Mutiara Subuh : Selasa, 14/09/99


Mutiara Shubuh : Senin, 17/04/00 (12 Muharram 1421H)



Yüklə 496,46 Kb.
səhifə41/42
tarix15.01.2019
ölçüsü496,46 Kb.
#96942
1   ...   34   35   36   37   38   39   40   41   42

Mutiara Shubuh : Senin, 17/04/00 (12 Muharram 1421H)

Menebarkan Salam


Pada suatu ketika Rasulullah saw bersabda kepada para sahabat: “ Kamu tidak akan masuk syurga hingga kamu beriman (percaya), dan kamu tidak beriman hingga kasih sayang terhadap sesama. Sukakah kamu ku tunjukkan sesuatu jika kamu kerjakan timbul kasih sayang diantara kamu. Lantas para sahabat menjawab: Mau, Rasulullah. Dan Rasulullah pun melanjutkan: Sebarkanlah Salam diantara kamu (HR Muslim dari Abu Hurairah ra).

Hadits diatas menggambarkan bagaimana ajaran kasih sayang yang diajarkan didalam Islam. Diatara sesama muslim saling mendo’akan dengan menebarkan salam. Bahkan dihadits lain dikatakan bahwa memberikan salam bukan hanya dengan orang yang sudah kita kenal baik, tetapi bahkan dengan orang yang belum kenal sekalipun. Nach inilah salah satu ajaran islam yang terbaik (HR Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash ra.)

Adapun tatacara yang dilakukan Rasulullah saw dapat kita baca di berbagai kitab yang diantaranya adalahh mengucapkan salam ketika akan memasuki rumah seseorang (QS. 24:27), saling bersalaman ketika bertemu dengan sesama muslim maupun ketika berpisah dsb. Yang berjalan memberikan salam kepada yang diam atau duduk, yang sedikit kepada yang banyak, yang berkendaraan kepada yang berjalan, yang kecil kepada yang besar dst. Dan bahkan didalam suatu hadits yang diriwayatkan dari Abu Umamah Albahily ra, Rasulullah saw menyatakan bahwa yang memberi salam terlebih dahulu adalah seutama-utamanya manusia bagi Allah dan juga dinyatakan bahwa orang yang dekat dengan Allah-lah yang akan terlebih dahulu memberikan salam (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi).

Marilah kita menebarkan salam diantara kita sesama muslim dan semoga dengan saling mendo’akan ini Allah swt akan melimpahkan rahmah dan barokah-Nya kepada kita semua yang gemar menebarkan salam ini.



Mutiara Shubuh : Selasa, 18/04/00 (13 Muharram 1421H)

Berduka Ketika Luput dan Terlalu Gembira Ketika Dapat


Ketika kita menginginkan suatu, tentu kita berdo’a kepada Allah swt supaya yang kita idamkan itu kita dapat miliki. Pada sa’at keinginan itu tidak dikabulkan dan bahkan bertolak belakang dari yang diidamkan, tentu ada perasaan kecewa yang kita rasakan, tetapi janganlah perasaan itu menjadi berlarut sehingga kita terkungkung dalam duka yang lama dan bahkan timbul rasa diperlakukan tidak adil oleh Allah swt. Dan sebaliknya, jika keinginan itu dikabulkan dan bahkan melebihi apa yang diidamkan tentu akan menimbulkan kegembiraan yang mungkin tidak terhingga dan mungkin disambut dengan pesta pora yang berlebihan. Dan bahkan mungkin keberhasilan itu menimbulkan kesombongan atau keangkuhan didiri kita, dan berkata “Ayo… siapa yang bisa seberhasil saya !!!”.

Allah swt mengingatkan kita didalam Al-Qur’an:. “… jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri”

Jadi seyogyanyalah kita berbaik sangka terhadap apa yang diputuskan Allah swt untuk kita apakah itu berupa keinginan yang luput dari dekapan. Tariklah hikmah dari kegagalan tersebut dan yakinlah keputusan Allah swt itu adalah hal yang terbaik untuk kita. Dan harus diingat sungguh sanagt banyak keberhasilan-keberhasilan (nikmat) yang kita terima dariNya dibanding kegagalan tersebut, dan bersyukurlah.

Begitu juga dengan keberhasilan, itu semua rencana Allah swt, janganlah kita larut dalam kesenangan atas keberhasilan keberhasilan yang kita dapatkan yang sesungguhnya itu semua atas kehendakNya. Apalagi sombong dan angkuh terhadap keberhasilan itu…wah…wah.. wah.. itu seharusnyalah sangat jauh sekali dari diri kita yang hina dan lemah ini, dan bersyukurlah atas yang dikaruniakanNya tersebut, dan dapat memanfa’atkannya dijalan yang benar.

Jadi sesungguhnya tidak ada kata “Berduka Ketika Luput dan Terlalu Gembira Ketika Dapat” didalam kamus seorang muslim, tetapi hanya “Bersyukur, bersyukur dan bersyukurlah ketika Luput ataupun Dapat”.

Mutiara Shubuh : Rabu, 19/04/00 (14 Muharram 1421H)

Shalawat Nabi


Melalui Al-Qur’an surah Al-Ahzab ayat 56 Allah swt berfirman: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”, begitulah perintah Allah swt kepada kita untuk memperbanyak shalawat kepada Rasulullah saw, insan pilihanNya tersebut. Diayat diatas dinyatakan bahwa Allah dan Malaikat-malaikatNya saja bershalawat untuk Nabi saw, apatah lagi kita hambanya Allah atau ummat Nabi saw tentu kita sangatlah dianjurkan untuk mengucapkan shalawat untuk beliau. Dengan memperbanyak shalawat diharapkan kita akan lebih merasa dekat dengan insan kecintaan Allah swt ini dan tentunya akan mendekat kita juga kepadaNya dan bahkan turut dicintaiNya. Ibnu Mas’ud ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda bahwa orang yang banyak membaca shalawat untuk Rasulullah saw akan menjadi orang yang terdekat dengan Rasulullah di hari akhirat kelak (HR. At-Tirmidzi). Dan bahkan dinyatakan oleh Abdullah bin Amru bin Al-‘Ash ra bahwa Rasulullah menyatakan bahwa Allah akan menurunkan rahmatNya sepuluh kali terhadap orang yang membaca shalawat satu kali (HR. Muslim). Dan apabila kita mendengar nama Rasulullah saw disebutkan hendaklah kita mengucapkan shalawat untuknya. Bagi orang yang tidak mengucapkan shalawat ketika nama beliau disebutkan maka orang tersebut dikatakan Rasulullah saw sebagai orang yang rendah dan hina (HR At-Tirmidzi), sedangkan diriwayat lain disebutkan sebagai orang yang bakhil.

Semoga yang singkat dapat mengingatkan kita kembali untuk gemar bershalawat kepada junjungan kita tersebut dan selalu menyambut nama beliau dengan shalawat, sehingga kita tidak digolongkan kedalam orang yang rendah, hina atau bakhil.



Mutiara Shubuh : Kamis, 20/04/00 (15 Muharram 1421H)

Menahan Amarah, Mema’afkan dan Berlemah Lembut


Menahan amarah bukanlah sesuatu yang mudah, menuntut suatu perjuangan yang hebat melawannya dengan suatu kekuatan bathin yang prima juga. Apalagi bagi mereka yang mempunyai kemampuan dan kekuasaan untuk melampiaskannya. Nach.. disinilah sebenarnya nilai kearifan seseorang, apakah dia ksatria atau tidak. Karena seorang ksatria itu harus mampu mengendalikan nafsunya termasuk nafsu amarahnya. Rasulullah saw mengungkapkan hal ini dalam suatu hadits: “Bukan dikatakan seorang pemberani karena seseorang cepat meluapkan amarahnya, tetapi justru seorang pemberani itu adalah mereka yang dapat menguasai diri (nafsu) nya sewaktu marah” (HR Bukhari dan Muslim). Hal ini ditunjukkan beliau semasa beliau masih hidup. Banyak sekali kisah beliau yang dengan sangat indahnya beliau menyelesaikan masalah dengan lemah lembut walaupun hal tersebut memancing kemarahan beliau atau bahkan pada suatu penghinaan. Kalaupun beliau mau membalasnya (dengan amarah) maka akan sangatlah gampang sekali karena beliau disa’at itu adalah seorang pemimpin suatu pemerintahan yang berkuasa. Tetapi hal itu tidak beliau lakukan.

Kita ingat kisah seorang Yahudi yang mencoba memancing kemaraha Rasullullah dengan berkata: “Assamu’alaikum (Kecelakaan bagimu)” sebagai pengganti salam. Dan bahkan istri (‘Aisyah) beliaupun sampai membalasnya dengan kata yang sama ditegur oleh beliau. Kemudia kisah seseorang yang menodongkan pedang kepada Rasulullah saw yang akhirnya ketika pedang itu berpindah tangan kepada Nabi saw, beliau menyelesaikan perkara itu dengan mema’afkan. Masih banyak lagi keteladanan beliau yang menggambarkan bagaimana stabilnya bathin beliau khususnya dalam bersabar dan menahan amarah.

Dalam suatu hadits Rasulullah saw bersabda: “Ada tiga hal yang jika dimiliki seseorang maka ia mendapatkan pemeliharaan dari Allah, akan dilimpahkan rahmat-Nya, dan Allah akan senantiasa memasukkannya dalam lingkunagn hamba yang mendapat cinta-Nya yaitu: seseorang yang selalu bersyukur ketika diberi nikmat, seseorang yang sebenarnya mampu dan mempunyai kekuasaan untuk meluapkan amarahnya tetapi sebaliknya malah memberi ma’af atas kesalahan orang itu dan seseorang yang apabila sedang marah dia dapat menghentikannya” (HR Al-Hakim).

Jadi seyogyanyalah kita dapat mengendalikan nafsu amarah kita dan tidak mengumbarnya secara berlebihan. Bukankah Allah swt menyatakan dalam Al-Qur’an: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. 3:133-134).

Alangkah lebih mulia lagi jika seseorang yang dapat menahan amarahnya dan selalu tenang dalam menghadapi sesuatu yang menimpanya dan bahkan mema’afkan orang yang berbuat dzalim sekalipun terhadapnya serta selalu berkata lemah lembut terhadapap orang lain walaupun diperlakukan kasar. Allah swt menggolongkan mereka kepada orang yang bertaqwa dan bahkan didalam Al-Qur’an mensejajarkan mereka dengan orang-orang yang gemar berinfaq dan mereka-mereka itulah orang-orang yang disukai Allah swt. (QS. 3:134). Rasulullah saw seraya menegah para sahabat yang ingin memukul seorang Badui yang kencing didalam mesjid, dan menyuruh sahabat menyiram kencing itu dengan air lantas beliau bersabda:”Sesungguhnya kamu diutus untuk meringankan bukan untuk menyukarkan” (HR Bukhari dan Muslim)

Semoga Allah swt memberikan kekuatan bathin kepada kita untuk selalu dapat mengendalikan nafsu amarah kita dan menggantikannya dengan sabar tenang dan berlemah lembut.




Yüklə 496,46 Kb.

Dostları ilə paylaş:
1   ...   34   35   36   37   38   39   40   41   42




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin