membangun Surga, Jakarta: PT Serambi Ilmu

Semesta, cet, ke-1, 2004, hlm. 174.



60M. Quraish Shihab, op. cit., hlm. 140.

61M. Hasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani, 1999, hlm. 104.


62Wahbah Zuhaili, Tafsir Munir Fli aqidah Wa syariah Wal Minha, Beirut: Darul Al- Fikri Al- Ma’sir, jus 23, t.th, hlm. 187.

63Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat Press, Jakarta, 2002, hlm: 197-199

64M. Dawam Raharjo, Op.Cit., hlm. 466

65Ibid

66 Ibid

67Atabik Ali & Ahmad Zuhdi Mudlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Yayasan Ali Maksum, Yogyakarta, tt, hlm: 215

68Said Agil Husin Al-Munawar, Op.Cit., hlm. 200

69M. Dawam Raharjo, Op.Cit., hlm. 369

[


70Ibid.,hlm. 441-442

71Ibid.,hlm. 619

[


72Hasbi Ashshiddiqi et.al., Al-Qur’an Dan Terjemahnya,, Departemen Agama RI, Jakarta, tt, hlm: 93

73 Penulis adalah Dosen tetap STAIN Kudus

74 Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Sudarto, Kampus Undip Tembalang, Semarang Email: hsym@indo.net.id


75Gagasan ini semula bersumber pada: Hasyim Asy’ari, “Mempertahankan Pilkada Langsung”, artikel yang pernah diterbitkan Harian Kompas, 24 Maret 2011. Edisi revisi artikel tersebut disampaikan pada Seminar “Pilkada Langsung: Problematika dan Solusi”, diselenggarakan oleh Program Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UKSW Salatiga Kerja Sama dengan Ditjen Kesbangpol Kemendagri, Selasa, 14 Juni 2011.

76Tentang penafsiran dalam hukum tata Negara, baca: Jimly Asshiddiqie, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid 1, terutama “Bab V Penafsiran Dalam Hukum Tata Negara”, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi), hlm. 273-313.

77Perdebatan seputar mekanisme pemilihan kepala daerah dalam perumusan naskah Perubahan UUD 1945, baca: Tim Penyusun Naskah KomprehensifProses dan Hasil Perubahan UUD 1945, 2010, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, 1999-2002, Buku IV Kekuasaan Pemerintahan Negara, Jilid 2, (Edisi Revisi), (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi), terutama “Bab V Pembahasan Perubahan UUD 1945 Mengenai Pemerintahan Daerah”, hlm. 1107-1431 passim.

78Ramlan Surbakti, 2013, “Kepala Daerah Harus Lewat Pemilu”, Harian Kompas, 24 Juni 2013.

79Gagasan ini bersumber pada: Hasyim, Asy’ari, “Posisi Wakil Kepala Daerah”, makalah disampaikan pada Focus Group Discussion (FGD), “Evaluasi Format Pilkada”, diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Politik (P2P), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, Kamis, 4 April 2013.

80Penjelasan lengkap seputar gagasan “pemilu serentak”, dapat dibaca: Ramlan Surbakti, Didik Supriyanto dan Hasyim Asy’ari, 2011, Menyederhanakan Waktu Penyelenggaraan Pemilu: Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah, Seri Demokrasi Elektoral Buku 2, (Jakarta: Partnerships-Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan Indonesia). Buku Serial Demokrasi Elektoral dapat diunduh di http://www.kemitraan.or.id.




Yüklə 0,56 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin