Kisah Nyata : Inilah Alasanku Berhenti Menjadi Wanita Karir Akhwatmuslimah com


Fitnah Ketampanan Pria bagi Wanita



Yüklə 310,53 Kb.
səhifə2/11
tarix12.09.2018
ölçüsü310,53 Kb.
#81381
1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11

Fitnah Ketampanan Pria bagi Wanita

“Suatu malam,” tutur Ibnu Sirin sebagaimana dinukil Ibnul Qayyim dalam Raudhatul Muhibbin, “Umar bin Khathab meronda. Lalu terdengar seorang wanita yang bersenandung rindu.”

adakah caraku untuk minum khamr

ataukah jalan yang kan menghantar

diriku kepada putera Hajjaj, si Nashr?

Mendengar itu, Umar berkata pada dirinya sendiri, “Tidak akan terjadi selagi Umar masih hidup.” Maka, pada pagi harinya Umar mengirim seorang utusan untuk memanggil seseorang yang bernama Nashr bin Hajjaj. Nashr adalah lelaki yang sangat tampan, bahkan mungkin paling tampan di kota Madinah kala itu. Selain itu, ia juga shalih dan bersifat kalem. Ketampanannya menjadi fitnah bagi gadisgadis Madinah, kata Umar. Lantas, Umar pun menggunduli Nashr dengan maksud untuk menghilangkan atau mengurangi ketampanannya. Namun, ternyata Nashr makin tampak tampah, gagah, dan jantan.

“Pergilah dan jangan menetap di Madinah,” kata Umar. Ia pun mengirim si lelaki tampan itu ke Basrah di Irak.

Di Basrah, Nashr menginap di rumah Mujasyi’ bin Mas’ud. Rumah itu adalah rumah yang bahagia. Isteri Mujasyi’ merupakan wanita yang cantik. Celakanya, Nashr jatuh hati pada isteri Mujasyi’ yang cantik itu, dan lebih anehnya cinta Nashr pun berbalas dari isteri Mujasyi’. Jika Nashr dan Mujasyi’ berbincang bincang, maka sang isteri pun turut bersama keduanya.

Suatu hari, mereka berbincang bertiga. Nashr menulis di atas tanah sebuah pernyataan. Kemudian isteri Mujasyi’ pun menulis jawaban yang sama. Mujasyi’ yang setengah buta huruf pun merasa curiga dengan tulisan sang isteri, “Begitu pula saya.”

Mujasyi’ tidak tertarik untuk turut menulis karena ia setengah buta huruf. Diundangnya seorang penulis dan menyuruhnya membaca tulisan di tanah itu. “Sesungguhnya,” kata si penulis itu membacakan tulisan Nashr, “Aku masih mencintaimu, yang andaikan cinta ini ada di atasmu, maka dia akan memayungimu. Dan jika cinta ini ada di bawahmu, maka ia akan menyanggamu.” Sebuah syair sajak yang romantis.

Nashr mengetahui apa yang dilakukan Mujasyi’. Maka ia pun merasa sangat malu. Dia meninggalkan rumah Mujasyi’ dan tinggal sendirian. Lama-lama badannya lemah dan kurus seperti anak burung kelaparan. Mujasyi’ dan isterinya mengetahui hal ini. Maka, atas dasar rasa kasihan Mujasyi’ menyuruh isterinya datang mengobati Nashr.

“Pergilah,” kata Mujasyi pada isterinya, “Sandarkan Nashr padamu dan berilah dia makanan dengan tanganmu sendiri.” Sang isteri menolak melakukan itu. Namun, Mujasyi’ tetap meminta isterinya melakukan hal itu. Betapa gembira Nashr melihat kedatangan perempuan yang dicintainya. Maka, segeralah sesudah diobati ia beranjak sembuh. Dengan kepedihan karena tak bisa menyemikan rasa cintanya Nashr bin Hajjaj pergi meninggalkan Basrah. Kota dimana ia mencintai seseorang yang tidak berada dalam satu ruang pernikahan yang sama.”

Kisah ini juga ditulis Ibnu Taimiyah dalam Siyasah Syar’iyah-nya.

Di dalam Al Quran, surat Yusuf, disebutkan kisah Nabi Yusuf ‘Alaihis Salam yang terkenal paling tampan:

“Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini.” Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.” (QS Yusuf 23)

Dan wanita-wanita di kota berkata: “Istri Al Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata.” Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf): “Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada mereka.” Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa) nya dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata: “Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia.” (QS Yusuf 30-31). [ ]



Aku Mencintaimu Suamiku (Sebuah Kisah Mengharukan)

Selama tiga tahun, Fatimah memperdalam ilmu agama dan belajar mengaji pada seorang ulama besar.


Setelah ia keluar dari pondok pesantren, Fatimah tumbuh sebagai gadis cantik yang sholihah.

Ia pun kembali memasuki kehidupan diluar. Orang-orang memandangnya tak ubahnya seperti bunga MAWAR putih yang tumbuh diantara rumput ilalang.

Semua lelaki memujanya, percampuran darah indonesia dan Tionghoa yang ada di dalam tubuhnya, membuat ia seperti sebuah lukisan klasik yang nyata dan hidup. Ia seperti bidadari.

Ulama ulama dari seberang pulau, seringkali datang melamar Fatimah. Bahkan tak jarang sahabat ayahnya mencoba melamar Fatimah untuk anaknya.

Tetapi ayah Fatimah yang memiliki hati yang teduh itu, menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada anaknya. Tetapi Fatimah sebagai anak yang sholihah, Fatimah justru menyerahkan hal itu pada ayahnya, menurutnya ayahnya tahu yang terbaik baginya.

Fatimah sangat mengagumi ayahnya karena dia adalah lelaki pertama yang dikenal dalam hidupnya. Seorang lelaki yang bertanggung jawab, selalu tersenyum meski dalam keadaan marah sekali pun, ia adalah lelaki yang selalu mengutamakan ibadah kepada Allah. Bahkan Fatimah seringkali berucap” Jika Allah mendatangkan seseorang yang menemani hidup ku, biarlah ia seperti ayahku…”

Tanpa sepengetahuan Fatimah, ternyata sang ayah diam-diam telah menjodohkannya dengan anak seorang ulama terkenal yang merupakan sahabat baiknya.

Fatimah tak percaya saat ayahnya menyampaikan maksud perjodohan itu, karena ia tahu betul bagaimana akhlaknya pemuda itu, sang pemuda terkenal gemar sekali melakukan kemaksiatan, seperti : JUDI, MABUK-MABUKAN, begadang, bahkan sholatpun tak pernah ia lakukan … bahkan dikampungnya sang pemuda mendapat julukan THE GOD OF GAMBLER … naudzubillah.

Hari-hari ia lalui dengan bersujud pada ALLAH, ia memohon petunjuk pada Allah agar diberikan yang terbaik, ia yakin bahwa ALLAH akan membantunya, karena ia tak berani menolak tawaran dari ayahnya, meskipun pada saat itu seringkali di hantui mimpi-mimpi buruk, dan itu yang membuatnya resah dan gelisah yang mebuat ia semakin bingung, karena ia punya prinsip “Tujuan hidup ku adalah membahagiakan ayahku apapun keputusannya bagaimana aku menolaknya???”

Akhirnya, ia memutuskan untuk menerimanya, dan hari yang dikhawatirkannya itu tiba juga. Dan ia sempat pingsan saat hari pernikahan itu, ia tidak percaya bahwa akad itu telah terjadi.

Namun keresahan itu juga terjadi pada Ikhsan (nama sang pemuda tersebut) saat akad nikah, dadanya bergetar hebat. Ia tak kuasa memandang pesona yang dimilki Fatimah “ Benarkah aku layak menjadi suaminya?? Fatimah terlalu baik untuk ku !! Sedangkan aku ?? tak ada satupun yg bisa aku banggakan dariku !! aku peminum !! aku penjudi !! apakah ini NYATA ????

Ditengah malam, tanpa sepengetahuan Fatimah dia melakukan sesuatu yang tak pernah ia lakukan, yaitu SHOLAT !! dalam sholatnya ia bersujud panjang dan bersyukur tak habisnya atas karunia yg telah diberikan Allah meski maksiat kerap kali dilakukannya, dalam sujud panjangnya dia selalu berdoa “Ya Allah, kasihanilah aku, ampunilah aku, bantulah aku… Ya Allah apakah betul Zamrud biru nan indah itu (fatimah) untukku??”

Waktu berlalu dengan DO’A dan KESUNGGUHANnya, sehingga hari- hari berganti dengan sebuah perubahan yang dahsyat, kini Ikhsan telah berubah ia telah meninggalkan kebiasaan buruknya itu. Gadis nan indah itu telah merubah pandangannya tentang hidup hingga ia mampu meninggalkannya.

Hingga pada suatu malam Fatimah menyaksikan peristiwa yang menggetarkan jiwanya .. . Saat itu Fatimah bangun malam hendak melaksanakan sholat Tahajjud, namun saat ia memakai mukena ia mendengar suara orang yang mengendap-endap di ruangan tamu, saat ia intip dari kamarnya ternyata sang suaminya hendak meninggalkan rumah, Fatimah tak berani mencegahnya ia hanya mampu mengintip, namun pikirannya mulai berpikir yang tak baik tentang suaminya, ia khawatir suaminya kembali ke kebiasaannya yang buruk dulu hingga ia berani keluar malam lagi.

Ketika suaminya sudah mulai menjauh akhirnya ia mengikutinya dari belakang, ternyata sang suami masuk ke sebuah masjid.

“Ya Allah aku bersyukur pada MU telah engkau karuniakan seorang perempuan yang cantik, baik dan shalihah … setiap hari ia berbakti kepada ku, menyiapkan segalanya untuku, mencucikan bajuku, memasak untuku, menimba air untukku, membacakan kalam Mu untuk menyadarkanku dari khilafku pada MU …


Tetapi hamba belum menyentuhnya, ya ALLAH, hamba tak pantas melakukan itu semua. Dan aku tau itu membuatnya terluka …
Hidupku terlalu pekat oleh dosa-dosa padaMU dimasa lalu. Tetapi engkau memberikan hadiah yang sangat besar untuk hidup ku … Kehadiran Fatimah disampingku adalah karunia terbesar dari MU untukku …
.. Maka dari itu ya ALLAH, agar Fatimah tetap bersemi INDAH, bercahaya setiap waktu, damai dalam munajatnya kepadaMU setiap waktu .. Aku mohon ya Allah, siapkan seorang suami yang setara dengannya. Dan Engkau pasti tak mau melukai hambaMU Fatimah dengan membuatnya tersiksa bersuamikan hamba … Kabulkanlah ya ALLAH..”

Mendengar itu, Fatimah bergetar hebat ia menangis dan bersujud di depan pintu masjid. ‘Akulah yang berdosa, akulah yang berdosa, aku telah menyimpan pikiran buruk bagi hambaMU yang mulia, yang telah KAU tunjuk menjadi suamiku .. Ampunilah hamba ya Allah .., Bisikan kedalam hati lelaki itu, bahwa aku mohon maaf, dan betapa aku mengagumi dan mencintainya. Ya Allah izinkanlah ia menjadi suami ku selama-lamanya ..

Isak tangis yang ditahannya sejak tadi kini meledaknya. Memecah keheningan, sambil menangis ia merangkak menghampiri suaminya.

Ikhsan terperangah “apakah Fatimah mendengar doaku??” pikirnya, dan kini ia semakin tak dapat menggerakkan seluruh sendinya, karena Fatimah telah berada dihadapannya, dan memeluk erat tubuhnya. Ia tak percaya, sungguh tak percaya!!

Tangannya bergetar, saat pertama kalinya membelai kepala istrinya, hati dan matanya-pun kini semakin basah.

“Kakak, jangan tinggalkan Fatimah !! mengapa kakak berniat seperti itu?? Aku adalah istrimu kak, selamanya tetap menjadi istrimu !! jangan berpikir seperti itu, tersendat suaranya menahan isakan tangis.


“kumohon jadilah suami !! Kumohon maafkanlah aku selama ini, telah berfikir buruk padamu. Aku mencintaimu kak”

Perlahan-lahan Ikhsan memeluk dengan lembut istrinya dengan segenap cinta, dan dengan lirih ia berucap, ”Ya Allah, Engkau datangkan lagi karunia yang BESAR untuk hambaMu ini,..alhamdulillah”



(di kutip dari buku “Bunda, aku kembali” karya “Lalu Mohammad Zaenuddin” hal 59,)

Kisah Jilbab Hati

Ada seorang wanita yang dikenal taat beribadah. Ia kadang menjalankan ibadah sunnah. Hanya satu kekurangannya. Ia tak mau berjilbab. Menutup auratnya. Setiap kali ditanya ia hanya tersenyum dan menjawab, “Insyaallah. Yang penting hati dulu yang berjilbab.” Sudah banyak orang yang menanyakannya maupun menasehatinya. Tapi jawabannya tetap sama.


Hingga di suatu malam…

Ia bermimpi sedang di sebuah taman yang sangat indah. Rumputnya sangat hijau, berbagai macam bunga bermekaran. Ia bahkan bisa merasakan segarnya udara dan wanginya bunga. Sebuah sungai yang sangat jernih hingga dasarnya kelihatan, melintas di pinngir taman. Semilir angin pun ia rasakan di sela-sela jarinya. Ia tidak sendiri. Ada beberapa wanita disitu yang terlihat jjuga menikmati keindahan taman. Ia pun menghampiri salah satu wanita. Wajahnya sangat bersih, seakan-akan memancarkan cahaya yang sangat lembut.


“Assalamualaikum, saudariku..”
“Wa alaikumsalam.. Selamat datang, saudariku.”
“Terima kasih. Apakah ini surga?”

Wanita itu tersenyum.


“Tentu saja bukan, saudariku. ini hanyalah tempat menunggu sebelum ke surga.”
“Benarkah? Tak bisa kubayangkan seperti apa indahnya surga jika tempat menunggunya saja sudah seindah ini.”

Wanita itu tersenyum lagi.


“Amalan apa yang bisa membuatmu kemari, saudariku?”
“Aku selalu menjaga waktu sholat dan aku menambahnya dengan ibadah sunnah.”
“Alhamdulillah..”
Tiba-tiba jauh di ujung taman ia melihat sebuah pintu yang sangat indah. Pintu itu terbuka. Dan ia melihat beberapa wanita yang berada di taman mulai memasukinya satu persatu.
“Ayo, kita ikuti mereka.” kata wanita itu sambil setengah berlari.
“Apa di balik pintu itu?” katanya sambil mengikuti wanita itu.
“Tentu saja surga, saudariku” larinya semakin cepat.
“Tunggu…tunggu aku..” ia berlari namun tetap tertinggal.
Wanita itu hanya setengah berlari sambil tersenyum padanya. Ia tetap tak mampu mengejarnya meski ia sudah berlari. Ia lalu berteriak, ” Amalan apa yang telah kau lakukan hingga kau begitu ringan?”
“Sama denganmu, saudariku.” jawab wanita itu sambil tersenyum.
Wanita itu telah mencapai pintu. Sebelah kakinya telah melewati pintu. Sebelum wanita itu melewati pintu sepenuhnya, ia berteriak pada wanita itu, “Amalan apalagi yang kau lakukan yang tidak kulakukan?”
Wanita itu menatapnya dan tersenyum. Lalu berkata, “Apakah kau tak memperhatikan dirimu apa yang membedakan dengan diriku?”
Ia sudah kehabisan napas, tak mampu lagi menjawab.
“Apakah kau mengira Rabbmu akan mengijinkanmu masuk ke surgaNya tanpa jilbab menutup auratmu?”
Tubuh wanita itu telah melewati pintu, tapi tiba-tiba kepalanya mengintip keluar, memandangnya dan berkata, “Sungguh sangat disayangkan amalanmu tak mampu membuatmu mengikutiku memasuki surga ini. Maka kau tak akan pernah mendapatkan surga ini untuk dirimu. Cukuplah surga hanya sampai di hatimu karena niatmu adalah menghijabi hati.”

Ia tertegun..lalu terbangun..beristighfar lalu mengambil air wudhu. Ia tunaikan sholat malam. Menangis dan menyesali perkataannya dulu..berjanji pada Allah sejak saat itu ia akan menutup auratnya.



Tiga Bulan Tidak Mampu Memandang Wajah Suami

Akhwatmuslimah.com – Pernikahan itu telah berjalan empat (4) tahun, namun pasangan suami istri itu belum dikaruniai seorang anak. Dan mulailah kanan kiri berbisik-bisik: “kok belum punya anak juga ya, masalahnya di siapa ya? Suaminya atau istrinya ya?”. Dari berbisik-bisik, akhirnya menjadi berisik.

Tanpa sepengetahuan siapa pun, suami istri itu pergi ke salah seorang dokter untuk konsultasi, dan melakukan pemeriksaaan. Hasil lab mengatakan bahwa sang istri adalah seorang wanita yang mandul, sementara sang suami tidak ada masalah apa pun dan tidak ada harapan bagi sang istri untuk sembuh dalam arti tidak peluang baginya untuk hamil dan mempunyai anak.

Melihat hasil seperti itu, sang suami mengucapkan: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, lalu menyambungnya dengan ucapan: Alhamdulillah.

Sang suami seorang diri memasuki ruang dokter dengan membawa hasil lab dan sama sekali tidak memberitahu istrinya dan membiarkan sang istri menunggu di ruang tunggu perempuan yang terpisah dari kaum laki-laki.

Sang suami berkata kepada sang dokter: “Saya akan panggil istri saya untuk masuk ruangan, akan tetapi, tolong, nanti anda jelaskan kepada istri saya bahwa masalahnya ada di saya, sementara dia tidak ada masalah apa-apa.

Kontan saja sang dokter menolak dan terheran-heran. Akan tetapi sang suami terus memaksa sang dokter, akhirnya sang dokter setuju untuk mengatakan kepada sang istri bahwa masalah tidak datangnya keturunan ada pada sang suami dan bukan ada pada sang istri.

Sang suami memanggil sang istri yang telah lama menunggunya, dan tampak pada wajahnya kesedihan dan kemuraman. Lalu bersama sang istri ia memasuki ruang dokter. Maka sang dokter membuka amplop hasil lab, lalu membaca dan mentelaahnya, dan kemudian ia berkata: “… Oooh, kamu –wahai fulan- yang mandul, sementara istrimu tidak ada masalah, dan tidak ada harapan bagimu untuk sembuh.

Mendengar pengumuman sang dokter, sang suami berkata: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, dan terlihat pada raut wajahnya wajah seseorang yang menyerah kepada qadha dan qadar Allah SWT.

Lalu pasangan suami istri itu pulang ke rumahnya, dan secara perlahan namun pasti, tersebarlah berita tentang rahasia tersebut ke para tetangga, kerabat dan sanak saudara.

Lima (5) tahun berlalu dari peristiwa tersebut dan sepasang suami istri bersabar, sampai akhirnya datanglah detik-detik yang sangat menegangkan, di mana sang istri berkata kepada suaminya: “Wahai fulan, saya telah bersabar selama

Sembilan (9) tahun, saya tahan-tahan untuk bersabar dan tidak meminta cerai darimu, dan selama ini semua orang berkata:” betapa baik dan shalihah-nya sang istri itu yang terus setia mendampingi suaminya selama Sembilan tahun, padahal dia tahu kalau dari suaminya, ia tidak akan memperoleh keturunan”. Namun, sekarang rasanya saya sudah tidak bisa bersabar lagi, saya ingin agar engkau segera menceraikan saya, agar saya bisa menikah dengan lelaki lain dan mempunyai keturunan darinya, sehingga saya bisa melihat anak-anakku, menimangnya dan mengasuhnya.

Mendengar emosi sang istri yang memuncak, sang suami berkata: “istriku, ini cobaan dari Allah SWT, kita mesti bersabar, kita mesti …, mesti … dan mesti …”. Singkatnya, bagi sang istri, suaminya malah berceramah di hadapannya.

Akhirnya sang istri berkata: “OK, saya akan tahan kesabaranku satu tahun lagi, ingat, hanya satu tahun, tidak lebih”. Sang suami setuju, dan dalam dirinya, dipenuhi harapan besar, semoga Allah SWT memberi jalan keluar yang terbaik bagi keduanya.

Beberapa hari kemudian, tiba-tiba sang istri jatuh sakit, dan hasil lab mengatakan bahwa sang istri mengalami gagal ginjal. Mendengar keterangan tersebut, jatuhnya psikologis sang istri, dan mulailah memuncak emosinya. Ia berkata kepada suaminya: “Semua ini gara-gara kamu, selama ini aku menahan kesabaranku, dan jadilah sekarang aku seperti ini, kenapa selama ini kamu tidak segera menceraikan saya, saya kan ingin punya anak, saya ingin memomong dan menimang bayi, saya kan … saya kan …”. Sang istri pun bad rest di rumah sakit.

Di saat yang genting itu, tiba-tiba suaminya berkata: “Maaf, saya ada tugas keluar negeri, dan saya berharap semoga engkau baik-baik saja”. “Haah, pergi?”. Kata sang istri. “Ya, saya akan pergi karena tugas dan sekalian mencari donatur ginjal, semoga dapat”. Kata sang suami.

Sehari sebelum operasi, datanglah sang donatur ke tempat pembaringan sang istri. Maka disepakatilah bahwa besok akan dilakukan operasi pemasangan ginjal dari sang donatur.

Saat itu sang istri teringat suaminya yang pergi, ia berkata dalam dirinya: “Suami apa an dia itu, istrinya operasi, eh dia malah pergi meninggalkan diriku terkapar dalam ruang bedah operasi”.

Operasi berhasil dengan sangat baik. Setelah satu pekan, suaminya datang, dan tampaklah pada wajahnya tanda-tanda orang yang kelelahan.

Ketahuilah bahwa sang donatur itu tidak ada lain orang melainkan sang suami itu sendiri. Ya, suaminya telah menghibahkan satu ginjalnya untuk istrinya, tanpa sepengetahuan sang istri, tetangga dan siapa pun selain dokter yang dipesannya agar menutup rapat rahasia tersebut.

Dan subhanallah …

Setelah Sembilan (9) bulan dari operasi itu, sang istri melahirkan anak. Maka bergembiralah suami istri tersebut, keluarga besar dan para tetangga.

Suasana rumah tangga kembali normal, dan sang suami telah menyelesaikan studi S2 dan S3-nya di sebuah fakultas syari’ah dan telah bekerja sebagai seorang panitera di sebuah pengadilan di Jeddah. Ia pun telah menyelesaikan hafalan Al-Qur’an dan mendapatkan sanad dengan riwayat Hafs, dari ‘Ashim.

Pada suatu hari, sang suami ada tugas dinas jauh, dan ia lupa menyimpan buku hariannya dari atas meja, buku harian yang selama ini ia sembunyikan. Dan tanpa sengaja, sang istri mendapatkan buku harian tersebut, membuka-bukanya dan membacanya.

Hampir saja ia terjatuh pingsan saat menemukan rahasia tentang diri dan rumah tangganya. Ia menangis meraung-raung. Setelah agak reda, ia menelpon suaminya, dan menangis sejadi-jadinya, ia berkali-kali mengulang permohonan maaf dari suaminya. Sang suami hanya dapat membalas suara telpon istrinya dengan menangis pula.

Dan setelah peristiwa tersebut, selama tiga bulanan, sang istri tidak berani menatap wajah suaminya. Jika ada keperluan, ia berbicara dengan menundukkan mukanya, tidak ada kekuatan untuk memandangnya sama sekali.

(Diterjemahkan dari kisah yang dituturkan oleh teman tokoh cerita ini, yang kemudian ia tulis dalam email dan disebarkan kepada kawan-kawannya)

[sumber: www.seorangayah.wordpress.com]

Tubuhku Adalah Milikku

Ada sebagian wanita yang berpendirian, karena tubuhnya adalah miliknya maka ia bebas memperlakukan tubuhnya itu, bebas menampilkan tubuhnya melalui dandanan yang sesuai dengan keinginannya di depan publik.

Kisah nyata berikut ini terjadi di sebuah apotek di bilangan Jakarta Barat. Seorang wanita muda masuk ke dalam apotek dan langsung menuju petugas penerima resep. Ia berpenampilan seksi, dengan rok pendek dan kaus ketat membalut sebagian tubuhnya sehingga masih nampak bagian perut (pusar).

Setelah menyerahkan resep dokter, ia mengambil tempat duduk persis di sebelah laki-laki muda yang sejak awal mengikuti kedatangan wanita muda ini dengan tatapan matanya.

Dengan suara perlahan namun dapat didengar orang di sekitarnya, lelaki muda itu membuka percakapan, “mbak tarifnya berapa?”

Si perempuan muda nampak terkejut. Ia menatap dengan marah kepada lelaki tadi. Kemudian dengan nada ketus menjawab, “saya bukan pelacur, bukan wanita murahan…”!!

 Si lelaki muda tak kurang marahnya. “Siapa yang bilang mbak pelacur atau wanita murahan. Saya cuma menanyakan tarif, karena cara mbak berdandan seperti sedang menjajakan sesuatu.”

Terjadi ‘perang mulut’ yang membuat pengunjung apotek ikut menyaksikan. Dengan nada tinggi si wanita muda berkata ketus, “tubuh saya milik saya, saya bebas mau ngapain aja dengan tubuh ini, dasar pikiranmu saja yang kotor…”

Si lelaki muda tak mau kalah. “Saya bebas menggunakan mata saya. Saya juga bebas menggunakan mulut saya termasuk untuk menanyakan berapa tarif kamu. Saya juga bebas menggunakan pikiran saya…”

Si wanita muda tak kehabisan argumen. “Saya bisa melaporkan kamu ke polisi dengan tuduhan telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan.”

“Silakan,” kata si lelaki. “Saya juga bisa menuntut kamu dengan tuduhan melakukan perbuatan tidak menyenangkan, antara lain karena kamu telah mengganggu ketenangan ‘adik’ saya. Kamu ke apotek mau menebus obat atau mau membangunkan ‘adik’ saya?”

Mungkin karena malu, si wanita muda itu sekonyong-konyong meninggalkan apotek, padahal urusannya sama sekali belum selesai. Sedangkan si lelaki, setelah selesai dengan urusannya ia pergi ngeloyor dengan wajah bersungut-sungut.



Yang Khianat dan Yang Setia

Seorang pemuda Mesir yang telah mengembara sejak tahun 1948, telah berhasil mempersunting seorang gadis di negeri Swedia. Ini terjadi pada tahun 1974 sesudah sekian lama dia bekerja kesana kemari. Berbagai negeri telah dikunjunginya dan beragam kerja kasar telah dikerjakannya karena hanya bermodal tenaga. Dengan mempersunting gadis Swedia itu dia berhasil mendapatkan status kewarganegaraan Swedia. Dia bekerja di sebuah perusahaan listrik sebagai tukang las.  Nama pemuda itu ialah Ibrahim Sourio. Dua tahun bersuami isteri keduanya mendapatkan seorang puteri, diberi nama Ana Cameliya.

Pada suatu hari Ibrahim Sourio pergi ke pekerjannya seperti biasa. Tapi pada hari itu, dia terpaksa pulang ke rumahnya dua jam lebih cepat dari biasanya karena badannya kurang sehat. Setibanya di rumah, begitu membuka kamar, alangkah terperanjatnya ! Isterinya sedang dalam pelukan seorang lelaki tetangganya dan bergumul di atas tempat tidur tanpa pakaian sehelaipun. Diambilnya pisau, keduanya mau ditikam. Tapi tak sampai hati karena teringat anak puterinya yang masih kecil. Diapun segera mengangkat telepon untuk memanggil polisi. Isterinya dan laki-laki itu diancam agar tidak bergerak dari tempat tidur. Ketika polisi datang, dipaparkanlah duduk perkaranya. Saksi nyata peristiwa itu masih dalam adegannya… Tapi apa jawab polisi?  “Kalau anda tidak senang dengan keadaan dan perilaku isteri anda lebih baik anda ceraikan saja agar tidak menganggu kesenangannya”, kata sang polisi.

Begitulah kiranya adat istiadat di belahan bumi sana. Antara suami isteri tidak boleh ganggu-menganggu. Masing-masing bebas mencari pasangan untuk kencan, meskipun masih terikat dalam perkawinan.

Suami pergi bekerja membanting tulang mencari nafkah, sedang isteri berbuat semaunya dan kesenangannya tidak boleh diganggu. Tak terbicara masalah kesetiaan, amanah pemeliharaan harta dan rumah tangga, malah sesuatu yang paling mullia pada diri dia cemarkan, yaitu kehormatan.

***


Sudah tiga tahun “S” hidup berumah tangga dengan pemuda M, sudah mendapat putera dua orang. Mereka tinggal di sebuah rumah sederhana di suatu desa di pedalaman Kalimantan. Ekonomi rakyat di daerah itu agak sulit dan mata pencaharian serba tidak cocok sehingga banyak yang merantau ke daerah lain.

Pada suatu hari suami (M) berkata kepada isterinya : “Dinda, izinkanlah kakak merantau ke Jambi mencari pekerjaan yang dapat memperbaiki nasib kita dan anak-anak kita ini. Bila keadaan mengizinkan kakak akan menjemputmu nanti… “

Dengan pasrah dan penuh doa, S melepas suaminya berangkat ke Jambi. Meskipun berat rasanya, namun demi perbaikan nasib hidup, dengan rela S melepaskan suaminya.

Seminggu, sebulan dan setahun, masih ada surat-surat yang memberitakan bahwa pekerjaan yang tetap belum ada, masih menanyakan bagaimana keadaan dua orang anak yang ditinggalkan. Tapi setelah terbilang hampir sembilan tahun surat-surat tak pernah datang. Berita terakhir yang diterima dari sumber yang bisa dipercaya, dari orang-orang yang pulang merantau dari daerah otu, suami (M) telah beristeri muda, sudah kaya berkecukupan dan malah sudah punya anak pula!

Yang menjadi perhatian kita ialah kesabaran si isteri (S) menunggu suaminya itu. Untuk kehidupan sehari-hari S menjual pisang goreng. Kedua anaknya sudah masuk ke sekolah dasar. Sekali-sekali S pergi ke surau. Di sana dia mendengarkan pengajian agama. Setelah terdengar kepastian bahwa suaminya telah kawin, keluarga dekatnya penasaran dan menyuruh S mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama minta cerai. S tidak menjawab dan berdiam diri.

Ada juga orang yang meminang dan membujuknya, maklum masih muda dan masih nampak kecantikannya. Lamaran dan bujukan itu dijawabnya dengan manis. Orang-orang sekampungnya mengatakan bahwa S adalah perempuan bodoh karena tidak mengadukan halnya ke Pengadilan Agama untuk minta cerai. Suami tidak memberi nafkah dan malah kawin lagi, bukankah hal ini sudah keterlaluan. Semua tuduhan itu dijawabnya dengan manis, “Mudah-mudahan Allah masih membekaliku kesabaran. Aku masih yakin bahwa suamiku akan kembali kepadaku, kalaupun bukan karena aku tapi karena anak-anaknya. Sekarang amanah yang paling berharga yaitu dua orang anaknya yang terus kupelihara dan aku didik sebaik-baiknya semampuku. Biarlah aku tidak bersuami dengan yang lain demi amanah ini, amanah yang ditinggalkan melebihi dari amanah harta benda atau materi. Adapun dia beristeri lagi, itu adalah haknya dan aku yakin dia beristeri bukanlah terburu nafsu, tapi untuk menjaga diri jangan sampai terjerumus ke dalam jurang kemaksiatan. Bila dia telah kaya dan lupa kepada anak-anaknya sehingga anak-anaknya terlantar, maka dia sendiri nantinya yang akan menanggung dosanya di hari kiamat. Aku yakin hidup sekarang hanyalah hidup sementara dan hidup di akhirat adalah hidup yang kekal dan abadi.”

Demikianlah kisah singkat S. Yang menarik perhatian kita, bukan saja kesabarnnya menunggu, tapi keikhlasannya dalam memelihara amanah suaminya sehingga dia tidak menuntut cerai untuk bersuami dengan pria lain. Semua ini demi kedua anaknya. Bukankah kalau bersuami dengan pria lain, entah bagaimana nasib si anak dengan ayah tirinya dan kasih sayang ibupun tentunya akan terbagi pula. Alangkah dalam pandangan hidupnya bahwa suaminya beristeri bukanlah lantaran terburu nafsu tapi demi menjaga diri dari godaan setan yang setiap saat menganggu manusia untuk menjerumuskannya ke jurang kemaksiatan.

Demikian dua peristiwa dalam kehidupan berumah tangga. Kedua peristiwa ini berbeda sejauh langit dan bumi. Peristiwa pertama tentang khianatnya seorang isteri yang menghancurkan rumah tangga. Sedang peristiwa kedua tentang kesetiaan isteri dengan amanah yang ditinggalkan suami.

Yang pertama, isteri yang khianat terjadi karena isteri tidak mendapatkan bimbingan agama. Sedang yang kedua, isteri yang setia karena telah mendapatkan bimbingan wahyu yang benar.

Rasulullah SAW memberikan pernghargaan yang tinggi sekali kepada wanita yang setia kepada suaminya. Beliau pernah ditanya tentang perempuan manakah yang paling baik. Beliau menjawab : “Ialah yang menyenangkan bila dilihat suaminya, diikutinya suruhan suaminya dan tidak diselewengkan diri dan harta suaminya ke jalan yang tidak disukainya.” [ANW]



Sumber : “Buku Bunga Rampai dari Timur Tengah”

Yüklə 310,53 Kb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin