Mutiara Subuh : Selasa, 14/09/99


Mutiara Shubuh : Jum’at, 21/04/00 (16 Muharram 1421H)



Yüklə 496,46 Kb.
səhifə42/42
tarix15.01.2019
ölçüsü496,46 Kb.
#96942
1   ...   34   35   36   37   38   39   40   41   42

Mutiara Shubuh : Jum’at, 21/04/00 (16 Muharram 1421H)

Mendamaikan Sesama Muslim


Didalam kehidupan pergaulan sehari-hari tidak jarang terjadi gesekan-gesekan antara satu pihak dengan pihak lainnya, sehingga terjadi pertengkaran satu sama lainnya. Sebagai seorang mukmin, Allah swt mewajibkan kita untuk untuk mendamaikannya: ” Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar. (QS. 4:114) dan diayat lain Allah swt berfirman: “……sebab itu bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan diantara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang beriman". (QS. 8:1).

Jadi sudah sangat jelaslah bagi kita bahwa mendamaikan saudara yang sedang bertengkar itu adalah suatu kewajiban kita, apalagi Al-Qur’an juga menyatakan bahwa sesungguhnya kita kaum mu’min itu adalah bersaudara (QS 49:10), tegakah kita membiarkan saudara kita selalu dalam permusuhan dan pertengkaran dan bahkan saling bertumpahan darah. Apalagi untuk menghasud atau mengadu domba, sangat amat kita harapkanlah hal ini jauh dari kita semua. Rasulullah saw menyatakan bahwa berlaku adil terhadap orang yang bersengketa (bermaksud mendamaikan) adalah suatu sadaqah dan bahkan kita diijinkan untuk berkata dusta untuk niatan mendamaikan saudara kita yang tengah bertengkar tersebut. (HR Bukhari dan Muslim)



Mutiara Shubuh : Senin, 24/04/00 (19 Muharram 1421H)

Musibah Dimata Orang Mukmin


Musibah adalah suatu kehendak Allah swt yang ditimpakan kepada siapapun tanpa pandang bulu, tanpa memandang waktu, tempat dan situasi. Jadi musibah itu akan digulirkan dan digilirkan Allah swt kepada setiap makhlukNya di alam semesta ini. Nach sekarang hanya bagaimana sikap kita dalam menerima musibah yang ditimpakan kepada kita. Allah swt memberikan petunjukNya kepada kita untuk menghadapi hal yang tidak kita inginkan ini melalui firmanNya dalam Al-Qur’an: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:"Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun". (QS. 2:155-156). Jadi nyatalah bagi kita bahwa kunci dalam menghadapi musibah itu adalah sabar, dan penanamkan pengertian bahwa segala sesuatu itu datangnya dari Allah swt apakah itu nikmat maupun musibah yang keduanya juga digulirkan dan digilirkan Allah swt kepada hambanya. Didalam kehidupan ini tidak ada yang nikmat terus menerus dan juga tidak ada yang musibah yang tiada henti, hanya tinggal menunggu giliran dan waktunya saja.

Dari ayat diatas juga jelas sekali bahwa Islam tidak mengajarkan ummatnya untuk mempunyai rasa memiliki (sense of belonging) terhadap yang sekarang secara lahiriah dimilikinya. Tetapi hanya disebut sebagai suatu kepercayaan dari Allah swt atau rasa untuk dititipkan atau diamanahkan (sense to be intrusted) karena segala sesuatu itu hanya datang dari Allah swt. Dan jika Allah swt berkehendak untuk mengambilnya kembali darinya maka seharusnya tidak ada yang dirasa hilang karena kita berangkat dari ketiadaan.

Orang mukmin juga memandang suatu musibah yang ditimpakan terhadap dirinya adalah suatu ujian atau cobaan terhadap keimanannya untuk menuju maqam yang lebih tinggi. Laksana seorang yang sedang menuntut ilmu yang pada tahap-tahap tertentu harus diuji keahliannya terhadap yang sudah diterimanya. Firman Allah swt: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya:"Bilakah datangnya pertolongan Allah". Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS. 2:214).

Dan ada lagi bentuk musibah yang dapat kita terjemahkan sebagai peringatan bagi kita untuk mengingatkan kita untuk kembali kejalan Allah. Allah swt menyatakannya: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS. 42:30). Lain halnya dengan orang kafir dan fasik, musibah itu adalah merupakan adzab dan siksaan bagi perbuatan mereka yang durhaka terhadap Allah. “…..maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (QS. 5:49)

Semoga kita diberi bekal kesabaran oleh Allah swt ketika menerima cobaan atau musibah yang insya Allah akan lebih memantapkan maqam kita ditempat yang lebih tinggi dimata Allah swt.

Mutiara Shubuh : Selasa, 25/04/00 (20 Muharram 1421H)

Takut Kepada Allah


Sesungguhnya seorang mukmin yang bertaqwa itu sangatlah takut kepada Allah swt, karena mereka sangatlah yakin bahwa segala sesuatunya menyangkut dirinya hanyalah bergantung kepada kekuasaan-Nya sebagaimana disebutkan dalam Surah An-Nahl (QS. 16:50): “Mereka takut kepada Rabb mereka yang berkuasa atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka), (QS. 16:50)". Karena ketakutan inilah mereka sangat patuh terhadap segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah swt dan menjauhi segala yang dilarangnya. Didalam melakukan segala aktifitasnya mereka sangatlah hati-hati, karena takut padaNya. Jangankan terjerumus kedalam maksiat menyerempet saja mereka sangat amatlah takut akan murkanya Allah swt. Yang mereka cari hanyalah ridho dari-Nya, seperti yang dinyatakan Al-Qur’an: “Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tidak memberi syafaat melainkan kepada orang-orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya. (QS. 21:28)

Imam Al-Ghazali menggambarkan bahwa orang yang taqwa dan takut kepada Allah itu selalu berusaha untuk menekan segala kecederungan buruk dari dirinya dan membangkitkan amal-amal baik yang diperintahkan Allah swt dengan cara mengendalikan segala gerakan hati dan jasadnya yang dinyatakan Imam Al-Ghazali sebagai ciri orang yang takut kepada Allah swt, yakni:



  • Menjaga hati dari sikap yang tercela, iri, dengking, hasad dsb dan menggantikannya dengan gerak hati yang baik yakni berbaik sangka, bersahabat, kasih, sayang dst.

  • Menjaga lisan dari perkataan yang tidak baik, kotor dan bahkan yang kurang bermanfa’at dengan menggantikannya dengan perkataan yang bermanfa’at, khususnya melafazkan kata-kata dzikir terhadap Allah swt.

  • Menjaga perut dari memakan makanan yang haram, baik yang haram karena dzatnya maupun yang haram karena cara mendapatkannya. Dan sudah tentu hanya makanan yang halallah yang dapat memberikan keberkahan dalam perkembangan jasad maupun rohani kita.

  • Menjaga penglihatan dari hal yang dilarang Allah swt, seperti melihat aurat orang lain yang bukan muhrimnya dsb.

  • Menjaga tangan dari berbuat yang maksiat.

  • Menjaga kaki dari melangkah kepada yang tidak baik.

  • Menjaga telinga dari mendengar hal-hal yang tidak bermanfa’at.

  • Serta menjaga kemaluannya dari berbuat zina.

Beruntunglah orang-orang yang secara konsisten (istiqomah) menjaga jasad dan rohaninya dari larangan Allah swt dikarenakan takut kepadaNya, baik ketika bersama-sama orang lain maupun dalam keadaan sendiri. Karena mereka yakin bahwasanya mereka bukan hanya diintip tetapi bahkan ditonton oleh Allah swt. Dan puncak segala kenikmatan yang dijanjikan Allah swt terhadap hanbanya yang takut padaNya dan hanya mengharapkan ridho-Nya ini, dipaparkan Allah swt dalam Al-Qur’an: “Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah surga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya.Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabbnya.” (QS. 98:8)

Semoga kita digolongkan kepada hambanya yang bertakwa sebagaiman yang dipaparkan diatas.



Mutiara Shubuh : Rabu, 26/04/00 (21 Muharram 1421H)

Kemana Saja Sih Ayah Selama Ini?


Apakah reaksi kita jika pada suatu ketika anak kita yang selama ini kita kira sangat manis sekali tiba-tiba kita temukan dalam keadaan sakit karena tergantung pada narkoba? Atau tiba-tiba polisi menelepon kita bahwa anak kita tersebut dalam tahanan polisi dikarenakan melanggar hukum mungkin berkelahi, mencuri atau bahkan merampok? Apakanh tersirat dalam benak kita langsung bahwa kita adalah seorang ayah yang gagal dan secara serta merta memecahkan masalahnya dan memperbaiki diri? Atau kita meradang dan lari dari kenyataan bahwa hal ini adalah tanggung jawab kita hingga mencari kambing hitam. Dan ujung-ujungnya kita sampai pada suatu pertanyaan “Kemana saja sih aku (ayah) selama ini?

Kalau kita tinjau kebelakang (kilas balik) atas kejadian yang ditimpakan kepada kita adalah ujung-ujung nya hampir dapat dipastikan disebabkan oleh kesalahan atau kegagalan kita sendiri dalam mendidik anak kita atau setidak-tidaknya kesalahan kita itu memberikan kontribusi terbesar dari penyimpangan akhlaq anak kita tersebut, untuk itu cepat-cepatlah kita introspeksi diri. Bukan kah Allah swt menyatakan: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS. 42:30). Atau bahkan justru selama ini kita tidak mau tahu atas mendidikan atau pergaulan anak kita dan kita menyangka bahwa itu adalah tugas dari ibunya dan tugas kita adalah mencukupi nafkahnya saja. Kita sibuk dengan kerja dan kerja, bisnis dan bisnis, pergi pagi ketika anak belum bangun dan pulang tengah malam ketika dia sudah tidur dan bahkan ada yang menghabiskan waktunya dengan ngendon ditempat-tempat hiburan dalam rangka memenuhi quota diluar rumah sebagai dalih dalam menunjukkan bahwa kita sangat sibuk sekali dengan urusan pekerjaan atau kantor.

Islam mengajarkan bahwa seorang ayah itu adalah orang yang paling bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada keluarganya baik istri apalagi untuk anaknya. Banyak contoh ayah-ayah teladan yang ditunjukkan Allah swt untuk dapat diteladani oleh ummat Islam dalam mendidik anaknya sesuai dengan ajaran Islam untuk menjadi anak yang bertaqwa. Dari pemantapan Aqidah, Ibadah sebagaimana yang dicontohkan oleh Luqman Al-Hakim dengan menasehati anaknya yang diabadikan Allah dalam Al-Qur’an. Dan bukankah Rasulullah saw menyatakan bahw kita tidaklah akan tersesat selagi kita masih berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadits. Jadi jelaslah bahwa mendidik anak menjadi shaleh yang selalu berjalan dishirotnya Allah itu adalah tanggung jawab bersama kedua orang tua dan tidak ada alasan bagi kita untuk mencari kambing hitam. Yang ada hanyalah pertanyaan dibenak kita: “Kemana sih kita (ayah) selama ini?” dan berusaha untuk menjawab dan memperbaikinya dengan perbuatan yang nyata.

Mutiara Shubuh : Kamis, 27/04/00 (22 Muharram 1421H)

Mengintip Neraka


Beberapa waktu yang lalu kita sudah sedikit dibayangkan sekilas tentang nikmat syurga yang diperuntukkan oleh Allah swt bagi hambanya yang selalu ta’at kepadaNya. Dari kenikmatan yang diberikan didalamnya minumannya, makananya, bidadarinya dan masih banyak lagi yang sesungguhnya tidak dapat kita bandingkan dengan kehidupan didunia dan hal ini tentu Insya Allah akan membangkitkan ghirah kita untuk lebih berjibaku lagi beribadah mendekatkan diri kepada Sang Pemberi Nikmat tersebut.

Nach… kali ini kita coba untuk mengintip (sekelumit) keadaan neraka yang tentu diperuntukkan Allah bagi siapa saja yang mendurhakaiNya, melanggar segala yang dilarangNya dan meninggalkan segala yang diperintahkan kepadanya. Tujuan dari pemaparan ini tidak lain hanyalah sebagai peringatan kepada kita terhadap siksaan Allah bagi hambaNya yang ingkar. Dan patut digaris bawahi disini bahwa gambaran yang didapat ini hanyalah suatu pemaparan pikiran manusia yang terbatas dan itu juga dibandingkan terhadap keadaan dunia yang sesungguhnya antara kedua itu tidaklah dapat dibandingkan atau kita pikirkan karena keterbatasan pengetahuan kita.

Didalam suatu hadits dari Abu Hurairah r.a., ia berkata : "Ketika sedang bersama Rasulullah, kami mendengar sesuatu jatuh. Maka beliau bersabda, 'Tahukah kalian suara apa itu?'. Kami menjawab, 'Allah dan RasulNya lebih tahu'. Beliau bersabda, 'Itu adalah suara batu yang dilemparkan ke neraka semenjak 70 tahun yang lalu, dan ia sekarang masih meluncur ke (dasar) neraka." (HR. Muslim). Dan Rasulullah SAW pun membayangkan sebagaimana panasnya neraka melalui sabdanya: "Api kita adalah satu bagian diantara 70 bagian dari api neraka (1/70)." (HR. Muslim).

Allah swt berfirman dalam Surah Al-Waqi'ah : 51 - 55 yang artinya : "Kemudian sesungguhnya kamu hai orang yang sesat lagi mendustakan, benar-benar akan memakan pohon zaqqum, dan akan memenuhi perutmu dengannya. Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas. Maka kamu minum seperti unta yang sangat haus minum.". Dan ditambahkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya : "Seandainya setetes zaqqum jatuh ke dunia, tentu akan merusak kehidupan penduduk bumi. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang menjadikannya sebagai makanan?." (Hadits hasan shahih menurut Tirmidzi). Begitu juga dengan yang difirman Allah swt dalam Surah Muhammad : 15 yang artinya : "...dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya."

Selain itu Allah swt juga berfirmanNya juga dalam Surah Al-Hajj : 19 - 20 yang artinya : "Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka)." Ibrahim At-Taimi jika membaca ayat ini, ia berkata, "Maha suci Dzat yang telah menciptakan pakaian dari api."

Sesungguhnya masih banyak lagi paparan-paparan yang lebih dahsyat yang diterangkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits tentang keadaan neraka ini, dan Rasulullah saw juga pernah menggambarkan bahwa siksaan yang paling ringan saja adalah seseorang yang diletakkan bara api ditelapak kakinya hingga mendidih benak dikepalanya.

NA’UDZUBILLAHI MIN DZAALIK…….

Semoga dengan yang sangat sedikit ini seyogyanyalah akan mampu mencambuk kita untuk ingat kembali kejalan Ilahi dari jalan yang melenceng apalagi dari kedurhakaan terhadapNya yang menyebabkan kita dilemparkan Allah swt kedalam nerakaNya. Sehingga kita akan menjadi orang yang menyesal dihari akhir nanti, sebagaimana firmanNya: “Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata:"Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Rabb kami, serta menjadiorang-orang yang beriman". (tentulah kami melihat suatu peristiwa yang mengharukan). (QS. 6:27)

Yaa….Allah Yang Maha Penyayang, berilah kami hidayah dan kekuatan untuk berjalan dishirat-Mu serta jauhkanlah hambaMu ini dari siksaan neraka-Mu ……… amien……….


Mutiara Shubuh : Jum’at, 28/04/00 (23 Muharram 1421H)

Menyegerakan Beramal


Dalam melakukan ibadah atau amalan, terkadang kita menunda-nunda pelaksanaan ibadah atau amalan tersebut, seperti menunda melaksanakan shalat, bersadaqah, membayar puasa wajib dsb. Padahal seandainya kita sadar bahwa sesuatu itu bisa terjadi seketika pada diri kita yang dapat lebih menunda atau bahkan akhirnya kita tidak jadi melakukannya, maka kitaakan bersegera melakukannya. Hal inilah yang selalu dijaga Rasulullah saw beserta sahabatnya. Rasulullah saw pada suatu ketika pernah terburu-buru pulang dari shalat berjama’ah karena hanya ingat bahwa uang yang direncanakannya untuk sadaqah masih belum diberikan kepada seseorang. Dan Ali bin Abi Thalib pun ketika ditanya tentang mengapa beliau berjibaku sekali menjaga waktu shalatnya (diawal waktu), beliau menjawab dengan arif bahwa beliau tidak ingan dipanggil Allah ketika dalam sebelum shalat.

Rasulullah saw bersabda dalam suatu hadits: “Rebutlah lima perkara sebelum datang lima perkara, yaitu: selagi engkau muda sebelum datang masa tuamu, selagi engkau sehat sebelum datang masa sakitmu, selagi engkau kaya sebelum datang masa miskinmu, selagi engkau menganggur sebelum datang masa sibukmu, selagi engkau masih hidup sebelum datang masa kematianmu.” (HR Al-Baihaqi, Ibnu Abiddunya dan Ibnu Mubarak). Dan sementara di dalam hadits lainnya yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dinyataka Rasulullah saw bahwa ada dua macam kenikmatan yang sebagian banyak manusia masih tertutup dari padanya atau tidak mengetahuinya atau kurang memperhatikannya). Yaitu keadaan sehat dan menganggur (ada waktu yang terluang). Hadits-hadits diatas mengingatkan kepada kita untuk memanfaatkan kenikmatan yang dianugerahkan kepada kita selagi ada sebelum kenikmatan itu berlalu, dan sudah tentu sebagi seorang muslim yang beriman hendaklah digunakan untuk yang bermanfa’at, beribadah atau beramal.

Hasan berkata dalam salah satu nasehatnya: “Ayo segera, ayo segera. Sebab segala sesuatu itu tergantung pada nafasmu saja dan jikalau ini telah terputus, terputus juga segala amalanmu. Kalau demikian amalan mana lagi yang akan kau pergunakan untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Semoga Allah Ta’ala merahmati seseorang yang suka melihat pada dirinya sendiri, memperhatikan keadaannya dan suka menangisi karena banyaknya dosa yang diperbuatnga”. Selanjutnya beliau mengucapkan ayat yang berbunyi: “Sesungguhnya Kami (Allah) menghitungnya itu dengan hitungan yang cermat” (QS Maryam : 85). Yang dimaksud dengan hitungan disini adalah hitungan pernafasan sehari-hari. Hitungan yang terakhir sekali ialah diwaktu kita menghembuskan nafas yang penghabisan, lebih terakhir lagi ialah diwaktu kita berpisah dengan segenap keluarga dan kecintaan kita dan yang lebih terakhir lagi dari itu adalah diwaktu kita masuk ke liang kubur.

Penyebab pokok kenapa orang itu suka menangguh-nangguhkan beramal shalih itu adalah karena kegemaran dan kecintaannya pada hal keduniaan (hubbuddunya), suka sekali dengan kesyahwatannya, dan membuat mereka berjibaku mencari dunia dan melalaikan akhiratnya. Sehingga pada suatu ketika kenikmatan yang diberikan kepada mereka itu dicabut oleh Allah swt, maka berulah mereka menyesal kenapa tidak ketika waktu lapangnya mereka berbuat amal, namun semua itu telah terlambat.



Semoga dengan yang sedikit ini dapat memperingatkan kita untuk dapat bersegera memanfa’atkan kenikmatan yang dianugerahkan kepada kita ini dijalanNya sesegera mungkin dengan tidak menunda-nunda hingga datang waktu dimana semua kenikmatan itu dicabut oleh Allah dari diri kita.



Yüklə 496,46 Kb.

Dostları ilə paylaş:
1   ...   34   35   36   37   38   39   40   41   42




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin