Mutiara Shubuh : Senin, 27/03/00 (21 Dzulhijjah 1420H)
Didalam Surah Al-Kaafirun (109) Allah swt dengan tegas memerintahkan untuk tidak berkompromi terhadap aqidah kita. Surat yang diturunkan di Makkah yang berlatar belakang keputus-asaan kaum musyrikin yang kafir dalam menghambat dan menandingi da’wahnya Rasulullah saw, hingga mereka mengajak Rasulullah berunding mencari “damai” Mereka mengemukakan suatu usul damai yaitu mereka akan menyembah apa yang disembah Rasulullah saw asalkan Rasulullah juga ikut menyembah apa yang disembah oleh kaum musyrikin tersebut. Tak lama berselang dari usulan tersebut, maka turunlah Surah Al-Kaafirun ini: “Katakanlah:"Hai orang-orang kafir!, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Ilah yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Ilah yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku”.
Menurul Syeikh Muhammad Abduh, dalam surah diatas dijelaskan dua perbedaan yang tidak dapat dicampur-adukkan (dikompromikan) yakni perbedaaan dari yang disembah dan perbedaan dari cara menyembah (beribadah). Tegasnya yaitu yang disembah lain dan cara menyembahnyapun lain, tidak satu atau tidak sama. Oleh sebab itu masing-masing tetap pada agamanya masing-masing. Jelas sekali bahwa surah ini memberi pedoman yang tegas bagi kita pengikut Rasulullah saw bahwasanya aqidah tidaklah dapat diperdamaikan. Tauhid dan syirik tidak dapat dipertemukan. Oleh sebab itu maka aqidah tauhid tidaklah mengenal apa yang dinamakan Cyncritisme (penyesuaian).
Surah Al-Kaafirun ini sangat erat sekali hubungannya dengan Surat Al-Ikhlas. Dimana surah Al-Kaafirun menegaskan dalam beraqidah dan Al-Ikhlas merupakan ajarn pokok tauhid keislaman. Keduanya tak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Bahkan rasulullah saw pun suka menggandengkan pembacaan kedua surah ini dalam suatu shalat yaitu Al-Kaafirun di raka’at pertama dan Al-Ikhlas di raka’at berikutnya, khususnya ketika shalat sunnah setelah thawaf dan shalat sunnah fajar. (HR. Muslim. Dan Farwah bin Naufal Asya’I pun pernah diberi petunjuk oleh Rasulullah untuk membaca surah Al-Kaafirun sebelum berbaring tidur, karena hal ini merupakan suatu pernyataan diri sendiri bersih dari syirik (HR. Ahmad)
Semoga kita selalu dapat menjaga aqidah keislaman kita dengan berpegang teguh selalu pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah khususnya surah Al-Kaafirun dan Al-Ikhlas.
Mutiara Shubuh : Selasa, 28/03/00 (22 Dzulhijjah 1420H)
Telah banyak kita dengar tentang syurga yang dijanjikan Allah swt bagi hambanya yang bertaqwa kepada-Nya diantaranya dapat kita kutip dari Al-Qur’an maupun Hadits-hadist Rasulullah saw, yang sudah tentu tentang kepastiannya kita serahkan kepada keimanan kita masing-masing. Tentang keindahannya Rasulullah SAW pernah menjelaskan keindahan syurga diantaranya adalah: "Batu batanya dari emas dan perak, perekat (batu-batu) nya berupa misik harum, kerikilnya berupa permata dan yakut dan tanahnya dari za'faran. Barangsiapa memasukinya akan mendapatkan kenikmatan dan tidak pernah celaka, kekal tidak mati, pakaiannya tidak akan usang dan selalu awet muda." (Hadits shahih riwayat Ahmad, dan Tirmidzi).
Disana tersedia makanan, minuman dan pakaian bagi penghuninya, sesuai dengan firman Allah SWT: "Dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih, dan daging burung dari apa yang mereka inginkan." (QS 56 : 20-21). Begitu juga yang difirmankan dalam Surah Al-Insan (44) : 5 yang artinya : "Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur.". Serta dalam Surah Al-Insan (44) : 21 yang artinya : "Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan Rabb memberikan kepada mereka minuman yang bersih."
Mereka pun ditemani oleh bidadari-bidadari sebagaimana yang dijanjikan Allah swt dalam Surah Ad-Dukhan (76) : 54 yang artinya : "Demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari.". Dan Allah SWT, dalam Surah Ar-Rahmaan juga mensifati mereka dengan cantik dan jelita, putih bersih dipingit dalam rumah, dan belum pernah tersentuh oleh jin maupun manusia (ayat 65 - 69). Demikian juga Rasulullah SAW menggambarkan dengan sabdanya : "Jika wanita penghuni syurga turun ke dunia ini, tentu antara langit dan bumi ini akan bersinar, dan bau harumnya akan bersenar memenuhinya dan mahkota di kepalanya lebih baik daripada dunia dan seisinya." (HR. Bukhari). SUBHANALLAH…………..
Paparan diatas tadi adalah merupakan illustrasi pembanding duniawi saja, yang pada hakikatnya tidaklah dapat dibandingkan dengan keadaan aktual didunia ini. walaupun dilipat gandakan. Dan hal ini sebenarnya tak kan terjangkau pikiran manusia, sebagaimana firman Allah swt: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun." (QS 4:77). Dan Rasulullah SAW pun pernah bersabda : "Tidaklah dunia ini dibanding kenikmatan akhirat kecuali seperti salah seorang diantaramu yang mencelupkan jarinya ke dalam air laut, maka lihatlah berapa banyak air yang ada di jarinya." (HR. Muslim).
Walaupun begitu, hendaknyalah kita tidak menjadikan syurga itu sebagai tujuan dari kehidupan dunia kita tetapi hanyalah merupakan stimulan untuk menambah ghirah kita untuk berjibaku beribadah, bertaqwa dan lebih mendekatkan diri kepadaNya.
Mutiara Shubuh : Rabu, 29/03/00 (23 Dzulhijjah 1420H) Menepati Janji
Dalam pergaulan sehari-hari kita kerap menyatakan bahwa janji itu adalah hutang yang harus kita bayar (laksanakan), dan bahkan ada juga yang menyatakan bahwa seseorang itu yang dipegang adalah janjinya atau dipercayanya seseorang itu dikarenakan oleh ketepatan dia melaksanakan janjinya. Didalam ajaran Islam dinyatakan bahwa janji itu adalah sesuatu yang harus dilaksanakan dan dihari akhir nanti diminta pertanggung jawabannya oleh Allah swt. Didalam Surah Al-Israa (17) ayat 34 Allah swt berfirman: “….dan penuhilah janji ; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya”, demikian juga diawal Surah Al-Maidah (5) ayat 11 diingatkan Allah swt untuk memenuhi janji-janji kita (akad-akad). Allah swt sangat murka sekali dengan orang-orang yang tidak menepati janjinya, yang hal ini dinyatakanNya dalam Al-Qur’an: ”Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat; Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan” (QS 61:2-3).
Banyak diantara-hadits-hadits Rasulullah saw yang mengecam orang-orang yang tidak menepati janji yang diantaranya menyatakan bahwa tidak menepati janji itu adalah salah satu ciri orang yang munafiq walau orang itu puasa dan shalat atau merasa disinya seorang muslim (HR. Bukhari & Muslim) Dan tentunya kita sudah tahu bagaimana pedihnya azab bagi orang-orang yang munafiq tersebut.
Semoga Allah menjauhkan kita dari salah satu sikap yang menghantarkan kita kepada kemunafiqan ini yakni dengan selalu tepat dalam memenuhi janji-janji kita.
Dostları ilə paylaş: |